مقدمة

إنّ الحمد لله تعالى نحمده، ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا وسيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضلّ له، ومن يضللْ فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله.

وبعد :

Alhamdulillah, berkat Taufiq serta Hidayah-Nya, akhirnya blog sederhana ini dapat terselesaikan juga sesuai dengan rencana. Sholawat salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya.

Bermodal dengan keinginan niat baik untuk ikut serta mendokumentasikan karya ilmiah perjuangan Syaikhina Muhammad Najih Maemoen, maka sengaja saya suguhkan sebuah blog yang sangatlah sederhana dan amburadul ini, tapi Insya Allah semua ini tidak mengurangi isi, makna dan tujuhan saya.

Blog yang sekarang ini berada di depan anda, sengaja saya tampilkan sekilas khusus tentang beliau Syaikhina Muhammad Najih Maemoen, mengingat dari Ponpes Al Anwar Karangmangu Sarang sudah memiliki website tersendiri yang mengupas secara umum keberadaan keluarga besar pondok. Tiada lain tiada bukan semua ini sebagai rasa mahabbah kepada Sang Guru Syaikhina Muhammad Najih Maemoen.

Tidak lupa saya haturkan beribu terima kasih kepada guru saya Syaikhina Maemoen Zubair beserta keluarga, terkhusus kepada beliau Syaikhina Muhammad Najih Maemoen yang selama ini telah membimbing dan mengasuh saya. Dan juga kepada Mas Fiqri Brebes, Pak Tarwan, Kak Nu'man, Kang Sholehan serta segenap rekan yang tidak bisa saya sebut namanya bersedia ikut memotifasi awal hingga akhir terselesainya blog ini.

Akhirnya harapan saya, semoga blog sederhana ini dapat bermanfa’at dan menjadi Amal yang di terima. Amin.

Kamis, 06 Mei 2010

Tanya Jawab Tentang Syi'ah Oleh: KH. Najih Maemoen

الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين، سيدنا ومولانا محمد وعلى آله الطيبين الطاهرين, وصحابته الكرام أجمعين.

Banyak berbagai macam aliran dan sekte yang muncul sehingga membuat keresahan yang menyisakan sakit hati dalam masyarakat, terutama masyarakat muslim. Mulai dari Ahmadiyah, gerakan Islam Liberal, Wahhabi Ekstrim, gerakan Islam kiri (Islam Sosialis) hingga Syi'ah yang belakangan dibeberapa daerah ramai diperbincangkan dan diperdebatkan bahkan dapat menjadi sumber perpecahan dalam tubuh masyarakat muslim sendiri. Namun yang menjadi pertanyaan, apakah semua ini lepas dari konspirasi luar yang menyusup dalam tubuh Islam?

Bukan berarti mengelupas luka yang belum begitu mengering atau menimbulkan luka lagi yang sama, karena melihat dari asal-usul sekte-sekte tersebut sebenarnya kita cukup mengerti bahwa luka ini memang sengaja dikonstruksikan untuk melukai Islam dan masyarakatnya, lalu menghancurkannya. Contoh saja Islam Liberal yang dimotori oleh intelektual-intelektual muda muslim yang dibackground sedemikian rupa oleh barat untuk mengikis dan menghancurkan ideologi Islam, hanya untuk sebuah alasan yang ironi, yaitu globalisasi perdagangan dan liberalisasi ekonomi. Berangkat dari ide Adam Smith sebagai bapak kapitalis dan juga seorang yahudi Inggris, kaum liberal meluaskan sayapnya dengan berbagai cara (termasuk menginterpretasikan syari'at dalam perdagangan mereka, sehingga sedikit demi sedikit ideologi Islam terkikis) serta mengalokasikan dana sebesar-besarnya untuk meluluskan tujuan mereka. Lalu mengapa harus Islam? Hematnya, karena Islam sebagai agama rahmatan lil 'alamin sangat sekali menjunjung tinggi nilai serta norma kemanusiaan yang secara substansial bertentangan dengan ide serta ideologi kapitalis yang liberal tanpa ada batas. Sebagai contoh kecil sistem bank konvensional yang menghalalkan bunga dari setiap jangka waktu atau nominal yang menjadi transaksi antara pihak bank dan nasabah atau sertifikasi halal dari setiap produk makanan atau kosmetik.

Kemudian 'Islam Kiri' yang dideklarasikan oleh Hasan Hanafi, dosen sekaligus intelektual Mesir, juga diilhami pemikir sosial komunis, keturunan Yahudi Karl Marx serta merta mengembangkan warisan Mu'tazilah, sehingga dia dan pengikutnya didakwa sebagai pengusung paham Neomu'tazilah. Paham ini juga sangat bertentangan dengan konsep Islam yang haq, karena para penganut Islam kiri mengingkari rukun iman yang ke-enam dan berasumsi perlu adanya pembumian al-Qur'an sebagai konsep sosial yang bersifat kekinian tanpa memandang Sang Kreator al-Qur'an itu sendiri, atau yang kita kenal dengan hermeneutika nantinya. Lalu selain Islam Kiri, sekte Ahmadiyah sebenarnya dikontruksikan oleh imperium Inggris untuk mendekati masyarakat muslim India dan merubah keyakinan mereka dengan menciptakan Nabi baru, guna meluluskan koloninya di sana. Sedangkan Wahhabi Ekstrim, dari sisi substansi asal-usulnya kurang lebih sama, yaitu dibuat dan dideklarasikan oleh kaum imperealis. Hanya saja akses yang diambil oleh kaum ini, yaitu penghancuran akidah dengan cara mengharamkan tawassul, ziarah dan penghormatan pada situs-situs kenabian.

Kemudian Syi'ah sebagai aliran yang cukup tua dan lama sekali diperbincangkan juga tidak muncul begitu saja sebagai sekte dalam Islam, tanpa ada provokasi dari luar, yaitu Yahudi. Bermula dari propaganda 'Abdullah bin Saba' –yang populer dengan kunyah Ibnu As-Sauda'- seorang Yahudi yang masuk Islam pada masa khalifah Utsman bin Affan, karena merasa dipecundangi umat Islam pada waktu itu. Lalu dia dan para musuh Islam yang lain yang juga menaruh dendam terhadap khalifah, menemukan momentum yang menguntungkan dengan banyaknya perbedaan pendapat yang terjadi dalam tubuh umat Islam dengan menyebarkan fitnah secara terorganisir. Lalu ia mulai menyebarkan akidah-akidah menyimpang yang diadopsi dari ajaran-ajaran Yahudi, seperti bada', raj'ah para Nabi, para washi dan sebagainya lalu beralih menyebarkan propaganda anti Ustman lalu para khalifah sebelum beliau, dengan tendensi palsu pengkultusan Sayyidina Ali.

Jadi semakin jelas dan gamblang apa yang difirmankan Allah SWT dalam surat Al-Baqarah: 120,

     •             •                
(     •   ) أي وليست اليهود يا محمد ولا النصارى براضية عنك أبدا فدع طلب ما يرضيهم ويوافقهم

Kemudian at-Thobary dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ayat tersebut menegaskan bahwa orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan pernah ridho pada Nabi Muhammad SAW (Islam) selamanya.

Dengan alasan-alasan tadi dan juga atas permintaan al-Habib Ahmad bin Isma'il al-Habsyi, pimpinan Majlis "Ratib Habib Ahmad al-Habsyi Ahlussunnah wal Jama'ah" Jakarta Selatan kami menyambut gembira dan bahagia atas usaha yang dilakukan oleh anak-anak kami di Ribath Darusshohihain Pondok Pesantren Al-Anwar dengan menerjemahkan kitab yang berjudul al-Ajwibah al-Damighoh fi al-Roddi Ala al-Aqa'id al-Zaighoh yang disusun oleh tim pelajar dibawah naungan Lembaga Darul Ilmi wa Da'wah Tarim Hadramaut yang membahas tentang aliran Syi'ah, dan juga kami lengkapi dengan informasi tentang pemikiran-pemikiran wahhabi dan jawaban-jawabannya.
Semoga dengan terbitnya buku ini, dapat memberikan manfaat yang signifikan dalam ikut andil membentengi akidah Ahlussunnah wal Jama'ah dari infiltrasi pihak luar yang berupaya menghancurkan Islam, bagi kita masyarakat muslim secara umum, dan semoga menjadi amal yang baik dalam usaha menerjemahkan kitab tersebut dari anak-anak kami, santri Ribath Darusshohihain Pondok Pesantren Al-Anwar.
Wallahu'alam bishowab.



Sarang, 15 Rabi'ul Tsani 1431 H
31 Maret 2010 M




Pengantar Penerbit



Segala puji hanya milik Allah SWT, Tuhan semesta alam. Limpahan shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad Saw, sosok Nabi dan Rasul yang paling mulia, dan semoga tercurahkan pula kepada keluarga dan para shahabatnya yang suci lagi mulia.
Buku yang kami terbitkan ini sangatlah bermanfaat, mudah dipahami oleh setiap muslim, sebagian besar isinya membongkar kerancuan-kerancuan Syi'ah Rofidloh serta dasar-dasar ideologinya yang jelas bertentangan dengan nash-nash Al-Qur'an, sunnah Rasul, dan ajaran-ajaran Salafussholih, menjelaskan kedustaan mereka yang mengatasnamakan Ahlul Bait, dan menangkal kedholiman mereka terhadap shahabat Rasulullah Saw yang mempunyai jasa besar menyebarkan agama Islam ke seluruh penjuru dunia.
Buku ini hadir disaat terpuruknya kondisi umat muslim Sunni dan semangatnya Syi'ah Rofidloh dalam menyiapkan dai-dainya untuk menyesatkan umat Islam dan membelokkannya dari jalan yang benar. Maka dari itu Lembaga Keilmuan dan Dakwah bergerak cepat dengan sekuat tenaga menolak bahaya-bahaya mereka serta tipu muslihatnya yang mengancam eksistensi agama Allah SWT yang haq. Semoga Allah SWT menjadikan buku ini sebagai penawar yang efektif dan manjur membasmi virus-virus ganas semisal Rofidloh yang dapat mendekonstruksi doktrin-doktrin agama Islam. Semoga Allah SWT selalu melindungi kita. Amin.


Penerbit


7 Rabi'ul Awwal 1428 H
26 Maret 2007 M







Segala puji hanya milik Allah SWT, Tuhan semesta alam. Shalawat dan Salam semoga selalu tercurahkan melimpah keharibaan baginda Nabi Muhammad SAW, Nabi dan Rasul paling mulia, beserta keluarga dan para shahabatnya yang suci nan mulia.
Buku ini memuat pelbagai pertanyaan-pertanyaan pelik yang sering diperbincangkan oleh masyarakat, dengan disertai jawaban-jawabannya yang akurat dan memuaskan. Dengan hadirnya buku ini insya Allah kerancuan yang sesat dapat terungkap dan kebenaran menjadi terang benderang. Semoga Allah SWT menjadikan buku ini bermanfaat, dan semoga menutup usia kita dalam keadaan islam dan iman. Amin…
Soal:
Apa arti kata tasyayyu' dan siapa Syi'ah itu?
Jawab:
Kata tasyayyu' secara etimologi bermakna membantu atau mendukung, diambil dari kata musyaya'ah yang artinya tunduk dan mengikuti. Syi'ah adalah orang-orang yang mengaku cinta Ahlul Bait yang melampaui batas-batas syara' dengan beranggapan bahwa mereka adalah pengikut setia pemimpin Ahlul Bait semisal Al-Imam Ali, Hasan, Husain, Ali bin Husain, Ja'far As-Shadiq dan lain-lain Rodliyallahu 'anhum Mereka tidak mengakui Abu Bakar, Umar, Ustman, Mu’awiyyah dan pendukung-pendukungnya sebagai shahabat Nabi. Bahkan mereka (Syi'ah) mencaci-maki dan melaknat para shahabat tersebut.
Soal:
Bagaimana asal usul munculnya Syi'ah?
Jawab:
Ketika konflik diantara Ali bin Abi Tholib ra. dengan Mu'awiyah bin Abi Shofyan ra. memanas, maka kesempatan emas ini dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh kaum Majusi dan Yahudi untuk memecah belah persatuan umat Islam. Mereka menyebarkan fitnah dan permusuhan diantara kaum muslimin. Kemudian muncullah seorang Yahudi yang bernama Abdullah bin Saba' memperlihatkan kecintaannya kepada Ali bin Abi Tholib ra. dan menyuarakan lebih berhaknya beliau untuk menjadi kholifah. Abdullah bin Saba' sangat berlebihan dalam hal tersebut, sampai-sampai dia mengkultuskan Ali bin Abi Tholib ra. sebagai Tuhan, seperti yang dilakukan kaum Yahudi terhadap Nabi Uzair, mereka berkata: "Uzair adalah putra Allah." Dan seperti yang dilakukan orang Nashrani terhadap Nabi Isa As mereka juga berkata: "Isa Al-Masih anak Allah." Abdullah bin Saba' pernah berkata kepada Ali bin Abi Tholib RA: "Kamu adalah kamu!", maksudnya: "Kamu adalah Tuhan." Akibat perkataannya itu, Ali bin Abi Tholib RA. mengasingkannya ke kota Mada-in. Ibnu Saba' adalah orang yang pertama kali mengatakan secara terang–terangan mengenai kepemimpinan Ali bin Abi Tholib ra. dan darinya pula muncul kelompok-kelompok yang berlebihan dalam mengagungkan Ali bin Abi Tholib ra. sehingga mereka mengatakan: " Sesungguhnya Ali bin Abi Tholib ra. lebih berhak dan lebih utama atas kenabian dan kerasulan dari pada Muhammad SAW, dan sesunguhnya Allah SWT mengutus malaikat Jibril kepadanya (Ali) akan tetapi malaikat Jibril keliru dan menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW."
Demikianlah asal-usul golongan Syi'ah yang kemunculannya dipelopori langsung oleh orang Yahudi (Abdullah bin Saba') yang menggembar-gemborkan bahwa kepemimpinan Islam setelah Nabi Muhammad Saw adalah milik sayyidina Ali semata. Dia berargumen bahwa setiap Nabi pasti mempunyai orang yang diwasiati menjadi penggantinya. Menurutnya, sayyidina Ali-lah orang yang diwasiati Rasulullah SAW sebagai penggantinya. Akan tetapi setelah wafatnya Rasullullah SAW para shahabat memonopoli dan merampas haknya sayyidina Ali untuk menjadi khalifah (pemimpin). Kemudian mereka menentukan langsung shahabat Abu Bakar ra. menjadi khalifah sebagai gantinya sayyidina Ali, diteruskan oleh Umar ra., kemudian Ustman ra.. Khalifah-khalifah tersebut bersama para shahabat bersekongkol untuk merampas kekhalifahan dari pemiliknya yang hakiki, yaitu sayyidina Ali dan keturunan-keturunannya."
Ringkas kata sesungguhnya Abdullah bin saba' adalah orang yang meletakkan dasar–dasar ideologi Syi'ah dan menyebarkan benih-benihnya. Ulama Syi'ah Al-Kisyi berkata dalam kitabnya Rijal Al-Syi'ah: "Sebagian Ilmuan berpendapat sebenarnya Abdullah bin Saba' adalah orang Yahudi kemudian masuk Islam dan bersahabat dengan Ali ra.. Di saat ia masih menganut agama Yahudi ia punya kajian yang nyleneh yaitu pernyataannya bahwa Yusya' bin Nun adalah orang yang diwasiati Nabi Musa As sebagai penggantinya. Kemudian setelah masuk Islam dan pasca wafatnya Nabi Muhammad Saw dia menyatakan hal yang sama kepada sayyidina Ali ra.. Dia dikenal sebagai orang pertama yang mengatakan bahwa Ali ra. wajib menjadi imam dan sama sekali tidak mengakui imamah semua musuh-musuh Ali. Dari sini dapat kita tarik kesimpulan bahwa benih-benih Syi'ah sebenarnya berasal dari kaum Yahudi dan kaum Nasroni.
Syaikh Yusuf bin Isma'il An-Nabhani dalam kitabnya Nujum Al-Muhtadin FI Al-Raddi 'Ala Ikhwani Al-Syayathin berkata: "Rowafidh adalah kelompok yang muncul sejak 25 tahun pasca wafatnya Nabi Muhammad Saw. Mereka mengikuti jejak Yahudi dan Nashrani dalam berbuat kebohongan, kekejian, kefasikan dan perbuatan–perbuatan buruk lainnya. Dulu mereka adalah golongan Yahudi yang melakukan makar di daerah Arab, yang dipelopori oleh seorang laki-laki Yahudi bernama Abdullah bin Saba' yaitu pemimpin Syi'ah Rofidloh di Kufah. Ketika melihat umat Islam bersatu dan sehati, maka ia berkeinginan untuk memecah belah umat Islam menjadi beberapa golongan sehingga kekuatan Islam menjadi lemah. Dia berpura-pura masuk Islam dan dengan kemunafikanya dia berusaha merusak umat Islam. Ibnu Saba' pergi ke Kufah, Bashrah, Iraq, dan Persia -sekarang Iran- untuk mengajak manusia mengikuti madzhabnya yang dinamai dengan madzhab Syi'ah. Ibnu Saba' adalah orang pertama yang mengobarkan api permusuhan dalam diri umat Islam dan memerintahkan umat manusia untuk mencintai Ali bin Abi Thalib ra. dan keturunannya serta membenci Abu Bakar, Umar, dan Utsman."
Ulama lain berpendapat: "Syi'ah berhasil menyesatkan orang-orang Persia (Iran) sehingga menjadikannya pengikut setia lagi fanatik buta terhadap sayyidina Ali serta keturunannya. Mereka meyakini bahwa sayyidina Ali dan keluarganya adalah orang-orang yang ma'shum (dijaga dari melakukan kesalahan). Dan juga berlebihan dalam mencintai Ali dan keturunannya sampai masuk ketaraf kekufuran. Semua itu disebabkan karena penghinaan dan pengkafiran mereka terhadap Abu Bakar, Umar, Ustman dan pengikut-pengikutnya. Kelompok ini sudah menyebarluas ke seluruh penjuru Arab dan Ajam sampai sekarang."
Soal:
Mengapa Syi'ah dinamakan juga dengan Rafidlah?
Jawab:
Sebabnya adalah: ketika Zaid bin Ali Zainal 'Abidin bin Husain ra. memberontak kepada khalifah Hisyam bin Abdul Malik kemudian beliau diperangi oleh Yusuf bin Umar As-Tsaqofi (Gubernur Iraq pada masa pemerintahan Hisyam) maka pengikut-pengikut Zaid meninggalkannya sendirian, setelah sebagian besar dari mereka telah menghianatinya. Kebanyakan penduduk Kufah telah membai'at beliau dan mau menolong beliau dengan syarat beliau tidak mengakui kekhalifahan Abu Bakar ra. dan Umar ra.. Akan tetapi beliau menjawab dengan tegas: "tidak!!! saya akan tetap mengakui keduanya sebagai khalifah. Kemudian mereka berkata: "Kalau begitu kami akan meninggalkanmu." Maka Zaid menjawab: "Pergilah kalian semua karena kalian adalah Rofidloh (golongan yang melakukan desersi). Sejak kejadian itulah Syi'ah disebut Rafidlah.
Kajian seperti ini dikutip oleh Muhammad bin Ali As-Shobban dalam kitabnya Is'af Al-Raghibin. Imam Al-Ashma'i berkata: "Syi'ah dinamai Rofidloh sebab mereka meninggalkan Zaid bin Ali."

Soal:
Apakah ada perkataan sayyidina Ali ra. yang mengisyaratkan akan terjadinya fitnah Syi'ah Rofidloh?
Jawab:
Ada, diantaranya perkataan beliau: "Dua orang celaka sebab aku, yaitu orang yang terlalu cinta kepadaku dan orang yang terlalu benci kepadaku."
Sayyidina Ali ra. juga berkata: "Sesungguhnya aku akan dicintai oleh satu kaum sampai mereka masuk neraka sebab kecintaannya kepadaku, dan aku akan dibenci satu kaum sehingga mereka masuk neraka sebab kebenciannya kepadaku."
Dari 'Alqomah bin Qais An-Nakha'i ra. salah seorang imam tabi'in berkata: "Sesungguhnya golongan Syi'ah ini sudah terlalu berlebihan terhadap Ali ra. seperti halnya orang Nashrani yang terlalu berlebihan terhadap Isa bin Maryam."
Dapat kami simpulkan bahwa kelompok yang melampaui batas dan berlebihan dalam mencintai Ali ra. adalah kelompok Syi'ah dan para pengikutnya. Bahkan diantara mereka ada yang sangat keterlaluan dalam mencintai Ali ra. sampai-sampai menganggap Ali ra. adalah Allah. Adapun kelompok yang sangat membenci Ali ra. adalah kaum Nawashib dan Khawarij. Kelompok ini sangat anti dengan Ali ra. sampai berani mencaci-maki dan melaknatnya. Kedua golongan ini sama sesatnya.
Soal:
Ada berapa sekte-sekte dalam Syi'ah Rafidlah?
Jawab:
Syi’ah terbagi menjadi beberapa sekte, diantaranya Syi'ah Imamiyah, Kaisaniyah dan Ghurabiyah –yaitu kelompok yang berpendapat bahwa Ali ra. adalah orang yang diberi wahyu oleh malaikat Jibril-. Keterangan ini dijelaskan oleh Qodli 'Iyadl dalam kitabnya As-Syifa dan syarahnya.
Soal:
Kenapa Rofidloh juga disebut Syi'ah Imamiyah Al-Itsna 'Asyariyah?
Jawab:
Karena pengikut madzhab ini meyakini bahwasannya setelah Allah SWT mengakhiri risalahnya dengan Nabi Muhammad Saw. Allah SWT dalam kitabnya dan disampaikan melalui lisan para Rasul-Nya telah menentukan Imam dua belas yang kesemuanya dari keturunan Ali bin Abi Thalib ra. untuk menunjukan jalan yang benar kepada manusia dan menjadi pemimpin mereka. Imam dua belas inilah yang berhak mengatur urusan manusia sampai datangnya hari kiamat nanti. Imam-imam ini dijaga dari melakukan kesalahan layaknya seorang Nabi dan mereka wajib ditaati, kedudukan mereka sama dengan kedudukan Rasulullah Saw, bahkan mereka lebih utama dari para nabi dan rasul selain Nabi Muhammad Saw. Barang siapa yang ragu akan keyakinan di atas maka divonis kafir dan kekal di neraka menurut aqidah mereka.
Mereka meyakini bahwa imamah terbatas pada Imam dua belas saja dan manakala hakim yang menghukumi dengan selain hukum Imam dua belas maka dianggap kafir. Menurut mereka pemerintahan Khulafaur Rosyidin dan khalifah-khalifah setelahnya adalah pemerintahan kufur, dzalim dan merampas hak-hak mereka.
Diantara akidah mereka adalah Imam terakhir dari Imam-imam yang ada tidak akan mati sampai hari kiamat yaitu Imam Muhammad Al-Askari -yang lebih dikenal dengan sebutan al-Mahdi al-Muntadhar- yang berbeda dengan al-Mahdinya kelompok Sunni.
Soal:
Bagaimana bentuk keyakinan Syi'ah Rofidloh terhadap Al-Qur'an Al-Karim ?
Jawab:
Syi’ah Rofidloh meyakini bahwa Ulama Ahlul Bait sepakat mengatakan: "Al-Qur'an diturunkan dengan empat bagian; seperempat diturunkan kepada kita, seperempat pada musuh kita, seperempat berupa sejarah dan perumpamaan-perumpamaan dan seperempat berupa kewajiban dan hukum. Mereka berkata: "Jika Al- Qur'an dibaca sesuai dengan apa yang diturunkan Allah SWT maka akan muncul dalam Al-Qur'an 70 orang laki-laki Quraisy yang terlaknat nama–namanya serta ayah ibunya. Yang dimaksud mereka adalah para shahabat. Mereka meyakini bahwa Ahlul Bait mempunyai Mushaf yang isinya tidak sama dengan Mushaf umat muslim pada umumnya dan menyebutnya dengan nama Mushaf Fatimah. Mereka juga meyakini bahwa orang yang mengumpulkan Al-Quran dengan sempurna hanyalah sayyidina Ali As.
Ni'matullah Al-Jaza-iri -ulama Syi'ah- dalam kitab Al-Anwar An-Nu'maniyah (vol 2 hal 360) berkata: "Sudah begitu masyhur dalam hadits-hadits bahwa Al-Quran sebagaimana ketika diturunkan tidak ada seorangpun yang menyusunnya kecuali Amirul Mu'minin As (Ali bin Abi Tholib) atas wasiat Rasulullah Saw. Setelah Nabi wafat Imam Ali melaksanakan wasiat tersebut selama 6 bulan, kemudian setelah selesai mengumpulkan Al-Quran seperti yang diturunkan, beliau mendatangi Khalifah-khalifah Rasulullah Saw seraya berkata kepada mereka: "Ini adalah kitab Allah SWT seperti yang diturunkan kepada Nabi Muhammad." Umar bin Khaththab menjawab: "Kami tidak butuh kamu dan Al-Quranmu. Kami sudah punya Al-Quran yang ditulis oleh Utsman. Ali berkata: "Kalian tidak akan bisa melihatnya setelah hari ini dan siapapun juga sampai lahirnya keturunanku yang bernama al-Mahdi As, dan Al-Quran yang dibawa Al-Mahdi banyak tambahan dan tidak mengalami distorsi sedikit pun. Dikarenakan Utsman termasuk penulis wahyu yang sesuai dengan maslahat yang diinginkan oleh Rasulullah Saw yaitu jangan sampai ada orang menuduh bahwasannya Al-Quran adalah buatan seseorang, atau bukan yang diturunkan oleh malaikat Jibril, sebagaimana yang dituduhkan oleh para pendahulu mereka, ternyata mereka juga berkata seperti itu. Begitu juga Mu'awiyah, diangkat menjadi penulis wahyu selama 6 bulan sebelum wafatnya Rasulullah Saw dengan alasan seperti di atas. Utsman dan para shahabat tidak pernah berkumpul bersama kecuali di masjid dengan orang banyak. Mereka hanya menulis Al-Quran yang telah dibawa oleh malaikat Jibril As. Adapun Al-Quran yang tersimpan dalam rumah Rasulullah Saw tidak ada seorang pun yang menulisnya selain Amirul Mu'minin As, karena beliau punya hubungan mahram yang memudahkannya untuk keluar masuk rumah Rasulullah Saw." Statemen di atas tidak perlu dikomentari karena jelas mengandung kedustaan yang nyata.
Di bawah ini merupakan sebagian dari penjelasan ulama-ulama Syi'ah supaya pembaca bisa mengetahui bahwasannya realita yang ada tidak seperti yang selama ini dituduhkan kepada mereka:
1. Syaikh Al-Mufid, yang diklaim orang Syi'ah termasuk salah satu pendiri madzhab Syi'ah berkata: "Beberapa hadits sudah masyhur dari kalangan keluarga Nabi bahwasanya Al-Quran itu mengalami perubahan dan terdapat pengurangan dan pembuangan yang dilakukan oleh orang-orang yang dhalim. Disadur dari kitab Awa'il Al-Maqolat hal 91.
2. Abu Al-Hasan Al-'Amili berkata: "Ketahuilah sesungguhnya kebenaran yang harus diakui berdasarkan hadist-hadist mutawatir adalah, "Al-Quran yang ada saat ini mengalami banyak perubahan setelah wafatnya Rasulullah Saw dan para shahabat yang mengumpulkannya banyak membuang kalimat-kalimat dan ayat-ayat. Dikutip dari kitab Mir'atul Anwar wa Misykatul Asror hal 36 pasal keempat yang berjudul Bayanu Khulashoti Aqwali Ulamaina fi Taghyiri Al-Qur'an wa 'adamihi wa Tazyifi Istidlali Man Ankara At-Thaghyir. Selanjutnya Al-'Amili mengatakan: "Sesungguhnya meyakini Al-Quran telah mengalami distorsi merupakan pokok dari ajaran Syi'ah. Redaksi aslinya sebagai berikut: "Dan menurut saya sudah jelas kebenaran asumsi di atas setelah menganalisis hadits-hadits dan meneliti beberapa atsar sehingga memungkinkan untuk mengatakan bahwa pendapat itu menjadi keyakinan mazhab Syi'ah dan termasuk ambisi besar dalam perampasan khilafah."
3. Ni'matullah al-Jaza-iri berkata: "Menerima kemutawatiran Al-Quran merupakan wahyu ilahi dan seluruhnya telah diturunkan oleh malaikat Jibril berarti mendustakan hadits-hadits yang sudah masyhur bahkan mutawatir yang menjelaskan terjadinya distorsi dalam Al-Quran baik kalimatnya, materinya dan I'robnya. Padahal hadits-hadits tersebut telah disepakati keshahihannya oleh ulama kami. Dari kitab Al-Anwar al-Nu'maniyah (vol:2 hal:357)
4. Sulthan Muhammad al-Khurasani berkata: "Ketahuilah sudah banyak hadits-hadits yang diriwayatkan dari imam–imam yang suci yang menyatakan adanya penambahan, pengurangan dan perubahan dalam Al-Quran". Refrensi dari kitab Bayanu al-Sa'adah fi Maqomat al- 'Ibadah.
Pernyataan-pernyataan mereka yang demikian ini sangat banyak. Mereka meyakini bahwasannya para shahabat keliru dalam mengumpulkan dan menyusun mushaf. Pengurangan, penambahan dan kesalahan adalah hasil kerja dari tangan-tangan mereka.
Pendapat mereka (ulama Syi'ah) jelas tertolak dengan ikut andilnya Sayyidina Ali dalam pengumpulan Al-Quran setelah wafatnya Nabi Saw sekaligus termasuk anggota dalam penulisan mushaf. Beliau juga membenarkan apa yang telah dilakukan oleh Sayyidina Utsman dan tidak pernah ada ucapan-ucapan atau sepatah kata pun yang menghujat Al-Quran yang telah disepakati para shahabat. Bahkan banyak ulama meriwayatkan bahwasannya sayyidina Ali ra. membaca dan mengajarkan Al-Quran sebagaimana shahabat lainnya, seperti yang telah diriwayatkan oleh Abu Abdurrahman As-Sulami dan lain-lain dari Sayyidina Ali. Tidak ditemukan satu orang pun yang memperselisihkannya dan tidak ada satu riwayat yang mengatakan bahwasanya Ali ra. berbeda dengan shahabat yang lain, baik secara hadist ahad maupun mutawatir.
Jika memang terjadi perbedaan dalam hal ini, banyak ataupun sedikit pasti akan tersebar di kalangan masyarakat dan tidak mungkin bisa diingkari. Andaikan problematika ini benar-benar terjadi antara Ali dan para Ulama dari keturunannya niscaya akan ada riwayat yang sangat eviden dan populer yang menjelaskannya. Dan dengan mengetahui hal itu bisa memantabkan hati memandang keagungan dan kemuliaan beliau dan keturunannya. Sudah menjadi ketetapan bahwa seseorang yang begitu agung dan banyak pendukungnya semestinya banyak riwayat-riwayat yang menerangkannya. Padahal tidak satu huruf pun yang mengatakan bahwasanya Ali ra. menghujat Al-Quran, bahkan riwayat-riwayat yang ada mengatakan sebaliknya.
Kalau memang tuduhan orang Syi'ah mengenai Al-Quran itu benar, maka beliau (Ali bin Abi Tholib) tidak mungkin tinggal diam dan beliau pasti ingkar serta memberi tahu orang lain dan para pendukungnya akan hal tersebut. Karena beliau adalah orang yang punya otoritas dalam amar ma'ruf nahi mungkar dan tidak ada kemungkaran yang lebih besar daripada merubah Al-Quran karena hal itu merusak agama dan dapat mendekonstruksi syari’at Islam. Sementara beliau adalah pribadi yang luhur derajatnya, sangat hati-hati dalam urusan agama dan umat dan anti dalam mementingkan diri sendiri dengan tanpa menghiraukan orang lain. Andaikata beliau mempunyai prinsip tidak merespon atas kemungkaran niscaya semua orang akan tahu, toh padahal realitasnya tidak berkata demikian.
Hal tersebut di atas dikuatkan fakta sejarah ketika beliau memegang pemerintahan tidak pernah menjelaskan apa-apa yang telah dituduhkan oleh orang Syi'ah selama ini. Selama menjabat dan memegang pemerintahan beliau tidak pernah sekalipun berseberangan dengan khalifah sebelumnya dan juga tidak pernah membuat Al-Quran yang baru.
Para Ulama Ahlussunnah berkata: "Barang siapa meragukan keotentikan Al-Quran yang telah dikumpulkan para shahabat baik dalam segi penambahan, pengurangan, penggantian, pendustaan hukum ataupun ceritanya, menetapkan atau membuang sesuatu yang tidak termasuk bagian dari Al-Quran dengan sengaja maka orang itu divonis kafir menurut Ijma' para Ulama. Firman Allah SWT:
•                        
"Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari Al Quran ketika Al Quran itu datang kepada mereka, (mereka itu pasti akan celaka), dan Sesungguhnya Al Qur’an itu adalah Kitab yang mulia."
“Yang tidak datang kepadanya (Al Quran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.” (Q.S. Fushshilaat: 41-42).
Al-Quran menurut kesepakatan umat Islam terjaga dari pengurangan, penambahan, dan penggantian serta perubahan. Firman Allah SWT:
  •    
"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan AlQuran, dan sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya" (Q.S. al-Hijr: 9)
Semua itu adalah pendapat dan keyakinan Ahlussunnah wal Jamaah mengenai Al-Quran. Adapun sikap orang Syi'ah mereka selalu ragu dan curiga akan adanya pengurangan, penambahan, dan perubahan dalam Al-Quran dan tidak mau menerimanya. Semoga Allah SWT melindungi kita dari kesesatan mereka. Sebenarnya bagi siapapun yang membaca ayat-ayat al-Qur'an yang dituduh telah mengalami perubahan pasti orang tersebut akan memuji keagungan Allah SWT atas limpahan nikmat akal dan agama.
Jangan sekali-kali kita tertipu atas pengingkaran sebagian tokoh-tokoh Syi'ah terhadap keaslian Al-Quran karena mereka hanyalah kelompok kecil saja. Nikmatullah al-Jaza-iri dalam kitab Al-Anwar Al Nu'maniyah vol 2 hal 357 mengatakan: "Dalam masalah keotentikan Al-Quran, ada beberapa tokoh Syi'ah yang bersilang pendapat satu sama lain, seperti al-Murtadlo, as-Shoduq dan Syaikh At-Thabarsi. Mereka mengatakan bahwasanya mushaf yang ada adalah Al-Quran yang otentik seperti ketika diturunkan, tidak pernah mengalami perubahan sama sekali."
Sikap sebagian ulama Syi'ah yang kelihatannya tidak kontra terhadap Ahlussunnah adalah bentuk sikap "taqiyah" (pengelabuan diri) sebagaimana yang telah dikatakan al-Jaza-iri, "Sikap seperti ini mereka lakukan karena ada kepentingan-kepentingan (politik). Diantaranya agar supaya mereka tidak dihujat oleh masyarakat dan lawan politik mereka." Kalau memang Al-Quran bisa mengalami perubahan, kenapa boleh mengamalkan kaidah-kaidah dan hukum-hukumnya?.
Al-Nuri al-Thabarsi berkata: "Bagi siapa saja yang pernah membaca kitab at-Tibyan karangan Al-Thusi dia akan tahu bahwa cara beliau dalam masalah ini hanya mencari muka saja dan mengikuti alur pemikiran orang yang berseberangan dengannya."
Al-Thabarsi setelah menguatkan ucapannya dengan bermacam bukti berkata: "Perkataan Sayyid al-Jalil Ali Bin Thawus dalam kitab Sa'dus Su'ud, "Kami selalu ingat apa yang diriwayatkan pendahulu kami yaitu Abu Ja'far Al-Thusi dalam kitabnya at-Tibyan. Apa yang dilakukannya itu merupakan bentuk Taqiyah belaka." Di ambil dari kitab Faslul Khithob karya al-Thabarsi hal 38).
Sesungguhnya sikap yang bathil ini (Taqiyah) telah menghilangkan kepercayaan umat terhadap apa saja yang muncul dari mazhab Syi'ah seperti pengakuan kedekatan dengan ahlul bait dan lain-lain. Permasalahan Taqiyah dalam persektif etimologi maupun termonologi, dan akidah orang Syi'ah akan dibahas secara detail di bawah ini.
Soal:
Bagaimana sikap orang Syiah terhadap As-Sunnah An-Nabawiyyah yang merupakan sumber syariat Islam setelah Al-Quran?
Jawab:
Sesungguhnya Syi'ah walaupun mereka secara eksplisit tidak mengingkari As-Sunnah An-Nabawiyyah sebagai sumber syariat, namun subtansi mazhab mereka secara implisit mengatakan sebaliknya dengan alasan-alasan berikut ini:
Pertama: Definisi Hadits menurut Syi'ah adalah riwayat tentang ucapan, tindakan, dan ketetapan orang-orang ma'shum (menurut mereka yaitu dua belas imam) ada yang shahih dan tidak shohih. Definisi ini bisa disimpulkan bahwa ucapan, tindakan dan ketetapan orang yang belum mencapai derajat ma'shum tidak bisa dikatakan Hadits. Adapun al-'amah (istilah kaum Syi'ah untuk Ahlussunnah wal Jamaah) menganggap cukup periwayatan hadits sampai pada salah satu sahabat dan tabi'in. Berpijak dari uraian di atas, bisa kita simpulkan bahwa apa yang diriwayatkan Ahlussunnah (al-Ammah menurut mereka) dalam kitab-kitab hadits seperti al-Bukhari, Muslim, dan beberapa kitab Sunan menurut mereka tidak dianggap dan tidak bisa dijadikan hujjah. Kesimpulan ini bertendensi atas idiolgi mereka mengkafirkan para Sahabat sehingga berimbas tidak menerima hadist yang diriwayatkan oleh para shahabat. Orang-orang Syi'ah berani membuang As-Sunnah An-Nabawiyyah yang dibuat pegangan oleh mayoritas umat Islam sepanjang sejarah. Lebih-lebih keberanian mereka mengkafirkan generasi setelah Rasulullah Saw yang telah diakui dan dididik langsung oleh beliau.
Kedua: Sumber-sumber Hadits yang mu'tabar menurut mereka hanya ada empat saja, yaitu al-Kafi karangan Abu Ja'far Muhammad al-Kulaini, sebuah kitab paling populer dan paling tinggi menurut mereka, Kitabu Man Laa Yahdluruhu al-Faqih karangan Abu Ja'far bin Baabawaih al-Qummi, dan Tahdzib al-Ahkam dan al-Istibshor karangan Syeikh Abu Ja'far Muhammad al-Thusi.
Sedangkan golongan yang meriwayatkan keempat kitab tersebut terbagi menjadi dua:
Pertama: Al-Akhbariyun, golongan yang menjadikan kitab-kitab tersebut sebagai hujjah yang tidak terbantahkan, tidak menerima kritikan, dan mengingkari terhadap Ilmu al-Rijal, Al-Jarh, dan At-Ta'dil (ilmu yang mempelajari tentang seluk beluk para periwayat hadist) dengan segala bentuknya. Hal ini yang membuat kitab-kitab tersebut tidak lepas dari hujatan dan celaan. Apalagi mereka punya persepsi bahwa Ilmu al-Jarh wat-Ta'dil adalah buatan Ahlussunnah yang harus ditentang.
Kedua: Al-Ushuliyun, golongan yang melakukan observasi dan pengkajian terhadap para perawi kitab-kitab tersebut bahkan menurut penelitian mereka separuh isi bahkan lebih dari kitab tersebut yang tidak bisa dipertanggung jawabkan. Kajian mereka inilah yang menyebabkan terjadinya pertentangan diantara dua kelompok ini.
Soal:
Apa makna Taqiyah menurut Syi'ah? dan bagaimana posisi taqiyah dalam akidah mereka?
Jawab:
Taqiyah menurut Syi'ah adalah menutup-nutupi ajaran dan keyakinan yang mereka anggap benar dan tidak memperlihatkan permusuhan dihadapan lawan–lawannya dengan tujuan merusak agama dan dunia. Menurut Syi'ah taqiyah bisa didefinisikan dengan memperlihatkan kecocokan di hadapan kelompok yang berbeda dalam urusan agama.
Taqiyah adalah akidah Syi'ah Rofidloh seperti halnya yahudi yang meyakini bahwa sifat munafik wajib dilakukan untuk menyelamatkan diri dari musuh-musuhnya.
Menurut syi'ah taqiyah termasuk syi'ar dan ibadah yang paling utama. Al-Kulaini meriwayatkan dari Ja'far as-Shodiq berkata: "Taqiyah adalah agamaku dan agama nenek moyangku. Tidak beriman orang yang tidak melakukan taqiyah." Didalam kitab 'Amalinya al-Thusi menulis, Ja'far Shadiq juga mengatakan: ''Tidak termasuk golonganku orang yang tidak melakukan taqiyah, dan tidak mau menjaga 'aib kita dari rakyat jelata."
Akan tetapi imam-imam ahlul bait rodiyallahuanhum seperti Imam Ja'far Shodiq dan ayahnya al-Baqir dan lain-lain, mereka semua adalah termasuk orang-orang yang paling berani dan tidak pernah menutup-nutupi aqidahnya. Jika memang mereka dalam kebenaran bagaimana mungkin mereka menutup-nutupi kebenaran tersebut dari umat Islam dan bagaimana mungkin mereka membiarkannya dalam kesesatan ?
Sudah banyak sekali kebohongan–kebohongan yang dilakukan Syi'ah Rofidloh terhadap Ahlul Bait. Di dalam sanad–sanad kitab Syi'ah yang mereka anggap sampai pada ahlul bait banyak sekali rawi-rawi yang majhul (belum diketahui statusnya), gugur dan dicurigai dengan pengakuan ulama mereka sendiri mengenai jarhu dan ta'dil seperti al-Khui, al-Mudhofar dll. Jadi bisa disimpulkan bahwa sanad-sanad mereka tidak bisa dibuat hujjah sama sekali.
Soal:
Siapa Syi'ahnya Imam Ali karromallahwajhah?
Jawab:
Mereka adalah Ahlussunnah wal Jama'ah karena mereka mencintai sayyidina Ali ra. sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT dan Rasul-Nya, bukannya kaum Rawafidz yang menjadi keyakinan mereka (kaum Syi'ah), karena cinta yang benar dan terpuji ialah cinta yang disertai ketaatan terhadap perilaku orang yang dicintai. Sebab kecintaan tanpa disertai ketaatan terhadap orang yang dicintai tidak akan memberikan kebaikan sedikitpun. Bahkan akan menjadi bencana dan siksaan di dunia dan akhirat. Cinta Syiah tidak bisa dikatakan cinta sejati, sebab cinta sejati yaitu kecintaan terhadap seseorang yang dicintai yang disertai mendahulukan apa yang dicintainya, serta mengalahkan kesenangan diri sendiri. Oleh karena itu Imam Ali karromallahwajhah berkata: "Tidak bisa kumpul kecintaan terhadap diriku dan kebencian terhadap Abu Bakar dan Umar. Karena benci dan cinta adalah dua hal yang selalu kontradiksi dan tidak mungkin disatukan."
Soal:
Apa yang wajib kita yakini terhadap para shahabat rodliallahu anhum?
Jawab:
Kita wajib mengakui keutamaan, keadilan, keamanahan dan keunggulan para shahabat, tidak boleh mencaci maki, mencela, berprasangka buruk pada siapapun dari mereka.
Rasullullah SAW bersabda:
لاَتَسُبُّوْا أَصْحَابِيْ، فَوَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَوْ أَنْفَقَ أَحَدُكُمْ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيْفَهُ
Jangan kalian mencaci maki shahabat-ku, demi dzat yang menguasai jiwa-ku, andaikan salah satu dari kalian bersedekah emas sebesar gunung Uhud niscaya tidak akan bisa menandingi sedekah mereka satu mud dan atau setengahnya. (H.R. Bukhori Muslim).
Rasulullah Saw juga bersabda:
مَنْ سَبَّ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِيْ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالْمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ, لاَ يَقْبَلُ اللهُ مِنْهُ صَرْفًا وَلاَ عَدْلاً.
Barang siapa menghina salah satu dari shahabatku maka wajib baginya laknat Allah, malaikat dan semua manusia. Tidak akan diterima amalnya baik sunnah maupun wajib kelak di hari Qiamat. (H.R. Imam Ahmad)
Para Ulama rohimahumullah berkata: "Menghina dan mencaci shahabat jika bertentangan dengan dalil-dalil qoth'i maka hukumnya kafir, seperti tuduhan zina terhadap sayyidatina Aisyah ra. dan jika tidak bertentangan dengan dalil-dalil qoth'i maka hukumnya bid'ah dan fasik.
Oleh karena itu, bagi seorang muslim yang cinta akan agamanya wajib menanamkan dalam hati rasa cinta kepada shahabat Nabi, berbaik sangka, menghormati, memulyakan, mendoakan ridlo kepadanya dan tidak mengomentari dengan omongan-omongan yang tak ada gunanya, sehingga bisa dikatagorikan termasuk golongan orang yang disebut dalam ayat Al-Quran:
                    •  
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan Saudara-saudara kami yang Telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang: (Q.S. al-Hasyr: 10)
Sebagian Ulama salaf ketika ditanya mengenai hal tersebut mereka menjawab: "Itu adalah darah yang tangan kita telah disucikan Allah SWT darinya sehingga kita tidak perlu mengotori mulut kita dengan darah tersebut.
Soal:
Bagaimana kita menanggapi konflik dan permusuhan yang terjadi diantara shohabat?
Jawab:
Kita tidak boleh mengomentari apa yang terjadi diantara shohabat dan berpaling dari berita-berita sejarawan, kebodohannya perawi hadist, dan kesesatannya ahli bid'ah yang dapat menurunkan derajat para sohabat. Dan berusaha mentakwili sebaik mungkin sesuai derajat dan keagungan mereka dengan mencari solusi terbaik serta menyebut kebaikan–kebaikan mereka dan tidak usah membahas hal tersebut. Allah SWT Maha Tahu tentang mereka dan apa yang akan terjadi antara mereka. Allah SWT memuji mereka dalam al-Qur'an:
                                                         • • 
"Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu Kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya Karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besa". (Q.S. al-Fath: 9)
Bagaimana mungkin Allah SWT mengetahui hal tersebut lalu merahasiakannya kepada nabi-Nya dan orang setelahnya! Maha Suci Allah SWT dari hal tersebut. Barang siapa yang meyakini bahwasannya Allah SWT tidak mengetahu sesuatu yang akan terjadi sepeninggal Rasulullah Saw maka orang tersebut telah kufur secara nyata.
Begitu juga peristiwa yang terjadi antara Imam Ali dan Muawiyah, karena tidak seorang pun memvonis kufur salah satunya. Para Ulama berkata: "Sesunguhnya Amirul Mu'minin telah berijtihad dalam permasalahan khilafah dan beliau benar dalam ijtihadnya. Beliau adalah orang yang paling berhak menjabat khilafah pada saat itu. Sedangkan Mu'awiyah keliru dalam ijtihadnya dan tidak berhak menjabat khilafah. Andaikan kita hidup pada masa kepemimpinan sayyidina Ali ra. maka kita akan mendukungnya untuk melawan Mu'awiyah dan kelompoknya yang menyimpang sehingga mereka mau kembali ke jalan Allah SWT. Akan tetapi jalan selamat bagi kita adalah tidak usah membahas konflik di antara mereka. Allah SWT Maha Tahu apa yang ada dalam hati mereka.
Allah SWT berfirman:
  •     ••                                       ••  
"Dan demikian (pula) kami Telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang Telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia".(Q.S. al-Baqoroh: 134)
Soal:
Bagaimana hukumnya menghujat para shahabat rodiyallahu'anhum ?
Jawab:
Para Ulama berpendapat menghujat salah satu sohabat termasuk perbuatan fasik, dan pelakunya harus dihukum dengan hukuman yang menjerakan. Rasulullah Saw bersabda : Allah SWT telah memilihku dan memilih para sohabat untukku sebagai pembantu dan kerebatku. Barang siapa yang berani menghujat mereka maka Allah SWT , malaikat, dan semua orang akan melaknatnya dan tidak akan diterima amalnya baik sunnah maupun wajib kelak dihari kiamat.
Soal:
Bagaimana hukumnya orang mengingkari kekhilafahan dan keshahabatan Abu bakar As Siddiq ra. ?
Jawab:
Imam Ghozali berkata dalam kitab Al Iqtishod fil I'tiqod: "Semua Aliran Islam sepakat bahwasanya Abu Bakar As-Siddiq adalah orang yang paling berhak untuk memegang khilafah setelah Rasulullah Saw, kecuali satu aliran yaitu Rofidloh/Syi'ah. Sesungguhnya mereka mengingkari dan tidak mau mengakui kebenaran kekhilafahan Abu Bakar."
Para Ulama memvonis kufur bagi orang yang mengingkari kekhilafahan Abu Bakar, karena hal tersebut sudah dijelaskan oleh Allah SWT dalam Al Qur'an surat at-Taubah ayat 40:
                                             
Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) Maka Sesungguhnya Allah Telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekkah) mengeluarkannya (dari Mekkah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia Berkata kepada temannya: "Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita." Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir Itulah yang rendah. dan kalimat Allah Itulah yang Tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S. at-Taubah: 40)
Begitu juga dalam surat al-Maaidah: 54
                 •                     
"Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah Lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui" (Q.S. at-Taubah: 54)
Para ulama ahli tafsir dan hadist serta kelompok Ahlusunnah wal jama'ah sepakat bahwasannya orang yang keluar untuk memerangi orang–orang murtad sepeninggal Nabi Saw adalah Abu Bakar As- Sidiq hingga mereka (orang–orang murtad ) kembali kepada Islam. Seandainya bukan karena jasa Abu Bakar niscaya agama ini akan sirna, sebagaimana pernyataan Abu Hurairoh ra.: "Seandainya bukan karena Abu Bakar niscaya Allah SWT tidak akan disembah di muka bumi ini. Oleh karena itu, sebagian Ulama berkata: Wajib bagi setiap orang muslim untuk bersyukur kepada Abu Bakar As Sidiq, lalu mengapa orang-orang menghujat dan menuduh beliau telah melakukan kedzoliman? Bagaimana mungkin orang sesuci Rasulullah Saw mempunyai shahabat yang buruk?
Soal:
Bagaimana hukumnya orang membenci Imam Ali ra. ?
Jawab:
Para 'ulama berkata: "Sesungguhnya membenci Imam Ali dan sohabat lainnya dikarenakan mereka membantu Rasulullah Saw dan melindungi agama Allah SWT maka itu adalah kekufuran dan kemunafikan yang nyata. Sebagaimana yang telah diungkapkan Rasullullah Saw: "Cinta Anshor adalah keimanan dan membenci mereka adalah kekufuran dan kemunafikan."
Sayidina Ali juga pernah mengatakan: "Demi Dzat yang membelah biji-bijian dan yang menciptakan mahluk, sungguh ini merupakan janji Nabi padaku, "Barangsiapa mencintaiku maka orang tersebut adalah orang mu'min dan tidak seorang pun membenciku kecuali orang munafik ." Jika memang kebencian mereka terhadap Ali ra. tidak dilandasi hal tersebut di atas maka tidak divonis kufur ataupun munafik. Sebagaimana konflik yang terjadi antara para shahabat.
Sudah menjadi kewajiban bagi setiap muslim untuk mencintai Imam Ali, shahabat yang lain dan Ahlul bait tanpa sikap berlebih–lebihan sebagaimana sikap sebagian orang-orang Syi'ah dalam mencintai sayidina Ali dan mengkultuskannya sampai kederajat kenabian. Bahkan lebih dari itu mereka berani memalsukan hadist–hadist Nabi Saw serta memasukkan keyakinan-keyakinan kufur, sebagaimana sikap benci para musuh beliau sampai berani melaknatnya di atas mimbar-mimbar masjid. Atas mereka laknat Allah, para malaikat dan semua orang.
Ada sebuah riwayat dari sayyidina Ali yang mengatakan: "Dua orang lelaki akan binasa karena aku: orang yang terlalu mencintaiku dan orang yang terlalu membenciku."
Soal:
Bagaimana hukumnya orang menghujat dan menuduh zina Ummul Mu'minin A'isyah ra. ?
Jawab:
Hal itu merupakan dosa yang paling besar, semoga Allah SWT melindungi kita dari melakukan hal tersebut. Imam Qodli 'Iyad berkata dalam kitab As Sifa': Barang siapa menghujat 'Aisyah maka halal dibunuh dan barang siapa menuduh berzina beliau maka telah melenceng dari Al Qur'an.
Sebagian ulama berpendapat bahwasannya mencaci maki sayidah A'isyah sama halnya mencaci maki Allah SWT karena orang yang tersebut telah berani mencaci maki Rasulullah Saw. Barang siapa mencaci maki Rasulullah Saw maka sama halnya mencaci maki Allah.
Beliau adalah seorang wanita suci yang bersuamikan seorang yang suci pula. Disaat kaumnya menuduh beliau berzina Allah SWT menyanggah apa yang mereka ucapkan dengan menurunkan al-Qur'an surat an-Nur ayat 26:
                •  
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga). (Q.S. an-Nuur: 26)
yang dikehendaki dengan kata At-Thayyib adalah Rasulullah Saw dan At-Tayyibah adalah A'isyah ra.. Barangsiapa menghujat Nabi Saw sehubungan dengan A'isyah ra. maka orang itu kafir, terlaknat dan haram baginya surga .
Imam Ibnu Hazm meriwayatkan hadits melalui sanad Hisyam bin A'mmar Rahimahullahuta'ala: Hisyam berkata: "Saya mendengar Malik bin Anas berkata: "Barangsiapa menghujat Abu Bakar ra. dan Umar ra. maka harus dicambuk, dan barangsiapa menghujat A'isyah ra. maka halal dibunuh." Lalu ada seseorang bertanya: "Kenapa bisa demikian?" Malik menjawab: Karena Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an surat an-Nur ayat 17:
        
"Agar kamu (jangan) kembali memperbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang berima". (Q.S. an-Nuur: 17)
Malik juga berkata: "Barangsiapa menuduh beliau melakukan zina maka sungguh dia telah berseberangan dengan Al-Qur'an dan barangsiapa berseberangan dengan Al-Qur'an maka halal dibunuh.
Imam Ibnu Hazm Rahimahullahuta'ala berkata: "Perkataan Malik ini benar adanya dan perkataan orang tersebut adalah kekufuran yang nyata dan mendustakan Allah."
Abu Al-Hasan Al-Shiqilli bercerita bahwasannya Al-Qodli Abu Bakar bin Al-Tayyib berkata: "Ketika Allah SWT menyebut sesuatu dalam Al-Qur'an yang dinisbatkan orang-orang musyrikin kepadanya maka Allah SWT menyertainya dengan kata-kata penyucian kepada-Nya seperti firman-Nya dalam surat al-Baqoroh ayat 116:
                
"Mereka (orang-orang kafir) berkata: "Allah mempunyai anak". Maha Suci Allah, bahkan apa yang ada di langit dan di bumi adalah kepunyaan Allah; semua tunduk kepada-Nya" (Q.S.al-Baqoroh: 116)
Allah SWT menjelaskan apa yang dituduhkan orang-orang munafik terhadap A'isyah ra. dalam Al-Qur'an surat an-Nur ayat 16:
    •      
"Dan Mengapa kamu tidak berkata, diwaktu mendengar berita bohong itu: "Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita memperkatakan ini, Maha Suci Engkau (Ya Tuhan kami), Ini adalah dusta yang besar." (Q.S. an-Nuur: 16)
Allah SWT mensucikan diri-Nya dalam membebaskan A'isyah ra. adalah sebagai bukti kebenaran ucapan Malik bin Anas bahwasannya penghujat A'isyah ra. halal dibunuh dalam arti wallahu a'lam: Allah SWT menyamakan orang yang menghujat A'isyah ra. dengan menghujat-Nya, dan orang yang menghujat A'isyah ra. sama menghujat Nabi-Nya dan orang yang menghujat Nabi-nya sama dengan menyakiti Allah SWT dan hukuman bagi mereka adalah dibunuh.
Imam Al-Hafizh Abu Bakar ibnu Al-Arabi berkata: "Sesungguhnya para pendusta (Abdullah bin Ubai dkk) menuduh A'isyah ra. telah melakukan zina namun beliau telah dibebaskan oleh Allah SWT dari tuduhan itu. Barangsiapa mendustakan Allah SWT maka telah kafir. Pendapat Malik ini harus diikuti semua orang bijak. Seandainya ada seseorang menghujat 'Aisyah maka wajib baginya siksa Allah".
Imam Al-Nawawi ketika menjelaskan hadist ifki (hadist yang menjelaskan kronologi tuduhan zina kepada A’isyah ra. hingga terbebasnya beliau dari tuduhan itu) berkata: "Bebasnya A’isyah ra. dari berita bohong sudah di-nash dalam al-Qur’an. Barangsiapa meragukannya maka telah kafir sesuai konsensus (Ijma') Ulama, semoga Allah SWT menjauhkan kita dari hal tersebut. Ibnu Abbas dan shohabat lainnya berkata: "Istri para nabi tidak mungkin melakukan zina. Hal inimerupakan bentuk kemulyaan Allah SWT atas mereka.
Soal:
Apakah Rasulullah Saw menentukan seseorang khilafah sebagai pengganti beliau ?
Jawab:
Semua ulama sepakat bahwa Rasulullah SAW tidak pernah menentukan seseorang khalifah sebagai pengganti beliau. Andaikan pada saat itu Rasulullah SAW menentukan seseorang menjadi khalifah pasti tidak akan mungkin terjadi perselisihan antara shahabat Anshor dengan yang lain. Adapun persepsi Syi'ah atas penentuan Rasulullah SAW terhadap Ali sebagai kholifah tidak bertendensi sama sekali. Justru orang pertama kali yang menyangkalnya adalah Ali ra. sendiri. Seandainya Ali ra. ditentukan Rasulullah SAW menjadi kholifah pasti beliau akan menyampaikannya. Tetapi tidak ada riwayat satu pun atau keterangan sama sekali dari beliau tentang hal tersebut. Pada hal untuk menetapkan urusan khilafah harus ada dalil-dalil yang valid yang bisa dibuat pijajakan. Dan jika tidak ada penentuan Khalifah dari Rasulullah Saw maka baiat khalifah tiada lain hanya untuk Abu Bakar ra.. Kesimpulan ini dikuatkan dengan isyarah Rasulullah SAW kepada beliau yakni untuk menjadi imam para shahabat saat Rasulullah Saw berhalangan karena sakit.
Menjadi imam sholat adalah tugas seorang Khalifah. Oleh karena itu para shahabat termasuknya Sayyidina Ali ra. berkata: "Aku relakan urusan duniaku diserahkan kepada orang yang diridloi oleh Nabi Muhammad SAW untuk mengurusi agamaku."
Adapun tuduhan yang dilontarkan oleh Syi'ah tentang digantinya Abu Bakar ra. oleh Rasulullah Saw pada saat menjadi imam sholat adalah bohong, dikarenakan banyak sekali riwayat yang shahih menjelaskan bahwa Abu Bakar menjadi imam shalat selama tiga hari setelah diperintah oleh Rasulullah Saw untuk menggantikan beliau.
Diriwayatkan dari A'isyah ra. bahwa Rasulullah Saw pernah berkata kepadanya: "Panggillah Abu Bakar dan saudaramu untuk aku beri sebuah tulisan, karena saya khawatir ada orang yang berandai-andai sampai berkata: "Akulah yang paling mulia, toh padahal Allah SWT dan orang-orang mukmin tidak rela kecuali kepada Abu Bakar ra."
Diriwayatkan juga dari Abu Said Al-Khudri ra. bahwa Rasulullah Saw sering berwasiat diakhir hayatnya. Diantara wasiatnya adalah: "Seseorang yang paling setia denganku adalah Abu Bakar ra., dan jika diizinkan aku mencari kekasih selain Tuhanku Allah SWT pasti aku memilih Abu Bakar ra. Akan tetapi ukhuwwah islamiyyahlah yang harus dikedepankan. Jangan sampai ada pintu masjid masih terbuka kecuali pintu Abu Bakar ra."
Soal:
Apa landasan yang dipakai Ahlussunnah wal Jamaah dalam mendahulukan tiga khalifah sebelum sayyidina Ali ra.?
Jawab:
Landasannya adalah Ijma' shahabat ra. Yang dalam ijma' shahabat tidak akan terjadi dalam hal kebathilan, karena Allah SWT sudah menjaga atas ijma' mereka sebagaimana sabda Rasulullah Saw
لا تجتمع أمتي على ضلالة
"Ummatku tidak akan bersepakat dalam hal kesetatan." (H.R. Imam Ahmad, Thobaroni, Tirmidzi, Ibnu majah dan lain-lain)
Sabda Nabi SAW:
ما رآه المسلمون حسنا فهو عند الله حسن وما رآه المسلمون قبيحا فهو عند الله قبيح
“Apa saja yang dianggap orang-orang muslim sesuatu yang baik maka menurut Allah SWT adalah sesuatu yang baik pula, dan apa saja yang dianggap orang-orang muslim sesuatu yang jelek maka menurut Allah SWT adalah sesuatu yang jelek pula.” (H.R. Imam Ahmad, Thobaroni, dan Hakim)
Sabda Nabi SAW:
ليس أحد يفارق الجماعة شبرا فيموت إلا مات ميتة جاهلية
"Tidak ada seseorang yang meninggalkan kelompoknya (muslimin) sejengkal saja kemudian dia meninggal kecuali dia meninggal dalam keadaan jahiliyyah (kufur)." (H.R. Imam Bukhori, Muslim, dan lain-lain dari Ibnu Abbas)
Dan masih banyak sekali hadits yang menerangkan kewajiban mengikuti Ijma' umat Islam dan melarang serta mengancam meninggalkannya. Barang siapa berani berbeda maka dia diancam masuk neraka. Allah SWT bersabda:
      •           •   •
"Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang Telah dikuasainya itu dan kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali."(Q.S. an-Nisaa': 115)
Mustahil para shahabat menutup-nutupi kebenaran atau tidak berusaha menjelaskan kebenaran karena takut atau alasan politik. Mereka adalah umat Muhammad yang terbaik, para saksi yang adil yang menjadi pemimpin dengan persaksian Allah SWT dan Rasul-Nya. Firman Allah SWT:
 •     •         •          
"Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar." (Q.S. At-Taubah: 100)
Allah juga berfirman:
  •     ••                                       ••  
"Dan demikian (pula) kami Telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang Telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia." (Q.S. Al-Baqoroh: 143)
Nabi Muhammad Saw bersabda:
خير القرون قرني ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم
"Sebaik-baik generasi adalah generasi masaku, kemudian generasi setelahnya, kemudian generasi setelahnya." (H.R. Imam Bukhori, Muslim dari Imron bin Hashin)
Pujian Allah SWT dan rasul-Nya atas mereka tidak ada yang bisa mengungguli, dan janji-Nya tidak diingkari karena Allah SWT Maha Mengetahui apa yang akan terjadi dan Allah SWT tidak mungkin memuji kecuali seseorang yang sudah diketahui kebajikannya.
Soal:
Apa faktor penyebab Imam Ali ra. menunda pembaiatan kepada Abu Bakar as-Siddiq?
Jawab:
Ketahuilah bahwa sayyidina Ali bersih dari perbuatan yang melenceng dari perintah Allah SWT dan rasul-Nya mengenahi pembaiatan terhadap selain Abu Bakar ra. Bukan karena takut atau lemah karena beliau adalah orang yang pemberani yang tidak terpengaruh pada cercaan seseorang mengenahi agama, hanya saja beliau berhati-hati sampai jelas baginya suatu kebenaran kemudian beliau mengikutinya.
Telah disepakati oleh umat Muhammad bahwa sayyidina Ali ikut serta membaiat sayyidina Abu Bakar, Umar ra. dan rela atas kepemimpinan Abu Bakar dan Umar ra. Ketika keduanya wafat Sayyidina Ali memujinya dan ikut serta dalam mempersiapkan kepemimpinan Utsman.
Apakah mungkin sosok seperi Ali ra. berani menjadi penjilat agama? Suatu hal yang sangat mustahil itu bisa terjadi pada suami putri tercinta Rasulullah Saw !!!
Soal:
Apa pentakwilan sabda Rasul SAW mengenai kepemimpinan sayyidina Ali ra. pada saat perang Ghudairi khum:
من كنت مولاه فعلي مولاه اللهم وال من والاه وعاد من عاداه.
"Barang siapa yang aku (Nabi Saw) mencintainya maka Ali ra. akan mencintainya juga. Ya Allah kasihilah orang yang mengasihi Ali ra. dan musuhilah orang yang memusuhi Ali ra."
Jawab:
Ulama berkata: Hadits ini tidak menunjukkan atas kekhilafahan sayyidina Ali ra. setelah Nabi wafat seperti yang disangka oleh orang-orang Syi'ah yang mengatakan bahwa yang dimaksud "al-Maula" adalah "al-Aula" dengan dalih redaksi yang terakhir pada hadist tersebut Rasulullah Saw mendoakan sayyidina Ali ra, dengan penjelasan sebagai berikut:
Pertama, orang-orang Syi'ah sepakat atas hadits yang menerangkan kekhalifahan Ali adalah hadits mutawatir, padahal hadits tersebut tidaklah mutawatir.
Kedua, tidaklah disaluti bahawasannya yang dimaksudkan lafadz "al-maula" adalah "al-aula" karena tidak ditemukan dalam bahasa Arab secara etimologi maupun termonologi (syara') lafadz "al-maula" menpunyai makna "al-aula." Dan tidak ada satu pun ulama pakar bahasa Arab yang menyatakan lafadz yang berwazan "maf'alan" bermakna "af'ala." Melainkan yang dikendaki makna "al-Maula" adalah seorang yang menolong. Sedangkan tujuan sabda Nabi adalah melarang membenci Ali dan mengingatkan orang yang menggunakan kemulyaan sayyidina Ali ra. serta menolak terhadap orang menggunjing sayyidina Ali ra.
Ketiga, jika dibenarkan makna "al-maula" adalah "al-aula", maka yang dimaksud dari makna "al-aula" adalah lebih utama untuk diikuti dan dijadikan wasilah, bukan lebih utama dijadikan imam sebelum shahabat Abu Bakar dan Umar. Sebagaimana firman Allah SWT:
  ••   •  •      
"Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan nabi Ini (Muhammad), beserta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah SWT adalah pelindung semua orang-orang yang beriman". (Q.S. Ali Imran: 68).
Keempat, andaikan disetujui bahwasanya Ali lebih utama menjadi khalifah maka yang dimaksud adalah khalifah pada masa yang akan datang yaitu ketika beliau dibaiat menjadi khalifah. Berarti, tidak menafikan kekhalifahan shahabat sebelumnya yang sudah diijma'i umat Islam beserta Imam Ali ra. sendiri.
Kelima, bagaimana mungkin hal itu bisa dijadikan tendensi pengangkatan shahabat Ali sebagai seorang imam sedangkan beliau sendiri menyatakan sesungguhnya Rasulullah Saw tidak pernah menisbatkan jabatan imamah kepada beliau dan juga tidak pada shohabat yang lain.
Soal:
Apakah boleh mengutuk shohabat Mu'awiyah dan pengikutnya dari kalangan para shohabat yang tidak mau mengakui dan membai'at imam Ali, semoga Allah SWT memulyakannya?
Jawab:
Ketahuilah bahwasanya keluar dari imam-imam kita hukumnya tidak sampai kufur, maksimal pelakunya dikatakan ma'siyat. Orang yang melakukan ma'siyat tidak boleh dikutuk, bahkan para Ulama menjelasakan bahwasannya tidak diperbolehkan mengutuk seseorang secara mu'ayan (menyebutkan nama seseorang) kecuali kita mengetahui secara pasti orang tersebut mati dalam keadaan kafir seperti Fir'aun atau sama sekali tidak mendapatkan rahmat Allah SWT seperti Iblis. Disamping itu tidak ada gunanya kita mengutuk seseorang seperti Mu'awiyah dan para pengikutnya, karena Rasulullah Saw melarang melaknat orang mu'min,
dalam hadist dikatakan:
لعن المؤمن كقتله
"Melaknat orang mu'min itu sama halnya membunuhnya." (H.R. Imam Bukhori dan Muslim dari Tsabit bin al-Dlohhaq)
dalam hadist lain juga dijelaskan:
لاتلاعنوا بلعنة الله ولا بغضبه
"Janganlah kalian saling melaknat dengan laknat Allah SWT dan jangan marah dengan murka-Nya." (H.R. Imam Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan lain-lain dari Samuroh bin Jundub ra.)
Soal:
Bagaimana hukum syara' mengenai ritual yang dilakukan syi'ah Rofidloh pada hari asyuro' seperti menangis histeris, melumuri tubuh mereka dengan darah dan menyiksa diri mereka sendiri ?
Jawab:
Ritual syi'ah tersebut termasuk katagori dosa-dosa besar yang menyebabkan pelakunya berhak mendapatkan azab, dan Rasulullah Saw sangat mengutuk ritual tersebut.
Imam Nawawi dalam kitab Adzkar berkata: "Semua ulama sepakat mengharomkan tangisan histeris, berdoa seperti doanya orang-orang jahiliyah, dan berdoa untuk kecelakaan dan kebinasaan ketika ditimpa musibah."
Rasulullah Saw bersabda:
اثنان في الناس هما بهم كفر: الطعن في النسب والنياحة على الميت
"Dua perkara yang menyebabkan manusia kafir yaitu mencemari kehormatan nasab dan menagis histeris kepada mayit". (H.R. Imam Muslim dari Abu Hurairoh)
Beliau juga bersabda:
ليس منا من ضرب الخدود وشق الجيوب ودعا بدعوى الجاهلية
"Tidak termasuk ummatku orang yang menampari pipinya, merobek-robek bajunya dan berdoa seperti orang-orang jahiliyah (ketika ada orang yang meninggal)." (H.R. Imam Muslim dari Ibn Mas'ud)
Hadist lain yang diriwayatkan dari Abu Sa'id Al Khudri berkata:
لعن رسول الله النائحة والمستمعة
"Rasulullah Saw melaknat wanita yang menangis histeris terhadap mayit dan wanita penyanyi biduan." (H.R. Imam Ahmad, Abu Dawud, dan lain-lain)
Mufti hadhromaut Imam al-Allamah Abdurrahman bin Muhammad dalam kitab fatawinya berkata: "Ritual menyebut –nyebut nama Husain ra. yang terjadi di India dan Jawa yang dilakukan pada hari asyuro' adalah suatu bid'ah yang tercela dan sangat diharamkan. Pelakunya adalah orang-orang fasik dan tersesat yang menyerupai Rofidloh, semoga Allah SWT melaknat mereka.
Rasulullah Saw bersabda:
من تشبّه بقوم فهو منهم
"Barang siapa menyerupai suatu qoum maka ia termasuk salah satu darinya." (H.R. Imam Ahmad, Abu Dawud, dan lain-lain dari Abdullah bin Umar)
Syaikh al-Allamah Ibnu Hajar Al Haitami rohimahullah dalam kitab as-Showa’iq al-Muhriqoh berkata: "Janganlah engkau mengikuti kesesatan-kesesatan syi’ah Rofidloh dan pengikutnya di hari asyuro’ seperti meratapi kematian sayidina Husain ra., menyebut-nyebut kebaikannya dan menangisinya dengan histeris, karena itu semua itu bukanlah ahlaknya orang–orang mu’min. Jika yang dilakukan syi’ah benar semestinya yang lebih berhak dan patut diperingati dengan hal-hal tersebut adalah hari kematian Rasulullah Saw, dan janganlah mengikuti kesesatan–kesesatan kelompok Nawashib yang terkutuk, mereka gembira atas terbunuhnya cucu Rasulullah Saw. Mereka bermain-main, berfoya-foya dan memuji-muji pembunuhnya. Mereka menjadikan hari asyuro’ sebagai hari raya mereka dan hari untuk mempertontonkan perhiasan. Perbuatan mereka ini tidak ada tendensinya sama sekali.
Ahlusunnah wal jama’ah adalah kelompok yang mengambil jalan tengah, mereka tidak memperlihatkan kesedihan dan kesusahan yang mendalam atas terbunuhnya Husain seperti yang dilakukan Rowafid dan juga tidak memperlihatkan kegembiraan yang berlebihan seperti yang dilakukan Nawashib, sebaliknya Ahlussunnah Wal jamaah mengambil jalan tengah di antara kedua kelompok tersebut sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT dan Rasul-Nya yaitu dengan mengagungkan dan menghormati hari Asyura’ karena termasuk bulan yang dimulyakan Allah SWT dengan melakukan puasa, berdo’a, meminta petunjuk kepada Allah SWT, meminta ampunan dari segala dosa, bertaubat dari dosa, dan memohon rohmat kepada-Nya, karena di dalamnya terdapat banyak rahasia .
Soal:
Bagaimana perspektif Islam terhadap nikah mut’ah? dan bagaimana pendapat para Ulama tentang nikah tersebut ?
Jawab:
Semua Ulama dan Fuqoha’ di seluruh penjuru dunia sepakat bahwa nikah mut’ah hukumnya haram berdasarkan hadist-hadist sohih yang secara tegas memvonis keharaman nikah mut’ah. Rasulullah Saw menjelaskan bahwa keharaman nikah mut’ah akan terus berlanjut sampai hari kiyamat seperti yang diriwayatkan Sibroh bin Ma’bad al-Juhani ra. bahwasanya beliau berperang bersama Rasulullah Saw pada perang Fathu Makkah (perang dalam rangka membebaskan kota makkah) kemudian Rasulullah Saw bersabda: “ Wahai Manusia, sesungguhnya aku pernah melegalkan nikah mut’ah kepada kalian semua, dan sesungguhnya Allah SWT telah mengharamkan nikah Mut’ah tersebut mulai sekarang sampai hari kiamat ."
Para ulama Ahlussunnah berkata: "Dulu nikah mut'ah pernah diperbolehkan kemudian hukum tersebut dihapus dan akhirnya nikah mut'ah diharamkan sampai hari kiamat, pengahapusan tersebut terjadi dua kali; yang pertama ketika perang khoibar dan yang kedua ketika perang fathu makkah sebagaimana yang telah ditetapkan dalam hadist-hadist shohih. Pada masa kejayaan Islam sebenarnya nikah mut'ah sudah menjadi polemik dikalangan ulama kemudian perbedaan tersebut hilang dan akhirnya semua ulama sepakat untuk mengharomkan nikah mut'ah.
Adapun pendapat Rowafidl dan Syi'ah yang memperbolehkan nikah mut'ah itu tidak bisa diterima karena pendapat ini sangat bertentangan dengan dalil-dali syar'I baik yang bersumber dari al- Quran, sunnah Nabi, ijma' ulama pakar ijtihad.
Sebagian dari hadist-hadist yang menunjukkan keharaman nikah mut'ah ada yang diriwayatkan langsung oleh Ali karromallah wajhah beliau berkata: "Sesungguhnya nabi Muhammad Saw telah melarang nikah mut'ah terhadap para wanita dalam perang khoibar dan melarang memakan daging-daging keledai peliharaan ." Imam Muslim dalam kitab shohihnya telah menyebutkan lebih dari sepuluh hadist yang menerangkan keharaman nikah mut'ah dan pada akhirnya semua ulama Ahlussunnah sepakat bahwa nikah mut'ah hukumnya haram sampai datangnya hari kiamat.
Ketika Ja'far as-Shodiq bin Muhammad al-Baqir ditanya mengenai nikah mut'ah beliau menjawab: "Nikah mut'ah itu zina. jawaban beliau ini menghancurkan semua anggapan-anggapan syi'ah tentang nikah mut'ah.
Para ulama berkata: "Sesungguhnya Allah SWT dalam al-Qur'an telah menerangkan bahwasannya tidak boleh bersetubuh kecuali dengan istrinya sendiri atau budak yang ia miliki." Yang mana hal ini telah disebut dalam surat al-Mu'minun ayat 5-6 :
            •  
"Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; Maka Sesungguhnya mereka dalam hal Ini tiada terceIa." (Q.S. al-Mu'minun: 5-6)
Wanita yang dinikah mut'ah statusnya tidak sama seperti istri atau pun budak yang di mliki, karena jika statusnya di samakan dengan mereka ia akan mendapat warisan, anaknya bernasab pada bapaknya dan mempunyai 'iddah. Padahal telah disepakati bahwa nikah mut'ah tidak bisa menetapkan satu pun dari hukum tersebut.
Tujuan nikah mut'ah hanyalah ingin memuaskan nafsu birahi tidak ada tujuan menjaga nasab ingin mendapatka keturunan yang mana keduanya ini adalah tujuan pokok disyari'atkannya sebuah pernikahan.
Maka dapat disimpulkan bahwa nikah mut'ah tidak beda jauh dengan zina dipandang dari sisi kesamaan tujuan keduanya. Orang-orang yang melegalkan nikah mut'ah adalah orang-orang yang menerjang batas-batas syara' dan mereka telah dijelaskan dalam al- Quran:
      
Barangsiapa mencari yang di balik itu [zina, homoseksual, dan sebagainya] Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas. (Q.S. al-Mu'minun: 7)
Yang dimaksud al 'adun dalam ayat di atas adalah orang-orang yang melampaui batas kehalalan sampai batas keharaman, wallahu a'lam.

Wasiat Pemuka Tabi'in Al-Imam 'Amir bin Syarahil Al-Sya'bi
Imam 'Amir bin Syarahil Al Sya'bi –beliau termasuk salah satu tabi'in kategori tokoh ulama salaf- dalam wasiatnya berkata: "Waspadailah terhadap aliran-aliran sesat dan yang paling menyesatkan adalah Rofidloh karena sesungguhnya dibalik mereka ada campur tangan kaum yahudi yang pura-pura masuk Islam dengan tujuan melancarkan penyebaran ajaran–ajaran sesat mereka seperti yang dilakukan Thoulus bin Syawil raja yahudi dan nashroni.
Mereka masuk Islam bukan karena cinta Islam dan takut kepada Allah SWT akan tetapi ingin balas dendam dan menghancurkan umat islam. Ali bin Abi Tholib telah membakar mereka dengan api dan mengasingkannya ke beberpa daerah diantaranya Abdullah Bin Saba' di asingkan ke sabad, Abdullah bin Yasaf di asingkan ke jarwad dan Abul Karubin. Bukti bahwa Rofidloh berasal dari Yahudi adalah bahwa fitnah yang dibawa Rofidloh sama seperti fitnahnya yahudi sebagai berikut:

No Yahudi No Rofidloh
1 Yang berhak menjadi raja hanyalah keturunan Dawud. 1 Yang berhak menjadi imamah hanyalah keturunan Ali.
2 Tidak ada jihad sampai munculnya Dajjal Al-Masih dan turunnya sesuatu dari langit 2 Tidak ada jihad sampai turunnya al-Mahdi dan sesuatu yang memanggil-manggil dari langit
3 Mengakhirkan sholat maghrib sampai bintang-bintang bertebaran 3 Mengakhirkan sholat maghrib sampai bintang-bintang bertebaran
Ada sebuah hadist yang diriwayatkan dari Abu Ayyub Al-Anshori, Rasulullah Saw bersabda:
لاتزال أمتي على الفطرة ما لم يؤخروا المغرب حتى تشتبك النجوم
"Umatku akan selalu dalam keadaan suci selama mereka tidak mengakhirkan sholat maghrib sampai bintang-bintang bertaburan". (H.R. Abu Dawud, Imam Ahmad dan lain-lain dari Abu Ayyub Al-Anshori)
Beberapa kesamaannya antara lain :
1. Melaksanakan sholat dengan geser sedikit dari arah kiblat
2. bergerak-gerak ketika sholat
3. menguraikan pakaian ketika sholat
Rasulullah Saw pernah bertemu dengan seorang laki-laki yang menguraikan pakaiannya pada saat sholat kemudian beliau memakaikannya kembali
4. Yahudi merubah kitab suci Taurat, begitu juga Rofidloh berani merubah al-Quran
5. Sama-sama menghalalkan darah setiap muslim
6. Tidak mengakui disyari'atkannya tholak tiga kali
7. Tidak mewajibkan wanita untuk ber'iddah
8. Yahudi membenci Jibril dan berkata: "Jibril musuh kami." Sebagian Rofidloh berkata: "Jibril keliru dalam menyampaikan wahyu kepada Muhammad."
Akan tetapi Yahudi dan Nasroni lebih baik dari pada Rofidloh, disebabkan dua hal:
Ketika kaum Yahudi ditanya siapa yang paling utama agamanya dari kalian? Mereka pasti menjawab: "Para shohabat Nabi Musa as." Dan jika kaum Nashrani ditanya hal yang sama mereka pasti juga akan menjawab: Para kaum Hawariyun(para penolong Nabi 'Isa). Akan tetapi jika kaum Rofidloh ditanya: "Siapa yang paling jelek agamanya dari kalian? Mereka dengan tegas akan menjawab: "Para shahabat Rasulullah Saw."
Ketika kaum Rofidloh diperintahkan untuk memohonkan ampun kepada para shahabat mereka justru malah mencaci maki dan menghujatnya!
Karena itu mereka wajib diperangi sampai hari kiamat. Sehingga mereka tidak akan jaya, bersatu, tidak akan bisa mengibarkan bendera dan orasi dakwah mereka, keadaan mereka tercerai-berai, kesatuan mereka terpecah belah, acap kali mengobarkan api peperangan pun dipadamkan oleh Allah SWT. Semoga Allah SWT selalu melindungi kita dari makar hawa nafsu yang buruk lagi menyesatkan.

Catatan-Catatan Penting
Pertama : Komentar para 'ulama tentang Syi'ah Rafidlah
Kedua : Sikap para Habaib Ba Alawi tentang Syi'ah Rafidlah
Ketiga : Karya para ulama Islam serta jawaban-jawaban dan pembahasan aqidah-aqidah Syi'ah Rafidlah.
Pertama
Komentar Para Ulama Islam Mengenai Syi'ah Rofidloh
- Imam Malik bin Anas
Imam Ibnu Katsir berkata ketika menafsiri firman Allah SWT:
                                                         • • 
"Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud[1406]. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu Kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya Karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar". (Q.S. al-Fath: 29)
Berdasarkan ayat ini, Imam Malik dalam sebuah riwayatnya mengkafirkan Rowafidl karena mereka telah membenci para shahabat. Barang siapa yang membenci para shahabat maka ia telah kafir dan sebagian ulama menyetujuinya. Dikutip dari Tafsir Ibnu Katsir vol 4 hal 2119
Imam al-Qurtubi berkata: "Sungguh benar ucapan dan pentakwilan Imam Malik. Barang siapa berani menghujat salah satu shahabat maka orang tersebut telah berani menentang Allah SWT dan mengingkari syari'at Islam." Refrensi dari kitab Tafsir Al-Qurtubi vol16 hal 297
- Imam Ahmad bin Hanbal
Al-Khollal meriwayatkan dari Abu Bakar al-Marrudzi: "Saya bertanya kepada Abu Abdillah tentang hukumnya orang yang menghujat Abu Bakar, Umar dan Aisyah? beliau menjawab: "Saya meyakini orang tersebut telah keluar dari Islam.
Al-Khallal berkata: Abdul al-Malik bin Abdul Hamid mengkabarkan kepadaku dengan berkata: "Saya mendengar Abu Abdillah berkata: "Barang siapa berani menghujat mereka dikhawatirkan orang tersebut kufur seperti Rowafidl. Lalu beliau berkata: "Barang siapa menghujat para shahabat Nabi maka telah keluar dari islam." Diambil dari kitab al-Sunnah karya al-Khollal vol 2 hal 557-558
Al-Khollal berkata: Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata: "Saya bertanya kepada ayahku tentang hukumnya orang menghujat salah satu shahabat Nabi lalu beliau menjawab: "Orang tersebut telah keluar dari Islam."
- Imamul Maghrib al-Qodli 'Iyadl
Dalam kitab Al-Syifa fi Bayani Huquqil Musthofa Sholallahu 'Alaihi Wasallam beliau mengkafirkan orang syi'ah Rofidloh atas perkataan mereka berupa: "Sesungguhnya para imam (imam dua belas)lebih utama dari para nabi." Beliau berkata: "Barang siapa mengingkari al-Qur'an, satu huruf, merubah atau menambahinya – seperti yang dilakukan al-Bathiniyah dan al-Isma'iliyah– maka telah kufur."
-Imam Al-Hafidz ibnu Katsir
Setelah menyebutkan hadist-hadist yang menafikan imamah, wasiyat Rasulullah Saw kepada Ali seperti ucapan orang-orang Syi'ah Rofidloh, Ibnu Katsir berkata: "Kalau memang tuduhan mereka itu benar niscaya tidak seorang shahabat pun berani menolaknya. Mereka selalu mengedepankan ta'at kepada Allah SWT dan Rasul-Nya dari pada pendapat pribadi baik di waktu beliau hidup ataupun setelah wafat. Tidak mungkin mereka mengedepankan dan mengakhirkan orang yang telah ditetapkan langsung oleh Rasulullah. Barang siapa mengatakan shahabat telah melakukannya maka telah menuduh mereka menyimpang dan melawan hukum-hukum Allah SWT serta ketentuan Rasulullah. Barang siapa meyakini hal tersebut maka telah melepas tali Islam dan kufur menurut ijma' para 'ulama dan halal dibunuh.
- al-Allamah Abu Hamid Muhammad Al Maqdisi
Dalam kitab Risalah fi Al-Roddi 'ala Al-Rofidloh halaman 200 setelah membahas aliran-aliran dan keyakinan Rofidloh beliau berkata: "Sangat jelas sekali bagi setiap insan muslim apa yang telah saya sampaikan tentang aqidah-aqidah Rofidloh dengan berbagai alirannya merupakan aqidah kufur dan keluar dari Islam."
- Imam Mulla Ali Al Qori Al-Hanafi
Beliau berkata dalam risalah Summi al-'Awaridh fi Dzammi al Rowafidl: "Barang siapa menghujat salah satu shahabat maka telah fasik, bid'ah menurut ijma' para ulama, kecuali meyakini di perbolehkan dan mendapatkan pahala melakukan hal tersebut seperti keyakinan sebagian Syi'ah atau meyakini kufur sebagian shahabat dan Ahli Sunnah maka orang tersebut dihukumi kufur menurut ijma' para ulama."

Kedua
Sikap Para Habaib Ba Alawi Tentang Syi'ah Rafidlah
- Siapakah Para Habaib Ba 'Alawi?
Mereka adalah kelompok Ahlul Bait yang bertempat tinggal di Hadromaut Yaman sejak akhir abad ketiga hijriyah. Dari keturunan Imam Alawi bin Imam Ubaidillah bin Imam Al-Muhajir iIa Allah SWT Ahmad bin Imam 'Isa bin Imam Muhammad bin Imam 'Ali Al-'Uroidli bin Imam Ja'far Shodiq bin Imam Muhammad Al-Baqir bin Imam Zainul 'Abidin 'Ali bin Imam Al-Husain Al-Sibthi bin Sayyidina Al-Imam 'Ali bin Abi Tholib Semoga Allah SWT memulyakannya bin Sayyidatuna Fatimah Al-Zahro' binti Rasulullah SAW. Rodliyallahuanhum.
Mereka adalah orang-orang yang mulia, termasuk ahlul 'ilmi, amal dan adil. Aqidah mereka Asy'ariyah. Thoriqotnya –dibangsakan pada kakeknya– bernama 'Alawiyah yang mereka terima secara turun temurun dari orang tua sepanjang zaman.
Aqidahnya berdasarkan al-Qur'an dan al-Sunnah. Tahap awal adalah mengutamakan dan mengedepankan akhlaq dan amal, sedangkan tahap akhirnya penyucian diri dan penyaksian ni'mat hakiki dari Allah SWT. Semua itu berazaskan tiga pilar ajaran yang telah disebutkan dalam kata mutiara Imam Abdillah bin Alawi Al-Haddad:
الزم كتاب الله واتبع سنة ۩ واقتد هداك الله بالأسلاف
Berpegang teguhlah pada al-Qur'an, ikutilah sunnah Rasul
Teladani Salafussholih, niscaya Allah SWT memberi hidayah padamu

Soal:
Bagaimana sikap Para Habaib Ba Alawi terhadap Syi'ah Rafidlah?
Jawab:
Sikap mereka terhadap Syi'ah Rofidloh akan kami jelaskan dengan dalil-dalil yang menyangkut keteguhan para Habaib Ba Alawi dalam memegang thoriqoh Ahlussunnah wal Jama'ah dan bebasnya mereka dari Syi'ah Rofidloh juga dari setiap perkara yang bisa merendahkan derajat para tokoh shahabat RA.
Saya memulai dengan kesaksian yang benar tentang para Habaib Ba Alawi dari Syaikh Yusuf bin Isma'il al-Nabhani yang mengatakan dalam kitabnya al-Asalib al-Badi'ah fi Fadllis Shohabah wa Iqnai al-Syi'ah hal 495: "Keturunan Nabi jikalau mereka mengunggulkan kakeknya (Ali ra.) sebab kecintaan mereka kepadanya itu sama sekali tidak dapat mempengaruhi keutamaan Abu Bakar dan Umar. Ini adalah pendapat mayoritas ulama dari kalangan habaib apalagi sadat (sesepuh) para Habaib Ba Alawi yang notabene bermadzhab Ahlulsunnah wal Jama'ah pasti mengunggulkan keutamaan Abu bakar dan Umar dari pada Ali ra.. Hal tersebut juga ditetapkan dalam kitab mereka dan dijadikan kurikulum dalam mata pelajaran di madrasah mereka. Hanya dengan pertolongan Allah SWT lah, mereka tetap konsis dan eksis melakukan syari'at Islam mengalahkan tuntutan hawa nafsu.
Teladanilah pernyataan mereka -yang kami terangkan di bawah ini- yang menyerukan untuk selalu konsis dengan ajaran Ahlussunnah wal Jama'ah dan terhindar dari Rofidloh dan faham sesatnya:
Imam Abdullah bin Alawi bin Muhammad Al-Haddad setelah menerangkan Syi'ah Rofidloh, berkomentar: "Rofidloh adalah golongan sesat. Mereka tidak bisa dipercaya dalam hal apapun, karena jika ada sedikit kebenaran pasti mereka campur dengan kebatilan, maka tidak ada sedikit pun kebenaran yang tersisa dari mereka layaknya seseorang membuat mentega dari kotoran.
Anggapan mereka bahwa Sayyidina Ali ra. lebih berhak menjadi kholifah jikalau itu benar pasti yang menjadi kholifah setelah wafatnya Nabi SAW adalah beliau, padahal kenyataan yang ada pada saat itu justru mayoritas shahabat Rasulullah SAW termasuk Ali ra. sepakat membaiat Abu Bakar menjadi kholifah. Dikarenakan beliau adalah shahabat yang paling senior, pernah suka duka bersama Rasulullah SAW di Gua Khiro' dan beliau juga pernah diperintah Rasulullah SAW untuk mengimami sholat di masa hidupnya. Pada awalnya beliau berijtihad memberikan kursi kekhilafahan kepada Umar, akan tetapi Umar ra. justru menyerahkannya kepada lembaga permusyawaratan yang telah dibentuk dengan beranggotakan enam shahabat termasuk Sayyidina Ali ra.. Dan cukup bagi Ali ra. keutamaan dan keistimewaan walaupun kepemimpinan beliau paling akhir. Adapun tuduhan Rofidloh terhadap Ali ra. sebab beliau tidak berkomentar banyak seputar khilafah karena taqiyah, maka sesungguhnya itu bukan semata-mata karena takut akan tetapi karena beliau ingin menjaga kesatuan dan kebersamaan umat Islam serta menghindari perpecahan di dalamnya." Keterangan dari kitab Tatsbitul al-Fu'ad
Masih dalam kitab tersebut Imam Abdullah Alawi Al-Haddad juga berkata: "Ketika Syi'ah Zaidiyah sampai ke negara Yaman, mereka banyak bertanya tentang beberapa hal, mereka berkata kepada kami: kenapa kalian semua mendahulukan orang lain dari pada Ali bin Abi Thalib ra.? lalu kami menjawab: Beliau sendirilah yang melakukan hal itu, maka kami mengikuti apa yang beliau lakukan, mereka berkata: Itu Cuma Taqiyah belaka, kami menjawab: Kami tidak sehebat dan seberani beliau. Kalau memang benar Ali bin Abi Thalib ra. melakukan Taqiyah lalu siapakah orang yang lebih kuat atau mengimbanginya dalam kejantanan dan keberaniannya?
Di dalam kitab Al-Nashaih Al-Diniyyah pada bagian akhir ketika membahas tentang aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah menjelaskan: Bagi setiap muslim wajib meyakini keutamaan para shahabat dan tingkatan mereka dan mereka itu adalah orang-orang yang adil dan terpilih tidak diperbolehkan menghujat mereka. Sesungguhnya khalifah yang benar setelah Rasulullah Saw adalah Abu Bakar ra., Umar ra., Utsman ra.kemudian Ali ra..
Beliau berkata dalam kitab Al-Da'wah Al-Taammah: "Merupakan suatu keharusan bagi kita untuk tidak membahas konflik yang terjadi diantara para shahabat setelah Rasulullah SAW, seperti perang Jamal, Shiffin. Menyikapi hal tersebut bagi seorang muslim harus memberikan jalan dan solusi terbaik mengingat keagungan derajat mereka. Sebagai seorang yang baik haruslah seperti apa yang difirmankan oleh Allah SWT:
                    •  
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan Saudara-saudara kami yang Telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang." (Q.S. al-Hasyr: 10)

Diriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW beliau bersabda:
إذا ذكر أصحابي فأمسكوا
Ketika (polemik/konflik) shahabatku dibahas maka diamlah kalian (dari berkomentar buruk). (H.R. Thobaroni dan Al-Harist bin Abu Usamah dari Ibnu Mas'ud)
Dan Beliau juga bersabda:
أصحابي كالنجوم بأيهم اقتديتم اهتديتم
Shahabat-shahabatku laksana bintang-bintang siapapun diantara mereka kalian ikuti maka kalian pasti mendapat petunjuk. (H.R. Thobaroni dan al-Haitsami)
Beliau juga bersabda:
احفظوني في أصحابي وأصهاري فمن حفظني فيهم حفظه الله في الدنيا والآخرة ومن لم يحفظني فيهم تخلى الله عنه ومن تخلى الله عنه أوشك أن يأخذه
“Hormati dan muliakanlah para shahabat dan keluargaku, jangan pernah mencaci maki mereka. Barangsiapa yang melakukan hal tersebut maka Allah SWT akan melindunginya di dunia dan akhirat. Barangsiapa yang melakukan sebaliknya, maka Allah SWT akan meninggalkannya. Barangsiapa yang ditinggalkan Allah SWT maka dikhawatirkan mendapat siksaan-Nya.” (H.R. Thobaroni dan Ibnu Asakir)
Dan beliau bersabda:
احفظوني في أصحابي لا تتخذوهم غرضا من بعدي ومن أحبهم فبحبي أحبهم ومن أبغضهم فببغضي أبغضهم فمن آذاهم فقد آذاني ومن آذاني فقد آذى الله ومن آذى الله يوشك أن يأخذه
“Hormati dan muliakanlah para shahabatku dan jangan sekali-kali mereka kalian jadikan bahan hinaan, sebab orang yang bisa mencintai mereka itu karena mencintaiku dan sebaliknya, orang yang memusuhi mereka tak lain karena memusuhiku. Barangsiapa yang menyakitiku berarti menyakiti Allah SWT dan siapa saja yang menyakiti Allah SWT pasti dia akan mendapatkan siksa.” (H.R. At-Tirmidzi, Ahmad, Baihaqi)
Dan beliau bersabda:
لاَتَسُبُّوْا أَصْحَابِيْ، فَوَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَوْ أَنْفَقَ أَحَدُكُمْ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيْفَهُ
“Jangan kalian mencaci maki shahabat-ku, demi dzat yang menguasai jiwa-ku, andaikan salah satu dari kalian bersedekah emas sebesar gunung Uhud niscaya tidak akan bisa menandingi sedekah mereka satu mud dan/atau setengahnya.” (H.R. Bukhori Muslim).
Beliau bersya'ir dalam kitabnya Al-Durrul Al-Manzhum li Dzawil Uqul Wal Fuhum:
وأصحابه الغر الكرام أئمـة ۩ مهاجرهم والقائمون بنصرة
Para shahabat Nabi yang mulia adalah pemimpin baik Muhajirin maupun Anshor.
نجوم الهدى أهل الفضائل والندى ۩ لقد أحسنوا في حمل كل أمانة
Laksana bintang-bintang pemberi petunjuk, dermawan, pemurah hati, Bertanggung jawab atas amanat yang dipikulnya
أولئك قوم قد هدى الله فاقتده ۩ بهم واستقم والزم ولا تلتفت
Mereka golongan yang mendapat hidayah Tuhan maka ikutilah
Dan bermulazamah dengan mereka jangan sampai engkau berpaling
ولا تعد عنهم إنهم مطلع الهدى ۩ وهم بلغوا علم الكتاب وسنة
Jangan pernah memusuhinya, sebab mereka sumber hidayah
Dan para penyampai ilmu Al-Qur'an dan Al-Sunnah
فذو القدح فيهم هادم أصل دينه ۩ ومقتحم في لج زيغ وبدعة
Orang yang mengejeknya berarti mendekonstruksi dasar agama
Dan terpeleset dalam jurang kesesatan
Sayyid Abdurrahman bin Hamid Al-Sari berkata dalam kitabnya Nafahat Al-Nashim Al-Hajiri Min Kalami Syaikhil Islam Abdullah bin Umar Al-Syathiri hal 340 mengutip langsung dari Imam Abdullah Al-Syathiri termasuk pemimpin para Habaib Ba 'Alawi: pada bulan Syawwal Tahun 1359 H. disaat kita belajar ilmu tajwid beliau memberi nasehat kepada kami setelah memberikan kajian ilmiah khusus mendalami seputar polemik dan konflik antara para shahabat Nabi serta berpesan agar tidak membahasnya terlalu dalam. Saking pentingnya beliau hampir tidak mau berdiri untuk mengakhirinya.
Di antara nasehat-nasehatnya adalah: "Wahai anakku, pegangilah nasehatku ini: Barangsiapa yang ingin ilmunya bermanfaat dan berpegang teguh pada thoriqoh A'lawiyyin serta menjadi orang yang dicintai, maka jauhilah membahas polemik dan konflik para shahabat Nabi dan jangan sekali-kali menanggapi orang yang membahasnya.
Kemudian beliau berkata:
وما جرى بين الصحابة نسكت ۩ عنهم وأجر الاجتهاد نثبت
Apa yang terjadi antara shahabat Nabi Janganlah kita komentari,
Cukup bagi kita berkata: "Mereka berhak mendapatkan pahala atas ijtihad mereka.
Ada sebuah pertanyaan ditajukan kepada Ibnul Mubarok; mana yang lebih utama antara Mu'awiyah ra. dan Umar bin Abdul Aziz? beliau menjawab: sisa-sisa debu yang menempel pada hidung kudanya Mu'awiyah ra. itu lebih utama dari pada Umar bin Abdul Aziz. Walaupun hakikat kebenaran berpihak kepada Sayyidina Ali ra. tetapi tidak baik membahas permasalahan ini kecuali orang yang pandir, tolol, goblok dan kurang akalnya dan seterusnya.........

Ketiga
Karya Tulis yang Menjelaskan tentang Pengcounteran terhadap Syi'ah Rofidloh dan Akidah yang Melenceng.
Nama-nama pengarang
1. Al-Imam al-Kabir al-Qhadli Safussunnah Abu bakar bin Toyyib al-Baqillani ra. (403 H) dengan kitab Al-Intishar lil-Quran yang memuat tentang penolakan terhadap Syi'ah Rofidloh atas persepsi mereka bahwa:
Pertama, Al-Quran seharusnya diamandemen dan direvisi susunannya.
Kedua, Abu Bakar beserta pengikutnya telah melakukaan kesalahan dalam pengumpulan Al-Quran diantara dua sampul.
Ketiga, al-Hajjaj telah merubah Al-Quran dengan suatu penambahan dan pengurangan.
Dalam karangan beliau juga dijelaskan dengan bukti-bukti yang otentik tentang kondisi shahabat dalam periwayatan Al-Quran yang sarat dengan ketelitian, amanah, pencurahan seluruh kemampuan yang ada hingga sampai kepada generasi seterusnya sebagaimana terjagannya kemurnian Al-Quran tatkala diturunkan kepada nabi Muhammad SAW.
2. Al-Hafidz Dliyauddin Muhammad bin Abdul Wahid bin Ahmad al-Maqdisi (643 H) dengan kitab An-Nahyu 'an Sabbil Ashhab wa ma fiihi minal Itsmi wal 'Iqob menjelaskan hadits larangan memaki shahabat, sayyidina Ali ra, Ahlul Bait dan Salafussoleh dengan disertai sanad-sanadnya yang muttasil sampai Nabi Muhammad SAW.
3. Al-Imam Jalaluddin Muhammad bin As'ad ad-Dawani as-Siddiqi (830-928 H) dengan kitab Al-Hujjaj al-Bahirah fi Ifhami at-Tho'ifah al-Kafirah al-Fajirah. Membahas dengan dimulai dari sejarah Khulafaurrasyidin dan fitnah-fitnah yang timbul pada masa itu. Beliau menolak dalil-dalil orang-orang Syi'ah Rofidloh yang mengutamakan kepemimpinan Imam Ali ra. atas kepemimpinan shahabat Abu Bakar dan Umar ra. Beliau juga menanggapi argumen-argumen kaum Syi'ah yang melenceng dari kebenaran dalam konteks usuluddin (aqidah) dan furu' (syariat), dan menolak atas pencaci-makian orang Syi'ah terhadap tiga khalifah Nabi. Pada akhir kitab ini, beliau menjelaskan kesalahan-kesalahan aliran Syi'ah, pendapat-pendapat mereka yang tidak rasional, beserta perbedaan-perbedaannya.
4. al-Allamah al-Muhaddits Syaikh Abdul Aziz bin Ahmad Ad-Dahlawi (1159 H) dalam kitab At-tuhfah al-Itsna Asyariyah memaparkan beberapa pendapat Syi'ah dalam aspek usuluddin dan furu'uddin dengan disertai tanggapan beliau terhadap mereka dalam bentuk translitan dari bahasa Persia ke bahasa Arab. Kemudian kitab tersebut diringkas oleh Syaikh Mahmud Syukri al-Alusi. Kitab ini juga sudah naik cetak berulangkali dengan edisi terlengkap yang mengupas habis masalah-masalah tersebut.
5. al-Allamah Syaikh Yusuf bin Ismail An-Nabhani (1350 H) dengan kitab Al-Asalib al-Badi'ah fi Fadzli as-Shahabah wa Iqna'i as-Syi'ah mengomentari orang-orang yang tunduk terhadap hawa nafsunya yaitu orang-orang yang terlalu cinta terhadap Ahlu Bait sampai-sampai mereka membenci sebagian shahabat dengan asumsi bahwa hal itu termasuk pendekatan diri terhadap Ahlu Bait. Mereka telah terbujuk oleh syaitan dengan anggapan mereka bahwa; "Imam-imam umat Islam tidak berlaku adil dalam masalah kecintaan terhadap Ahlu Bait. Mereka mengklaim bahwa mereka adalah termasuk golongan Ahlussunah.
Beliau mengarang dengan mengumpulkan beberapa penjelasan-penjelasan Imam terkemuka dari keempat madzhab dengan disertai dalil-dalil keutamaan para shahabat. Beliau menolak pengkritisan terhadap shohabat yang dilakukan syi'ah kemudian menjelaskan pendapat Ahlussunnah wal jama'ah mengenai konflik yang terjadi antara sayidina Ali ra. dan Mu'awiyah dengan penjelasan yang bijaksana disertai dengan rasa penuh hormat dan redaksi yang mudah difaham.
Secara global karangan-karangan yang menerangkan seputar permasalahan yang telah dibahas sngatlah banyak. Apa yang telah kita sebutkan hanyalah sebagian kecil dari sekian banyak karangan-karangan. Semoga Allah SWT menjaga kita dan agama kita. Segala puji bagi Allah SWT atas nikmat-nikmat-Nya yang menjadi penyempurna segala kebaikan.

Kesimpulan
Syiah, yang kini hangat dibicarakan ditanah air kita, karena aqidahnya dan perilakunya yang kontroversial dengan apa yang biasa berlaku di kalangan Ahlussunnah wal Jamaah atau kaum sunni itu, ternyata keberadaannya sudah cukup lama, sekitar abad II Hijriyyah, sebelum para ulama salaf, semisal Imam Abu hanifah, Malik, Syafi'i, dan Ahmad bin Hambal.
Firqoh syiah itu ternyata cukup banyak, yang paling populer ialah Zaidiyyah dan Rafidlah.
Zaidiyyah, yaitu aliran (firqoh) yang dipimpin oleh zaid bin Ali bin husein bin Ali r.a.m. atas permintaan penduduk Kufah. Firqoh ini tidak ada sesuatu yang terlalu ganjil dengan faham ahlussunnah, kecuali masalah kekhilafahan Abu Bakar dan Umar rodhiyallahu ‘anhuma dalam kaitannya dengan ‘Ali bin Abi Tholib rodhiyallahu ‘anhu. Bahwa Ali lebih afdhol ketimbang Abu Bakar dan Umar, tanpa menyangkal keabsahannya.
Rafidhoh, berasal dari kata rofadho, yang artinya menolak atau meninggalkan. Asal muasal firqoh ini, ialah karena ada sekelompok dari ahlu Kufah pengikut Zaidiyyah yang mengatakan seolah-olah Imam Zaid mengatakan bahwa Abu Bakar dan Umar adalah lalim dan telah berbuat kekejaman terhadap Ali r.a. karenanya, mereka akan selalu dibelakang Imam Zaid. Mendengar itu Imam Zaid menyangkal, katanya: “bahwa aku sama sekali tidak berkata begitu terhadap Abu Bakar dan Umar, bahkan aku menilainya beliau-beliau itu adalah orang-orang baik. Dan itu pula yang ku dengar sendiri dari ayahku (Ali bin Husein), bahkan beliau-beliau itu pernah menjadi pembantu datukku”.
Setelah sekelompok orang ini mendengar pernyataan seperti itu, lalu menyendiri dan memisahkan dari Imam Zaid. melihat gejala seperti itu, maka Imam Zaid mengatakan kepada mereka: “Rafadhutumuni” (kalian telah meninggalkan aku). Sejak itulah populer kelompok tersebut dikenal dengan nama “Rafidhoh”, artinya: golongan yang meninggalkan, atau yang menolak ucapan Imam Zaid.
Firqah Rofidloh ini disamping menolak kekhilafahan Abu Bakar, Umar, dan Utsman, juga menetapkan bahwa, yang berhak menjadi khalifah (imam) sesudah Rasulullah SAW, adalah ‘Ali bin Abi Tholib. Para imam itu dianggapnya ma’shum, tidak pernah bersalah dan tidak mungkin salah. Karenan itu, firqoh ini juga dikenal dengan nama Imamiyyah, karena teori keimamahannya itu. Juga dikenal dengan nama al-Itsna ‘Asy’ariyyah dua belas. Karena imam-imam yang ma’shum yang berhak menjadi imam-imam manusia adalah dua belas, yaitu: 1. Ali. 2. Hasan. 3. Husein. 4. Ali bin Husein (Zainal Abidin). 5. Muhammad bin Ali (al-Baqir) 6. Ja’far bin Muhammad (Ja’far as-Shodiq). 7. Musa bin Ja’far. 8. Ali bin Musa (ar-Ridho) 9. Muhammad bin Ali (at-Taqiy). 10. Ali bin Muhammad 11. Hasan bin Ali al-Askari 12. Muhammad bin Hasan al-Askari.
Firqoh ini, dalam dunia kefiqihan mengikuti aliran Ja’far as-Shadiq. Karena itu sering pula menamakan dirinya Ja’fariyyah.
Jadi Rafidhoh, Imamiyyah, al-Itsna ‘Asy’ariyyah adalah satu macam.

Pokok-Pokok Kepercayaan Syiah Imamiyyah
Seperti tersebut dalam buku-buku rujukan syi’ah Imamiyyah, yang juga Rafidhoh, al-Itsna Asy’ariyyah dan Ja’fariyyah, al-kafi lil kulaini, al-Ihtijaj lil Tibrisi, al-Istibahar lil Thusi, al-Amali lil Ibni Babawaih al Qummi, Kasyful Ghummah lil Ardubaili, Fashlul khithab fi Istbati Tahrifi kitabi Rabbil Arbab lil Tibrisi, Tafsir al-Ayyasy dll, maka dapatlah disimpulkan, bahwa pokok-pokok ajaran/kepercayaan Syi’ah al-Imamiyyah itu adalah sbb:
1. Semua khulafaur Rosyidin, selain Ali, yaitu Abu Bakar, Umar dan Utsman adalah kafir.
2. Semua shahabat yang turut berbai’at kepada Abu Bakar adalah kafir.
3. Ummahatul mukminin, utamanya ‘Aisyah dan Hafshah adalah kafir.
4. Abu Bakar dan ‘Umar di sebut Shanam Quraisy, juga Thaghut, sedang ‘Aisyah dan Hafshoh adalah Jibt (berhala), semuanya perlu dikutuk. Dan siapa yang mengutuk beliau-beliau itu dijamin masuk surga.
5. Imam-imam mereka adalah ma’shum, dan berhak menentukan siapa-siapa ahli surga.
6. Imam-imam mereka itu tahu perkara Ghaib.
7. Sebelum terjadinya kiamat kubra, akan didahului dengan kiamat shughra, bersama dengan datangnya al-Qoim, imam ke dua belas yang kini dikatakan sembunyi di terowongan (sirdab), dan akan dibang-kitkan tiga orang, ‘Aisyah, Abu Bakar dan ‘Umar untuk diadili.
8. Al-Qur’an yang ada ditangan kaum muslimin sekarang ini, ada kekurangannya yang dilakukan oleh Utsman, antara lain surat al-Wilayah disebut juga surat Wasiah untuk Ali. Sementara Al-Qur’an yang komplit adalah 17.000 ayat, sedang Al-Qur’an yang berada ditangan kita sekarang ini hanya 6263 ayat, Al-Qur’an tersebut disebut Mush-haf Fathimah, yang kini masih berada di tangan Imam kedua belas (al Qoim).
9. Abu Luklu’ah si pembunuh Umar, adalah seorang pahlawan, dia adalah sahid yang dijamin masuk surga.
10. Taqiyah, yaitu menyembunyikan apa yang menjadi keyakinan mereka sebenarnya, dan ini merupakan keharusan bagi pengikut syi’ah.
11. Bara’ah, yaitu kesediaan untuk menyatakan bebas dan berlepas diri dari khulafaur Rosyidin (Abu Bakar, Umar dan Utsman) demi kesempurnaan iman kepada Allah dan Rasulullah SAW, yakni: siapa yang tidak mau menyatakan anti abu Bakar, Umar dan Ustman dinilai sebagai kafir.
12. Raj’ah, artinya kembali, yaitu bahwa imam yang kedua belas (Muhammad bin Hasan al-Askari) disebut juga al- Qoim, tidak mati, dan kini masih sembunyi. Pada satu saat dia akan kembali untuk memimpin dunia ini. Imam inilah yang oleh Khumaini dinilai sebagai paling sukses memperbaiki dunia, sementara nabi Muhammad SAW sendiri dan nabi-nabi sebelumnya tidak sukses.

Penilaian Para Ulama Salaf Tentang Syi’ah Imamiyyah
Setelah mengikuti alur pemikiran dan aqidah syi’ah Imamiyyah seperti tersebut di atas, maka para ulama salaf, Abu Hanifah, Malik, Syafi'i dan Ahmad bin Hambal serta ulama-ulama yang lain, juga ulama mutaakhirin berkesimpulan, bahwa syi’ah Imamiyyah adalah Dhalalah Mudlillah, sesat dan menyesatkan, yang segenap kaum muslimin perlu diperingatkan agar tidak terkecoh oleh propaganda-propaganda mereka yang manis, yang kadang-kadang kalau tidak ada penelitian yang cermat, akan cukup menggiurkan.
Berikut ini kami nukilkan beberapa penilaian para ulama itu, yang kami kutip dari kitab “Aqoid Syi’ah fil Mizan” oleh DR. Muhammad Kamil al-Hasyimi.
Imam Syafi'i mengatakan:
مارأيت قوما اشهد بالزور من الرافضة
منهاج السنة 1/ 37 دار العروبة تحقيق د / محمد رشاد سالم
"Saya belum pernah melihat satu pun kaum yang paling berani bersaksi dusta , selain Rafidloh".
Dalam riwayat lain, beliau juga mengatakan:
مارايت اشهد على الله بالزور من الرافضة
"Saya belum pernah melihat orang yang paling berani bersaksi dusta atas nama Allah, selain Rafidhoh".
Imam Malik ketika ditanya pendapatnya tentang Syi’ah , beliau mengatakan:
لاتكلمهم ولا ترد عنهم فإنهم يكذبون
منهاج السنة 1/ 37
"Jangan kamu mengajak berbicara mereka, tetapi jangan kamu acuh terhadap mereka, karena mereka itu pendusta".
Diriwayatkan, bahwa dimajlis Imam Malik pernah disebut-sebut tentang Rafidhoh yang mencaci maki para shahabat, lalu beliau membaca ayat:
(محمد رسول الله والذين معه اشداء على الكفار) إلى قوله: (ليغيط بهم الكفار)...... الاية. فقال: من اغتاظ عند ذكرهم فقد اصابته تلك الاية .
تفسير القرطبي – سورة الفتح ويقصد الإمام مالك رحمه الله بالإستشهاد بهذه الأية ان هؤلاء الذين يبغضون الصحابة ويغيظهم الصحابة هم اهل الكفر البواح - وقد سبق شرحه.
“Muhammad adalah utusan Allah, sedang orang-orang yang bersamanya (para Shahabat) adalah orang-orang yang tegas terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka”……..mereka itu tak ubahnya tanaman yang tunasnya susul-menyusul…….”karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir dengan keadaan mereka itu”………Karena itu: siapa yang merasa jengkel dengan disebutnya para shahabat itu, berarti dia terkena ayat ini, (maksudnya: orang-orang Syi’ah yang mencaci maki dan membenci shahabat itu adalah jelas kufur)". (Tafsir al-Qurtubi).
Imam Abu Hanifah berulang kali mengatakan:
من شك فى كفرهم فقد كفر
"Siapa yang ragu-ragu akan kekufuran mereka (Syi’ah), berarti dia sendiri tergolong kafir".
Syarik, seorang qodhi Kufah yang semasa dengan Imam Tsauri dan Abu Hanifah mengatakan:
أحمل العلم عن كل من لقيت إلا الرافضة, فإنهم يضعون الحديث ويتخذونه دينا. منهاج السنة 1/ 28
"Saya akan mengambil ilmu dari setiap orang-orang yang saya temui, kecuali Rafidhoh, karena mereka itu telah memalsu hadist dan menjadikannya sebagai agama".
Kata al-A’masy:
ادركت الناس وما يسمونهم إلا الكذابين, ولهذا اتفق الأئمة رحمهم الله كاالشافعى وابي حنيفة على رد شهادة الِشيعة وعدم قبولها لأنهم من الكذابين. منهاج السنة 1/ 28
"Saya mendapatkan manusia yang tidak dinamakannya melainkan sebagai pendusta. Karena itu para imam – rahimahumulloh – seperti Syafi'i dan Abu Hanifah sepakat menolak kesaksian syi’ah dan tidak mau menerimanya, karena mereka termasuk pendusta-pendusta".
Ibnu taimiyyah berkata:
ورد شهادة من عرف بالكذب متفق عليه بين العلماء, وتنازعوا فى شهادة سائر اهل الأهواء, هل تقبل مطلقا؟ او ترد مطلقا؟ او شهادة اهل الداعية إلى البدع؟ وهذا القول الثالث هو الغالب على اهل الحديث, لا يروى الراوية عن الداعية إلى البدع ولا يقبل شهادته, ولهذا لم يكن فى كتبهم الأمهات كالصحاح والسنن والمساند الراوية عن المشهورين بالدعاء إلى البدع, وإن كان فيها الراويةعمن فيه نوع من بدعة كالخوارج والشيعة والمرجعة والقدرية .
منهاج السنة 1/ 40
"Para ahli fiqh (fuqoha’) sepakat menolak kesaksian orang yang sudah dikenal pendusta, tetapi mereka masih berbeda pendapat tentang kesaksian semua ahli Ahwa’ (orang-orang yang mengikuti hawa nafsu) apakah kesaksiannya itu mutlak diterima ataukah mutlak ditolak? Atau apakah kesaksian orang-orang yang yang mengajak kepada bid’ah itu juga harus ditolak? pendapat ketiga inilah yang berkembang dikalangan ahli hadits, yaitu mereka tidak mau meriwayatkan riwayat yang berasal dari orang yang mengajak kepada bid’ah dan mereka pun tidak mau menerima kesaksiannya. Karena itu dalam kitab-kitab induk mereka seperti kitab-kitab shohih (as-Shohih) as-Sunan dan Masanid tidak pernah dijumpai ada riwayat dari orang-orang yang sudah dikenal sebagai mengajak kepada bid’ah-bid’ah, kendati ada juga disitu riwayat dari orang yang dapat dikategorikan sebagai bid’ah seperti Khawarij, Syiah, Murjiah dan Qodariyyah".
Abdullah bin al-Mubarak mengatakan:
الدين لأهل الحديث والكلام لأهل الرأي والكذب للرافضة.
المنتقى من منهاج الإعتدال صـ 480 للذهبي.
"Agama itu bagi ahli hadits, kalam itu bagi ahli ra'yi sedang dusta itu bagi Rafidlah".
Abu Zur’ah mengatakan:
إذا رأيت الرجل ينتقص احدا من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم فاعلم انه زنديق, وذلك ان الرسول حق, وما جاء به حق, وإنما ادى إلينا ذلك كله الصحاية, وهؤلاء الزنادقة يريدون ان يجرحوا شهودنا ليبطلوا الكتاب والسنة فالجرح بهم أولى.
رسالة رب العالمين صـ 12
"Apabila anda mengetahui ada seorang yang mencela salah seorang diantara para shahabat Nabi SAW, maka ketahuilah sesungguhnya dia itu adalah Zindiq (munafiq), sebab sesungguhnya rasul adalah benar, dan apa yang yang dibawanya adalah benar. Sedang yang membawanya itu semua kepada kita hanyalah para shahabat, sementara kaum zindiq ini memang bermaksud hendak menjelek-jelekkan kesaksian kita, guna membatalkan al-Qur’an dan as-sunnah. Karenanya, celaan untuk mereka itu lebih pantas".
Al-Qodhi Abu Ya’la mengtakan:
الذى عليه الفقهاء فيمن سب الصحابة ان كان مستحلا لذلك كفر, وإن لم يكن مستحلا فسق ولم يكفر. الصارم المسلول لإبن تيمية صــ. 569
"Yang telah menjadi pendirian para ahli fiqh (fuqoha’) tentang orang yang mencaci maki para shahabat, yaitu jika dia itu memgganggapnya yang demikian itu halal, maka berarti kufur, dan jika dia tidak menganggapnya halal , maka berarti fasiq, tidak sampai kufur".
Imam Thahawi pengarang Syarah Thahawiyah mengatakan:
ونحن نحب اصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم ولا نفرط فى حب أحد منهم ولا نتبرأ من أحد منهم ونبغض من يبغضهم وبغير الخير يذكرهم ولا نذكرهم إلا بخير وحبهم دين وإيمان وإحسان , وبغضهم كفر ونفاق وطغيان (شرح الطحاوية ص 528 للطحاوي).
"Kami mencintai para shohabat Rasulullah SAW. Tidak seorang pun yang kami sia-siakan dalam hal mencintai mereka itu. Kami juga tidak menyatakan berlepas diri dari seorang pun di antara mereka. Bahkan kami akan membenci siapa saja yang membenci mereka dan menyebut mereka dengan cara yang tidak benar. Dan kami tidak akan menyebut mereka itu kecuali dengan benar. Sebab, mencintai mereka itu termasuk agama, iman dan ihsan. Sementara membenci mereka adalah kufur, nifaq dan zhalim".
Ibnu Hazm al-Zhahiri menyangkal para uskup yang menghujatnya,” bahwa Syi’ah telah menetapkan al-Qur’an yang ada ini sudah berubah (muharraf)”, dengan mengatakan sbb:
بأن دعوى الشيعة ليست حجة على القرآن ولا على المسلمين لأن الشيعة غير المسلمين.
"Anggapan Syi’ah seperti itu tidak bisa dijadikan alasan untuk menjatuhkan al-Qur’an dan kaum muslimin, karena Syi’ah itu Ghairul muslimin (bukan Islam)".

Pandangan Ulama Muta’akhirin
Yang di maksud ulama muta’akhirin, ulama belakangan, yaitu ulama yang lahir dan berkecimpung dalam dunia keislaman, sesudah periode para Imam Madzhab, yaitu sekitar abad X Hijri. Mereka itu disebut muta’akhkhirin ( belakang), karena dasar-dasar ilmu, seperti Qawaid Nahwiyyah dan Sharfiyyah, Ushul Tafsir, Ushul Hadits dll, sudah mapan, bahkan pendapat-pendapat tentang berbagai masalah sosial yang berkaitan dengan ahkam sudah dibicarakan, sehingga hampir-hampir tidak ada lagi Qawaid yang perlu dibuat dan pendapat yang baru yang diketengahkan. Maka ulama mutaakhkhirin ini boleh dikatakan sekedar mentarjih (meneliti kembali mana yang pas dengan nash al-Qur’an dan Sunnah dan mana mana yang kurang pas) dan mengembangkan.
Kendatipun demikian, ulama mutaakhkhirin ini juga mempunyai pandangan yang berbobot, tidak kalah bobotnya dengan ulama salaf atau ulama mutaqaddimin.
Khusus tentang Syi’ah ini, ulama mutaakhkhirin juga mengadakan penilaian dengan argumentasinya sendiriyang akurat dan kuat.
Berikut ini kami nukilkan beberapa pendapat mereka :
Imam al-Alusi. Nama lengkapnya: Abul Fadhl, Syihabuddin, as-Sayyid Mahmud al-Alusi al-Baghdadi, wafat tahun 1270 H. Beliau menilai Syi’ah adalah kafir, karena jelas telah mencacimaki sahabat Nabi SAW.
Kalaupun kaum Syi’ah itu mengaku sebagai pengikut ahlul bait, namun pegakuannya itu tidak bisa diterima. Kata al-Alusi:
كلا بل أتباع الشياطين , وأهل البيت بريئون منهم
"Sekali-kali mereka bukan pengikut ahlil bait, tetepi pengikut syetan, sementara ahlul bait sendiri berlepas diri dari mereka".
Al-Alusi adalah pengarang Tafsir Ruhul Ma’ani, beliau juga mengarang beberapa buku khusus menyanggah Syi’ah, antara lain berjudul Mukhtashar at-Tuhfah al-Itsna Asyariyah, Sa,adatut Darain Fi Syarhi HaditsitsTsaqalain yang semula berbahasa Persi karangan Syaikh Aziz ad-Dahlawi, diarabkan oleh Syukri untuk al-Alusi, dan Shabbul ‘Adzab ‘ala Man Shabbal Ash-hab,( Curahan adzab untuk orang yang mencacimaki Shahabat).
DR. Musthafa as-Siba'i. Beliau pernah bergaul dangan orang-orang Syi’ah beberapa tahun, dan salah seorang pelopor untuk mengadakan taqrieb (pendekatan) antara Sunny dan Syi'i. Namun, akhirnya beliau mengetahui hakekat Syi’ah dengan tersingkap kedoknya., maka akhirnya beliau mengatakan sbb.
فلا يزال القوم مصرين على ما في كتبهم من ذلك الطعن الجارح والتصوير المكذوب لما كان بين الصحابة من خلاف , كان المقصود من دعوة التقريب هو تقريب أهل السنة إلى مذهب الشيعة , لا تقريب المذهبين بعضها من بعض.
"Kaum (kelompok Syi’ah) ini ternyata tetap memegangi apa yang terdapat dalam kitab-kitab mereka, antara lain berupa cacian yang keji dan gambaran yang dusta terhadap perselisihan yang terjadi antara para shahabat. Sementara tujuan mereka mengadakan taqrieb adalah taqriebu ahli sunnah ila madzhabisy Syi’ah (mendekatkan golongan ahli sunnah ke faham syi’ah), bukan pendekatan antara dua aliran tersebut satu sama lain".
Selanjutnya beliau juga mengatakan:
ويكاد المسلم يقف مذهولا من هذه الجرأة البالغة على رسول الله لولا أن يعلم أن هؤلاء الرافضة أكثرهم من الفرس الذين تستروا بالتشيع لينقضوا عري الإسلام أو ممن أسلموا ولم يستطيعوا أن يتخلوا عن كل آثار ديانتهم القديمة , فانتقلوا إلى الإسلام بعقلية وثنية لا يهمها أن تكذب على صاحب الرسالة
( السنة ومكانتها في التشريع ص 59 )
"Hampir saja kaum muslimin dibuat bingung oleh kelancangan yang keterlaluan terhadap diri Rasulullah SAW, seandainya kaum muslimin tidak tahu, bahwa golongan Rofidloh itu kebenyakan adalah berasal dari Persi yang menyamar dengan tasyayyu’ (mengaku kebenaran dakwaan Syi’ah) dengan tujuan untuk melepas buhul islam atau (melepasnya) dari orang-orang islam, sementara mereka tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh-pengaruh Agama mereka yang lama. Lalu mereka pindah kepada Islam dengan pemikiran animisme dengan tidak ambil pusing berdusta atas nama shahibur risalah ( Nabi Muhammad SAW )".
Muhammad Kazhim Habib mengatakan dalam bukunya ar-Riddah bainal Amsi wal Yauma, terbitan tahun 1977, tentang Syi’ah Imamiyah Ja’fariyah sbb:
وهؤلاء يسبحون في الكفر كما تسبح كريات الدم البيضاء في الدم أو كما يسبح السمك في الماء .
"Mereka itu berenang dalam kekufuran, bagaikan gelembung darah putih yang mengapung dalam darah, atau seperti ikan berenang dalam air".
Rasyid Ridha, pengarang Tafsir al-Manar bersama Syaikh Muhammad Abduh, telah membuka kedok Syi’ah dan sekutu-sekutunya setelah berjuang mati-matian untuk mengadakan taqrieb antara Ahli Sunnah dan Syi’ah. Namun, akhirnya beliau dikagetkan dengan cacian mereka terhadap aqidah ahli sunnah serta mengkafirkan golongan ahli sunnah. Akhirnya Rasyid Ridha menentang mereka yang dituangkan dalam risalah beliau yang populer dengan sebutan “ As-Sunnah wasy-Syi’ah ”. Dalam bukunya itu dibongkar semua aqidah Syi’ah yang sesat itu. Karenanya, bohong orang yang mengatakan, bahwa Rasyid Ridha adalah orang Syi'i atau paling tidak, mengakui kebenaran Syi’ah.
Muhammad Nashiruddin Albani, seorang peneliti hadits secara tegas mengkafirkan pemimpin Ja’fariyyah, dengan alasan, bahwa sang pemimpin dengan terang-terangan telah menyindir Nabi SAW, (bahwa Nabi gagal), menganggap bahwa al-Qur’an (wahyu) turun kepada Fathimah selama 75 hari, dua shahabat besar Abu Bakar dan Umar dinilai sebagai kafir dan menetapkan do’a (kutukan) kepada dua berhala Quraisy, yaitu Abu Bakar dan Umar.
Demikian, sebagaimana dikutip dari majalah al- Muslimin London, No. 137 Sabtu , 26 Muharram 1408 H.

Himbauan
Setelah anda mengetahui ini semua, masihkah anda, hai kaum muslimin, tua dan muda akan terpengaruh oleh Syi’ah dan menganggap Syi’ah itu suatu Madzhab dalam Islam sejajar dengan madzhab empat Hanafi, Maliki, Syafi'i Dan Hambali.
Bagi yang terlanjur, tobatlah, sebelum anda menghadapi mahkamah Allah SWT di akhirat kelak. Semoga Allah SWT menerima taubat anda !

Jawaban-Jawaban Atas Pemikiran-Pemikiran Aliran Wahhabi
Buku kecil ini adalah sebuah risalah tentang aqidah kaum Muslimin yang benar dan dibenarkan menurut dalil al-Qur’an, as-Sunnah, dan Ijma’ Shahabat. Ia berisi tentang keyakinan-keyakinan golongan Ahli Sunnah wal Jama’ah yang terpenting, ajaran-ajaran yang harus diketahui oleh para santri dan pelajar ilmu agama yang dapat mendorong mereka menuju jalan yang lurus, dan menyelamatkan mereka dari berbagai jalan yang dilewati oleh orang-orang yang menyimpang dari ajaran agama, orang-orang yang sesat dan menyesatkan.
Allah berfirman:
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), Karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya.” (QS. al-An’am:153).
Siapa saja yang mengetahui dan mengerti isi risalah ini, maka telah cukup baginya dan tidak lagi diharuskan mengetahui keyakinan-keyakinan yang dibahas secara panjang lebar di berbagai kitab. Di samping itu risalah ini dijamin dapat memuaskan orang-orang yang terpedaya dan tertipu oleh ajakan golongan ahli bid’ah, tentu saja jika mereka mendapat taufiq, sebab orang-orang yang telah terpedaya oleh golongan ahli bid’ah itu, terbukti banyak yang enggan kembali kepada kebenaran, sekalipun kebenaran itu jelas-jelas mereka ketahui. Hal ini semata-mata diakibatkan oleh fanatisme buta, menuruti hawa nafsu, dan manipulasi syetan yang menjadikan hal yang buruk menjadi tampak baik.
Allah SWT berfirman:
“Maka apakah orang yang dijadikan (syaitan) menganggap baik pekerjaannya yang buruk lalu dia meyakini pekerjaan itu baik, (sama dengan orang yang tidak ditipu oleh syaitan) ? Maka Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya; Maka janganlah dirimu binasa Karena kesedihan terhadap mereka.” (QS.Fathir:8).
Ketika Nabi Muhammad SAW. menjelaskan sebagian golongan yang menyimpang, maka beliau menyebutkan sifat mereka, sebagaimana dalam sabdanya:
“Mereka (golongan menyimpang) itu membaca al-Qur’an tetapi tidak sampai menembus masuk ke tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama (Islam) seperti keluarna anak panah yang terlepas dari busurnya dan tidak kembali lagi. Mereka itu adalah manusia terburuk… (HR.Imam Muslim)
Semoga Allah tetap melimpahkan rahmat-Nya kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya dan mudah-mudahan Dia menampakkan kebenaran kepada kita lalu menuntun kita untuk mengikutinya, dan juga menampakkan kebatilan kepada kita dan memberikan kemudahan kepada kita untuk menjauhi-nya. Semoga Allah tidak menjadikan sesuatu yang batil itu samar bagi kita sehingga kita menjadi tersesat.
“(mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; Karena Sesungguhnya Engkau-lah Maha pemberi (karunia)".(QS. Ali Imron; 8)
"Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)."(QS. al-Kahfi: 10).



Madinah al-Munawwaroh 1426 H.
al-Habib Zain bin Ibrahim bin Smaith
Rodliyallahu Anhu Wanafa'ana bihi.

Mengenal Allah SWT.
Soal:
Kewajiban apa yang pertama kali bagi setiap orang?
Jawab:
Kewajiban Yang Pertama Kali Bagi Setiap Orang Mukallaf Adalah Mengenal Allah, yang menciptakannya dari tidak ada menjadi ada. Ia diciptakan oleh-Nya semata-mata untuk beribadah. Mengenal pada mulana memerlukan untuk mengetahui yang disembah, yakni mengetahui Dzat, sifat dan perbuatan-Nya, menurut cara yang terpuji. Allah swt. berfirman:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
Soal:
Bagaimana cara mengenal Allah SWT?
Jawab:
Cara mengenal Allah itu ada dua, yaitu:
Pertama, dengan cara mendengar dan mengutip, artinya mendengar apa yang telah diberitakan oleh Allah swt. tentang nama-nama-Nya yang mulia dan sifat-sifat-Nya yang sempurna di dalam kitab-kitab suci-Nya dan melalui lisan-lisan para Rasul-Nya. Dia berfirman:
“Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”
“Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, raja, yang Maha suci, yang Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha Perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.”
“Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang mempunyai asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit dan bumi. dan dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. al-Hassyr: 22-24).
Di dalam hadits disebutkan:
Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah mempunyai 99 Asma; barangsiapa menghafal semuanya akan dimasukkan ke dalam surga"
1. Allah (Tuhan), 2. ar-Rahman (Pengasih), 3. ar-Rahim (Penyayang), 4. al-Malik (Merajai), 5. al-Quddus (Suci), 6. as-Salam (Sejahtera), 7. al-Mu’min (Pemberi keamanan), 8. al-Muhaimin (Yang Menyatakan dirinya Esa), 9. al-‘Aziz (Gagah tak terkalahkan), 10. al-Jabbar (Kuat dan Gagah), 11. al-Mutakabbir (Besar, Gagah), 12. al-Khaliq (Pencipta makhluk), 13. al-Bari (Pembikin makhluk), 14. al-Mushowwir (Pembentuk makhluk), 15. al-Ghaffar (Pengampun dosa), 16. al-Qahhar (Gagah perkasa), 17. al-Wahhab (Pemberi), 18. ar-Razzaq (Pemberi rizqi), 19. al-Fattah (Pembuka pintu Rahmat), 20. al-‘Alim (Maha Tahu segalanya), 21. al-Qabidh (Penahan), 22. al-Basith (Pemberi rizqi dengan mudah), 23. al-Khafidz (Yang Menurunkan), 24. ar-Rafi’ (Yang Mengangkat), 25. al-Mu’izz (Yang memberi kemuliaan), 26. al-Mudzil (Yang memberi kehinaan), 27. al-Sami’ (Yang Mendengar), 28. al-Bashir (Yang Melihat), 29. al-Hakam (Maha Bijaksana), 30. al-‘Adl (Maha Adil), 31. al-Lathif (Halus), 32. al-Khabir (Yang Mengetahui yang tersembunyi), 33. al-Halim (Penyantun), 34. al-‘Adzim (Besar), 35. al-Ghafur (Pengampun), 36. as-Syakur (Pemberi Upah), 37. al-‘Ali (Tinggi), 38. al-Kabir (Besar), 39. al-Hafidz (Pemelihara), 40. al-Muqith (Pemberi Makan), 41. al-Hasib (Pemberi makanan), 42. al-Jalil (Penghitung), 43. al-Karim (Yang Mulia), 44. al-Raqiib (Yang Mengamati), 45. al-Mujib (Yang memperkenankan do’a), 46. al-Wasi’ (Yang Luas Ilmu-Nya), 47. al-Hakim (Yang Pintar), 48. al-Wadud (Penyayang), 49. al-Majid (Yang Paling Mulia), 50. al-Ba-‘its (Yang membangkitkan), 51. al-Syahid (Yang menghadiri seluruhnya), 52. al-Haqqu (Yang tetap ada), 53. al-Wakil (Yang mengurus pekerjaan hamba-Nya), 54. al-Qawi (Kuat), 55. al-Matin (Kukuh-kuat), 56. al-Wali (Yang menjaga makhluk), 57. al-Hamid (Yang dipuja), 58. al-Muhshi (Yang Menghitung), 59. al-Mubdi’ (Yang menciptakan), 60. al-Mu’id (Yang menghidupkan kembali), 61. al-Muhyi (Yang menghidupkan), 62. al-Mumit (Yang mematikan), 63. al-Hayyu (Yang hidup), 64. al-Qayyum (Yang tegak), 65. al-Wajib (Yang memberi sesuatu), 66. al-Majid (Yang besar keadaannya), 67. al-Wahid (Tunggal), 68. as-Shomad (Yang dituju), 69. al-Qadir (Yang Kuasa), 70. al-Muqtadir (Yang Kuasa), 71. al-Muqaddim (Yang mendahulukan), 72. al-Mu-akhhir (Yang mengemudiankan), 73. al-Awwal (Yang Qodim tak berpermulaan), 74. al-Akhir (Yang Baqa selama-lamanya), 75. al-Zhahir (Yang memperlihatkan wujudnya dengan tanda-tanda-Nya), 76. al-Bathin (Yang tersembunyi Dzat-Nya), 77. al-Wali (yang menguasai seluruhnya), 78. al-Muta’ali (yang bersih dari sekalian sifat kekurangan), 79. al-Barru (yang banyak kebaikan-Nya), 80. at-Tawwab (Penerima taubat), 81. al-Muntaqim (Yang menghukum sipapun yang patut dihukum), 82. al-‘Afuwwu (Yang memberi maaf siapa yang patut dimaafkan), 83. al-Ra-uf (Besar kasih sayang-Nya), 84. al-Malikul Mulki (Raja sekalian raja), 85. Dzul Jalali wa al-Ikram (Mempunyai kebesaran dan kemuliaan), 86. al-Muqsith (Yang memperhatikan orang teraniaya), 87. al-Jami’ (Penghimpun makhluk di hari kiamat), 88. al-Ghaniy (Yang kaya raya), 89. al-Mughniy (yang mengayakan), 90. al-Mani’ (Yang melarang), 91. ad-Dharr (Yang memberi madlorot), 92. an-Nafi’ (Banyak memberi manfaat), 93. an-Nur (Pemberi cahaya), 94. al-Hadi (Pemberi petunjuk), 95. al-Badi’ (Yang mengadakan sesuatu), 96. al-Baqi (Yang kekal selama-lamanya), 97. al-Warits (Yang kekal sesudah semuanya habis), 98. al-Rasyid (Yang cerdik cendekia), 99. as-Shabur (Penyantun, tak terburu-buru).
Kedua, dengan akal, maksudnya menfungsikan akal fikiran untuk merenungkan tentang alam raya (makhluk) ini dan mengambil pelajran dari semua kejadian, kemudian menjadikan semua itu sebagai dalil atau bukti Yang Maha Menciptakannya, yang tiada lain adalah Allah, tiada Tuhan kecuali Dia Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang.
Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS. al-Baqarah: 164).

Hak Allah atas Setiap Hamba
Soal:
Apa hak Allah yang wajib dipenuhi semua hamba?
Jawab:
Hak Allah yang wajib dipenuhi oleh setiap hamba adalah hendaknya semua hamba menyembah-Nya dan tidak menyekutukan sesuatu apapun dengan-Na.
Soal:
Apa dalil atau dasarnya?
Jawab:
Dalilnya adalah hadits Nabi saw:
"Dari Mu’adz bin Jabal r.a. ia berkata, “Saa pernah di belakang Nabi saw. di atas seekor keledai lalu beliau bersabda: ‘Hai Mu’adz, apakah kamu mengerti hak Allah atas hamba? Dan apa hak hamba hamba atas Allah?’ Saya berkata: ‘Allah dan Rasul-Nya lebih mengerti.’ Beliau bersabda: ‘Sesungguhnya hak Allah atas semua hamba ialah hendaknya mereka menyembah-Nya dan tidak menyekutukan sesuatu apapun dengan-Nya, sedangkan hak hamba atas Allah ialah Allah tidak menyiksa siapa di antara mereka yang tidak menyekutukan sesuatu dengan-Nya". (HR. Imam Muslim)
Di antara kewajiban-kewajiban yang paling mendasar atas semua hamba adalah mengetahui persoalan tujuan ia dicipta-kan, yaitu beribadah kepada Allah swt. Allah menciptakan makhluk ini hanya agar beribadah kepada-Nya sebagaimana firman-Na:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat:56).
Hak Allah swt. yang harus dipenuhi oleh setiap hamba itu besar, anugrah-Nya kepada hamba-Na sangat luas dan merata. Mereka diciptakan oleh Allah dengan bentuk yang baik dan sempurna, melimpahkan kepadanya segala nikmat dan menunjukkan kepada agama yang benar, yaitu agama Islam.
Andaikan setiap hamba bersujud kepada Allah di atas bara api sejak dunia diciptakan sampai kehancuran nanti, maka ia belumlah memenuhi hak nikmat Islam dan Iman yang dianugerahkan Allah padanya. Allah swt. menganugerahkan nikmat-nikmat yang bersifat spiritual dan material, dhahir dan batin kepada setiap hamba-Nya yang tidak terbatas yang andaikata lautan dijadikan tinta dan pohon-pohon dijadikan pena untuk menulis jumlah nikmat Allah kepada hamba-Nya, tentu akan habis sebelum mampu mengitung satu persen dari nikmat-nikmat Allah. Allah swt. berfirman:
“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya.” (QS. Ibrahim: 34)
“Dan Dia menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin.” (QS. Luqman:20).

Sifat-Sifat Tuhan Yang Wajib Disembah
Soal:
Apa sifat-sifat Allah SWT, tuhan yang wajib disembah?
Jawab:
Sesungguhnya tidak ada Tuhan yang wajib disembah di dunia ini kecuali Allah, satu-satunya tuhan yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Dia Tuhan Yang Maha Esa, yang berhak dimintai segala macam kebutuhan, Penguasa Yang Maha Kuasa, Maha Hidup, Maha Kekal, Maha Dahulu sejak azali dan Maha Kekal selama-lamanya, Maha Mengetahui segala sesuatu, Maha Kuasa atas segala sesuatu, Maha Berbuat apa yang Dia kehendaki dan Maha Menetapkan apa yang Dia kehendaki.
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan Melihat.” (QS. Asy-Sura: 11).
Maha Suci Dia dari sesuatu yang menyamai-Nya, menandingi-Nya, sekutu dan pembantu, tidak dibatasi oleh ruang maupun waktu, tidak butuh sama sekali kepada segala sesuatu, tetapi segala sesuatu selain-Nya pasti membutuhkan-Nya. Dialah yang menciptakan seluruh makhluk beserta aktifitasnya, menetapkan rizki dan ajalnya, menciptakan mati dan hidup, taat dan maksiat, kesehatan dan sakit, Dia menurunkan kitab-kitab suci dan mengutus para rasul untuk memberi petunjuk kepada makhluk karena kasih sayang-Nya kepada mereka, menjanjikan pahala kepada mereka karena anugerah-Nya dan mengancam mereka dengan siksaan karena keadilan-Nya. Tuhan yang wajib disembah adalah tuhan yang memiliki sifat-sifat tersebut seluruhnya, yaitu Allah.
Allah berfirman:
“Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang". (QS.al-Hasyr: 22).

Siapa Mengenal Dirinya, Maka Ia Mengenal Allah
Soal:
Apa pengertian kalimat, “Siapa mengenal dirinya, maka mengenal Tuhannya.”
Jawab:
Pengertian kalimat “Siapa mengenal dirinya, maka mengenal Tuhannya” yang tersebut dalam Atsar, ialah mengenal diri sendiri merupakan salah satu cara mengenal Allah swt. apabila manusia seperti kita merenungi kelemahan dirinya, keterbatasannya, kebutuhannya dan ketidakberdayaannya mengambil kemanfaatan untuk dirinya serta menghindarkan bahaya darinya, maka ia akan mengetahui ia mempunyai Tuhan dan Pencipta yang mandiri dalam menciptakannya, mandiri dalam membantunya, mengatur dan mengendali-kannya, kemudian ia sadar bahwa ia hanyalah seorang hamba yang serta terbatas dan semua persoalanna di tangan lainnya, yang tiada lain adalah Allah, Yang Maha Mulia dan Maha Bijaksana.
Demikian juga halnya manusia jika mau berfikir tentang permulaan penciptaannya; ia asalnya tidak ada, lalu diwujudkan oleh Allah swt. dengan kemurahan-Nya, Allah menciptakannya dari setetes air hina dan nuthfah (zigot) yang busuk, kemudian membentuknya, membuka pendengaran dan penglihatannya hingga menjadikannya dalam bentuk yang sangat baik, memperindahnya dengan sifat-sifat mulia dan derajat-derajat yang tinggi baik bersifat keagamaan maupun keduniawian.
Allah SWT telah berfirman:
“Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah.”
“Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).”
“Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.” (QS. al-Mu’minun: 12-14).

Pengaruh Kekuasaan Allah SWT
Soal:
Karena apa kita yakin adanya Allah swt.?
Jawab:
Kita yakin dan mantap bahwa Allah swt. itu ada, karena pengaruh-pengaruh kekuasaan-Nya dan bukti-bukti kebijaksa-naan-Nya yang kita saksikan –sekalipun kita tidak melihat-Nya dengan mata kepala dan tidak mendapati hakikat-Nya dengan pikiran atau angan kita– sebab, di dalam benda buatan (makhluk) tersebut terdapat dilalah (petunjuk) terhadap khaliq (penciptanya) dan dalam keteraturannya terdapat tanda Sang Pembuat yang bijak. Demikian juga dengan seorang yang melihat sebuah bangunan yang menjulang tinggi, tentu ia mengerti bangunan itu pasti ada yang membuatnya. Barangsiapa yang melihat sebuah tenda yang berdiri di tanah lapang, maka ia mengerti bahwa kemah tersebut pasti ada yang mendirikan, sebagaimana juga orang yang melihat makhluk-makhluk di bumi dan langit akan mantap dan yakin bahwa semuanya ada yang membuatnya yang kemampuan dan sifat-sifat-Nya sangat sempurna.
Allah swt. berfirman:
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan, Dan langit, bagaimana ia ditinggikan?, Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?, Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?.” (QS. al-Ghasyiyah: 17-20).
“Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam; kami tanggalkan siang dari malam itu, Maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan.. Dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Dan Telah kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (Setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. dan masing-masing beredar pada garis edarnya. Dan suatu tanda (kebesaran Allah yang besar) bagi mereka adalah bahwa kami angkut keturunan mereka dalam bahtera yang penuh muatan. Dan kami ciptakan untuk mereka yang akan mereka kendarai seperti bahtera itu. Dan jika kami menghendaki niscaya kami tenggelamkan mereka, Maka tiadalah bagi mereka penolong dan tidak pula mereka diselamatkan. Tetapi (Kami selamatkan mereka) Karena rahmat yang besar dari kami dan untuk memberikan kesenangan hidup sampai kepada suatu ketika.” (QS. Yasiin: 37-44).
Ciptaan-ciptaan Allah swt. dan makhluk-makhlukNya di bumi dan langit semuanya menjadi saksi atas ke-Tuhan-anNya dan menegaskan ke-Esa-anNya. Semoga Allah memberi kebaikan kepada orang yang berkata:
Sungguh mengherankan, bagaimana Tuhan didurhakai, atau bagaimana orang yang ingkar mengingkari-Nya.
Dalam segala sesuatu ada tanda yang menunjukkan bahwa Tuhan itu hanya satu.
Dan Allah mempunyai pengaruh nyata dalam setiap gerak dan diam.
Sebagian ulama pernah ditanya tentang dalil keberadaan Allah swt, lalu ia menjawab; kotoran unta menunjukkan adanya unta, kotoran keledai menunjukkan adanya keledai, bekas tapak kaki di jalan menunjukkan adanya orang lewat disitu, dan langit yang memiliki bujur (zodiac), bumi yang memiliki banyak lintasan dan celah, dan laut yang memiliki banyak gelombang, semuanya menunjukkan Sang Pencipta Yang Maha Teliti.
Imam Abu Hanifah dalam sebuah dialog dengan orang-orang Atheisme mengatakan; “Apakah masuk akal, sebuah kapal yang meluncur di permukaan laut yang dalam, diterpa gelombang dahsyat dan angin kencang, sedangkan kapal tetap berjalan lurus tanpa nahkoda?” orang-orang Atheis itu menjawab; “Tidak, tidak dapat diterima akal.” Imam Abu Hanifah berkata: “Apabila hal itu tidak dapat diterima akal, bagaimana mungkin alam raya yang membentang atas dan bawah beserta kondisi yang beraneka ragam ini tanpa ada yang membuat?”
Perlu diingat, bahwa orang yang merenungkan bumi, langit dari keajaiban-keajaiban makhluk-makhluk di antara keduanya dan tidak mempercayai, bahwa semuanya tidak mempunyai Tuhan dan Pencipta, maka orang itu tidak sehat akal pikirannya dan gelap hatinya, ia mengalami desersi dan ia diselimuti kerusakan. Orang tersebut termasuk yang difirmankan oleh Allah swt. dalam ayat al-Qur’an:
“Dan Sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.” (QS. al-A’raaf: 179).
Binatang-binatang ternak dan hewan-hewan lainnya, bahkan tumbuh-tumbuhan dan batu-batuan saja mengakui penciptanya sebagai Tuhan Yang Maha Esa, andaikata dapat berbicara, pasti mengungkapkan pengakuannya itu.
Allah SWT berfirman:
“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (QS. al-Israa’: 44).
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan segala sesuatu yang Telah diciptakan Allah yang bayangannya berbolak-balik ke kanan dan ke kiri dalam keadaan sujud kepada Allah, sedang mereka berendah diri?, Dan kepada Allah sajalah bersujud segala apa yang berada di langit dan semua makhluk yang melata di bumi dan (juga) para ma]aikat, sedang mereka (malaikat) tidak menyombongkan diri. Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka). (QS. an-Nahl: 48-50).

Mengenal Rasulullah SAW
Soal:
Apa pengertian mengenal Rasulullah SAW ?
Jawab:
Pengertian mengenal Rasulullah SAW adalah iman dan percaya, bahwa Allah swt. mengutusnya ke seluruh makhluk, manusia dan jin, berkebangsaan Arab meupun lainnya dengan petunjuk dan agama yang benar untuk menyalahkan semua agama, sekalipun orang-orang musyrik tidak menyukaina. Beliau telah menyampaikan risalah, memenuhi amanah, membimbing umat dan jujur dalam menyampaikan apa saja yang diterima dari Allah SWT. Allah tidak menerima iman seseorang hamba, sekalipun iman kepada Allah kecuali beriman juga kepada Nabi Muhammad SAW dan juga iman kepada semua yang beliau beritakan, baik tentang persoalan-persoalan dunia, barzakh maupun akhirat.
Di dalam hadits disebutkan:
"Dari Abu Hurairah r.a. berkata, “Saya telah diperintahkan memerangi orang-orang sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah dan mempercayai aku serta apa yang aku bawa; apabila mereka telah melakukan hal itu, maka mereka telah memlihara darah dan harta mereka dariku kecuali sebab ahknya dan perhitungan mereka terserah kepada Allah.” (HR. Imam Muslim).
Soal:
Sebutkan nasab Rasulullah SAW ?
Jawab:
Beliau adalah Nabi yang ummi (tidak membaca dan tidak menulis), Rasulullah yang berkebangsaan Arab bernama Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthollib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushaiy bin Kilab bin Murroh bin Ka’ab bin Lu’aiy bin Ghalib bin Fihir bin Malik bin an-Nadleir bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudlor bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan, keturunan Nabi Isma’il as.
Ibu Nabi Muhammad SAW adalah Aminah bin Wahab bin Abdi Manaf bin Zahroh bin Kilab bin Murroh bin Ka’ab bin Lu’aiy bin Ghalib bin Fihir bin Malik bin an-Nadleir bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudlor bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan.
Soal:
Kapan Nabi Muhammad SAW lahir?.
Jawab:
Rasulullah Muhammad SAW dilahirkan di Kota Makkah lima puluh malam sesudah peristiwa pasukan gajah menyerang Ka’bah. Ketika beliau mencapai usia empat puluh tahun, Malaikat Jibril turun kepadanya dan Allah mulai mengutus Beliau untuk membawa rahmat ke seluruh makhluk. Beliau tinggal di Makkah selama tiga belas tahun, kemudian berhijrah ke Madinah dan menetap disana selama sebelas tahun. Beliau wafat di Madinah tahun 11 Hijriah dalam usia 63 tahun. Jasad Beliau yang mulia dimakamkan di Madinah. Beliau tetap di dalam kuburnya, mendengar bacaan sholawat dan salam yang ditujukan kepada Beliau. Dalam beberapa hadits disebutkan antara lain:
“Di mana saja kamu semua berada, maka bacalah sholawat kepadaku, sesungguhnya bacaan sholawat kalian itu sampai kepadaku.” (HR. Thabarani).
Dari Ibnu Adiy, sesungguhnya Nabi Muhammad SAW bersabda: “Perbanyaklah membaca sholawat kepadaku pada malam Jum’at dan hari Jum’at, sesungguhnya bacaan sholawat kalian itu disampaikan kepadaku.” (HR. al-Baihaqi).
Nabi Muhammad SAW bersabda: “Tidak seorang pun mengucapkan salam kepadaku, melainkan Allah mengembalikan ruhku untuk menjawab salam orang tersebut.” (HR. Abu Dawud).
Soal:
Berapakah putra-putri dan istri Nabi SAW ?
Jawab:
Putera-puteri Nabi Muhammad SAW ada tujuh, tiga diantaranya putera, yaitu al-Qasim, Abdullah yang bergelar at-Thayyib dan at-Thahir, dan yang ketiga adalah Ibrahim. Semua putera Beliau tersebut wafat dalam usia yang masih kecil. Empat lainnya adalah perempuan, yaitu; Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum dan Fathimah az-Zahro’, putri Beliau yang paling kecil dan paling mulia. Ia hidup sampai enam bulan sesudah Beliau Nabi wafat. Ibu semua putra-putri Beliau selain Ibrahim adalah Khadijah al-Kubro binti Khuwailid. Ia pemuka istri-istri Beliau, wanita yang pertama kali menyatakan Islam dan istri Beliau yang pertama.
Adapun istri-istri Beliau yang lain adalah Aisyah putri Abu Bakar, Sa'udah putri Zam’ah, Hafshah putri Umar bin Khattab, Zainab putri Khuzaimah, Ummi Salamah Hindun putri Abi Umayyah, Zainab putri Jahsyi, Juwairiyyah puteri Abu Sufyan, Shafiyyah putri Huyaiy dan Maimunah putri al-Harits al-Hilaliyyah. Istri-istri Beliau sebelas orang. Istri Beliau yang meninggal ketika beliau masih hidup adalah Khadijah dan Zainab putri Khuzaimah, sedangkan sembilan yang lain meninggal sesudah Beliau wafat.

Keistimewaan Nabi Muhammad SAW
Soal:
Apa keistimewaan Nabi Muhammad SAW?
Jawab:
Nabi Muhammad SAW melebihi semua nabi dengan beberapa keistimewaan, antara lain;
1. Sebagai nabi terakhir, seperti yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad:
“Saya adalah Muhammad SAW, Nabi yang Ummi, tidak ada nabi sesudahku. Saya diberi firman-firman yang lengkap dan pamungkas.” (HR. Ahmad).
2. Orang paling mulia di atas semua makhluk seluruhnya.
3. Penutup para nabi dan rasul, tidak ada nabi sesudahnya dan tidak ada rasul setelahnya.
Imam at-Thurmudzi meriwayatkan;
Dari Abu Sa’id al-Khudriy ia berkat; Rasulullah SAW bersabda: “Saya adalah pemimpin keturunan Nabi Adam, di hari kiamat nanti saya membawa panji al-Hamd, namun saa tidak bangga diri. Pada hari itu, tak seorang nabi, baik Nabi Adam maupun lainnya kecuali bernaung di bawah panjiku, dan saya adalah orang yang pertama muncul dari bumi, namun saya tidak bangga diri.” (HR. at-Thurmudzi).
Dalam riwayat at-Thurmudzi lain disebutkan:
“Dan saya adalah orang paling mulia diantara orang-orang terdahulu dan orang-orang yang akan datang menurut Allah, tapi saya tidak bangga diri.” (HR. at-Thurmudzi).
4. Risalah Nabi Muhammad SAW untuk seluruh ummat, baik jin, manusia, bangsa Arab maupun bangsa selain Arab. Dalam hadits disebutkan;
Dari Jabir r.a. ia berkata; Rasulullah SAW bersabda: “Aku diberi lima perkara yang belum pernah diberikan kepada siapapun sebelumku;
- aku diberi kemenangan dengan ketakutan (di pihak musuh) selama perjalanan satu bulan,
- bumi dijadikan tempat sujud dan suci untukku, maka siapapun ummatku dimana saja mendapat waktu sholat, maka hendaklah sholat,
- dihalalkan untukku harta rampasan perang yang tidak pernah dihalalkan untuk orang sebelumku,
- aku diberi hak memberi syafa’at,
- dan setipa nabi diutus untuk kaumnya saja, sedangkan aku diutus untuk menusia seluruhnya.” (HR. Imam Bukhori dan Muslim).
5. Allah menjadikan umat Nabi Muhammad SAW sebagai umat terbaik dan syari’atnya menasakh (menghapus) semua syari’at.
Allah swt berfirman:
“Dialah yang Telah mengutus RasulNya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai.” (QS. at-Taubah: 33).
Allah swt. juga berfirman:
“Barangsiapa mencari agama selain agama islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imron: 85).
Dalam hadits Nabi SAW dijelaskan:
“Siapapun dari umat ini, Yahudi dan Nashrani yang mendengar tentang aku, kemudian mati dengan tidak beriman terhadap risalahku, maka ia termasuk penghuni neraka.” (HR. Muslim).

Mu’jizat Nabi Muhammad SAW
Soal:
Apa mu’jizat-mu’jizat Nabi Muhammad SAW?
Jawab:
Mu’jizat Nabi Muhammad  ada banyak, yang paling besar dan terkenal adalah al-Qur’an yang semua makhluk dilemahkan oleh Allah sehingga tidak berdaya menandingi-nya dan membuat semisalna, meskipun mereka ditantang untuk membuat tandinganna dan mencurahkan segala daya mereka dalam memenuhinya. Allah swt. berfirman:
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan Dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.’” (QS. al-Israa’: 88).
Al-Qur’an adalah mu’jizat yang tetap sampai hari kiamat yang petunjuknya tetap eksis, daya melemahkanna msih tetap berlangsung terus, keajaiban-keajaibannya tidak pernah habis terungkap, di dalamnya sarat berita orang-orang terdahulu dan orang-orang akan datang serta sesuai untuk segala zaman sampai hari kiamat.
Termasuk mu’jizat Nabi Muhammad SAW yangjelas adalah terbelahnya rembulan. Peristiwa itu terjadi sebagi jawaban permintaan orang-orang kafir Mekah agar beliau memper-lihatkan suatu bukti atas kebenaran kenabiannya, berupa terbelahnya rembulan. Beliau berdo’a kepada Allah, lalu rembulan terbelah menjadi dua, dan orang-orang kafir Makah itu melihat dengan mata kepala mereka. Beliau bersabda, “Saksikanlah!” kemudian orang-orang kafir itu bertanya kepada segenap penduduk, “Apakah mereka melihat terbelahnya bulan itu?’ mereka memberi jawaban bahwa mereka menyaksikannya. Orang-orang kafir tersebut berkata, “Muhammad menghipnotis penduduk bumi ini.” Kemudian Allah menurunkan ayat:
“Telah dekat datangnya saat itu dan Telah terbelah bulan. Dan jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata: "(Ini adalah) sihir yang terus menerus.” (QS. al-Qalam: 1-2).
Diantara mu’jizat Nabi Muhammad SAW yang terkenal adalah pancaran air dari sela jari jemarinya yang mulia yang terjadi berulang kali, antara lain seperti yang diceritakan oleh Imam Bukhari:
Dari Jabir R.A. sesungguhnya ia berkat: “Orang-orang di saat ber-perang Hudaibiyyah merasakan kehausan, sedangkan di tangan beliau ada teko (ceret), tempat air wudlu. Orang-orang datang menghadap kepada beliau, dan beliau bertanya, ‘ada urusan apa?’ Mereka menjawab, ‘Ya Rasulullah, kita tidak memiliki air yang cukup untuk wudlu dan minum kecuali air yang ada di dalam teko Rasulullah itu’. Kemudian Beliau meletakkan tangannya di dalam teko dan airpun mulai memancar dari jari jemarina seperti mata air, lalu kami minum dan berwudlu. Jabir bertanya, ‘Berapa jumlah kalian waktu itu?’ ia menjawab, ‘Andaikata jumlah kami waktu itu 100.000 orang, pasti air itu mencukupi kami, tapi waktu itu kami berjumlah 1.500 orang.” (HR. Bukhori).
Termasuk mu’jizat terkenal Rasulullah SAW adalah rintihan potongan batang pohon yang dibuat sandaran nabi SAW saat berkhutbah; ketika beliau membuat mimbar dan duduk di atasnya, maka potongan batang pohon tersebut merintih seperti rintihan onta betina pada anaknya. Dalam riwayat yang lain: batang kayu itu mengoak seperti suara sapi, sehingga masjid menjadi bergetar. Kemudian Rasulullah mendekatinya dan menenangkannya lalu batang kayu itu diam. Selanjutnya Rasulullah bersabda:
“Demi Dzat yang jiwaku di tangan kekuasaan-Nya, apabila aku tidak menenangkannya, maka batang kayu itu akan tetap merintih sampai hari kiamat karena kecewa (sedih) terhadap Rasulullah SAW”
Sebagian disebutkan dalam hadits riwayat at-Turmudzi, Baihaqi dan lainnya.

Sifat Fisik Rasulullah SAW
Soal:
Apa sifat-sifat fisik Rasulullah SAW ?.
Jawab:
Para ulama menfatwakan bahwa sesungguhnya bagian dari iman yang sempurna terhadap nabi Muhammad SAW adalah mempercayai bahwa Allah swt. menciptakan jasad Nabi Muhammad yang mulia dalam rupa yang tidak ada kesama-annya, sebelum dan sesudahnya. Beliau diciptakan Allah swt. dengan bentuk dan rupa yang paling indah yang mencakup seluruh keindahan dan ketampanan.
Rasulullah SAW adalah orang yang paling tampan dan menawan bila dipandang dari jauh, dan sangat bagus dan manis bila dipandang dari dekat.
Al-Barro’ bin Azib berkata: “Aku belum pernah melihat orang berjamban hitam dan berbaju merah yang lebih bagus daripada Rasulullah SAW.”
Abu Hurairoh berkata: “Saya tidak melihat sesuatu yang lebih indah daripada Rasulullah SAW seolah-olah matahari bergerak di wajahnya, dan ketika tersenyum wajahnya berkilau seperti bulan purnama.”
Anas bin Malik r.a berkata: “Saya tidak menyentuh sutra yang lebih halus dari pada telapak tangan Rasulullah SAW, dan saya tidak pernah mencium aroma apapun yang lebih harum dari pada Rasulullah SAW.”
Ali bin Abi Thalib Karromallahu Wajhahu apabila melukiskan fisik Rasulullah SAW selalu berkata: “Rasulullah tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pendek, sedang perawakannya di antara kelompok setiap orang, rambutnya tidak kriting dan tidak lurus, tetapi mirip berombak, tidak terlalu gemuk badannya dan tidak terlalu bulan wajahnya, lembut pipinya dan berwarna putih kemerahan, sangat hitam dan lebar matanya serta lentik bulu matanya, berambut dadanya, indah dan besar pangkal pundaknya. Apabila menoleh, maka menoleh secara sempurna dan jika berjalan agak bergoyang dan tegap. Di antara dua pundaknya terdapat tanda kenabian. Belaiu Nabi akhir, penutup nabi-nabi, lapang dada, tanggap dan fasih, lembut wataknya dan bagus pergaulan-nya, orang yang melihatnya secara spontan pasti takut karena wibawanya dan orang yang biasa bergaul dengannya pasti mencintainya. Orang yang melukiskan beliau akan berkata; ‘saya belum pernah melihat orang seperti beliau, sebelum maupun sesudanya’” (HR. Tirmidzi).
Hindun bin Abu Halah r.a berkata: “Rasulullah SAW adalah gagah perkasa, wajahnya bersinar bagai sinar bulan purnama, besar kepalanya, berombak rambutnya, bersih kulitnya, luas dahinya, mancung hidungnya, lebat jenggotnya, manis mulutnya, lembut rambut dadanya, rata giginya, sedang perawakannya, perut dan dadanya sejajar, besar pergelangan tangannya, lebar telapak tangannya, manis jari jemarinya, dan cantik telapak kakinya, pandangannya ke bawah lebih lama daripada pandangannya ke atas, cara memandangnya biasa sepintas (melirik), mengutamakan sahabat-sahabatnya, dan lebih dahulu mengucapkan salam kepada orang yang dijumpainya.”

Sifat Perangai Nabi Muhammad SAW
Soal:
Bagaimana sifat perangai Nabi Muhammad SAW ?
Jawab:
Beliau sebagaimana telah diterangkan adalah orang yang paling baik fisiknya, demikian pula halnya perangainya. Beliau orang yang paling baik fisik dan perangainya. Allah SWT. menghimpun perangai-perangai baik seluruhnya pada diri Nabi Muhammad SAW yang belum pernah dihimpunkan kepada makhluk selainnya. Dia mendidiknya dengan adab kesopanan yang paling baik dengan kitab sucinya yang mulia. Dia berfirman:
“Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” (QS. al-A’raaf: 199).
Nabi Muhammad SAW bersabda: “Tuhanku telah mendidikku dengan pendidikan yang baik.”
Baginda Nabi juga bersabda: “Aku diutus untuk men-yempurnakan akhlak-akhlak mulia.”
Dan ketika akhlak Nabi Muhammad SAW disempurnakan, maka Allah memujinya dengan firmannya: “Dan sesungguhnya kami benar-benar berbudi yang agung.” (QS. al-Qalam: 4).
Aisyah r.a, ummul Mu’minin pernah ditanya tentang perangai Rasulullah SAW dan dia menjawab: “Perangai beliau adalah al-Qur’an.” Yakni, beliau rela apa yang direlakan al-Qur’an dan membenci apa yang di bencinya.
Anas bin Malik r.a. berkata: “ Saya telah berkhidmat (menjadi pelayan) Rasulullah SAW. Selama sepuluh tahun. Beliau tidak pernah sama sekali berkata "HUS” kepadaku, terhadap apa yang aku perbuat, tidak pernah berkata : mengapa kau perbuat itu, dan terhadap apa yang aku tinggalkan, tidak pernah berkata: Mengapa kau tinggalkan. Khimat beliau kepadaku lebih banyak lebih banyak dari khidmatku kepadanya.”
Ali bin Abi Thalib menceritakan , “ Nabi Muhammad SAW adalah orang yang selalu ceria, halus akhlaknya, setia,tidak kasar dan tidak keras, tidak suka bersuara lantang, tidak melampaui batas , tidak suka mencibir dan tidak suka memuji, mengabaikan sesuatu yang membuatnya tidak enak dan tidakputus asa karenanya serta tidak merasa kecewa. Beliau menghindarkan diri dari tiga perkara ; yaitu riya’ (pamer), hal mem perbanyak dan sesuatu yang tidak diinginkan. Beliau meninggalkan orang-orang dari tiga perkara : tidak mencela dan tidak menghina siapapun, tidak mencari rahasia siapapun dan tidak berbicara keciali dalam hal yang beliau harap pahalanya. Apabila beliau sedang berbicara, maka orang-orang di sekelilingnya menunduk seperti ada burung di kepala mereka, apabila beliau diam, maka mereka baru berbicara, mereka tidak pernah berselisih di hadapan beliau. Orang yang berbicara di hadapan beliau, di dengar pula oleh lainnya hingga selesai, ucapan orang yang paling akhir adalah ucapan orang yang pertama. Beliau tertawa karena sesuatu ang membuat mereka tertawa dan turut kagum terhadap sesuatu yang mengagumkan mereka. Beliau sabar menghadapi orang asing karena ketidak sopanannya dalam berbicara dan bertanya, sehingga jika ada sohabat-sahabat beliau yang hendak memakinya, maka beliau bersabda : Jika kamu semua mengatahui seorang yang mempunyai hajat sedang mencarinya, maka hendaklah kamu semua membantunya. Beliau menolak pujian kecuali secukupnya, dan beliau tidak pernah memutus ucapan seorang hingga selesai, kemudian beliau memutusnya dengan suatu larangan atau berdiri.”
Imam At-Turmudzi meriwayatkan, “Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW. Biasa memberi makan unta, menyapu rumah, menambal sandal, menjahit pakaian, memerah kambing, makan bersama pelayan, dan menumbuk tepung jika pelayan tampak lelah. Beliau tidak malu membawa barang-barang dari pasar ke rumah keluarganya, mengajak jabat tangan dengan orang kaya maupun miskin, memulai mengucapkan salam dan tidak pernah meremehkan undangan sekalipun dalam acara makan kurma yang jelek. Beliau cepat kaki ringan tangan, ramah, mulia, baik dalam bergaul, ceria, banyak senyum tanpa tertawa, sedih tanpa masam muka, tawadlu’ tanpa merendahkan diri, dermawan tanpa berlebihan, halus perasaannya, belas kasihan kepada semua prang islam, tidak pernah bersendawa sama sekali karena kekenyangan dan tidak pernah mengulurkan tangannya pada sesuatu yang diinginkan. Mudah-mudahan rahmat Allah tetap di anugrahkan kepada beliau, keluarga dan sahabat-sahabatnya, dan mudah-mudahan Allah memberkati, memuliakan dan menghormati mereka.”

Hak-hak Rasulullah SAW atas Ummatnya
Soal:
Apakah hak-hak Rasulullah SAW yang harus dijalankan oleh umatnya ?
Jawab:
Hak Rasulullah SAW yang harus dipenuhi oleh umatnya itu merupakan hak-hak besar dan wajib sesudah hak Allah swt. Di antara hak-hak Rasulullah SAW adalah :
1. Mengikuti sunnahnya, membela agama dan syari’atnya. Dan syari’atnya. Allah swt. berfirman:
“katakanlah:’ jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosamu.’” (QS. Ali Imron: 31).
Dalam hadits disebutkan:
Nabi Muhammad SAW bersabda: “orang yang berpegang dengan sunnahku, disaat umatku rusak itu baginya mendapat pahala seratus orang yang mati syahid.”
Nabi SAW bersabda: “Barangsiapa menghidupkan sunnahku, maka ia benar-benar menghidupkan aku, dan barangsiapa meng-hidupkan aku, maka ia bersamaku di surga.” (HR. at-Turmudzi)
2. Cinta dan senang kepada beliau secara sepenuhnya, sehingga beliau lebih dicintainya daripada dirinya sendiri, anaknya dan semua makhluk. Demikian juga halnya mencintai keluarga, sahabat-sahabat dan keturunan beliau. Ada beberapa hadits yang menjadi dalil. Antara lain:
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tidak beriman salah seorang diantara kamu semua, sehingga aku lebih disukainya daripada anaknya, kedua orang tuanya, dan orang-9orang seluruhnya.”
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Cintalah kamu semua kepada Allah, karena Dia memberimu makan dari nikmat-nikmatNya, cintailah aku kerena cinta Allah dan cintailah ahli baitku karena cinta kepadaku.”
Nabi Muhammad SAW bersabada, “Takutlah kepada Allah, takutlah kepada Allah dalam urusan sahabat-sahabatku. Janganlah kamu semua menjadikan mereka sebagai sasaran sesudahku nanti. Barangsiapa mencintai mereka, maka sebab cintaku aku mencintai mereka. Barangsiapa membenci mereka, maka sebab benciku aku membenci mereka. Barangsiapa menyakiti mereka, maka ia berarti menyakiti aku, dan barangsiapa menyakiti aku, berarti ia menyakiti Allah, dan barangsiapa menyakiti Allah, maka Dia akan menyiksa-nya.
3. Mengagungkan dan menjunjuung tinggi beliau. Dasarnya adalah firman Allah swt.:
“Sesungguhnya kami mengutus kamu sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan (agama)Nya, membesarkan-Nya. dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang.” (QS. Fath: 8-9).
Mengagungkan Rasulullah SAW bagian dari mengagung-kan Allah swt., sebagaimana taat kepada beliau merupakan taat kepada Allah, dan mencintai beliau merupakan cinta kepada-Nya.
Allah berfirman:
“Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah.” (QS. an-Nisa’: 80).
“Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu, sesungguhnya mereka berjanji kepada Allah.” (QS. Fath: 10).
“Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi kamu semua.” (QS. Ali Imron: 31).
Para sahabat r.a. adalah teladan yang paling mulia dalam mencintai dan mengagungkan Rasulullah SAW. Imam Al- Bukharidan lainnya dalam kisah Al-Khudaibiyyah meriwayatkan , “Sesungguhnya Urwah bin Mas’ud as-Tsaqafi ketika ditugaskan oleh orang-orang Quraisy menghadap Rasulullah SAW, melihat secara langsung sikap ta’dhim (mengagungkan) para sahabat pada beliau. Ketika kembali kepada orang-orang Quraisyy ia berkata kepada kaumnya : Hai kaumku, demi Allah, aku sering diutus kepada kisra dan kaisar juga kepada raja Negus, tapi aku sama sekali tidak pernah melihat seorangraja diagungkan oleh kawan-kawannya, seperti sahabat-sahabat Muhammad mengagungkan kepada beliau. Sesungguhnya Muhammad tidak berdahak kecuali dahaknya jatuh pada telapak tangan salah satu di antara mereka, lalu mengusapkan dahak itu ke wajah dan tangannya. Apabila beliau memerintahkan mereka tentang suatu perkara, maka mereka cepat-cepat melaksanakan. Apabila beliau berwudlu, maka hampir mereka bertengkar karena berebut sisa air wudlunya. Apabila beliau berbicara, mereka diam di hadapannya dan mereka tidak mau mengarahkan pandangan ke arahnya, karena ta’dhim padanya.”
4. Memperbanyak membaca sholawat dan salam kepada beliau . Karena Allah memerintahkannya sebagaimana dalam firmannya:
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya ber-shalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab: 56)
Di dalam hadits banyak disebutkan anjuran membaca shalawat :
Nabi SAW bersabda: “Barangsiapa membaca shalawat kepadaku satu kali, maka Allah memberinya rahmat sebanyak sepuluh dan menghapus sepuluh kesalahannya dan mengangkat derajatnya samoai sepuluh kali.” (H.R Imam Ahmad)
Nabi SAW bersabda: “Orang yang paling mulia menurutku di hari kiamat nanti adalah yang paling banyak membaca sholawat kepadaku.” (H.R. Imam Ahmad).
Nabi SAW bersabda :” Sesungguhnya orang yang paling selamat di antara kamu pada hari kiamat nanti dari ketakutan dan keributan hari kiamat adakah siapa di antara kaum yang paling banyak membaca sholawat kepadaku.”
Demikian al-Qodli ‘Iyadl menyebutkan dalam kitab Asy-Syifa’.

Keharusan Mengikuti Jama’ah Umat Islam dan Ulama Salaf Yang Sholeh
Soal:
Apa yang harus dilakukan oleh setiap orang Islam ketika terjadi perbedaan?
Jawab:
Ketahuilah, bahwa Rasulullah SAW benar-benar telah me-merintahkan menetapi golongan mayoritas umat Islam, ketika terjadi ikhtilaf (perselisihan). Beliau memberitahukan, sesungguhnya umatnya terpelihara dari persepakatan sesat atau salah dalam urusan agama. Didalam beberapa hadits, beliau menjelaskan tentang hal ini :
“Sesungguhnya umatku tidak dapat bersepakatan membuat kesesatan. Apabila kamu semua melihat perselisihan, maka kamu harus menetapi golongan terbesar.”
Dari Ibnu Umar r.a. dari Nabi SAW beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menghimpunkan umatku untuk membuat kesesatan selama-lamanya. Kekuatan Allah itu disertakan pada jama’ah, maka ikutilah golongan paling besar (banyak). Barang siapa yang memencilkan diri, maka pasti terpencil dakam neraka.” (H.R. At-Turmudzi/Al-Hakim)
Rasulullah SAW bersabda: “Saya telah memohon kepada Tuhanku Allah, agar tidak menghimpunkan umatku bersepakat atas suatu kesesatan, dan dia memenuhi permohonanku itu kepadaku. (H.R. Imam Ahmad)
Para Ulama mengatakan, bahwa dengan ucapan Alhamdulillah, golongan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah sejak zaman permulaan sampai kini senantiasa merupakan golongan terbesar. Dengan demikian, maka tidak salah, bahwa golongan Ahlus Sunnah merupakan golongan yang selamat yang tetap berpegang padaAl-Qur’an dan As-Sunnah (hadits) dan apa yang di ikuti oleh para shohabat, tabi’in dan pemuka-pemuka para imam ahli ijtihad yang mereka ini merupakan generasi terdahulu dari umat Nabi Muhammad SAW.
Golongan Ahlus Sunnah inilah yang di isyaratkan dalam sabda Nabi Muhammad SAW :
“Sesungguhnya Bani Israil berpecah menjadi 72 aliran, dan umatku akan berpecah menjadi 73 aliran, semuanya masuk dalam neraka kecuali satu aliran.” Para sahabat bertana : ‘Siapakah satu aliran itu, ya Rasulullah?’ Beliau bersabda : ‘Siapa yang menetapi apa yang aku dan sahabat-sahabatku menetapinya.’” (H.R. At-Turmudzi dan Al-Baihaqi)
Soal:
Apa yang harus dilakukan oleh orang yang belum mencapai tingkatan ijtihad?
Jawab:
Setiap orangmu’min yang mengikuti syari’at Nabi Muhammad SAW wajib mempercayai apa yang diterangkan oleh ayat-ayat al-Qur’an dan as-Sunnah yang tegas dan jelas. Dalam hal seperti ini, ia harus berpegangan ucapan ulama-ulama yang terkenal di kalangan orang-orang khusus dan awam, sebagaimana imam-imam yang berjumlah empat orang, yaitu: Imam as-Syafi’i, Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad bin Hanbal dan imam selain mereka. Orang yang taqlid kepada salah seorang dari mereka dalam beramal dengan dalil kitab al-Qur’an dan as-Sunnah yang mereka pahami, menurut Allah orang itu selamat dalam taqlid tersebut, kerena Allah telah memperkenankan para ahli ijtihad agar berijtihad, dan orang ahli taqlid untuk bertaqlid.
Dia berfirman:
“Dan kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (QS. an-Nahl: 43).
Maka, jelaslah bahwa orang yang bukan ahli ijtihad harus taqlid kepada salah seorang dari imam ahli ijtihad. Itulah jalan orang-orang mu’min. Dan orang yang bukan ahli ijtihad itu seharusnya tidak mendakwakan ijtihad dan mengambil hukum-hukum dari al-Qur’an dan as-Sunnah secara langsung tanpa membutuhkan taqlid kepada para imam ahli ijtihad, karena sejak zaman sahabat dan tabi’in hukum-hukum dan kaidah-kaidah Islam telah tersebut dari al-Qur’an dan as-Sunnah telah sempurna dan atas dasar hukum dan kaidah tersebut kitab-kitab ushul dan furu’ telah disusun, sehingga bagi generasi sesudah mereka cukup merujuk pada hukum-hukum tersebut dan taqlid kepada para ulama yang bobot keilmuannya telah diketahui oleh kalangan orang-orang khusus dan awam.
Soal:
Apa manfaat ikhtilaf antara para imam ahli ijtihad?
Jawab:
Perlu diingat, bahwa ikhtilaf yang terjadi antara para imam ahli ijtihad itu merupakan suatu rahmat dari Allah swt. untuk umat ini. Sesungguhnya mereka itu tidak berbeda pendapat dalam masalah-masalah ushul (pokok). Perbedaan diantara mereka hanya terbatas pada masalah furu’ karena tidak ada ketetapan nash yang qoth’i tentang hukum masalah-masalah tersebut. Ikhtilaf dalam masalah-masalah seperti itu membuat kemudahan dan kelonggaran bagi semua orang serta membebaskan mereka dari kesulitan, kebingungan dan keputusasaan yang hal itu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah swt. sebelumnya, berdasar-kan firmanNya:
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. al-Baqarah: 185).
“Dan dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.”(QS. Al-Hajj: 78)
Di sebutkan juga dalam suatu hadits Nabi SAW :
“ Perbedaan umatku adalah suatu rahmat.”
Hadits ini ditakhrij oleh syaikh al Muqoddasi dalam kitab Al-Hujjah dan di kutip oleh As Suyuthi dalam kitab Al-khosois Al Kubro.
Imam Al-Khatib dari Ismail bin Abu al-Mujalid meriwayatkan bahwa sesungguhnya khalifah Harun al-Rasyid berkata kepada imam Malik bin Anas, “hai abu Abdillah, kami akan menulis kitab ini (Al-Muwattho’) dan kami menyebarkannya ke seluruh negara Islam. “Imam malik berkata, “Hai Amirul mukminin, sesungguhnya ikhtilaf diantara Ulama itu merupakan rahmat untuk umat ini, masing-masing (ulama) mengikuti hadits yang paling shahih menurutnya, masing-masing mengikuti petunjuk dan masing-masing menghendaki ridlo Allah.
Hendaknya diketahui, bahwa ulama yang berselisih pendapat dalam masalah-masalah furu’, mereka itulah yang diisyaratkan dalam firman Allah swt :
“Mereka senantiasa berselisih pendapat. Kecuali orang-orang ang diberi rahmat oleh Tuhanmu. “(QS. Hud:118-119)
Mereka itulah ulama yang dirahmati Allah, dan tentu saja ikhtilaf mereka merupakan rahmat.
Adapun orang-orang yang berbeda pendapat dalam masalah-masalah ushul atau dasar agama, maka bukanlah orang-orang yang dirahmati dan bukan pula orang-orang yang diridloi kecuali mereka yang sesuai dengan kebenaran (haq), yaitu orang-orang Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang tetap berpegang pada apa yang diamalkan oleh Nabi SAW dan para sahabat beliau.

Bid’ah dan Pembagiannya
Soal:
Berapakah pembagaian bid’ah itu?
Jawab:
Para ulama mengklasifikasikan bid’ah menjadi dua bagian, yaitu Bid’ah Hasanah dan Bid’ah Qabihah.
Soal:
Apa Bid’ah Hasanah itu?
Jawab:
Bid’ah Hasanah adalah apa saja yang dipandang oleh para imam yang sesuai dengan al-Qur’an dan as-Sunnah dalam hal kemanfaatan dan kemaslahatan. Seperti pengumpulan al-Qur’an dalam satu muskhaf, berkumpulnya orang-orang untuk sholat tarawih di bulan Ramadlan, Adzan awal pada hari jum’at dan mengadakan pesantren dan sekolah, serta semua kebaikan yang tidak diketahui pada zaman Nabi SAW semuanya adalah Bi’dah Hasanah (bid’ah yang baik) dan orang yang mengerjakanna diberi pahala. Dasarnya adalah sabda Nabi SAW:
“Barangsiapa membuat suatu perilaku (perbuatan) yang baik dalam Islam, maka ia mendapat pahala perbuatan baik itu dan pahala orang yang mengamalkannya tanpa mengurangi sedikitpun dari pahala-pahala mereka.” (HR. Imam Muslim).
Soal:
Apa Bid’ah yang tercela yang diperingatkan oleh Rasul SAW agar kita menghindarinya?
Jawab:
Bid’ah yang tercela adalah setiap amalan yang bertentangan nash-nash al-Qur’an dan as-Sunnah atau yang menentang ijma’ umat Islam, seperti madzhab-madzhab yang sesat dan akidah-akidah yang menyimpang yang berlainan dengan akidah-akidah yang dipegang oleh golongan Ahlus Sunnah.
Soal:
Apa dasarnya?
Jawab:
Dasarnya adalah hadits-hadits yang menerangkan tentang tercelanya bid’ah, seperti hadits:
“Setiap perkara baru (yang dimunculkan) adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan adalah di neraka.”
Maksud perkara baru (yang dimunculkan) dalam hadits diatas adalah semua perkara baru yang batil yang tidak diridloi oleh Allah dan Rasul-Nya. Dalilnya adalah hadits Nabi SAW:
“Barangsiapa membuat suatu bid’ah (perkara baru) yang sesat yang menyebabkan Allah dan Rasul-Nya tidak ridlo, maka ia berdosa dan mendapat dosa-dosa orang yang mengamalkannya yang dosa-dosa itu tidak mengurangi dosa-dosa mereka.” (HR. at-Turmudzi dan Ibnu Majah).
Soal:
Apa komentar ulama tentang hadits-hadits shohih berikut ini?
“Kamu semua harus berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah al-Khulafa’ ar-Rasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah dengan geraham, takutlah kamu semua pada hal yang diada-adakan, sebab setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan adalah di neraka.”
Jawab:
Para ulama memberikan penjelasan, bahwa hadits ini termasuk hadits umum (‘amm) yang di takhsish. Yang di maksud hal-hal yang diadakan (muhdatsat) dalam hadits adalah hal-hal yang baru yang dibuat-buat yang batil dan bid’ah-bid’ah yang tercela yang tidak memiliki dasar dalam hukum syara’. Bid’ah inilah yang di larang. Berbeda dengan bid’ah yang mempunyai dasar dalam hukum syara’. Bid’ah ini adalah bid’ah yang terpuji, karena ia adalah bid’ah hasanah, dan termasuk sunnah Khulafa’ur Rasidin serta sunnah imam-imam yang mendapat petunjuk. Ungkapan “setiap bid’ah” (kullu bid’atun) tidak menghalangi adanya hadits tersebut ‘am yang di takhsish. Bahkan kata kullu ini termasuk takhsish, seperti firman Allah (Al-Ahqaf: 25). Maksudnya segala sesuatu yang dapat dirusak. Adapun yang tidak dapat dirusak berarti tidak masuk pada ungkapan ini.
Soal:
Apakah Rasulullah saw telah menjelaskan kepada kita ciri-ciri golongan bid’ah?
Jawab:
Ya, Rasulullah saw telah menjelaskan kepada umatnya tentang ciri-ciri golongan bid’ah, golongan yang membuat ketentuan baru. Ciri mereka adalah menggunakan dalil ayat-ayat Al-Qur’an yang di turunkan berkaitan denagan orang-orang musyrik untuk di terapkan pada oran-orang mukmin, seperti ayat Al-Qur’an:
“Maka janganlah kamu menyeru (menyembah) tuhan yang lain disamping Allah.” (QS. Asy Syu’ara: 213).
“Maka janganlah kamu menyembah seseorang pundi dalamnya di samping (menyembah ) Allah.” QS. Al Jin: 18).
“Dan janganlah kamu menyembahapa-apa yang tidak memberi manfa’at dan tidak ( pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah.” (QS. Yunus: 106).
“Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu seru selain Allah itu adalah makhluq (yang lemah) yang serupa juga dengan kamu.” (QS. Al A’raf: 194).
Para ulama memberi komentar tentang golongan yang memiliki sikap seperti di atas seperti berikut:
Ucapan mereka (golongan ahli bid’ah) seluruhnya membuat kekaburan dalam agama dan merupakan usaha penyesatan orang-orang Islam awam, kerena sesungguhnya tak seorangpun orang mu’min yang bertaukhid mempunyai kepercayaan seperti kepercayaan orang-orang musyrik. Lalu bagaimana mereka menyamakan orang-orang mu’min dengan orang-orang musyrik?, Maha Suci Engkau Ya Allah, pendapat tersebut adalah sebuah kebohongan besar.
Selanjutnya para ulama menegaskan, bahwa golongan ahli bid’ah yang nyleneh itu tidak memiliki dasar-dasar yang kuat, dan sama sekali bukan dari madzhab yang dapat dipertanggungjawabkan. Umumnya mereka itu golongan terpelajar yang dangkal ilmu pengetahuannya yang sebenarnya layak dikategorikan golongan awam. Mereka itu bukanlah termasuk orang-orang yang layak dimintai petunjuk dan bukan pula orang-orang yang layak dianggap sebagai ulama dalam Islam.
Ada segolongan ulama ahli tahqiq yang benar-benar kuat keimanannya, tulus dalam beramal, berpegang teguh dengan al-Qur’an dan as-Sunnah dan Syari’at-Nya serta senantiasa aktif membimbing umat menuju kebahagiaan di dunia dan akhirat, mencurahkan segala kemampuan mereka untuk menyanggah golongan ahli bid’ah tersebut. Para ulama ahli tahqiq ini menjelaskan kepada orang-orang tentang hakikat golongan ahli bid’ah dan kesesatan mereka dalam mengeluarkan hukum. Penjelasan mereka itu dimuat dalam beberapa kitab yang mereka tulis, seperti kitab Syifa’us Siqam oleh Imam Taqiyyuddin as-Subky, Syawahidul Haq oleh Imam an-Nabhani, ad-Duror as-Saniyyah oleh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, Ghautsul ‘Ibad oleh Syaikh Abu Yusuf al-Hamami, Furqonul al-Qur’an oleh Syaikh Salman al-Qudlo’iy, Shulhul Ikhwan oleh Syaikh Dawud al-Afandi, Baro’atul As’ariyyin min Aqoidil Mukhollifin oleh Abu Hamid bin Marzuqi, as-Showa-iq al-Ilahiyyah oleh Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahhab, Nafasur Rahman oleh Syaikh Isma’il bin Mahdi al-Ghirbani dan al-Jauhar al-Munaddzam oleh Imam Ibnu Hajar dan masih banyak lagi.

Larangan Mengkafirkan Orang Islam
Soal:
Bolehkah mengkafirkan orang Islam yang tidak mengikuti faham-faham yang sudah jelas kufur seperti menafikan Tuhan, menafikan syari'at, membenarkan adanya Nabi setelah Nabi Muhammad SAW, menuduh Siti Aisyah melakukan perselingkuhan, mengatakan bahwa al-Quran terjadi pengurangan dan perubahan, mengatakan bahwa al-Quran adalah kitab paling porno sedunia?
Jawab:
Tidak boleh, sesungguhnya mengkafirkan orang Islam yang tidak berfaham seperti diatas, yang telah mengucapkan kalimat “Laa ilaaha illallah” merupakan perkara berat. Tidak ada yang berani melakukannya kecuali orang yang memang di sesatkan oleh Allah SWT yang buruk prasangkaannya dan mengikuti dorongan hawa nafsunya.
Soal:
Apa dalilnya?
Jawab:
Di dalam hadits yang shohih ada di sebutkan :
Sesungguhnya Nabi SAW telah bersabda: “Apabila seseorang mengkafirkan saudara sesamanya, maka pengkafiran itu pasti menimpa kepada salah satunya. Jika yang di kafirkan itu memang kafir, maka ia kafir. Jika yang di kafirkan tidak kafir, maka kekafiran itu kembali menimpa kepada orang yang mengkafirkan.“ (H.R. Imam Muslim)
Imam Abu Bakar Al-Baqilani mengatakan, “Memasukan seribu orang kafir ke dalam Islam karena ada kemiripan Islam dalam satu hal saja itu lebih kecil resikonya daripada mengkafirkan seorang muslim karena ada seribu kekafiran.”
Ini hanya mengkafirkan seorang muslim, lalu bagaimana halnya orang yang berani mengkafirkan mayoritas orang Islam dan menghukuminya syirik hanya karena mereka melakukan tawassul dan mengambil berkah peninggalan orang-orang baik sementara keimanan mereka telah jelas nyata dan hati mereka tetap meng-Esakan Allah, Tuhan seluruh alam.
Dalam menolak orang-orang yang biasa mengkafirkan orang-orang islam hanya dengan alasan hanya seperti itu dan orang-orang yang mengikuti madzhab yang berpendirian seperti itu yang didalamnya sarat dengan faham-faham yang keliru, cukup kiranya membaca kembali sabda Rasulullah SAW
“Sesungguhnya syetan benar-benar putus asa dalam usahanya agar disembah oleh orang-orang yang menjalankan sholat di semenanjung arab, tetapi syetan mengambil cara adu domba di antara mereka.” (H.R. Imam Muslim dan At-Turmudzi).
Di dalam hadits tersebut Rasulullah SAW dengan tegas menjelaskan, bahwa orang-orang dari umat ini yang meng-amalkan sholat tidak menyembah pada selain Allah SWT selamanya dan tidak berbuat syirik atau menyekutukan tuhan lain dengan Allah.
Dalam sebuah riwayat lain ketika Nabi SAW melakukan ibadah haji wada’ bersabda :
”Sesungguhnya syetan telah putus asa dalam usahanya agar dapat disembah dibumi kalian semua ini sesudah hari ini untuk selama-lamanya. Tetapi syetan merasa puas dengan usahanya selain itu, berupa kerendahan perbuatan (amal) kamu semua, maka berhati-hatilah terhadap urusan agama kamu semua.”
Demikian itulah peringatan Rasulullah SAW yang pasti benar, karena beliau tidak berkata menurut hawa nafsunya. Apa yang beliau ucapkan semata-mata wahyu dari Allah SWT.

Hakekat Ibadah
Soal:
Apakah pengertian ibadah itu?
Jawab:
Ulama ahli tahqiq menjelaskan, bahwa ibadah menurut agama ialah suatu aktifitas yang di lakukan dengan sepenuh kerendahan hati (ketundukan) disertai I’tikad (keyakinan) ketuhanan dzat yang ditunduki, atau salah satu dari ciri-ciri ketuhanan, seperti kemampuan mendatangkan manfaat atau madlorot dengan sendiri-Nya. Jika tidak disertai dengan I’tikad (keyakinan) seperti itu, maka aktifitas tersebut sama sekali bukan ibadah, sekalipun berupa perbuatan sujud, apalagi selain sujud. Allah swt. telah menunjukan tentang hal ini dengan memerintahkan para Malaikat agar mereka bersujud kepada Nabi Adam, dan mereka sujud kepadanya. Dikisahkan juga, bahwa Nabi Allah bernama Ya’qub, istri dan anak-anaknya sujud kepada Nabi Yusuf.
Allah berfirman :
“Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada Yusuf. (Q.S. Yusuf:100).
Al-Hafidz Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya men-jelaskan, tekah bersujud kepada Yusuf kedua orang tuanya dan saudara-saudaranya, mereka ini berjumlah sebelas orang. Perbuatan sujud kepada selain Allah ini dalam syari’at mereka masih di bolehkan, yaitu dalam syari’at Nabi Adam as. Sampai Nabi Isa as. Namun dalam agama Islam syari’at Nabi Muhammad SAW ini di haramkan. Sujud hanya boleh dilakukan ke hadlirat Allah SWT.
Di dalam hadits di sebutkan:
“Sesungguhnya Muadz pergi ke Syam dan menjumpai orang-orang disana sujud kepada para uskup. Ketika kembali dari Syam, ia sujud kepada Raslullah SAW, kemudian beliau bersabda : “ Apa ini, hai Muadz ?” Ia menjawab, “Sesungguhnya saya melihat orang-orang di Syam sujud kepada para uskup mereka, dan engkau lebih berhak untuk di sujudi. Rasulullah SAW bersabda, “Andaikata saya boleh memerintahkan seseorang bersujud kepada orang lain, tentu saya memerintahkan wanita bersujud kepada suaminya.” (H.R. Imam At-Turmudzi).
Maksudnya adalah, sujud kepada selain Allah dibolehkan hanya dalam Syari’at mereka. Tetapi dalam syari’at Nabi Muhammad SAW tidak dibolehkan.
Apabila sujud kepada selain Allah merupakan ibadah mutlak, maka pastilah sujud seperti yang telah di terangkan di atas tidak dibolehkan dalam syari’at nabi siapapun, karena hal itu merupakan kekufuran. Dan tidak ada perbedaan tentang kekufuran dalam semua syare’at, dan Allah tidak pernah perintah berbuat kekufuran sepanjang masa. Dia berfirman:
“Dia tidak meridloi kekafiran bagi hamba-Nya.” (Q.S. Az-Zumar: 7)
Dengan demikian, maka dapat dimengerti, bahwa sujud dan bentuk-bentuk merendahkan diri (ketundukan) menurut syara’ bukanlah bentuk ibadah, kecuali disertai dengan keyakinan ketuhanan atau unsur ketuhanan dzat yang direndahi/ ditunduki. Seperti sujud orang-orang musyrik di hadapan patung-patung mereka dan permohonan mereka patung-patung tersebut, karena mereka ini meyakini ke-tuhanan patung-patung itu dan kemampuannya memberi manfaat dan madlorot. Mereka ini kafir karena keyakininnya itu. Orang-orang musrik ini menganggap, bahwa Allah adalah tuhan paling besar dan patung-patung yang mereka sembah memiliki sifat ketuhanan yang mereka miliki, maka mereka (patung-patung sesembahan orang musrik) pasti memiliki kemampuan melaksanakan kehendak Allah, dan pertolongan mereka (patung) dapat diterima, tidak dapat di tolak dan tidak bergantuing pada idzin Allah. Hal itu adalah batil dan Allah menolak apa yang mereka (orang-orang musyrik) percaya, seperti ditunjukan dalam ayat :
“Atau siapakah dia yang menjadi tentara bagimu yang akan menolongmu selain daripada Allah yang maha pemurah?” (Q.S. Al-Mulk: 20)
“Atau adakah mereka mempunyai tuhan-tuhan yang dapat memelihara mereka dari (adzab) Kami. Tuhan-itu tidak sanggup menolong diri mereka sendiri?” (Q.S. Al-Anbiya’: 43)
Adapun tindakan orang muslim mencari wasilah (perantara) kepada Allah, permohonan syafa’at dengan Rasulullah SAW dalam berdoa kepada-Nya, ssemuanya dengan memohon pertolongan kepada-Nya. Nadzarnya dan pe-nyembelihan binatang yang ia lakukan dengan maksud bersedekah yang pahalanya diniatkan untuk salah seorang nabi atau wali, dan tindakannya menyentuh atau me-ngelilingi kuburnya semuanya sama sekali bukanlah termasuk ibadah kepada selain Allah, karena tidak ada seorangpun kaum muslimin yang meyakini ketuhanan selain Allah atau mempercayai kemampuan selain Allah dalam memberi manfaat, madloirot atau pengaruh apapun.
Soal:
Mengapa sebagian orang berani mengkafirkan orang Islam?
Jawab:
Ketahuilah, sesungguhnya kekeliruan golongan orang yang berani mengkafirkan orang Islam adalah karena mereka berpendapat :”Setiap ibadah kepada selain Allah adalah syirik.”Ucapan (kaidah) inio sekalipun benar dan dimengerti oleh kalangan orang awam dan khusus (terpelajar), namun mereka (orang yang berani mengkafirkan orang Islam) tetap sesat dan menyesatkan, karena atas dasar (kaidah) ini mereka membuat beberapa perkara yang merusak dan tuduhan-tuduhan palsu, seperti anggapan mereka, bahwa setiap pemanggilan terhadap orang yang telah mati atau melaksanakan nadzar menyembelih binatang untuk shodaqoh yang pahalanya dihadiahkan kepada seseorang nabu atau wali, thawaf dan menyentuh sebuah kuburan adalah ibadah kepada selain Allah dan pelakunya adalah kafir dan musyrik. Ini adalah suatu kebodohan dan kekeliruan yang nyata dan berlawanan dengan pemahaman golongan yang haq dan madzhab yang benar. Hal ini disebabkan mereka, golongan yang gampang mengkafirkan orang itu tidak mengerti arti ibadah dan hakekatnya menurut syara’, sebagaimana yang telah diterangkan diatas, yaitu melakukan suatu tindakan dengan kerendahan diri (ketundukan) yang penuh disertai dengan keyakinan ketuhanan dzat yang direndahi diri (ditunduki) atau salah satu ciri ketuhanan padanya, seperti kemampuan memberi manfaat atau madlorot.

Pengukuhan Syafa-at
Soal:
Apakah syafaat yang diyakini ahli tauhid itu?
Jawab:
Syafaat yang dipercaya oleh ahli tauhid ialah doa orang yang memberi syafaat kepada orang yang diberi syafaat dan dikabulkan oleh Allah dengan anugrah-Nya kepada orang yang dikehendaki-Nya.
Soal:
Apakah syafa’at itu dibolehkan, dan apa dalilnya?
Jawab:
Ya, syafa’at itu dibolehkan. Dalilnya adalah firman Allah SWT. dalam al-Qur’an:
“Dan mereka tiada memberi syafa’at melainkan kepada orang yang diridloi Allah.” (QS. al-Anbiya’: 28).
“Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafaat mereka sedikitpun tidak berguna, kecuali sesudah Allah mengijinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai (Nya).” (QS. an-Najm: 26).

Soal:
Apakah syafa’at yang dilarang oleh al-Qur’an?
Jawab:
Syafa’at yang diingkari dan dilarang oleh al-Qur’an ialah syafa’at yang mengandung kemusyrikan yang dipercaya oleh orang-orang musyrik, yaitu syafa’at yang terlepas dari izin Allah dan ridlo-Nya. Orang-orang musyrik itu ber-pendapat, bahwa syafa’at patung tuhan mereka itu pasti, tidak dapat dielakkan dan terlepas dari izin Allah swt. Adapun syafa’at dengan izin dan ridlo Allah dari hamba-hamba-Nya yang sholeh kepada orang-orang ahli tauhid yang maksiat, maka tidak dilarang, bahkan mempercayainya bagian dari ajaran agama, sebab termasuk do’a, dan Allah swt. mengabulkan do’a orang-orang yang beriman serta berbuat amal-amal baik dan Dia selalu menambah anugerah-Nya kepada mereka.

Mengambil Berkah dengan Jejak Orang-Orang Baik
Soal:
Bolehkan mengambil berkah dari jejak orang-orang Sholeh?
Jawab:
Boleh.
Soal:
Apa dalilnya?
Jawab:
Banyak sekali dalilnya. Sebagian besar diantaranya adalah perbuatan pengambilan berkah oleh para sahabat dan permohonan syafa’at mereka dengan jejak-jejak Nabi SAW pada waktu beliau masih hidup maupun sesudah meninggal, yang banyak disebutkan dalam hadits dan atsar. Diantaranya adalah:
Dari Sahal bin Sa’ad r.a. tentang kain yang ia minta dari Nabi SAW ia dicemooh oleh para sahabat, karena kain itu sedang dipakai oleh Rasulullah SAW, Sahal berkata: “Aku meminta kain itu kepada beliau hanya untuk kafanku nanti. Dalam suatu riwayat lain disebutkan; “Saya berharap berkah lain Rasulullah SAW ketika dipakainya, barangkali saya nanti dikafani dengannya.” (HR. Bukhori & Muslim).
“Sesungguhnya Asma’ binti Abu Bakar as-Shiddiq dalam sebuah hadits berkata: “Ini adalah jubah Rasulullah SAW”. Kemudian ia mengeluarkan sebuah jubah kebesaran kisra, kemudian berkata: “Jubah ini dulu ada pada Aisyah, dan ketika ia wafat, maka aku rawat jubah tersebut.” Kami membasuhnya dan mengambil air bekas basuhan untuk orang-orang yang sakit, kami memohon kesembuhan melalui jubah itu.” (HR. Imam Muslim).
Dari Abdullah bin Mauhib, ia berkata; ”Ibuku mengutusku menghadap Ummu Salamah r.a. dengan membawa secawan air. Kemudian Ummu Salamah membawa sejenis botol perak yang berisi beberapa rambut Nabi SAW biasanya jika ada orang terkena ain atau sesuatu, maka dibawa kepadanya, lalu Ummu Salamah mencelupkannya ke dalam air, dan orang tersebut meminumnya. Aku melihat botol perak itu dan aku melihat ada beberapa rambut merah.”
Dari Ummu Sulaim, sesungguhnya ia membuka kotak kecil miliknya, lalu ia menyeka keringat Rasulullah, kemudian memerasnya ke dalam botol-botol. Rasulullah SAW bersabda, "Untuk apa hai Ummu Sulaim?", ia menjawab, "Ya Rasulullah, kami menginginkan barokahnya untuk anak-anak kecil kami." Beliau bersabda, "Benar kamu." (HR. Imam Muslim).
Dari Anas r.a. ia berkata: "Saya melihat Rasulullan SAW dan tukang cukur sedang mencukur beliau, sedangka para sahabat beliau mengelilinginya. Mereka tidakmempunyai maksud kecuali agar rambut beliau tidak jatuh melainkan ke tangan salah seorang dari mereka. (HR. Imam Muslim).
Para sahabat Nabi SAW selalu menyimpan rambut beliau untuk diambil berkahnya dan untuk obat penyembuhan.
Dijelaskan, bahwa Khalid bin al-Walid RA menyelipkan beberapa helai rambut Rasulullah SAW pada topinya. Kemudian topi itu jatuh dalam sebuah peperangan yang amat dahsyat. Ia berusaha keras mencari topinya di tengah-tengah hiruk pikuk pertempuran, sehingga sebagian sahabat memprotes sikap Khalid yang bersikeras masuk ke barisan lawan karena telah banyak tentara yang sudah gugur.
Khalid berkata, "Biarkan, saya menerobos barisan lawan yang banyak itu bukan karena topi semata, tetapi karena ada rambut Rasulullah SAW yang terselip dalam topi itu supaya saya tidak kehilangan barokahnya dan supaya tidak jatuh ke tangan orang-orang musyrik."
Dari Abu Juhaifah ia berkata; "Saya melihat Nabi SAW sedang berada di suatu tempat dan saa melihat Bilal mengambilkan air wudlu Nabi SAW sedangkan orang-orang berebut tumpahan air wudlu itu. Diantaranya ada yang mendapatkannya lalu mengusap-usapkan pada badannya, dan yang tidak mendapatkannya maka ia mengambil dari bekas temannya untuk diambil berkah dan obat penyembuhan.
Dari Ja'far bin Muhammad ia berkata: "Ada air mengumpul di kening Nabi SAW saat mereka memandikan beliau sesudah beliau wafat, dan Ali RA menghirupnya, yakni ia menghirup air itu karena mengambil barokah Rasulullah SAW ".(HR. Imam Muslim).
“Diriwayatkan, sesungguhnya Mu'awiyyah menyimpan rambut dan potongan kuku Nabi SAW, ketika menjelang meninggal ia berwasiat atar rambut dan potongan kuku tersebut diletakkan diatas kedua matanya dan dibawah mulutnya.” Riwayat ini disebutkan oleh Imam an-Nawawi dalam kitab Tahdzibul Asma'.
Soal:
Apa hikmah mengambil berkah jejak-jejak orang-orang sholeh?
Jawab:
Sebagian ulama ahli ma'rifat menerangkan, bahwa sesungguhnya hikmah mengambil berkah dengan jejak-jejak orang sholeh, tempat-tempat dan apa saja yang berhubung-an mereka adalah karena tempat-tempat mereka ber-hubungan dengan pakaian-pakaian mereka, dan pakaian-pakaian mereka meliputi jasad-jasad mereka, dan jasad-jasad mereka meliputi hati mereka dan hati mereka senantiasa dalam hadlirat Allah Tuhan mereka. Apabila Allah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya pada hati mereka, maka berkahnya menjalar kepada apa saja yang berhubung-an dengannya dan yang berdekatan dengannya. Seperti firman Allah SWT.
"Maka aku ambil segenggam dari jejak Rasul." (QS. Thaha;96).
Soal:
Apakah mengambil berkah dengan jejak-jejak orang sholeh merupakan hakekat tawassul itu sendiri?
Jawab:
Ya, mengambil berkah dengan jejak-jejak orang baik adalah hakekat tawassul itu sendiri, dan ini boleh dan disyari'atkan, karena arti tawassul adalah membuat wasilah (perantara) menuju Allah SWT oleh seorang hamba dalam memohon apa yang diinginkannya, karena telah ditetapkan bahwa wasilah itu memiliki keutamaan disisi Allah.
Soal:
Mengapa mengambil berkah itu dibolehkan dan disyari'at-kan?
Jawab:
Mengambil berkah dibeolehkan dan disyari'atkan, sebab perbuatan ini (tabarruk) adalah berasal dari para sahabat Nabi SAW. Boleh jadi perbuatan seperti ini main-main, tidak berarti dan tanpa tujuan. Namun mustahil mereka melakukan perbuatan yang hampa, dan mustahil pula Rasulullah SAW mendiamkan mereka melakukan perbuatan yang sia-sia. Dengan demikian, jelaslah bahwa mereka mempunyai tujuan yang benar, yaitu mencari berkah, syafa'at dan rahmat dari Allah swt. dengan kelebihan jejak-jejak yang mulia dalam pandangan Allah.

Tawassul
Soal:
Apa Arti Tawassul dengan Walinya Allah SWT?
Jawab:
Tawassul dengan walinya Allah swt. artinya menjadikan para kekasih Allah itu sebagai perantara menjuju Allah swt dalam mencapai hajat, karena kedudukan dan kehormatan di sisi Allah swt yang mereka miliki, disertai keyakinan bahwa mereka adalah ahmba dan makhluk Allah swt yang dijadikan oleh-Nya sebagai lambang kebaikan, barokah dan kunci pembuka rahmat. Pada hakekatnya, orang yang bertawassul itu tidak meminta hajatnya terkabulkan kecuali kepada Allah swt. dan tetap berkeyakinan bahwa Allah-lah Yang Maha Memberi dan Maha Menolak, bukan lain-Nya. Ia menuju kepada Allah swt dengan orang-orang yang dicintai Allah swt karena mereka lebih dekat kepada-Nya, dan Dia menerima do'a mereka dan syafa'atnya karena kecintaan-Nya kepada mereka dan karena cinta mereka kepada-Nya. Allah swt itu mencintai orang-orang yang baik dan orang-orang yang bertaqwa.
Dalam hadits Qudsi disebutkan:
"Hamba-Ku tidak henti-hentinya mendekatkan diri kepada Ku dengan ibadah-ibadah sunnah, sehingga Aku mencintainya. Apabila Aku mencintainya, maka Aku pendengarannya yang ia mendengar dengannya, dan penglihatannya yang ia melihat dengannya, tangannya yang ia memukul dengannya dan kakinya yang ia berjalan dengannya. Apabila ia memohon kepada-Ku, maka Aku memberinya, dan jika meminta perlindungan, maka Aku berikan perlindungan.
Soal:
Apa hukum tawassul dengan orang-orang yang dikasihi oleh Allah?
Jawab:
Tawassul dengan orang-orang yang dicintai Allah, seperti nabi-nabi dan orang-orang yang sholeh itu boleh, berdasarkan ijma' ulama kaum muslimin. Bahkan ia merupakan cara orang-orang mu'min yang diridloi. Tawassul itu telah dikenal sejak zaman dahulu dan sekarang.
Soal:
Bagaimana halnya dengan orang yang beraggapan bahwa tawassul adalah syirik dan kufur dan pelakunya musyrik dan kafir?
Jawab:
Tidak dapat diteladani orang yang nyleneh dan terpisah dari jama'ah yang beranggapan bahwa tawassul adalah perbuatan syirik atau haram, lalu menghukumi musyrik orang-orang yang bertawassul. Ini jelas tidak benar dan batil, sebab anggapan seperti ini akan menimbulkan penilaian bahwa sebagian besar umat Islam telah membuat kesepaktan (ijma') atas perkara yang haram atau kemusyrikan. Hal yang demikian adalah mustahil, karena umat Muhammad ini telah mendapat jaminan tidak mungkin membuat kesepakatan atas perbuatan sesat, berdasarkan hadits-hadits Rasulullah SAW, seperti hadits:
"Saya memohon kepada Tuhanku Allah untuk tidak menghimpunkan umatku atas perkara sesat, dan Dia mengabulkan permohonan itu." (HR. Ahmad dan at-Thobrani).
"Allah tidak menghimpunkan umatku bersepakat atas perkara sesat selama-lamanya." (HR. Imam al-Hakim).
"Apa yang diyakini baik oleh orang-orang Islam maka menurut Allah juga baik."
Soal:
Apakah ada dalil al-Qur'an tentang tawassul?
Jawab:
Ya, ada. Adapun ayat al-Qur'an yang menunjukkan diboleh-kan tawassul adalah ayat (artinya):
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya." (QS. Al-Maaidah: 35).
Ini adalah perintah dari Allah agar kita mencari wasilah (perantara), yaitu sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah sebagai sebab untuk mendekat kepada-Nya dan sampai pada terpenuhinya hajat dari-Nya.
Soal:
Apakah tawassul itu terbatas pada amal perbuatan saja, tidak pada benda (Dzat)?
Jawab:
Tidak, kerena ayat al-Qur'an tersebut bersifat umum ('amm) meliputi amal-amal perbuatan baik dan orang-orang sholeh , yakni dzat-dzat yang mulia, seperti Nabi SAW dan wali-wali Allah yang bertaqwa.
Adapun orang-orang yang berpendapat boleh bertawassul dengan amal perbuatan saja, sedangkan tawassul dengan dzat-dzat tidak boleh, dan ia membatasi maksud ayat pada pengertian pertama (tawassul dengan amal perbuatan), maka pendapat ini tidak berdasar, sebab ayat tersebut adalah mutlak. Bahkan membawa ayat tersebut kepada pengertian kedua (tawassul dengan dzat)itu lebih mendekati, sebab Allah dalam ayat itu memerintahkan taqwa dan mencari wasilah, sedangkan arti taqwa adalah mengerjakan perintah dan menjauhi larangan.apabila kata" ibtighoul wasilah" (mencari wasilah) kita artikan dengan amal-amal sholeh,berarti perintah dalam mencari wasilah hanyalah sekedar pengulangan dan pengukuhan. Tetapi jika lafadl "al wasilah" ditafsirkan dzat-dzat yang mulia, maka ia berarti yang asal, dan makna inilah yang lebih di utamakan atau didahulukan. Di samping itu, apabila tawassul itu boleh dengan amal-amal perbuatan baik, padahal amal-amal perbuatan merupakan sifat yang diciptakan, maka dzat-dzat yang diridloi oleh Allah lebih berhak dibolehkan, mengingat ketinggian tingkat ketaatan, keyakinan dan ma'rifat dzat-dzat itu kepada Allah swt. Allah swt berfirman:
"Sesungguhnya Jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.(QS.an-Nisa': 64).
Ayat ini dengan jelas menerangkan dijadikannya Rasulullah SAW sebagai wasilah kepada Allah SWT. Firman Allah "jaa-uuka" (mereka datang kepadamu) dan "wastaghfaro lahumu ar-rasulu" (dan Rasul memohonkan ampunan untuk mereka). Andaikata tidak demikian, maka apa manfaat kalimat "jaa-uuka"?
Soal:
Apakah tawassul itu dibolehkan secara umum, baik dengan orang-orang yang hidup dan orang-orang yang telah mati?
Jawab:
Ya, dibolehkan secara umum, karena ayat tersebut juga umum ('amm), ketika beliau masih hidup di dunia dan sesudah beliau wafat.
Telah dipastikan, bahwa para nabi dan para wali itu hidup dalam kubur mereka, dan arwah mereka di sisi Allah swt. Barangsiapa tawassul dengan mereka dan menghadap kepada mereka, maka mereka menghadap kepada Allah dalam rangka tercapainya permintaannya.
Dengan demikian, maka yang diminta adalah Allah. Dia-lah yang Berbuat dan yang Mencipta, bukan lain-Nya. Sesungguhnya kami golongan Ahli as-Sunnah wa al-Jama'ah tidak meyakini adanya kekuasaan, penciptaan, manfaat dan madlorot kecuali milik Allah Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi-Nya. Para nabi dan para wali tidak memiliki kekuasaan apapun. Mereka hanya diambil berkah dan dimintai bantuan orang yang dicintai Allah, karena mereka-lah Allah memberi rahmat kepada-hamba-Nya. Dalam hal ini, tidak ada perbedaan antara mereka yang masih hidup atau mereka yang sudah meninggal dunia. Yang Kuasa berbuat, dalam dua kodisi tersebut hakekatnya adalah Allah, bukan mereka yang hidup atau yang mati.
Adapun orang-orang yang membedakan antara tawassul dengan orang-orang yang masih hidup dan orang-orang yang telah meninggal, sepertinya mereka itu berkeyakinan bahwa orang-orang yang masih hidup memiliki kemampuan memberi pengaruh kepada orang lain sedangkan orang-orang yang telah meninggal tidak. Keyakinan seperti ini batil, sebab Allah-lah Pencipta segala sesuatu.
Soal:
Apa dalil tawassul dengan orang-orang yang telah meninggal itu dibolehkan?
Jawab:
Dalilnya adalah firman Allah SWT:
"Sesungguhnya Jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.(QS.an-Nisa': 64).
Ayat di atas adalah umum ('amm) mencakup pengertian ketika beliau masih hidup dan ketika sesudah wafat dan berpindahnya ke alam barzah.
Imam Ibnu al-Qayyim dalam kitab Zadul Ma'ad menyebutkan:
Dari Abu Sa'id al-Khudriy ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Seseorang tidak keluar dari rumahnya hendak sholat dan membaca do'a:
اللهم إنّي أسألُكَ بِحقّ السآئليْنَ عليكَ وبِحقِّ ممْشَايَ هذَا إليكَ فإنّي لَم أخْرُجْ بَطَرًا وَلاَ أشَرًا ولا رِيَاءًا ولا سُمْعَةً، وإنّمَا خرَجْتُ اتِّقاء سخَطِكَ وابتِغَاءَ مرضَاتِكَ وأسألُكَ أن تُنْقِذَنِي مِنَ النَّار وأن تَغفِرَ لِي ذُنُوبِي فإنّه لاَ يغْفِرُ الذّنُوبَ إلاّ أنتَ.
"Kecuali Allah menugaskan 70.000 malaikat agar memohonkan ampunan untuk orang tersebut, dan Allah menatap orang-orang itu hingga selesai sholat." (HR. Ibnu Majah).
Imam al-Baihaqi, Ibnu as-Sunni dan al-Hafidz Abu Nu'aim meriwayatkan bahwa doa Rasulullah ketika hendak keluar untuk menunaikan sholat adalah:
بَطَرًا وَلاَ أشَرًا ولا رِيَاءًا ولا سُمْعَةً، وإنّمَا خرَجْتُ اتِّقاء سخَطِكَ وابتِغَاءَ مرضَاتِكَ وأسألُكَ أن تُنْقِذَنِي مِنَ النَّار وأن تَغفِرَ لِي ذُنُوبِي فإنّه لاَ يغْفِرُ الذّنُوبَ إلاّ أنتَ.
Para ulama berkata, "Ini adalah tawassul yang jelas dengan semua hamba beriman yang hidup atau yang sudah mati. Rasulullah mengajarkan do'a ini kepada sahabat dan memerintahkannya membaca do'a ini. Dan semua orang salaf dan sekarang selalu berdo'a dengan do'a ini ketika hendak pergi sholat."
Abu Nu'aim dalam kitab al-Ma'rifah, at-Thobrani dan Ibnu Majah mentakhrij hadits:
Dari Anas bin Malik RA ia berkata, "Ketika Fatimah binti Asad, ibunda Ali bin Abi Thalib RA meninggal dunia, maka sesungguhnya Nabi SAW berbaring di atas kuburannya dan bersabda: "Allah adalah Dzat yang Menghidupkan dan Mematikan, Dia adalah Maha Hidup, tidak mati. Ampunilah ibuku Fatimah binti Asad, ajarilah hujjah (jawaban) pertanyaan kubur dan lapangkan-lah kuburannya dengan hak Nabi-Mu dan nabi-nabi serta para rasul sebelumku, sesungguhnya Engkau Maha Penyayang."
Maka hendaklah diperhatikan sabda beliau yang berbunyi:
بحقّ الأنبياء من قبلي
"Dengan hak para nabi sebelumku".
Soal:
Jika tawassul dengan orang-orang yang telah mati itu boleh, mengapa Khalifah Umar bin Khattab tawassul dengan al-Abbas, tidak dengan Nabi SAW?
Jawab:
Para ulama telah menjelaskan hal ini juga, mereka berkata, "Adapun tawassul Umar bin Khattab dengan al-Abbas RA bukanlah dalil larangan tawassul dengan orang yang telah meninggal dunia, tawassul Umar bin Khattab RA dengan al-Abbas tidak dengan Nabi SAW itu untuk menjelaskan kepada orang bahwa tawassul dengan selain Nabi itu boleh, tidak berdosa. Tentang mengapa dengan al-Abbas bukan dengan sahabat-sahabat lain, adalah untuk memperlihatkan kemuliaan ahli bait Rasulullah SAW."
Soal:
Apa dalilnya?
Jawab:
Dalilnya adalah perbuatan para sahabat. Mereka selalu dan terbiasa bertawassul dengan Rasulullah SAW setelah beliau wafat. Seperti yang diriwayatkan Imam al-Baihaqi dan Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang shohih:
"Sesungguhnya orang-orang pada masa khilafah Umar bin Khattab SAW tertimpa paceklik karena kekurangan hujan. Kemudian Bilal bin al-Harits SAW datang ke kuburan Rasulullah SAW dan berkata, "Ya Rasulullah, mintakanlah hujan untuk umatmu karena mereka telah binasa." Kemudian ketika Bilal tidur didatangi oleh Rasulullah SAW dan berkata: "Datanglah kepada Umar dan sampai-kan salamku kepadanya dan beritahukan kepaa mereka, bahwa mereka akan dituruni hujan. Bilal lalu datang kepada khalifah Umar dan menyampaikan berita tersebut. Umar mengangis dan orang-orang dituruni hujan."
Soal:
Di mana letak penggunaan dalil hadits tersebut?
Jawab:
Letak penggunaan dalil dari hadits tersebut adalah perbuat-an Bilal bin al-Harits, seorang sahabat Nabi SAW yang tidak diprotes oleh khalifah Umar maupun sahabat Nabi lainnya. Imam ad-Darimi juga mentakhrij sebuah hadits:
"Sesungguhnya penduduk Madinah mengalami paceklik yang amat parah, karena langka hujan. Mereka mengadu kepada Aisyah r.a. dan ia berkata: "Lihatlah kamu semua ke kuburan Nabi SAW, lalu buatlah lubang terbuka yang mengarah ke langit, sehingga antara kuburan beliau dan langit tidak ada atap yang mengahalanginya. Mereka melaksanakan perintah Aisyah, kemudian mereka dituruni huan yang sangat deras, hingga rumput-rumput tumbuh dan unta-unta menjadi gemuk."
Ringkasnya, tawassul itu dibolehkan, baik dengan amal perbuatan yang baik maupun dengan hamba-hamba Allah yang sholeh, baik yang masih hidup atau yang sudah meninggal dunia. Bahkan tawassul itu telah berlaku sebelum Nabi Muhammad diciptakan.
Soal:
Apa dalil bahwa tawassul terjadi sebelum Nabi Agung Muhammad SAW diciptakan?
Jawab:
Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan dari Umar bin Khattab RA :
"Ketika Nabi Adam terpeleset melakukan kesalahan, maka berkata, "Hai Tuhanku, aku memohohn kepada-Mu dengan haq Muhammad, Engkau pasti mengampuni kesalahanku. Allah berfirman: "Bagaimana kamu mengetahui Muhammad, padahal belum Aku ciptakan?", Nabi Adam berkata: "Hai Tuhanku, karena Engkau ketika menciptakanku dengan tangan kekuasaan-Mu dan meniupkan kepadaku ruh dari-Mu, aku mengangkat kepalaku kemudian aku melihat ke atas tiang-tiang Arsy tertulis:
لا إله إلاّ الله مُحمّدٌ رسُولُ الله
"kemudian aku mengerti, sesungguhnya Engkau tidak menyandarkan ke nama-Mu keculai makhluk yang paling Engkau cintai." Kemudian Allah berfirman: "Benar engkau, hai Adam. Muhammad adalah makhluk yang paling Aku cintai. Apabila kamu memohon kepada-Ku dengan hak Muhammad, maka Aku mengampunimu, dan andaikata tidak karena Muhammad, maka Aku tidak menciptakanmu." (HR. al-Hakim, at-Thobrani dan al-Baihaqy).
Nabi Adam a.s adalah orang yang mula-mula tawassul dengan Nabi Muhammad SAW. Imam Malik telah memberi anjuran tawassul kepada Khalifah al-Manshur yaitu ketika ia ditanya oleh Khalifah yang sedang berada di Masjid Nabawy: "Saya sebaiknya menghadap kiblat dan berdo'a atau menghadap Nabi SAW?" Imam Malik berkata kepada Khalifah, "Mengapa engakau memalingkan wajahmu dari beliau, padahal beliau adalah wasilahmu dan wasilah bapakku Nabi Adam a.s kepada Allah swt. Menghadaplah kepada beliau dan mohonlah pertolongan dengannya, Allah akan memberinya pertolongan dalam apa yang engkau minta."
Allah berfirman:
"Sesungguhnya Jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang." (QS. An-Nisa': 64).
Keterangan ini disebutkan oleh al-Qadli 'Iyadl dalam kitab as-Syifa'.
Soal:
Bagaimana cara tawassul?
Jawab:
Para ulama telah menerangkan bahwa tawassul dengan dzat-dzat yang mulia, seperti Nabi SAW para nabi dan hamba-hamba Allah yang sholeh itu ada tiga macam cara, yaitu:
1. Memohon (berdo'a) kepada Allah swt dengan meminta bantuan mereka. Contoh:
"Ya Allah, saya memohon kepada-Mu melalui Nabi-Mu Muhammad atau dengan hak beliau atas kamu atau saya manghadap kepada-Mu dengan Nabi SAW untuk….."
2. Meminta kepada orang yang dijadikan wasilah agar ia memohon kepada Allah untukna agar terpenuhi hajat-hajatnya, seperti:
"Ya Rasulullah, mohonkanlah kepada Allah swt agar Dia menurunkan hujan kepada kami atau……"
3. Meminta sesuatu yang dibutuhkan kepada orang yang dijadikan wasilah, dan menyakininya hanya sebagai sebab Allah memenuhi permintaannya karena pertolongan orang yang dijadikan wasilah dan karena do'anya pula. Cara ketiga ini sebenarnya sama dengan cara kedua.
Tiga macam cara tawassul ini semuanya berdasarkan nash-nash yang shohih dan dalil-dalil yang jelas.
Soal:
Apa dalil tawassul dengan cara yang pertama?
Jawab:
Dalil tawassul dengan cara yang pertama adalah hadits Nabi SAW antara lain:
Dari Utsman bin Hunaif RA sesungguhnya seorang laki-laki tuna netra datang kepada Nabi SAW dan berkata: "Ya Rasulullah, berdo'alah kepada Allah agar menyembuhkan saya." Beliau bersabda: "Jika engkau mau, berdo'alah. Dan jika engkau mau, bersabarlah (dengan kebutaan) karena hal itu (sabar) lebih baik untuk kamu." Laki-laki itu berkata: "Berdo'alah kepada Allah untuk saya, karena mataku benar-benar memberatkan (merepotkan) ku." Kemudia Nabi SAW memerintahkan si laki-laki itu agar berwudlu, sholat dua raka'at lalu berdo'a dengan do'a seperti dalam hadits, yang arti do'a itu adalah: "Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dan menghadap kepada-Mu melalui Nabi Muhammad, Nabi pembawa rahmat. Ya Muhammad, sesungguhnya aku melalui kamu menghadap kepada Tuhanku dalamurusan hajatku ini, agar hajat itu dikabulkan kepadaku. Ya Allah, tolonglah beliau dalam urusanku." Si laki-laki itu melakukan apa yang diperintahkan Rasulullah SAW kemudian pulang dalam keadaan dapat melihat."
Renungkanlah, bagaimana Nabi SAW tidak berdo'a sendiri untuk kesembuhan mata si tuna netra, tetapi beliau mengajarkan kepadanya cara berdo'a dan menghadap kepada Allah melalui kedudukan diri beliau dan memohon kepada Allah dengan meminta bantuan dengan beliau. Dalam hal ini, ada dalil yang jelas tentang kesunnahan tawassul dan meminta bantuan dengan dzat Nabi Muhammad SAW. Ajaran tawassul dalam do'a yang disebutkan pada hadits tersebut tidak khusus untuk si laki-laki tuna netra itu saja, tetapi umum untuk umatnya seluruhnya, baik semasa beliau masih hidup atau sesudah wafat. Para sahabat, tabi'in dan orang-orang sesudah mereka dahulu sampai sekarang senantiasa menggunakan do'a ajaran Rasulullah SAW tersebut agar dikabulkan hajatnya oleh Allah swt.
Imam at-Thabroni dan al-Baihaqi meriwayatkan, "Sesungguhnya rawi hadits tersebut, yaitu Utsman bin Hunaif mengajarkan do'a tersebut kepada orang lain yang pernah mempunyai hajat kepada Khalifah Utsman bin Affan sesudah Rasulullah SAW wafat." Pemahaman rawi dalam memahami hadits itu dapat dijadikan hujjah sebagaimana diuraikan dalam ilmu ushul.
Soal:
Apa dalil tawassul dengan cara kedua?
Jawab:
Dalilnya banyak, diantaranya:
Dari Anas RA ia berkata: Ketika Nabi SAW berkhutbah pada hari jum'at, tiba-tiba ada seorang laki-laki masuk dari pintu masjid dan langsung menghadap kepada Nabi SAW seraya berteriak: "Hai Rasulullah, harta benda telah binasa dan jalan-jalan terputus, maka berdo'alah kepada Allah supaya memberi hujan kepada kami. Rasulullah SAW lalu mengangkat tangan dan berdo'a: "Ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami (tiga kali)." Anas berkata: 'Demi Allah, kami melihat awan di langit dan kami hari ini dituruni hujan begitu juga hari berikutnya hingga jum'at berikutnya.' Kemudian si laki-laki itu atau orang lainnya datang dan berkata: "Ya Rasulullah, rumah-rumah ambruk dan jalan-jalan terputus." Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya dan berdo'a: "Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan di atas kami." Kemudian awan terbelah dan kami keluar berjalan di bawah sinar matahari.
Di dalam hadits yang shohih ini ada petunjuk atau dalil bahwa setiap orang disamping boleh berdo'a (memohon) kepada Allah secara langsung, boleh juga menggunakan perantara orang-orang yang dicintai Allah yang dijadikan oleh-Nya sebagai sebab terpenuhinya hajat hamba-hamba-Nya. Disamping itu, karena manusia ketika melihat dirinya masih berlumur dosa yang membuatnya jauh dari Allah yang tentu saja merasa layak ditolak permohonannya. Sebab itu, ia menghadap kepada Allah melalui orang-orang yang dicintai-Nya. Ia memohon kepada Allah dengan kedudukan dan kemuliaan para kekasih-Nya, agar Allah mengabulkan hajatnya karena hamba-hamba-Nya yang dicintai-Nya yang mereka itu tidak tahu apa-apa kecuali taat kepada-Nya.
Soal:
Apa dalil tawassul dengan cara ketiga?
Jawab:
Dalilnya banyak, antara lain:
Dari Rabi'ah bin Malik al-Aslami RA ia berkata: Nabi SAW bersabda kepadaku: "Mintalah apa saja yang kamu inginkan." Saya berkata: "Saya memohon kepada-Mu dapat bersamamu di surga." Beliau bersabda: "Selain itu?", saya berkata: "Hanya itu." Kemudian beliau bersabda: "Bantulah saya untuk memenuhi keinginanmu dengan memperbanyak sujud." (HR. Imam Muslim).
"Sesungguhnya Qatadah bin Nu'man pada waktu perang Uhud matanya terkena panah sampai keluar ke pipinya, lalu datang kepada Nabi SAW dan berkata: "Mataku, Ya Rasulullah." Beliau memberinya pilihan antara sabar dengan sakit pada matanya itu dan beliau berdo'a untuk kesembuhannya. Qatadah memilih agar Rasulullah menyembuhkannya melalui do'a. kemudian beliau mengembalikan mata Qatadah ke tampatnya semula dengan tangan beliau yang mulia sehingga kembali normal seperti semula."

Permohonan Pertolongan
Soal:
Apa arti Istiqhotsh itu?
Jawab:
Istighotsah ialah permintaan tolong dan bantuan oleh seseorang kepada orang yang bisa membantu memenuhi hajat atau menolak bahaya dalam situasi yang kritis atau lainnya.
Soal:
Bolehkah meminta bantuan kepada selain Allah?
Jawab:
Meminta bantuan dan pertolongan kepada selain Allah itu boleh dengan keyakinan bahwa makhluk yang dimintai pertolongan itu sebatas sebagai sebab dan perantara saja. Pertolongan sekalipun pada hakekatnya hanya dari Allah, namun tidak menafikan bahwa Allah menjadikan beberapa sebab dan perantara untuk pertolongan-Nya itu yang telah disiapkan.
Dalilnya adalah hadits Nabi SAW:
"Allah selalu memberi pertolongan hamba selagi si hamba itu selalu dalam memberi pertolongan saudaranya." (HR. Imam Muslim).
"Dan hendaknya engkau menolong orang-orang yang meminta tolong dan menunjukkan orang sesat." (HR. Imam Abu Dawud)
Beliau dalam hadits di atas menisbatkan dan menyandarkan pemberian pertolongan kepada hamba dan menganjurkan hamba-hamba Allah saling memberi pertolongan. Orang yang meminta pertolongan kepada selain Allah itu tidak meminta kepadanya agar ia menciptakan atau membuat sesuatu, tapi hanya bermaksud agar orang yang dimintai tolong itu mendo'akan kepada Allah untuknya (yang meminta) dalam membebaskan dirinya dari kesulitan atau lainnya.
Soal:
Apa dalil disyari'atkannya Istighotsah?
Jawab:
Dalilnya adalah hadits-hadits Nabi SAW antara lain:
"Sesungguhnya Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya di hari kiamat nanti matahari berada sangat dekat dengan manusia, sehingga keringat membanjir setinggi telinga. Ketika manusia dalam keadaan seperti itu, maka mereka meminta pertolongan Nabi Adam, kemudian Nabi Musa, lalu kepada Nabi Muhammad SAW." (HR. Imam al-Bukhari).
Hadits di atas adalah dalil yang paling tegas disyari'at-kannya istighotsah (meminta pertolongan) kepada selain Allah.
Dalam hadits lain yang diriwayatkan Imam at-Thobrani disebutkan:
"Sesungguhnya Nabi SAW bersabda, "Apabila salah seorang di antara kamu tersesat di jalan atau apabila salah seorang di antara kamu hendak meminta tolong sedangkan ia berada di tempat yang tiada shahabat atau orang yang baik hati, maka ucapkanlah, 'Hai hamba-hamba Allah, tolonglah aku.' Dalam sebuah riwayat lain diceritakan dengan redaksi, 'Tolonglah aku.' Sesungguhnya Allah itu mempunyai hamba-hamba yang tidak kalian lihat"
Hadits ini dengan jelas menunjukkan dibolehkannya memanggil-manggil untuk memohon bantuan kepada orang-orang yang tidak terlihat yang hidup maupun yang mati.
Imam as-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan dalam kitab Khulashotul Kalam menegaskan, "Madzhab Ahli as-Sunnah wa al-Jama'ah membolehkan tawassul dan istighotsah (meminta bantuan) dengan orang-orang yang hidup dan orang-orang yang telah tiada, karena kita tidak meyakini adanya pengaruh manfaat atau madlorot kecuali milik Allah. Hanya Dia yang memilikinya dan tiada sekutu bagi-Nya. Para nabi tidak memiliki kemampuan membuat apapun, mereka hanya diambil berkahnya dan dimintai bantuan karena kedudukannya sebagai orang-orang yang dicintai Allah swt. Adapun orang-orang yang membedakan antara orang-orang hidup dan mati, mereka itu berarti mempunyai kepercayaan bahwa yang mempunyai kemampuan membuat sesuatu hanyalah orang-orang yang hidup, sedang yang mati tidak. Dan kita golongan Ahli as-Sunnah wa al-Jama'ah berkeyakinan bahwa hanya Allah Pencipta segala sesuatu."
"Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu." (QS. Az-Zumar: 62).
"Dan Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu." (QS. As-Shaffat: 96).
Soal:
Apa makna hadits, "Apabila kamu meminta, maka mintalah kepada Allah, dan jika minta pertolongan, maka mintalah pertolongan Allah"?
Jawab:
Hadits tersebut menjelaskan bahwa terkabulnya hajat dan pertolongan secara hakiki adalah dari Allah swt dan perlu diingat, bahwa dalam hukum Allah yang telah berlaku, bahwa Dia dalam memberi pertolongan kepada hamba-Nya adakalanya dengan perantaraan atau sebab, dan adakalanya tanpa sebab. Oleh sebab itu, meminta kepada selain Allah dan memohon bantuan kepadanya, dalam arti menjadikan-nya sebab turunnya pertolongan Allah itu boleh dengan syarat disertai keyakinan bahwa pada hakekatnya yang memberi adalah Allah, bukan lain-Nya. Dengan demikian, maka tidak benar menggunakan hadits tersebut sebagai dalil larangan istighotsah kepada selain Allah. Sebab apabila kita membawa hadits tersebut kepada makna bahwa istighotsah tidak boleh kecuali kepada Allah, maka kita menentang al-Qur'an dan hadits-hadits Nabi SAW padahal Allah dan Rasul-Nya (Syar'i) telah menyandarkan pemberian pertolongan kepada selain-Nya juga dan menganjurkan hamba-hamba-Nya agar memberi pertolongan kepada sesamanya. Allah swt berfirman:
"Dan tolong menolonglah kemu dalam (mengerjakan) kebaijikan dan taqwa." (QS. Al-Maidah: 2).
Baca kembali hadits-hadits yang telah disebutkan pada bahasan-bahasan sebelumnya.
Soal:
Apa hukum bersuara keras meminta tolong kepada selain Allah?
Jawab:
Bersuara keras meminta bantuan pertolongan selain Allah, baik masih hidup atau sesudah meninggal dengan maksud supaya ia menghadap Allah dalam urusannya itu boleh menurut kesepakatan ulama dan imam-imam ahli ijtihad. Tak seorang pun dari mereka yang berpendapat makruh, apalagi syirik atau haram.
Soal:
Apakah bersuara keras meminta tolong (nida') itu termasuk penyembahan?
Jawab:
Para ulama berpendapat bahwa bersuara keras meminta pertolongan itu bukan penyembahan, kecuali disertai keyakinan bahwa yang dipanggil mampu dengan sendirinya membuat manfaat, madlorot atau dapat melaksanakan keinginan disamping Allah. Hal ini adalah syirik, karena kepercayaannya terhadap suatu sifat ketuhanan pada selain Allah. Adapun jika tidak disertai kepercayaan seperti itu, maka jelas bukan ibadah. Apabila ada orang bersuara keras memanggil atasannya atar menolongnya menghadapi orang dzalim atau agar membantunya membebaskan diri dari kesulitan sedangkan ia tidak meyakini bahwa atasannya itu tidak mempunyai kemampuan mendatangkan manfaat atau menolak bahaya, namun dalam kebiasaannya ia sepertinya telah dijadikan oleh Allah sebagai sebab menyelesaikan perkara yang dikehendaki-Nya, maka hal ini tidak berarti ibadah (penyembahan) kepadanya. Apabila bersuara keras meminta pertolongan itu merupakan penyembahan, maka pasti memanggil dengan keras orang hidup dan mati itu dilarang, karena keduanya sama dalam hal tidak berdayanya membuat pengaruh tanpa kekuasaan Allah. Dan tak seoran pun orang Islam yang melarangnya.
Imam Ibnu al-Qayyim meriwayatkan dalam kitab al-Kalim at-Thoyyib, bahwa sesungguhnya para sahabat dalam melawan orang-orang yang murtad dalam perang Yamamah syi'ar atau slogam mereka adalah Wa Muhammadaah (Ya Muhammad), padahal beliau telah wafat, tepatnya pada masa Khalifah Abu Bakar as-Shiddiq RA Ada juga riwayat yang kuat yang disebutkan oleh Imam Ibnu al-Qayyim dalam kitab tersebut, bahwa Ibnu Abbas dan Ibnu Umar Radliyaalahu 'anhuma berkata:
"Apabila kami salah seorang diantara kamu terserang penyakit mati rasa, maka panggilah Ya Muhammad."
Al-Qadli 'Iyadl dalam kitab as-Syifa' menuturkan:
Sesungguhnya Abdullah bin Umar RA kakinya terkena penyakit mati rasa, kemudian ia diomongi: "sebutlah orang yang paling kamu cintai, maka akan pulih." Ia terus berteriak denan mengucapakan, 'Oh Muhammad.'

Kehidupan Para Nabi Alaihimus Salam
Soal:
Apakah nabi-nabi itu hidup di dalam kuburnya?
Jawab:
Nabi-nabi dan juga orang-orang yang mati syahid itu hidup di dalam kubur-kubur mereka dengan kehidupan alam barzah, mereka mengetahui situasi dan kondisi alam ini menurut kehendak Allah swt. Al-Qur'an menjelaskan tentang hidup orang-orang yang mati syahid di alam barzah. Allah berfirman:
"Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu ) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya." (QS. Al-Baqarah: 154).
Tidak diragukan lagi bahwa hidup para nabi alaihimus salam dan semua pewarisnya dari kalangan sahabat dan auliya' itu lebih sempurna daripada hidup para syuhada' karena derajat para nabi dan pewarisnya lebih tinggi daripada para syuhada' berdasarkan firman Allah swt:
"Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya." (QS. An-Nisa': 69).
Soal:
Apakah ada Hadits-Hadits yang tegas menerangkan kehidupan para Nabi alaihimus salam di kubur?
Jawab:
Ya, ada hadits-hadits yang shohih yang menerangkan hidup para nabi dalam kubur, dan bumi tidak memakan jasad mereka, seperti hadits:
"Sesungguhnya Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya hari yang paling mulia adalah hari Jum'at, sebab bacaan sholawatmu itu disuguhkan kepada saya." Para sahabat bertanya, "Bagaimana mungkin sholawat kami disuguhkan kepada Anda, padahal Anda telah hancur?", beliau bersabda: "Sesungguhnya Allah mengharamkan bumi memakan jasad para nabi." (HR. Ahmad, Abu Dawud, Turmudzi).
Ada juga hadits yang menjelaskan bahwa mereka melakukan sholat dan amal-amal kebaikan seperti yang dilakukan pada waktu hidup mereka.
Para nabi itu hidup di dalam kubur mereka dalam dalam sholat. (HR. Imam al-Baihaqi).
Para ulama mengatakan bahwa hadits-hadits yang menerangkan sholat para nabi di kubur dan semisalnya tersebut sama sekali tidak bertentangan dengan keterangan bahwa akhirat bukanlah tempat menjalankan kewajiban dan amal. Amal perbuatan kebaikan yang mereka lakukan di alam kubur jelas bukan kearena menjalani kewajiban, tetapi untuk kesenangan (taladzuddz), juga tidak bertentangan dengan hadits Nabi SAW:
"Tak seorangpun yang mengucapkan salam kepada saya, kecuali Allah mengembalikan ruh kepada saya sampai saya menjawab salam itu."
Arti mengembalikan ruh adalah mengembalikan ruh dan suatu aspek yang membuat Rasulullah SAW merasakan atau mengetahui umatnya mengucapkan salam kepada beliau. Ini berarti mengungkapkan sebagian dari keseluruhan.
عن عائشة رضي الله عنها كنت أدخل بيتي الذي فيه رسول الله وأبي وإني واضعة ثوبي وأقول إنما هو زوجي وأبي فلما دفن عمر معهم فوالله ما دخلت إلا وأنا مشدودة على ثيابي حياء من عمر . رواه أحمد
"Dari A'isyah RA berkata: dulu saya biasa masuk ke rumahku yang ada Rasulullah dan ayahku dengan menyingsingkan pakaian karena mereka adalah suamiku dan ayahku. Tetapi ketika Umar dimakamkan bersama mereka, maka demi Allah, jika saya masuk, saya masti berpakaian rapat karena malu kepada Umar." (HR. Imam Ahmad)
Hadits ini menunjukkan bahwa Ummul Mukminin Aisyah RA, sesungguhnya Umar RA melihatnya. Oleh sebab itu, ia menjaga diri dengan menutup seluruh auratnya jika hendak masuk ke rumah tempat makam Rosul SAW sesudah Umar RA dimakamkan di situ.
Soal:
Apakah kita didunia ini mendapat manfaat dari orang yyang telah meninggal dunia atau tidak?
Jawab:
Ya, orang yang telah meninggal dunia itu bermanfaat juga bagi orang yang hidup. Ada hadits yang menjelaskan bahwa orang yang telah meninggal mendo'akan kepada orang –orang yang hidup dan memjohonkan pertolongan untuk mereka.
Imam Abdullah bin Alawi al-Haddad berkata: "Sesungguhnya orang-orang yang telah meninggal dunia itu lebih banyak berguna bagi orang yang masih hidup daripada orang-orang yang masih hidup kepada orang yang meninggal. Karena orang –orang yang masih hidup sibuk dengan urusan rizki, sedangkan orang-orang yang meninggal telah bebas dari urusan itu dan mereka lakukan hanya berurusan dengan amal-amal yang mereka lakukan semasa hidup, seperti mala'ikat."
S: apa dalil kemanfaatan yang didapat orang hidup dari orang mati?
J: dalilnya adalah hadits Nabi SAW sebagai berikut:
عن أنس رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إن أعمالكم تعرض على أقابركم وعشائركم, فإن كان خيرا استبشر وإن كان غير ذلك قالوا اللهم لاتمتني حتى تهديني كما هديتنا. رواه أحمد
"Dari Anas RA ia berkata Rasululloh SAW bersabda:" Sesungguhnya amal perbuatan kalian semua disodorkan kepadamu (yang telah meninggal). Jika baik, maka mereka bergembira. Dan jika tidak baik, maka mereka berkata: Ya Allah janganlah Kau matikan mereka kecuali setelah Engkau beri hidayah seperti Engkau memberi hidayah pada kami." (HR. Imam Ahmad)

عن ابن مسعود عن النبي صلى الله عليه وسلم حياتي خير لكم تحدثون ويحدث لكم ووفاتي خير لكم تعرض علي أعمالكم فما رأيت من خير حمدت الله وما رأيت من شر استغفرت لكم. رواه البزار
"Dari Ibnu Mas'ud dari Nabi SAW: hidupku itu baik untuk kamu semua, karena kamu semua dapat berbicara demikian aku. Dan kematianku itu juga baik untuk kamu semua karena perbuata kamu disuguhkan kepadaku. Jika aku lihat baik maka aku memuji Allah dan jika aku lihat jelek maka aku mohonkan ampun untuk kamu semua.". (HR. al- Bazzar)
Para ulama mengatakan bahwa tidak ada manfaat yang lebih baik dari pada istighfar Nabi SAW ketika beliau disuguhi amal orang yang berdosa dari umatnya ini.
Sebagian ulama ahli tahqiq mengatakan bahwa salah satu dalil yang paling besar atas manfaat orang yang mati kepada orang yang hidup adalah peristiwa yang dijalani oleh Nabi Muhammad SAW pada malam isro', saat difardlukan sholat lima puluh kali sholat. Kemudian Nabi Musa AS menyarankan beliau agar kembali kepada Allah memohon keringanan, sebagaimana disebutkan dalam hadits shohih. Padahal nabi Musa AS pda waktu itu telah meninggal dan umat Nabi Muhammad SAW sampai hari kiamat mendapat barokah dari Nabi Musa, karena mereka mendapat keringanan sholat lima puluh waktu hingga hanya lima kali, sebab Nabi Musa itu. Hal yang demikian itu jelas manfa'at yang luar biasa besar.
Perlu diketahui juga, bahwa keterangan di atas tidak berlawanan dengan hadits Rasulullah SAW:
إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث ...............الحديث
"Manusia jika telah meninggal dunia, maka amalnya terputus kecuali tiga perkara…………"
Sebab yang dimaksud hadits ini ialah amal perbuatan yang untuk dirinya, yakni amal yang diwajibkan yang dapat meninggalkan pahala (amal taklif) itulah yang putus sebab mati. Adapun amal perbuatannya orang lain, seperti do'anya atau istighfarnya untuk orang-orang yang hidup , maka dalam hadits tersebut tidak ada hal yang menunjukkan terputusnya amal, bahkan hadits yang ada menetapkan berlangsungnya setelah meninggal, seperti yang telah disebutkan.

Ziarah ke Kuburan
Soal:
Apa hukum ziarah ke kuburan?
Jawab:
Ziarah ke kuburan untuk orang laki-laki sunnah hukumnya. Sebelumnya, yaitu pada pemulaan Islam ziarah ke kubur memang dilarang. Lalu hukum larangan itu di nasakh dengan sabda Nabi SAW dan perbuatannya. Ada beberapa hadits berkaitan dengan ziarah ke kuburan, antara lain:
كنت نهيتكم عن زيارة القبور فزوروها. رواه مسلم
"Dulu saya telah melarang kamu semua ziarah ke kuburan maka (sekarang) berziarahlah ke kuburan." (HR. Imam Muslim)
كنت نهيتكم عن زيارة القبور فزوروها فإنها ترق القلب وتدمع العين وتذكر الآخرة. رواه البيهقي
"Dulu saya telah melarang kamu semua ziarah ke kuburan maka (sekarang) berziarahlah ke kuburan sebab ziarah kubur itu dapat melunakkan hati, mencucurkan air mata dan mengingatkan akhirat."(HR. Imam Baihaqi)
عن عائشة رضي الله عنها أنه صلى الله عليه وسلم كان يخرج إلى البقيع فيقول: السلام عليكم دار قوم مؤمنين وإنا إن شاء الله بكم لاحقون اللهم اغفر لأهل بقيع الغرقد.
"Dari A'isyah RA sesungguhnya Nabi SAW biasa keluar menuju Baqi' (pekuburan Baqi') dan mengucapkan:
السلام عليكم دار قوم مؤمنين وإنا إن شاء الله بكم لاحقون اللهم اغفر لأهل بقيع الغرقد
Para ulama menjelaskan bahwa ziarah ke kuburan itu termasuk hal yang biasa dilakukan oleh Nabi SAW dan pada shahabat beliau juga melakukannya. Semasa baliau belum wafat, Nabi SAW juga mengajarkan kepada para sahabatnya tata cara berziarah kubur. Umat Islam bersepakat atas kesunnahan ziarah kubur, untuk mengingat dan mengambil pelajaran. Sampai saat ini ziarah kubur itu tetap berlaku di berbagai daerah, kota, dan pedesaan.

Soal:
Apa hukum ziarah kubur bagi kaum wanita?
Jawab:
Ulama menerangkan, bahwa ziarah ke kubur bagi kaum wanita itu makruh karena dikhawatirkan jiwanya selalu sedih, mengingat kaum wanita gampang susah dan jarang yang bisa menahan sabar terhadap musibah, terkecuali ziarah ke kuburan para wali, orang-orang sholeh dan ulama. Mereka tetap disuunnahkan untuk mendapat barokah. Sebagian ulama membolehkan ziarah kubur secara mutlak. Berdasarkan hadits Nabi SAW:
إنه صلى الله عليه وسلم رأى امرأة بمقبرة تبكي على قبر ابنه فقال لها: اتقي الله واصبري
"Sesungguhnya Nabi SAW melihat seorang wanita dipekuburan dengan menangis di atas kuburan anaknya, kemudian beliau bersabda kepadanya: takutlah kepada Allah dan bersabarlah." (HR. Al- Bukhori dan Muslim)
Dalam hadits di atas, Rosulullah SAW menyuruh wanita agar bersabar dan tidak mengingkari ziarah kubur.
إن النبي علم عائشة رضي الله عنها الدعاد عند زيارة القبور وقال لها قولي السلام عليكم أهل الديار من المؤمنين والمسلمين ويرحم الله المستقدمين منا والمستأخرين وإنا إن شاء الله بكم لاحقون. رواه مسلم
"Sesungguhnya Nabi SAW mengajarkan A'isyah RA do'a ketika berziarah ke kuburan. Beliau bersabda kepadanya, ucapkan:
السلام عليكم أهل الديار من المؤمنين والمسلمين ويرحم الله المستقدمين منا والمستأخرين وإنا إن شاء الله بكم لاحقون
Soal:
Bagaimana halnya dengan sabda Nabi SAW Allah melaknat wanita-wanita peziarah kubur?
Jawab:
Menurut ulama ahli tahqiq, hadits tersebut dita'wil, jika ziarah wanita-wanita ke kubur itu untuk meratapi dan menangisi orang yang meningggal, seperti yang berlaku di masyarakat jahiliyyah, maka ziarah ke kubur seperti itu jelas haram menurut ijma'. Apabila bersih dari hal-hal tersebut, maka tisak diharamkan dan tidak termasuk dalam ancaman hadits tersebut.
Soal:
Apa hukum melakukan perjalanan ziarah ke makam Rasulullah SAW, makam para nabi dan para wali?
Jawab:
Ziarah ke makam Rasulullah SAW merupakan salah satu perbuatan yang dapat mendekatkan diri pada Allah SWT. Demikian juga perjalanan menuju ke tempat beliau dan juga tempat para nabi, para wali dan syuhada' untuk mendapatkan barokah dari Allah dan mengambil I'tibar. Perjalanan seperti ini hukumnya mustahab dan banyak faedahnya. Yang terpenting adalah harus dapat menjaga adab (tata cara) menurut syari'at.
Soal:
Apa dalil kesunnahan perjalanan ziarah itu?
Jawab:
Dalilnya adalah firman Allah SWT:
                
"Sesungguhnya Jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang." (QS. AN-Nisa': 64)
Dalam hadits pun telah dijelaskan, bahwa Nabi SAW tetap hidup dalam kuburnya. Dengan demikian, berarti ziarah kepada beliau sesudah wafat seperti ziarah kepada beliau saat masih hidup. Dasarnya adalah hadits:
من حج فزار قبري بعد وفاتي فكأنما زارني في حياتي
"Barangsiapa menunaikan ibadh haji lalu berziarah ke kuburanku sesudah aku wafat, maka seperti berziarah kepadaku sewaktu aku dalam keadaan hidup." (HR. al-Baihaqi dan at- Thobaroni)
من حج ولم يزرني فقد جفاني
"Barangsiapa menunaika ibadah haji dan enggan berziarah kepadaku, ia benar-benar menjauhiku." (HR. ad-Daruquthni)
Soal:
Apa makna sabda Nabi SAW: (لاتشد الرحال إلا إلى ثلاثة مساجد) tidak boleh bepergian kecuali ke tiga masjid?
Jawab:
Para ulama dalam memahami hadits ini menjelaskan bahwa sabda Rasulullah SAW tersebut tidak berarti melarang bepergian secara mutlak kecuali ke tiga masjid (Masjidil Haram, masjid Nabawi dan Masjid al-Aqsha). Karena jika diartikan bepergian secara mutlak, maka tidak diperbolehkan bepergian ke Arafah, Mina, ziarah kepada orang tua, pergi mencari ilmu, jihad, dan berdagang. Dan tak seorang pun ulama melarang bepergian ke tempat-tempat tersebut dan bepergian untuk maksud-maksud tersebut. Kalimat hadits tersebut adalah kalimat khobariyyah, bukan kalimat insya'iyyah (perintah atau larangan).

Orang-Orang yang Telah Meninggal
Dapat Merasa dan Mendengar
Soal:
Apakah orang-orang yang telah meninggal itu dapat merasa dan mendengar? apa yang diperbuat dan dikatakan kepada mereka?
Jawab:
Ya, orang-orang yang meninggal itu dapat merasa dan dapat mendengar. Karena itu, Nabi SAW mensyare'atkan ziarah kubur dan mengucapkan salam kepada ahli kubur dengan ungkapan bentuk langsung (khithob) dan beliau sendiri sering menziarahi ahli Baqi' dengan mengucapkan:

السلام عليكم دارقوم مؤمنين وإنا إن شاء الله بكم لاحقون أنتم لنا فرط ونحن لكم تبع
"keselamatan dari Allah mudah-mudahan dilimpahkan kepada kamu semua penduduk kawasan orang-orang yang beriman sesungguhnya kami akan menyusul kamu semua jika Allah sudah menghendaki. Kamu semua mendahului kami dan kami akan menyusul kamu"
Andaikata orang-orang yang telah meninggal dunia itu tidak dapat merasa dan tidak dapat mendengar, maka mustahil Rasulullah SAW mengucapkan salam kepada orang-orang tidak bisa mendengar dan tidak dapat berpikir.
Soal:
Apa penjelasan tersebut di atas?
Jawab:
Dalilnya adalah riwayat Ibnu Abi al-Dunya, dalam kitab al-Kubur:
عن عائشة رضي الله عنها أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ما من رجل يزور قبر أخيه فيجلس عنده إلا استأنس به وردت عليه روحه حتى يقوم عنده.
"Dari a'isyah RA sesungguhnya Nabi SAW bersabda:tak ada seorang laki-laki yang kuburan saudaranya dan duduk di dekatnya, melainkan ia (yang di dalam kubur) merasa tentram dengannya dan ruhnya dikembalikan sampai si laki-laki itu pergi darinya."
Dalam Sunan Abi Dawud disebutkan:
عن النبي صلى الله عليه وسلم ما من رجل يمر بقبر أخيه كان يعرف بالدنيا فسلم عليه إلا ردت عليه روحه حتى يرد عليه السلام
"Dari Nabi SAW: "tak ada seorang lelaki yang melewati kuburan saudaranya yang dikkenalinya sewaktu hidup di dunia lalu mengucapkan salam kepadanya, melainkan ruh orang yang di dalam kubur itu dikembalikan sampai ia menjawab ucapan salam si lelaki itu."
Imam Ibnu Qoyyim dalam kitab Zad al-Ma'ad bab keistimewaan hari Jum'at menjelaskan, sesungguhnya ruh orang-orang yang mati itu mendekat ke kuburan mereka dan mendatanginya setiap hari Jum'at, sehingga mereka mengetahui orang-orang yang menziarahinya dan mengetahui orang yang melewati mereka dan orang yang mendatangi mereka di hari itu dengan lebih banyak dari pada mengetahui mereka semua pada hari selain Jum'at.
Soal:
Apa arti ayat وما أنت بمسمع من في القبور (dan kamu tidak sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar)?
Jawab:
Imam Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah dalam kitab ar-Ruh berkata: Sesungguhnya konteks kalimat ayat menunjukkan' bahwa yang dimaksud adalah sesungguhnya orang kafir yang mati hatinya, tidak lah kamu (Muhammad) dapat membuatnya mendengar hal yang dapat ia ambil manfaat mengikuti kebenaran. Maksud من في القبور (orang dalam kubur) adalah orang-orang kafir.
Engkau hai Muhammad, tidak dapat menjdikan orang-orang kafir itu mendengar, karena mereka itu orang-orang yang telah mati hatinya, sebagimana engkau tidak dapat membuat orang –orang dalam kubur mendengar hak (kitab Allah) yang mereka ambil manfaat nasehat-nasehatnya.
Dalam ayat ini, Allah tidak memberi maksud, bahwa orang-orang dalam kubur itu tidak mendengar sama sekali, kaerena Rasulullah SAW telah memberitakan, sesungguhnya mereka orang-orang di dalam kubur itu mendengar gesekan sandal-sandal orang-orang yang pulang setelah mengantarnya. Beliau juga memberitakan dbahwa orang-orang yang mati terbunuh dalam perang Badar mendengar sabda beliau dan pembicaraan Beliau sehingga beliau mensyare'atkan membaca salam kepada mereka, orang-orang yang telah meninggal dunia itu dengan bentuk langsung (khithob). Beliau juga telah memberitakan, bahwa oeang yang mengucapkan salam kepada sesamanya yang muslim yang telah meninggal, maka ia menjawab salam itu. Hadits –hadits seperti ini telah disebutkan pada bahasan terdahulu.
•          
"Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang yang mati mendengar dan (Tidak pula) menjadikan orang-orang yang tuli mendengar panggilan, apabila mereka Telah berpaling membelakang." (QS. An-Naml: 80)
Allah SWT mengingatkan bahwa orang-orang kafir itu seperti orang-orang mati yang tidak dapat mengambil nasehat atau peringatan.
Bacaan Al-Qur'an
Untuk Orang Yang Meninggal

Soal:
Bolehkah menghadiahkan pahala baca al-Qur’an dan dzikir kepada orang-orang yang telah meninggal?
Jawab:
Ya, boleh menghadiahkan pahala bacaan al-Qur’an dan dzikir kepada orang-orang yang telah meninggal dunia. Menurut pendapat yang shohih dan terpilih adalah pahala bacaan dan amal badaniyyah orang lain itu dapat sampai kepada orang-orang yang telah meninggal dunia, dan mereka dapat menerimanya mungkin berupa penghapusan dosa (ampunan), terangkat derajatnya, cahaya, kesenangan dan pahala pahala lain menurut anugerah Allah.
Soal:
Apa dalilnya?
Jawab:
Dalilnya adalah hadits Nabi SAW:
اقرؤوا يس على موتاكم
“Bacakanlah Yasin atas orang-orang mati kalian semua” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
يس قلب القرآن لا يقرؤها رجل يريد الله تعالى والدار الآخرة إلا غفر الله له واقرؤوها على موتاكم
“Yasin adalah jantung al-Qur’an, tidak membacanya seseorang yang mencari ridhlo Allah dan pahala akhirat melainkan Allah mengampuninya, dan bacakanklah Yasin atas orang-orang mati kalian semua." (HR. Imam Ahmad)
Ulama ahli tahqiq menjelaskan bahwa sesungguhnya hadits ini adalah ‘am (umum), meliputi bacaan untuk orang yang sedang sekarat dan bacaan untuk orang yang telah meninggal dunia, dan yang terakhir inilah yang jelas. Di dalam hadits, ada dalil sampainya bacaan kepada orang-orang yang telah meninggal dunia, dan mereka mendapatkan manfaat pahala bacaan tersebut menurut kesepakatan ulama. Yang diperdebatkan diantara mereka hanyalah dalam hal, jika si pembaca tidak berdo’a setelah membaca al-Qur’an yang intinya mohon kepada Allah agar pahala bacaan diberikan kepada orang yang dituju seperti do’a:
اللهم اجعل ثواب ما قرأناه إلى ...
“ Ya Allah, jadikanlah pahala apa yang kami baca untuk…”
Apabila orang yang membaca al-Qur’an atau lainnya berdo’a seperti itu, sebagaimana yang diamalkan oleh kaum muslimin usai membaca bacaan-bacaan, maka tidak ada khilaf di kalangan ulama tentang sampainya pahala bacaan kepada orang orang yang telah meninggal dunia, karena do’a. Allah SWT berfirman:
                    •  
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan Saudara-saudara kami yang Telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.”(QS. Al-Hasyr: 10)
Apabila orang yang membaca al-Qur’an untuk orang-orang yang telah meninggal itu tidak membaca do’a seperti tersebut usai membaca al-Qur’an, maka menurut pendapat (madzhab) Syafi’I tidak dapat sampai kepada orang mati yang diinginka. Tetapi ulama muta’akhkhirun madzhab Syafi’i berpendapat, bahwa pahala bacaan atau dzikir sekalipun tidak diiringi do’a tetap dapat sampi kepada orang yang dimaksud seperti tiga imam lainnya, yakni mdzhab Hanafi, Maliki dan Hambali.
وما رآه المسلمون حسنا فهو عند الله حسن
“ Apa yang dinilai oleh orang-orang Islam baik, maka baik pula menurut Allah."
Al-Imam Habib Abdullah Alawi Al-Haddad menjelaskan, hadiah yang paling besar barokahnya dan paling banyak manfaatnya untuk orang-orang yang meninggal dunia adalah bacaan al-Qur'an yang pahalanya yang diberikan kepada mereka. Hal ini telah diamalkan oleh kaum muslimin sejak berabad-abad di berbagai tempat, sepanjang zaman dan mayoritas ulama salaf dan kholaf berpendapat demikian.
Imam At-Thobaroni dan Al-Baihaqi dalam bab Syu'ab Al-Imam (cabang-cabang iman) meriwayatkan:
عن ابن عمر رضي الله عنه إذا مات أحدكم فلاتحسبو ه واسرعوا به إلى قبره فليقرأ عند رأسه بفاتحة البقرة وعند رجليه بخاتمة البقرة
"Dari Ibnu 'Umar RA, "apabila salah satu diantara kamu meninggal dunia, maka janganlah kamu menahannya terlalu lama, tapi percepatlah membawanya ke kuburan dan bacakanlah awal surat al-Baqorahpada kepala dan akhir surat al-Baqoroh pada arah kedua kakinya."(disebutkan Imam As-Suyuthi dalam kitab Jam'ul Jawami')
Imam Ibnu Qayyim dalam kitab Ar-Ruh menerangkan masalah membaca Al-Qur'an da atas kuburan yang menurutnya merupakan hal yang telah tetap, dengan dalil bahwa sekelompok para ulama salaf berwasiat agar dibacakanbacaan di kuburan mereka jika setelah meninggal. Mereka iut antara lain Ibnu Umar, ia berwasiat agar ia di kuburnya nanti dibacakan surat Al-Baqoroh. Di kalangan shahabat Anshor, jika ada yang meninggal, maka mereka berdatangan ke kuburnya dengan maksud membacakan al-Qur'an di dekat kuburnya.
Para ulama menjelaskan: sesungguhnya setiap orang itu boleh menghadiahkan pahala amalnya kepada orang lain, baik amal itu bereuupa sholat, bacaan atau selainnya. Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam ad-Daruquthni:
إن رجلا قال: يا رسول الله كان لي أبوان أبرهما في حال حياتهما فكيف لي ببرهما بعد موتهما؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إن من البر أن تصلي لهما مع صلاتك وتصوم لهم مع صيامك.
"Sesungguhnya seorang laki-laki berkata: "Ya Rasululloh, dulu saya mempunyai bapak dan ibu yang saya ini selalu bakti kepada mereka sewaktu mereka masih hidup. Bagaimanakah caranya saya selalu berbuat baik kepada mereka berdua setelah mereka meninggal dunia? Rasulullah SAW berkata:"sesungguhnya termasuk berbakti adalah hendaknya engkau sholat untuk mereka bersama sholatmu dan berpuasa untuk mereka puasa bersamamu."
عن عمر بن شعيب عن أبيه عن جده إن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ما على أحدكم إذا أراد أن يتصدق بصدقة تطوعا أن بجعلها لوالديه إذا كان مسلمين فيكون لوالديه أجرها وله مثل أجورهما من غير أن ينقص من أجورهما شيأ.
“Dari 'Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari datuknya, sesungguhnya nabi Muhammad SAW bersabda: Tidak ada apa atas salah seorang diantara kamu apabila bermaksud sedekah dengan sedekah sunnah untuk diberikan (pahalanya)kepada kedua orang tuanya. Apabila keduanya muslim, maka pahalanya sampai kepada mereka dan ia (yang bersedekah)mendapat pahala seperti pahala yang dihadiahkan kepada kedua orang tuanya itu." (diterangkan oleh Syaikh Muhammad bin Muhammad al-Munyahi al-Hanbali dalam kitabnya Tasliyatu Ahli al-Mashahib).
Abu al-Qosim al-Zanjani juga meriwayatkan:
عن أبي هريرة رضي الله عنه من دخل المقابر ثم قرأ فاتحة الكتاب وقل هو الله وألهاكم التكاثر ثم قال اللهم إني جعلت ثواب ما قرأت لأهل المقابر من المؤمنين والمؤمنات إلا كانوا شفعاء له إلى الله تعالى
“Dari Abu Hurairoh RA: "Barangsiapa masuk ke kuburan, kemudian membaca surt al-Fatihah, al-Ikhlash dan at-Takatsur, lalu berdo'a: "Ya Allah, sesungguhnya aku hadiahkan pahala apa yang aku baca kepada orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan penghuni kuburan ini."
Hadits-hadits seperti ini sekalipun dlo'if, namun menurut kalangan ulama ahli hadits boleh diamalkan. Hadits-hadits dlo'if itu boleh diamalkan dalam amalk-amal baik (fadlo'ilul a'mal).
Soal:
Apa arti firman Allah SWT : وأن ليس للإنسان إلا ما سعى dan hadits:إذا مات ابن آدم انقطع عمله "apabila manusia meninggal, maka amal manusia terputus"?
Jawab:
Imam Ibnu Al-Qoyyim dalam kitabnya ar-Ruh berkata: Sesungguhnya ayat Al-Qur'an tersebut tidak menafikan keberadaan orang manfaat yang diperoleh seseorang sebab usaha orang lain. Ayat tersebut menjelaskan, bahwa seseorang itu tidak memiliki selain usahanya sendirinya, ya milik orang yang beramal usaha itu sendiri. Ia boleh memberikan kepada orang lain, boleh memilikinya sendiri. Allah Swt. tidak berfirman: sesunguhnya seseorang tidak dapat mengambil manfaat kecuali dengan usahanya sendiri. Adapun mengenai hadits Nabi:
إذا مات ابن آدم انقطع عمله, maka semakin jelas, bahwa beliau bersabda: انقطع عمله (amal terputus), beliau tidak bersabda: انقطع انتفاعه (terputus dalam mengambil manfaat).
Beliau memberitakan tentang terputusnya amal orang yang telah meninggal. Adapun mengenai amal orang lain, maka pahala amal itu milik pelakunya. Apabila amal itu ia hadiahkan kepada orang lain, maka pahalanya sampai kepada orang lain yang dimaksud, bukan pahala amal orang yang meninggal itu, yang terputus adalah amal si mayat itu, dan yang sampai adalah amal orang lain yang masih hidup yang pahalanya diniatkan untuk orang yang telah meninggal. Harap dicermati.
Ulama ahli tafsir menerangkan dari Ibnu Abbas RA: sesungguhnya foirman Allah وأن ليس للإنسان إلا ما سعى artinya: dan sesungguhnya setiap orang tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakannya, dalam syari'at ini hukumnya telah mansukh dengan Firman Allah:
  •      
"Dan orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka." (QS. At-Thur: 21)
Allah memasukkan anak-anak cucu ke surga sebab kebaikan bapak-bapak mereka.
Ikrimah mengatakan bahwasannya setiap orang tidak memperoleh selain apa yang telah diusahakannya adalah untuk kaum nabi Musa AS. Adapun umat ini, umat nabi Muhammad SAW, maka mereka ini mendapatkan (pahala) dari amal perbuatannya sendiri dan dari perbuatan amal orang lain. Berdasarkan hadits:
عن ابن عباس رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم لقي ركبا بالروحاء فقال من القوم؟ قالوا المسلمون فقالوا ومن أنت؟ قال رسول الله فرفعت إليه امرأة صبيا فقالت إلهذا حج؟ قال نعم ولك أجر. رواه مسلم
“Dari Ibnu Abbas RA: sesungguhnya Rasulullah SAW bertemu satu rombongan di Rouha' lalu bertanya: sipa orang-orang itu? Mereka menjawab: orang-orang Islam. Mereka bertanya: siapakah kamu? Beliau menjawab: Rasulullah. Kemudian ada seorang wanita mengangkat anak kecil dan berkata: apakah anak ini berhaji? Beliau menjawab: Ya, dan untuk kamu ada pahala." (HR. Imam Muslim)
عن عائشة رضي الله عنها أن رجلا قال للنيي صلى الله عليه وسلم إن أمتي افتلتت نفسها وأراها لوتكلمت تصدقت فهل لها من أجر إن تصدقت عنها؟ قال نعم. رواه البخاري ومسلم
“Dari A'isyah RA sesungguhnya seorang laki-laki berkata kepada Nabi SAW: "sesungguhnya ibuku telah meninggal, dan saya yakin jika ia masih hidup pasti bersedekah atas namanya? Nabi SAW menjawab: Ya, tentu mendapat pahala." (HR. Bukhori dan Muslim)

Hukum Menyentuh dan
Memeluk Kuburan
Soal:
Apa hukum menyentuh dan memeluk kuburan?
Jawab:
Hukum menyentuh kuburan dan memeluknya menurut sebagian ulama menyatakan mubah dan ja'iz untuk mencari barokah. Tak ada seorang pun ulama yang melarangnya.
Soal:
Apa dalilnya?
Jawab:
Hal tersebut dibolehkan, karena tidak ada larangan dari syari' (yang membuat hukum), dalam hal ini Allah dan Rasul-Nya, dan tidak ada dalil yang melarangnya. Ada riwayat yang menjelaskan:
إن بلالا رضي الله عنه لما زار المصطفى صلى الله عليه وسلم جعل يبكي ويمزغ خديه على القبر الشريف.
"Sesungguhnya Bilal RA ketika ziarah kepada al-Mushthofa Muhammad SAW terus menangis dan menempelkan kedua pipinya ke kuburan yang mulia."
إن ابن عمر رضي الله عنه كان يضع يده اليمني عليه
"Sesungguhnya Ibnu Umar RA selalu meletakkan tangan kanannya ke kuburan Nabi SAW." (keterangan ini disebutkan oleh Al-Khothib Ibnu Jamlah)
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanad yang hasan:
عن المطلب بن عبد الله بن حنطب قال مروان بن الحكم فإذا رجل ملتزم القبر فأخذ برقبته ثم قال هل تدري ما تصنع؟ فأقبل عليه الرجل وقال نعم إني لم آت الحجر واللبن وإنما جئت رسول الله صلى الله عليه وسلم ثم قال المطلب ذلك الرجل هو أبو أيوب الأنصاري. رواه أحمد
“Dari al-Muththolib bin Abdillah bin Hanthob ia berkata: Marwan bin al-Hakam datang, tiba-tiba ada seorang laki-laki memeluk kuburan. Marwan bin al-Hakam memegang leher orang itu dan berkata: Apakah engkau mengerti, apa yang kamu perbuat? Si laki-laki itu menatap Marwan bin al-Hakam dan berkata: Ya, sesungguhnya saya tidak menziarahi batu dan bata, namun saya semata-mata mendatangi Rasulullah SAW. Al-Muththolib berkata: si laki-laki itu adalah Abu Ayyub al-Anshori. (keterangan dijelaskan oleh syaikh syamduri dalam kitab Khulashot al-Wafa)
Tidak satu pun imam umat Islam menghukumi haram memeluk kuburan dan mengusap-usapnya, apalagi menganggapnya perbuatan syirik dan kafir. Mereka berpendapat hanya sampai pada hukum karohah. Barangsiapa berkata berlawanan dengan ucapan imam-imam umat Islam tersebut dan menghukumi syirik orang-orang yang memeluk dan mengusap-usap kuburan, maka ia harus dapat mengungkapkan dalil.

Me-lepa Kuburan dan
Mendirikan Bangunan di Atasnya
Soal:
Apa hukum me-lepa kuburan dan mendirikan bangunan di atasnya?
Jawab:
Me-lepa kuburan itu makruh hukumnya menurut pendapat mayoritas ulama. Imam Abu Hanifah berkata: "me-lepa kuburan itu tidak dimakruhkan, dan dalam Agama tidak terdapat dalil keharamannya. Adapun hadits tentang larangan me-lepa, mendirikan bangunan dan duduk di atas kuburan menurut ittifaq ulama itu menunjukkan larangan yang bersifat karohah bukan tahrim.
Soal:
Apakah pe-lepaan kuburan yang dilakukan orang-orang di berbagai negara itu hanya untuk mainan?
Jawab:
Pe-lepaan kuburan yang dilakukan oleh orang-orang di berbagai negara, sama sekali bukan untuk mainan dan hiasan. Mereka tidak melakukan untuk itu. Tetapi untuk tujuan-tujuan yang baik dan untuk berbagai kemanfaatan, antara lain:
1. Tempat itu dapat diketahui sebagai kuburan, sehingga dapat dihidupkan melalui ziarah dan dapat terpelihara dari penghinaan.
2. Mencegah orang-orang menggalinya kembali sebelum jasad mayat hancur, sebab menggali kuburan sebelum jasad yang ada hancur hukumnya haram.
3. Dapat mengumpulkan sanak kerabatnya di sekitarnya, sebagaimana yang disunnahkan. Dalam hadits disebutkan:
إنه صلى الله عليه وسلم وضع على قبر عثمان بن مظعون صخرة وقال اعلم على قبر أخي لأدفن إليه من مات من أقاربي.
“Sesungguhnya Nabi SAW meletakkan batu besar di atas kuburan 'Utsman bin Madz'un dan bersabda: "saya memberi tanda di atas kuburan saudara saya, supaya saya dapat mengubur kerabat-kerabat saya yang meninggal dunia." (HR. Abu Dawud dan al-Baihaqi)
Adapun mendirikan bangunan di atas kuburan, maka hukumnya ditafshil; apabila kuburan itu tanah milik pribadi atau milik orang lain denngan tanpa izin, maka hukumnya makruh, tidak haram, baik bangunan itu berupa cungkup atau yang lain. Apabila kuburan itu berupa tanah wakaf yang diperuntukkan kuburan atau umum, maka hukum mendirikan bangunan di atas kuburan itu haram. Sebab keharamannya adalah menghindari kesulitan penguburan dan terjadinya penyempitan. Sebagian ulama ada yang mengecualikan orang-orang sholeh dan imam-imam kaum muslimin, maka boleh mendirikan bangunan di atas kuburan mereka, sekalipun berada di tanah umum.
Soal:
Apa arti hadits, “Allah melaknat orang-orang yahudi dan nasrani yang menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid-masjid”?
Jawab:
Para ulama menjelaskan, bahwa hadits:
لعن الله اليهود والنصارى اتخذوا قبور أنبيائهم مساجد.
“Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani yang menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid-masjid”
Menurut para ulama bahwa arti hadits ini adalah sujud pada kuburan-kuburan dan sholat di hadapannya dengan maksud mengagungkan seperti yang dilakukan orang-orang Yahudi dan Nasrani. Orang-orang Yahudi dan Nasrani itu biasa bersujud pada kuburan-kuburan para nabi mereka dan menjadikannya sebagai kiblat. Mereka juga sholat menghadap ke arahnya sebagai penghormatan kepadanya. Hal ini adalah jelas haram. Yang dilarang oleh nabi Muhammad SAW dalam hadits tersebut adalah menyamai perbuatan mereka berupa sujud dan sholat menghadap kuburan dengan maksud ta’dzim (penghormatan). Orang Islam tidak boleh melakukan ini sama sekali, dan perbuatan seperti itu tidak ada dalam Islam. Karena sesungguhnya orang Islam yang melakukan sholat hanya menyembah kepada Allah, tidak pernah menjadikan kuburan-kuburan sebagai masjid, tempat beribadah dan tidak pula mengagungkan seseorang seperti mengagungkan Allah SWT. Nabi Muhammad bersabda;
إن الشيطان قد أيس أن يعبده المصلون ولكن في التحريش بينهم.
“Sesungguhnya syetan telah putus asa dalam usahanya agar disembah oleh orang-orang yang sholat, tetapi tidak putus asa dalam menaburkan benih perselisihan di kalangan umat Islam yang melakukan sholat.” (HR. Muslim, Turmudzi, dan Ahmad)
Ini adalah berita gembira dari Nabi Muhammad SAW, bahwa Allah SWT memelihara orang-orang yang melakukan sholat dari menyembah selain Allah, seperti diberitakan Rasulullah SAW yang tidak berbicara dari dorongan hawa nafsu, melainkan semua sabda beliau adalah wahyu dari Allah, sebagaimana firman Allah:
          
"Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya."
"Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)." (QS. An-Najm: 3-4)
Adapun orang yang membuat surau di dekat orang sholeh dengan tujuan agar mendapat berkah, bukan untuk mengagungkan, atau sholat yang kebetulan di depannya ada kuburan namun ia tidak bermaksud menghadap ke arahnya, maka ia tidak termasuk orang yang dilaknat Allah seperti dalam hadits di atas. Allah berfirman dalam mengkisahkan Ash-habul Kahfi:
       • 
"Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata: "Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di atasnya". (QS. Al-Kahfi: 21)
Para ahli tafsir menjelaskan bahwa sesungguhnya orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka adalah orang-orang mukmin. Allah SWT memberitakan tentang orang-orang mukmin membangun masjid di atas penghuni gua. Ini adalah dalil boleh membuat masjid di dekat kuburan orang-orang sholeh.
Selain itu, kaum muslimin telah sepakat memperluas Masjid Nabawi, sehingga Rasulullah SAW dan dua shahabatnya berad di tengah-tengah masjid, dan orang-orang yang sholat di masjid ini tentu ada yang menghadap ke arah kuburan itu dengan sepengetahuan para ulama dan fuqoha’, dan belum pernah ada satupun ulama maupun fuqoha’ yang melarangnya atau mengeluarkan fatwa haram.
Mentalqin Mayyit
Soal:
Apa hukum talqin (pengajaran) kepada mayyit?
Jawab:
Di kalangan ulama ahli ijtihad, tidak ada perbedaan pendapat mengenai talqin (mengajarkan kalimat لا إله إلا الله) kepada orang yang sedang sekarat, berdasarkan hadits:
لقنوا موتاكم بلا إله إلا الله
“Hendaklah kamu semua mengajarkan kepada orang-orang meninggal kalian dengan kalimat Laa Ilaaha Illallaah (tidak ada tuhan selain Allah). “
Adapun mengajari (talqin) orang yang baru dikuburkan, maka menurut ulama madzhab Syafi’I, mayoritas ulama madzhab Hanbali dan sebagian ulama madzhab Hanafi dan Maliki hukumnya sunnah, berdasarkan riwayat at-Thabrani:
عن أبي أمامة رضي الله عنه إذا مات أحد من إخوانكم فسويتم التراب فليقم أحدكم على رأس قبره، ثم ليقل: يا فلان بن فلانة، فإنه يسمعه ولا يجيب، ثم يقول: يا فلان بن فلانة، فإنه يستوي قاعدا، ثم يقول: يا فلان بن فلانة، فإنه يقول: أرشدنا رحمك الله، ولكن لا تشعرون، فليقل: اذكر ما خرجت عليه من الدنيا شهادة أن لا إله إلا الله، وأن محمدا عبده ورسوله، وأنك رضيت بالله ربا، وبالإسلام دينا، وبمحمد نبيا، وبالقرآن إماما، فإن منكرا ونكيرا يأخذ واحد منهما بيد صاحبه، ويقول: انطلق بنا ما نقعد عند من قد لقن حجته، فيكون الله حجيجه دونهما"، فقال رجل: يا رسول الله، فإن لم يعرف أمه؟ قال:"فينسبه إلى حواء، يا فلان بن حواء".
Dari Abi Umamah RA “Apabila salah seorang di antara saudaramau meninggal dunia dan tanah telah diratakan di atas kuburannya, maka hendaklah salah seorang diantara kamu berdiri diarah kepala, lalu ucapkanlah, ‘Hai fulan bin fulanah (nama mayat dan nama ibunya).’Sesungguhnya si mayat itu mendengar, namun tidak dapat menjawab. Kemudian ucapkan, ‘Hai fulan bin fulanah.’ Maka si mayat berkata, ‘Bimbinglah kami, semoga Allah merahmatimu.’ Kemudian katakanlah, ‘Ingatlah apa yang kamu pertahankan saat meninggal dunia berupa kalimat syahadat dan kerelaanmu terhadap Allah sebagai tuhan, Islam sebagai agama, Muhammad sebagai Nabi, dan al-Qur’an sebagai panutan.’ Sesungguhnya malaikat Munkar dan Nakir saling berpegangan tangan dan berkata, ‘Ayo pergi. Tidak perlu duduk di sisi orang yang diajarkan kepadanya jawabannya.’ Allah-lah yang dapat memintainya jawaban, bukan malaikat Munkar dan Nakir. Lalu ada seorang laki-laki bertanya, ‘Ya Rasulullah, bagaimana jika ibu mayat tidak diketahui?’ Beliau menjawab, ‘Sambungkan nasabnya ke Ibu Hawwa.’ (HR. At-Thabrani).
Hadits tersebut marfu’. Sekalipun dlo’if tetapi hadits ini boleh diamalkan dalam amal-amal kebaikan (fadla’ilul a’mal) dan untuk mengingatkan orang-orang mukmin, dan juga mengingat firman Allah SWT:
 •    
“Dan tetaplah memberi peringatan, Karena Sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Adz-Dzariyat: 55)
Dan tentu saja nasehat yang paling dibutuhkan oleh setiap hamba adalah ketika dalam keadaan baru dikebumikan.
Imam Ibnu Taimiyah dalam fatwa-fatwanya menjelaskan, sesungguhnya talqin sebagaimana tersebut di atas benar-benar dari sekelompok shahabat Nabi SAW, bahwa mereka menganjurkan talqin. Di antara mereka adalah Abu Umamah RA. Imam Ibnu Taimiyah berkata, “ hadits-hadits yang menerangkan, bahwa orang yang ada dalam kubur itu ditanya dan diuji dan perlu dido’akan adalah sangat kuat. Oleh sebab itu, talqin berguna baginya, sebab mayat itu dapat mendengar seruan, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang shohi:
إن النبي صلى الله عليه وسلم قال إنه ليسمع قرع نعالكم
“Sesungguhnya Nabi SAW telah bersabda, ‘Sesungguhnya mayat dalam kubur itu mendengar gesekan sandal-sandal kamu semua.’”
وإنه قال ما أنتم بأسمع لما أقول منهم
“Dan sesungguhnya beliau bersabda, ‘Kamu semua tidaklah lebih mendengar apa yang aku ucapkan daripada mereka.’”

Menyembelih Binatang di Dekat
Kuburan Para Wali dan Menyuguhkan
Nadzar kepada Orang Sekitarnya
Soal:
Apa hukum menyembelih binatang di dekat pintu masuk kuburan para wali?
Jawab:
Para ulama menjelaskan, bahwa hukum menyembelih binatang di dekat pintu masuk kuburan para wali itu ditafshil:
1. Apabila orang yang melakukannya dengan meng-atas namakan si wali atau untuk mendekatkan diri kepadanya, maka ia seperti orang yang menyembelih binatang untuk selain Allah. Hewan yang disembelih menjadi bangkai yang haram dimakan, dan yang menyembelih berdosa, tetapi tidak dihukumi kafir kecuali jika bermaksud mengagungkan dan menyembahnya, sebagaimana jika sujud kepadanya.
2. Adapun jika ia niat menyembelih karena Allah dan mensedekahkan dagingnya kepada fakir miskin dengan niat, pahala sedekahnya dihadiahkan kepada ruh si wali, maka boleh, bahkan disunnahkan menurut ittifaq para imam. Karena yang demikian itu termasuk sedekah yan pahalanya dihadiahkan kepada mayat dan berbuat baik kepadanya yang disunnahkan dan dianjurkan oleh Rasulullah SAW.
Soal:
Apa hukum mempersembahkan nadzar kepada para wali?
Jawab:
Para ulama menjelaskan, bahwa nadzar yang dilaksanakan dihadapan hadlrot para wali dan ulama itu boleh dan sah, jika yang melaksanakan nadzar itu bermaksud/ berniat untuk (diberikan) kepada penghuni di dekat makam wali atau ulama, baik dari kalangan kerabat maupun orang-orang fakir miskin. Tetapi jika yang melakukan nadzar itu bermaksud mengagungkan kuburan dan untuk taqarrub kepada si wali atau ulama dalam kuburan, atau niat nadzar untuk mayat itu sendiri, maka jelas tidak sah dan hukumnya haram. Namun selama ini, orang-orang yang mempersembahkan nadzar di pelataran dekat kuburan wali atau ulama sama sekali tidak berniat karena si wali atau ulama, dan tidak pula untuk mengagungkannya ataupun mendekatkan diri kepadanya.
Soal:
Apa yang dimaksudkan oleh kaum muslimin dengan menyembelih binatang untuk orang-orang mati?
Jawab:
Perlu diketahui, bahwa orang-orang Islam menyembelih binatang dan membuat makanan, tidak mempunyai maksud selain sedekah yang pahalanya diperuntukkan kepada para arwah orang-orang yang telah meninggal dunia. Jadi, setiap orang Islam yang menyembelih binatang atau membuat hidangan makanan untuk nabi atau wali hanya berniat membuat sedekah yang pahalanya dihadiahkan pada beliau. Hal demikian itu merupakan salah satu bentuk hadiah dari orang hidup kepada orang yang telah meninggal yang diperintahkan agama. Golongan Ahlussunnah dan ulama umat Islam telah mufakat (ijma’), bahwa sedekah orang-orang yang masih hidup itu bermanfaat bagi orang-orang yang telah meninggal dunia, dan pahalanya dapat sampai kepada mereka.
Soal:
Apa dalil sampainya pahala sedekah kepada orang-orang yang telah meninggal?
Jawab:
Dalilnya adalah hadits-hadits shohih, antara lain:
عن أبى هريرة أن رجلا قال للنبى -صلى الله عليه وسلم- إن أبى مات وترك مالا ولم يوص أفينفع أن أتصدق عنه؟ قال « نعم ».
“Dari Abu Hurairah RA Sesungguhnya seorang laki-laki berkata kepada Nabi SAW., “ Sesungguhnya ayahku telah meninggal dan tidak meninggalkan pesan. Apakah bermanfaat baginya, jika aku bersedekah? “ Beliau bersabda, “ Ya.” (HR. Imam Muslim)
عن سعد رضي الله عنه أنه سأل النبي صلى الله عليه وسلم وقال: يا نبي الله إن أمي قد افتتلت وأعلم أنها لو عاشت لتصدقت أفإن تصدقت عنها ينفعها ذلك؟ قال: نعم فسأل النبي صلى الله عليه وسلم أي الصدقة أنفع يا رسول الله؟ قال: الماء فحفر بئرا وقال: هذا لأم سعد.
“Dari Sa’ad RA sesungguhnya ia berkata kepada Nabi SAW: Ya Nabi Allah, sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia dan aku mengetahui, andaikata ia hidup maka pasti bersedekah. Apakah jika saya bersedekah berguna untuknya? Beliau menjawab: Ya, kemudian ia bertanya kepada Nabi SAW: Sedekah apa yang paling bermanfaat, ya Rasulullah? Beliau menjawab: air. Lalu ia membuat sumur, dan Beliau bersabda: ini untuk ibu Sa’ad. (HR. Imam Muslim)
إن النبي صلى الله عليه وسلم ضحى بكبشين، ولما ذبح الثاني قال اللهم هذا عن من لم يضح من أمتي
“Sesungguhnya Nabi SAW menyembelih kurban dua ekor kambing. Dan ketika beliau menyembelih kambing kedua, beliau bersabda: “Ya Allah, ini untuk umatku yang belum berkurban.”
Di dalam hadits di atas terdapat dalil, bahwa manfaat kurban yang dilakukan oleh Nabi SAW dapat diperoleh oleh umat Islam, baik yang masih hidup atau yang telah meninggal dunia. Apabila tidak ada manfaat untuk mereka, maka tidak ada faedahnya hadits tersebut.

Karisma (Keramat) Para Wali
Soal:
Apakah wali-wali Allah itu memiliki keramat pada saat masih hidup dan sudah wafat?
Jawab:
Ya. Kita wajib mempercayai, bahwa karomah-karomah para wali adalah haq, ada dan nyata pada saat mereka masih hidup dan pada saat sesudah mereka wafat. Hanya orang yang gelap mata dan kotor hatinya saja yang mengingkarinya.
Soal:
Apa dalil adanya karomah?
Jawab:
Dalil karomah itu ada dua:
Pertama, apa yang dikisahkan oleh Allah Swt. dalam Al Quran, seperti kisah Maryam. Dia berfirman:
                     •       
"Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya. setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata: "Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?" Maryam menjawab: "Makanan itu dari sisi Allah". Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab.” (QS. Ali Imron: 37)
Para ahli Tafsir menjelaskan bahwa di dekat Maryam terbdapat buah-buahan yang hanya ada di musim dingin pada musim panas, dan terdapat pula buah-buahan yang hanya ada di musim panas pada musim dingin. Keberadaan buah-buahan di luar cara yang biasa. Inilah karomah yang dianugerahkan oleh Allah kepada Maryam.
Allah Swt juga berfirman:
   •     
“Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu.” (QS. Maryam: 25)
Termasuk dalil adanya karomah adalah kisah tentang Ashabul Kahfi yang dikisahkan oleh Allah dalam Al Quran. Mereka tidur selama 39 tahun, tanpa makan dan tanpa minum. Mereka dalam pengawasan allah langsung tanpa perantaraan. Matahari terbit dan mongorbit seperti biasa, namun Allah tetap melindungi mereka dari sengatan matahari. Kidah khidlir, Dzil Qornain dan Ashif bin Barkhiya, semuanya menjadi dalil danya karomah.
Kedua, khabar yang mutawatir tentang karomah-karomah yang dimiliki para sahabat, tabi’in, dan orang-orang sesudahnya. Imam Al-Bukhori dalam kitabnya kumpulan hadits-hadits shohih meriwayatkan:
إن سيدنا خبيبا كان يأكل الفاكهة في غير أوانها وهو أسير بمكة موثق بالحديد ولم يكن بمكة يومئذ ثمرة وما هو إلا رزق رزقه الله إياه فهي كرامة له

“Sesungguhnya Khubaib biasa makan buah yang tidak pada musimnya, padahal dia ditawan di Makkah dan diborgol, lagipula di Makkah waktu itu sulit didapatkan buah. Hal itu tidak lain suatu rizqi yang diberikan oleh Allah kepada Khubaib melalui cara yang sulit dipahami hukum sebab akibat. Itulah karomah Khubaib.”
إن سيدنا عاصما لما قتل أراد المشركون أن يأخذوا قطعة من جسده فبعث الله عليه مثل الظلة من الدبر وهي جماعة النخل أو الزنابير فحمته منهم فلم يقدروا منه على شيء
“Sesungguhnya Ashim ketika terbunuh, maka orang-orang musyrik ingin mengambil sepotong dari jasadnya, maka Allah menugaskan segerombolan tawon yanag membayang-bayanginya, sehingga orang-orang musyrik tidak dapat memotong bagian tubuh Ashim.”
Ini adalah karomah Ashim ra. Sesudah ia wafat.
عن أنس رضي لله عنه قال كان أسيد بن خضير وعباد بن بشر عند رسول الله صلى الله عليه وسلم في ليلة ظلماء فتحدثا عنده حتى إذا خرجا أضائت لهما عصا أحدهما فمشيا في ضوءها فلما تفرقا بهما الطريق أضاءت لكل واحد منهما عصاه فمشى في ضوءها.
“Dari Anas ra. Usaid bin Khodlir dan Ubbad bin Bisyr berada di sisi Rasulullah Saw. pada suatu malam yang gelap. Mereka berdua mengadakan pembicaraan di hadapan Rasulullah sampai selesai. Kemudian keduanya pergi. Ketika mereka keluar, maka tongkat salah seorang dari mereka bersinar dan berjalan dengan penerangan tongkat tersebut. Kemudian mereka saling belok dan berpisah, maka tongkat masing-masing rmereka berpisah.”
Umar bin Al Khattab ra. sebagaimana dijelaskan oleh ulama ahli Siroh memiliki karomah-karomah, antara lain disebutkan, “Sesungguhnya Umar bin Al Khattab mengirimkan pasukan ke Nahawand yang dipimpimn oleh Sariyah bin Zanim. Pasukan Islam ini dikepung oleh lawan dari semua penjuru, lalu Allah Swt. menampakkan peristiwa ini kepada Umar yang sedang berkhutbah Jum’at di Madinah. Umar dengan jelas melihat Sariyah dan sahabatnya terjepit, spontan berteriak, ‘Hai Sariyah, larilah ke bukit!’ Allah memperdengarkan suara Umar itu kepada Sariyah dan pasukannya. Mereka semua terus berlindung ke bukit lalu bertempur hingga memperoleh kemenangan dari Allah.”
Karomah-karomah para wali itu amat banyak dan tidak terhitung jumlahnya, dan bervariasi. Ada yang tahan bakar, berjalan di udara, berjalan di atas air, dan lain sebagainya.

Kemungkinan Melihat Rasulullah Saw.
dalam Keadaan Sadar
Soal:
Mungkinkan melihat rasulullah Saw. dalam kedaan sadar?
Jawab:
Melihat Rasulullah Saw. dalam keadaan sadar itu mungkin dan dapat terjadi. Ada banyak ulama menjelaskan, banyak ahli ma’rifat melihat Rasulullah Saw. dalam kedaan tidur (mimpi), kemudian mereka melihatnya dalam keadaan sadar dan terjaga, dan mereka dapat bertanya kepadanya hal-hal yang maslahat untuk mereka.
Soal:
Apa dalilnya?
Jawab:
Dalil kemungkinan melihat Rasulullah Saw. dalam keadaan terjaga adalah hadits Nabi Saw.:
إن النبي -صلى الله عليه وسلم- قال « من رآنى فى المنام فسيرانى فى اليقظة أو لكأنما رآنى فى اليقظة لا يتمثل الشيطان بى ».
“Sesungguhnya Nabi Saw. bersabda, ‘Barangsiapa melihatku dalam mimpi, maka ia akan melihatku dalam keadaan sadar, dam syetan tidak dapat menjelma dengan rupaku.” (HR. Al Bukhori dan Muslim)
Para ulama berkata,”Hadits ini adalah berita yang menyenangkan bagi umatnya yang berhasl melihat beliau dalam mimpi, ia akan melihatnya pada saat terjaga, sekalipun sekejap menjelang meninggal dunia. Hadits ini tidak dapat ditafsirkan melihat Rasulullah Saw. di akhirat atau di barzah, karena waktu itu semua umat pasti melihatnya.”
Imam As-Suyuthi berkata, “Dari beberapa hadits yang ada dapat disimpulkan, bahwa Nabi Muhammad adalah hidup dengan jasad dan ruhnya. Beliau dapat bertindak menurut yang beliau inginkan di seluruh penjuru bumi dan alam Malakut. Keadaan beliau tidak berubah seperti sebelum wafat, dan beliau menghilang dari semua pandangan seperti malaikat. Tapi apabila Allah menyingkapkan tabir kepada orang yang dikehendakiNya, maka ia akan melihatnya dalam rupa seperti sebelum wafat.”

Pesta Merayakan Kelahiran
Nabi Muhammad Saw.
Soal:
Apa hukumnya merayakan peringatan kelahiran Nabi Muhammad Saw.?
Jawab:
Merayakan atau memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad Saw. yang diisi dengan acara menceritakan kembali kisah-kisah yanh berhubungan dengan Nabi Muhammad Saw., mulai detik-detik kelahirannya, tanda-tanda dan mukjizat-mukjizatnya di hadapan orang banyak dalam suatu pertemuan itu merupakan salah satu perbuatan bid’ah yang baik (bid’ah hasanah) yang pelakunya mendapatkan pahala, karena memuliakan Rasulullah Saw, melahirkan rasa sengan dengan dilahirkannya, dan menghidangkan jamuan makan dan beraneka sedekah dalam acara tersebut semuanya merupakan bagian dari perbuatan terpuji. Kelahiran Nabi Muhammad Saw. adalah anugerah besar untuk umat manusia ini dari Allah Swt. sebab itu, layak kita bersenang.
Soal:
Apakah ada dasar hadits untuk peringatan maulid (hari kelahiran) Nabi Muhammad Saw.?
Jawab:
Ya, ada. Imam Ahmad bin Hajar Al Asqalani menetapkan dasar peringatan maulid dari hadits shohih:
إن النبي -صلى الله عليه وسلم- قدم المدينة فوجد اليهود يصومون يوم عاشوراء فسألهم عن ذلك فقالوا هو يوم أغرق الله ونجى موسى نحن نصومه شكرا لله تعالى. فقال النبى -صلى الله عليه وسلم- « نحن أولى بموسى منكم ». فأمر بصومه.
“Sesungguhnya Nabi Saw. datang ke kota Madinbah dan menjumpai orangt-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura’ (10 Muharram) dan beliau bertanya kepada mereka. Mereka pun menjawab, ‘Hari ini Allah menenggelamkan Fir’aun dan menyelamatkan Musa. Oleh sebab itu, kami berpuasa karena syukur kepada Allah.’ Beliau bersabda, ‘Kami lebih berhak (memuliakan) Nabi Musa daripada kamu semua.’ Lalu beliau menganjurkan berpuasa hari ini.”
Imam Ibnu Hajar Al Asqalani berkata, “Dari haits diatas diambil pengertian, boleh berbuat sesuatu sebagai tanda syukur kepada Allah atas anugerahNya berupa nikmatr, atau terhindar dari bahaya pada hari tertentu. Syukur kepada Allah itu dapat dimanifertasikan dengan berbagai bentuk ibadah, seperti sholat, puasa dan sedsekah. Nikmat apakah gerangan yang lebih besar daripada nikmat lahirnya Nabi Muhammad Saw., Nabi pembawa nikmat ini?”
Dari keterangan diatas dapat diketahui, bahwa setiap pertemuan untuk mengkjisahkan kembani kelahiran Nabi Muhammad Saw, mukjizat dan perjuangannya menegakkan agama Allah adalah merupakan suatu ibadah yang mulia, karena di dalam pertemuan seperti itu terdapat perbuatan syukur kepada Aallah atas lahirnya Nabi pembawa kebenaran yang haq, pemberian sedekah dan memperbanyak bacaan shalawat dan salamn kepada beliau. Sesungguhnya semua amal perbuatan itu tergantung pada niat.
Al Hafidz Syamsuddin Al Jazari berkata, ‘Abu Lahab setelah meninggal diimpikan dan ditanyakan kepadanya,’Bagaimana keadaanmu? Ia menjawab, ‘Sayta di neraka, hanya saja setiap malam Senin saya mendapatkan keringan siksaan dan dapatr menghisap air di antara jemari sebanyak ujung jari. Hal keringan ini karena saya pernah membebaskan Tsuwaibah, budakku, ketika ia memberitakan tentang kelahitran Nabi Muhammad, dan karena Tsuwaibah menyusuinya.’ Jika Abu Lahab yang kafir yang dipastikan kekafirannya oleh Allah dalam Al Quran mendapat keringanan siksaan di neraka sebab rasa senangnya pada malam kelahiran Nabi Muhammad, maka bagaimana kiranya umat Nabi yang beragama Islam yang merasa gembira dengan kelahirannya dan mendermakan apa yang dimilikinya demi cinta kepada beliau Saw.? Balasannya hanya dari Allah, berupa masuk surga sebab anugerahNya.” (Imam Nabhany dalam kitab ‘Anwaril Muhammadiyah”)
Ada salah seorang ulama berkata (dalam sebuah syair):
“Jika Abu Lahab yang kafir yang jelas teercela dan terkutuk kedua tangannya dan kekal di neraka.”
“Setiap hari Senin senantiasa mendapat keringanan siksaan sebab ia senang saat Nabi Muhammad lahir.”
“Maka bagaimana kiranya hamba yang sepanjang usianya selalu gembira dengan kelahiran Nabi Muhammad dan mati dalam keadaan Islam.”
Dzikir dan Majlis-majlis Dzikir
Soal:
Apa hukum pertemuan dan perkumpulan dzikir yang biasa diadakan oleh sebagian banyak orang?
Jawab:
Pertemuan dan perkumpulan yang diadakan oleh banyak orang untuk dzikir bersama hukumnya adalah sunnah dan termasuk amal baik yang dianjurkan, selama pertemuan seperti itu tidak terdapat hal-hal yang dilarang oleh agama, seperti campur antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom.
Soal:
Apa dalil yang menunjukkan dzikir bersama itu sunnah?
Jawab:
Ada banyak hadits Nabi Saw. Yang menjelaskan keutaman kumpul bersama orang banyak uyntuk berdzikir secara bersama-sama dan mengeraskan suara dalam berdzikir, antara lain:
لا يقعد قوم يذكرون الله عز وجل إلا حفتهم الملائكة وغشيتهم الرحمة ونزلت عليهم السكينة وذكرهم الله فيمن عنده ».
“Tidak duduk sekelompok orang dengan berdzikir kepada Allah Swt., kecuali mereka dikelilingian pada malaikat, dilimpahi rahmat, diberi ketenangan, ketenteraman hari dan disebut-sebut di hadapan para makhluk di sekeliling-Nya.” (HR. Imam Muslim)
إن رسول الله صلى الله عليه و سلم خرج على حلقة من أصحابه فقال ما يجلسكم ؟ قالوا جلسنا نذكر الله ونحمده فقال إنه أتاني جبريل فأخبرني أن الله يباهي بكم الملائكة
“Sesungghunya Nabi Saw. keluar mendekati sahabat-sahabatnya yang sedang bergerombol, dan bertanya, ‘Apa yang membuat kalian duduk bergerombol?’ Mereka menjawab, ‘Kami duduk bersama-sama berdzikir kepada Allah dan membaca Tahmid kepadaNya.’ Beliau bersabda, ‘Sesungguhnya malaikat Jibril telah datang kepadaku dan memberitahukan, bahwa Allah membanggakan kalian di hadapan para malaikat.” (HR. Imam Muslim dan At Turmudzi)
ما من قوم اجتمعوا يذكرون الله لا يريدون بذلك الا وجهه الا ناداهم مناد من السماء ان قوموا مغفورا لكم قد بدلت سيئاتكم حسنات
“Sekelompok orang yang berkumpul dengan berdzikir kepada Allah yang tidak mempunyai maksud selain mencari ridlo Allah, maka mereka dipanggil-panggil oleh malaikat dari langit, ‘Berdirilah kamu semua, sedangkan kamu telah mendapatkan ampunan dan semua kejelekan telah diganti dengan kebaikan.” ( HR. Imam Ath Thabarani)
Hadits-hadits tersebut di atas adalah dalil yang paling jelas atas keutamaan berkumpul-kumpul (pertemuan) dalam acara dzikir, dan Allah membanggakan mereka di hadapan para malaikat.
Dalil yang menunjukkan disunnahknnya dzikir dengan suara keras adalah hadits Abu Hurairah RA:
قال رسول الله صلى الله عليه و سلم: يقول الله تعالى أنا عند ظن عبدي بي وأنا معه إذا ذكرني فإن ذكرني في نفسه ذكرته في نفسي وإن ذكرني في ملأ ذكرته في ملأ خير منه
“Rasulullah Saw. bersabda: Allah berfirman, ‘Aku ini menurut anggapan hambaKu kepadaKu, dan aku bersamanya ketika ia menyebutKu. Apabila ia menyebutKu dalam hatinya, maka Aku menyebutnya dalam diriKu, dan apabila ia menyebutKu dalam khalayak ramai, maka Aku menyebutnya dalam khalayak ramai yang lebih baik.” ( HR. Al Bukhari)
Dalam hadits lain disebutkan:
أكثروا ذكر الله حتى يقول المنافقون انكم مراؤون، وفي رواية حتى يقولوا مجنون
“Berdzikirlah kepada Allah sebanyak-banyaknya, sehingga orang-orang munafiq berkata, ‘Bahwa kamu semua adalah orang-orang yang pamer.’ Dalam riwayat lain disebutkan, ‘Sampai mereka berkata bahwa kamu gila.’” (HR. Imam Al Baihaqi)
Tentu saja dzikir yang disebutkan dalan hadits adalah dzikir yang diucapkan dengan suara keras. Allah lebih mengetahui.
Para ulama ahli ma’rifat berkata, “Sesungguhnya ada hadits-hadits yang menerangkan sunnah dzikir dengan suara keras, dan ada pula hadits-hadits yang menerangkan kesunnahan dzikir dengan suara pelan. Keduanya dapat dikompromikan, dengan cara melihat situasi dan kondisi. Orang yang berdzikir harus dapat memilih di antara keduanya, mana yang lebih baik untuk hatinya dan ynag lebih dapat kerkonsentrasi. Merak menjelaskan pula, banwa dzikr dengan suara pelan itu lebih baik bagi orang yang takut riya’, atau takut mengganggu orang lain yang sedang shalat dan lainnya. Apabila tidak ada ketakutan seperti itu, maka dzikir dengan suara keras lebih baik. Sesungguhnya setiap orang mempunyai niat, dan yangt mengetahui isi hati hanyalah Allah Swt.
Soal:
Apa hukum dzikir dengan memakai tasbih?
Jawab:
Imam As Suyuthi dalam kitab kumpulan fatwanya berkata, “Tak seorangpun ulama salaf ataupun ulama khalaf meriwayatkan hadits tentang larangan dzikir dengan menggunakan tasbih. Sebagian besar mereka justru menghitung bacaan dzikir dengan tasbih, dan mereka tidak menganggapnya makruh.
Ada dua hadits yang menetapkan boleh membaca tasbih dengan menghitung dengan biji-bijian dan kerikil:
عن أبي سعد بن أبي وقاص أنه دخل مع رسول الله صلى الله عليه و سلم على امرأة وبين يديها نوى أو حصى سبح به
“Dari Abu Sa’ad bin Abi Waqash ra, sesungguhnya ia bersama Rasulullah Saw. menjumpai istrinya, sedang di kedua tangannya terdapat biji kurma atau kerikil yang dibuat menghitung bacaan tasbih yang ia ucapkan.”
عن صفية أم المؤمنين رضي الله عنها قالت دخل علي رسول الله صلى الله عليه و سلم وبين يدي أربعة آلاف نواة أسبح بها
“Dari Shafiyyah, Ummul Mukminin ra., ia berkata, ‘Rasulullah Saw. menjumpai saya, sedangkan diantara kedua tangan saya terdapat 4000 biji kurma yang saya buat menghitung bacaan tasbih.” (HR. Imam At Turmudzi)
Imam Asy-Syaukani dalam kitan Nailul Author menjelaskan bahwa dua hadits tersebut di atas menunjukkan boleh menggunakana biji-bijian, kerikil atau tasbih untuk menghitung bacaan tasbih atau dzikir, berdasarkan taqrir (penetapan) Nabi SAW. terhadap dua wanita terserbut dan ketidak ingkaran beliau terhadap keduanya. Arahan Rasulullah Saw. pada hal-hal yang bersifat afdlol (lebih baik) itu tidak menghilangkan hukum jawaz (boleh).

Anjuran Mencintai Ahlul Bait
Soal:
Apa hukum mencintai Ahlul Bait (keluarga) Nabi SAW?
Jawab:
Orang-orang awam dan khusus semuanya telah mengetahui, bahwa cinta Ahlul Bait Nabi SAW dan Dzurriyyah (keturunanya) adalah wajib bagi semua orang Islam. Di dalam ayat-ayat al-Qur’an dan hadits Nabi SAW terdapat anjuran mencintai mereka dan perintah kasih sayangkepada mereka.
Soal:
Ayat-ayat Al-Qur’an mana yang menunjukkan kewajiban mencintai mereka?
Jawab:
Ayat al-Qur’an yang menunjukkan kewajiban mencintai mereka adalah:
    •  •  
"Katakanlah: "Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan". (QS. Asy-Syura: 23)
Imam Ahmad, at-Thobaroni dan al-Hakim meriwayatkan:
إنه لما نزلت هذه الأية قالوا : يا رسول الله ، ومن قرابتك هؤلاء الذين وجبت علينا مودتهم ؟ قال : علي وفاطمة وابناهما ".
“Sesungguhnya ketika ayat ini turun, maka para shahabat bertanya, ‘Ya Rasulullah, siapakah kerabatmu yang mereka itu harus kami cintai?’ beliau bersabda, ‘Ali, Fathimah dan kedua anak putranya (Hasan dan Husain).’”
عن سعيد بن جبير في قوله تعالى "إلا المودة في القربى" قال قربى رسول الله صلى الله عليه وسلم
“Dari Sa’id bin Jubair, Firman Allah ‘kecuali cinta kepada sanak kerabat’ maksudnya adalah kerabat Rasulullah SAW.” (HR. Imam at-Tirmidzi)
عن ابن عباس رضي الله عنهما في قوله تعالى ومن يقترف حسنة نزد له فيها حسنًا قال الحسنة مودة آل محمد
“Dari Ibnu Abbas RA ia berkata tentang firman Allah,’Dan siapa yang mengerjakan kebaikan, akan kami tambahkan kepadanya kebaikan pada kebaikannya itu.’ Ia berkata, ‘Kebaikan di sini maksudnya adalah cinta kepada keluarga Nabi Muhammad SAW.’”
Soal:
Dapatkah disebutkan hadits–hadits yang menunjukkan kewajiban mencintai kelurga Nabi?
Jawab:
Hadits yang menunjukkan kewajiban mencintai Ahlul Bait (keluarga) Nabi SAW sangat banyak, antara lain:
عن العباس بن عبد المطلب أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ما بال أقوام إذا جلس إليهم أحد من أهل بيتي قطعوا حديثهم، والذي نفسي بيده لا يدخل قلب رجل الإيمان حتى يحبهم لله تعالى و لقرابتي
Dari al-Abbas bin Abdul Muthollib, sesungguhnya Nabi SAW bersabda: “Apa keadaan kaum yang jika salah seorang Ahlul Baitku duduk dekat mereka, lalu mereka diam tidak berbicara? Demi Dzat yang jiwaku berada pada kekuasaan-Nya, iman tidak masuk ke hati setiap orang kecuali iman itu membuat mereka cinta kepada Allah dan kepada sanak kerabatku.” (HR. Ibnu Majah)
Dalam suatu riwayat disebutkan:
لا يؤمن عبد بي حتى يحبني ولا يحبني حتى يحب أهل بيتي
“Seorang hamba tidaklah iman kepadaku kecuali ia mencintai aku, dan ia tidaklah mencintai aku kecuali ia mencintai Ahlu Baitku.”
عن ابن عباس قال قال رسول الله -صلى الله عليه وسلم- « أحبوا الله لما يغذوكم من نعمه وأحبونى بحب الله وأحبوا أهل بيتى لحبى ».
Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya Nabi SAW bersabda, Cintailah Allah karena nikmat-nikmat-Nya, cintailah aku karena cinta kepada Allah, dan cintailah Ahlu baitku karena cinta kepadaku. (HR. at-Thurmudzi dan al-Hakim)
قال صلى الله عليه وسلم: أدبوا أولادكم على ثلاث خصال : حب نبيكم ، وحب أهل بيته ، وقراءة القرآن
Nabi SAW bersabda: “Didiklah anak-anak kamu semua dalam tiga hal, yaitu cinta kepada Nabi kalian, cinta kepada ahli baitku, dan membaca Al-Qur’an.” (HR. Imam ad-Dailami)
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إن لله عز وجل حرمات ثلاث ، من حفظهن حفظ الله له أمر دينه ودنياه، ومن لم يحفظهن لم يحفظ الله دينه ودنياه. قيل ما هن؟ حرمة الإسلام ، وحرمتي ، وحرمة رحمي
“Sesungguhnya Allah memiliki tiga hal yang wajib dihormati. Barangsiapa yang menjaganya, maka Allah akan menjaga urusan agama dan urusan dunianya, dan barangsiapa tidak menjaganya, maka Allah tidak menjaga urusannya dalam agama maupun dunianya. Apakah tiga hal itu? Beliau menjawab, ‘Menjaga kehormatan Islam, kehormatanku, dan kehormatan sanak keluargaku.’” (HR. at Thobroni)
لا يؤمن عبد حتى أكون أحب إليه من نفسه ، وتكون عترتي أحب إليه من عترته ، ويكون أهلي أحب إليه من أهله
“Sesungguhnya Nabi SAW bersabda: “tidak beriman seorang hamba sehingga aku lebih dicintainya daripada dirinya, keturunanku lebih dicintainya daripada keturunannya, dan keluargaku lebih dicintainya daripada keluarganya sendiri. “ (HR. al-Baihaqi dan ad-Dailami)
عن أبي بكر الصديق رضي الله عنه أنه قال ياأيها الناس ارقبوا محمدا صلى الله عليه و سلم في أهل بيته واحفظوه فيهم فلا تؤذوهم
"Dari Abu Bakar as-Shiddiq RA, sesungguhnya beliau bersabda, “Hai orang-orang, berhati-hatilah terhadap ahli bait Muhammad SAW janganlah kamu menyakiti mereka.” (HR. Imam Bukhori)
Abu Bakar RA berkata, “ Demi Dzat yang jiwaku di tangan kekuasaan-Nya, sungguh kerabat Rasulullah SAW lebih aku sukai untuk aku sambung daripada kerabatku sendiri.”
Di kitab asy-Syifa yang disusun oleh al-Qodli ‘Iyadl disebutkan:
عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: معرفة آل محمد براءة من النار ، وحب آل محمد جواز على الصراط ، والولاية لآل محمد أمان من العذاب
"Dari Nabi SAW, sesungguhnya Beliau bersabda: “mengenal keluarga Muhammad adalah (menyebabkan) bebas dari Neraka, mencintai keluarga Muhammad adalah (menyebabkan) cepat berjalan di atas Shirath, dan memberi wilayah kepada keluarga Muhammad adalah (menyebabkan)aman dari siksaan.”

Larangan Membenci Ahlu Bait dan Menyakitinya
Banyak sekali ayat al-Qur’an dan hadits tentang larangan membenci ahlul bait Rasulullah SAW dan menyakiti mereka. Oleh sebab itu, setiap muslim yang ingin menyelamatkan imannya hendaklah berhati-hati, jangan sampai membenci salah seorang dari ahlu bait Rasulullah SAW sebab dapat membahayakan iman dan kehidupannya di akhirat, dan termasuk orang-orang yang menyusahkan Beliau.
Para ulama menyebutkan hadits-hadits yang menerangkan bahwa orang yang menyakiti ahlu bait berarti menyakiti Nabi SAW dan barang siapa yang menyakiti Nabi SAW, maka sama dengan menyakiti Allah SWTdan ia berhak mendapat kutukan, siksaan, dan masuk dalam ancaman Allah dalam firman-Nya:
•             
“Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan.” (QS. Al-Ahzab: 57)
      
“Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah” (QS. Al-Ahzab: 53)

Di dalam hadits disebutkan:
إن النبي صلى الله عليه وسلم قال وهو على المنبر ما بال أقوام يؤذونني في نسبي وذوي رحمي ال من آذى نسبي وذوي رحمي فقد آذاني ومن آذاني فقد آذى الله تعالى
“Sesungguhnya Nabi SAW telah bersabda sedangkan Beliau di atas mimbar, “Apa keadaan kaum yang menyakiti aku dalam nasab dan kerabatku. Ingat, barangsiapa yang menyakiti keturunanku dan orang-orang yang mempunyai hubungan denganku, berarti ia menykiti aku, dan barangsiapa menyakiti aku, maka ia benar-benar menyakiti Allah ta’ala” (HR. At-Tobroni dan al-Baihaqi)
أنا حرب لمن حاربكم ، وسلم لمن سالمكم.
“Sesungguhnya saya memerangi orang-orang yang memerangi ahli bait saya, dan saya memberi jaminan selamat kepada orang-orang yang berdamai dengan ahli bait saya” (HR. at-Turmudzi, Ibnu Majah dan al-Hakim)
إن الله حرم الجنة على من ظلم أهل بيتي أو قاتلهم أو أعان عليهم أو سبهم
“Sesungguhnya Allah melarang masuk surga terhadap orang yang menganiaya ahli baitku, atau orang yang memerangi mereka, atau orang yang membantu orang yang memerangi mereka, atau orang yang memaki-maki mereka” (HR. Imam Ahmad)
إن النبي صلى الله عليه وسلم قال لو أن رجلا صفن بين الركن والمقام وصلى وصام، ثم مات وهو مبغض لأهل بيت محمد صلى الله عليه وسلم ورضي عنهم دخل النار.
“Sesungguhnya Nabi SAW bersabda: andaikata seorang laki-laki berdiri antara Hajar Aswad dan Maqom Ibrahim melakukan sholat dan puasa, kemudian meninggal dunia sedangkan ia membenci ahlu bait Muhammad SAW, maka ia masuk Neraka” (HR. at-Tobroni dan al-Hakim)
قال عليه الصلاة والسلام اشتد غضب الله على من آذاني في عترتي
“Rasulullah SAW telah bersabda: murka Allah menjadi sangat terhadap orang yang menyakiti aku tentang keluargaku” (HR. ad-Dailami)

Keutamaan Ahlu Bait Rasulullah SAW
Soal:
Apakah pertalian dengan Rasulullah SAW dan bernasab kepadanya itu suatu kemuliaan yang agung?
Jawab:
Ya, pertalian dengan Rasulullah dan bernasab dengannya itu merupakan salah satu kemuliaan yang besar. Nenek moyang dan keturunan Nabi SAW adalah orang-orang mulia, karena nasb mereka bertalian dengan nasab beliau. Para ulama sepakat, bahwa para habaib adalah orang-orang paling baik keturunannya dari sisi ayah (nasab)nya, namun mereka tetap sejajar dengan lainnya dalam bidang hukum-hukum syari’at dan hudud.
Soal:
Sebutkan ayat al-qur’an dan hadits yang menujukkan keutamaan ahlu bait dan pertalian nasab mereka dengan Rasulullah SAW!
Jawab:
Ayat al-Qur’an yang menunjukkan keutamaan ahlu bait Rasulullah SAW anta lain:
           
“Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al-Ahzab: 33)
Para ulama menjelaskan, bahwa ungkapan ahlu bait itu mencakup keluarga rumah tempat tinggal dan keluarga nasab. Istri-istri beliau adalah keluarga rumah tempat tinggal, sedangkankerabat-kerabatnya adalah keluarga karena pertalian nasab. Banyak hadits yang menunjukkan keterangan ini antara lain:
عن أبي سعيد الخذري رضي الله عنه قال: إن هذه الأيات نزلت في النبي صلى الله عليه وسلم وعلي وفاطمة والحسن والحسين رضي الله عنهم.
“Dari Abu Sa’id al-Khudzri RA ia berkata: sesungguhnya ayat ini turun berkaitan dengan Nabi SAW, ‘Ali, Fathimah, al-Hasan dan al-Husain radliyallahu ‘anhum.” (HR. Imam Ahmad)
إنه صلى الله عليه وسلم جعل على هؤلاء كساء وقال اللهم هؤلاء أهل بيتي وخاصتي أذهب عنهم الرجس وطهرهم تطهيرا
"Sesunguhnya Nabi SAW mengemulkan sebuah kain pada mereka (‘Ali, , Fathimah, al-Hasan dan al-Husain) dan bersabda: Ya Allah, mereka adalah ahlu baitku dan orang-orang khususku, hilangkan dari mereka noda dan bersihkan mereka sebersih-bersihnya.”
Dalam riwayat lain disebutkan:
ألقى عليهم كساء ووضع يده عليهم وقال اللهم إن هؤلاء آل محمد فاجعل صلواتك وبركاتك على آل محمد إنك حميد مجيد
“Rasulullah SAW menutupkan kain kepada mereka dan meletakkan tangannya ke atas mereka dan bersabda: Ya Allah, sesungguhnya mereka adalah keluarga Muhammad, maka jadikanlah sholawat-Mu dan barokah-Mu kepada keluarga Muhamad, sesungguhnya Engkau Maha terpuji dan Maha Agung.”
Ayat lain yang menunjukkan keutamaan ahlu bait adalah:
                        
“Siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), Maka Katakanlah (kepadanya): "Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; Kemudian marilah kita bermubahalah kepada Allah dan kita minta supaya la'nat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta” (QS. Ali ‘Imran:61)
Para ahli tafsir menjelaskan bahwa, ketika ayat ini turun, Rasulullah SAW mengajak Ali, , Fathimah, al-Hasan dan al-Husain radliyallahu anhum. Beliau menggendong al-Husain, menuntun al-Hasan, Fathimah berjalan di belakang Beliau sedangkan Ali berjalan di belakang mereka, dan Beliau bersabda, “Ya Allah, mereka ini adalah keluargaku.
Ayat ini adalah dalil yang tegas, bahwa anak-anak Fathimah dan keturunannya disebut anak-anak Nabi SAW, dan mereka bernasab kepada nasab Rasulullah SAW secara benar dan bermanfaat di dunia dan akhirat.
Dikisahkan, sesungguhnya Harun al-Rasyid pernah bertanya kepada Musa al-Kadzim RA seraya berkata, “bagaiman kamu berkata kita keturunan Rasulullah SAW, padahal kamu adalah anak-anak Ali. Seorang laki-laki hanya bernasab kepada datuk dari sisi ayah, bukan datuk dari ibu?” Musa al-Kadzim lalu membaca surat al-An’am ayat 84 yang artinya:
“Dan kepada sebahagian dari keturunannya (Nuh) yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa dan Harun. Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Dan Zakaria, Yahya , Isa dan Ilyas, semuanya termasuk orang-orang yang sholeh.”
Lalu dia berkata, “Nabi Isa AS jelas tidak berayah, tetapi beliau dipertemukandengan nasab para Nabi dari sisi ibundanya, demikian juga kami dipertemukan dengan nasab Nabi Muhammad SAW dari sisi ibu kami, Fathimah RA. Dan masih ada tambahan lagi, wahai amirul mu’minin, yaitu turunnya ayat mubahalah, saat itu Nabi SAW tidak mengajak siapapun kecuali Ali , Fathimah, al-Hasan dan al-Husain radliyallahu ‘anhum (majma’ul ahbab).
Adapun hadits Nabi SAW yang menjelaskan keutamaan ahlul bait sangat banyak, antara lain:
عن سلمة بن الأكوع رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال النجوم أمان أهل السماء وأهل بيتي أمان لأمتي من الاختلاف
“Dari Salamah bin al-Akwa’ RA,sesungguhnya Nabi SAW bersabda, “Bintang-bintang itu perlindungan penduduk langit, dan ahlu baitku perlindungan untuk umatku dari perbedaan.”
عن علي رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم النجوم امان لاهل السماء وأهل بيتي أمان لأهل الأرض، فإذا ذهب أهل بيتي ذهب أهل الأرض. وفي رواية فإذا هلك أهل بيتي جاء أهل الأرض من الأيات ماكانوا يوعدون
“Dari Ali RA ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, “bintang-bintang itu pengaman penduduk langit, dan ahlu baitku pengaman penduduk bumi. Apabila ahlu baitku hilang, maka penduduk bumi hilang.”
Dalam suatu riwayat lain disebutkan, “Apabila ahlu baitku binasa, maka datanglah penduduk bumi tanda-tanda yang telah dijanjikan kepada mereka.” (HR. Imam Ahmad)
عن أنس رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال وعدني ربي في أهل بيتي من أقر منهم بالتوحيد ولي بالبلاغ أن لا يعذبهم
“Dari Anas RA sesungguhnya Rasulullah SAW telah bersabda: “Tuhanku menjanjikan kepadaku tentang ahlu baitku, barangsiapa diantara mereka mengakui ke-Esaan Allah, Dia tidak akan menyiksa mereka.” (HR. al-Hakim)
إنه صلى الله عليه وسلم قال إنما مثل أهل بيتي فيكم مثل سفينة نوح من ركبها نجا و من تخلف عنها غرق
"Sesungguhnya Nabi SAW bersabda, “perumpamaan ahlu baitku di tengah-tengah kamu seperti bahtera Nabi Nuh, barangsiapa menaikinya akan selamat dan barangsiapa tertinggal darinya, akan tenggelam (binasa).”
إنه صلى الله عليه وسلم قال الدعاء محجوب حتى يصلى على محمد وآل بيته
"Sesungguhnya Nabi SAW bersabda, “Setiap do’a itu tertutup (belum terkabul), kecuali dibacakan sholawat untuk Muhammad dan ahlu baitnya.” (HR. ad-Dailami)
Imam Syafi’I berkata:
ياأهل بيت رسول الله حبكم فرض من الله في القرآن أنزله
كفاكم من عظيم القدر أنكم من لم يصل عليكم لا صلاة له
“Hai ahli bait Rasulullah, cinta kepada kamu adalah kewajiban dari Allah dalam Al Qur’an yang diturunkan-Nya.
"Cukuplah untuk kamu bukti ketinggian derajatmu, siapa saja yang tidak membaca shalawat kepadamu, maka doanya tidak diterima.”
Sebagian ulama ahli tahqiq menjelaskan bahwa siapapun orang yang mau mencermati dan memperhatikan kenyataan kondisi kehidupan umat ini, akan menemukan ahlu bait pada umumnya selalu menjalankan tugas-tugas keagamaan dan berdakwah mengajak orang-orang berpegang kuat pada syari’at Nabi Muhammad SAW. Pada setiap zaman selalu ada sekelompok dari ahlul bait yang sebab mereka itu Allah menyelamatkan orang-orang dari malapetaka. Mereka itu seperti disabdakan nabi adalah pelindung untuk penduduk bumi.
Soal:
Apakah penisbatan (pertalian nasab) dengan Rasulullah itu bermanfaat di dunia dan di akhirat?
Jawab:
Ya, pertalian nasab dengan Rasulullah SAW itu bermanfaat di dunia dan di akhirat.
Soal:
Apa dalilnya?
Jawab:
Dalil untuk itu sangat banyak, diantara hadits nabi SAW yang diriwayatkan Ibnu Asakir:
عن عمر ابن الخطاب رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال كل نسب وصهر ينقطع يوم القيامة إلا نسبي وصهري
“Dari Umar bin Al-Khottob ra dari Nabi SAW, “setiap nasab dari hubungan keluarga melalui perkawinan di hari kiamat nanti akan putus, kecuali nasabku dann hubungan kekeluargaan melalui perkawinan denganku.”
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ما بال أقوام يزعمون أن قرابتي لا تنفع إن كل سبب ونسب منقطع يوم القيامة إلا سببي ونسبي وإن رحمي موصولة في الدنيا والآخرة
“Rasulullah SAW bersabda :”apa keadaan orang-orang yang menyangka, bahwa hubungan kekerabatan denganku tidak bermanfaat. Sesungguhnya setiap sebab pertalian dan nasab pada hari kiamat nanti terputus, kecuali pertalian sebab aku dan sebab nasabku. Seseungguhnya pertalian keluarga dengaku itu tetap sambung di dunia dan dia akhirat.” (HR. Al Bazzar dan Ath Thabrani)
عن ابن مسعود رضي الله عنه قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول على هذا المنبر : ما بال رجال يقولون : إن رحم رسول الله صلى الله عليه وسلم لا تنفع قومه ، بلى والله إن رحمي موصولة في الدنيا والآخرة ، وإني أيها الناس فرط لكم على الحوض
“Dari Ibnu Mas’ud berkata, saya mendengar Rasulullah SAW bersabda di atas mimbar, “bagaimana orang-orang yang mengatakan, bahwa keluarga Rasulullah SAW tidak memberi manfaat pada kaumnya besok di hari kiamat. Demi Allah, keluargaku tetap bersambung denganku di dunia dan di akhirat, dan sesungguhnya aku hai orang-orang, mendahului kamu semua di telaga (Al Kautsar).”(HR. Ahmad, Al Hakim dan Al Baihaqi)
Soal:
Apa arti hadits, “Hai fatimah putri muhammad, Hai shofiyyah putri Abdul Muthollib, selamatkan diri kalian dari neraka, sebab saya tidak dapat berbuat apa apa untuk kamu. “?
Jawab:
Para ulama menjelaskan, bahwa antara hadits diatas dan hadits-hadits tentang keutamaan ahlu bait tidak da pertentangan, sebab arti hadits diatas adalah, bahwa Rasulullah SAW tidak dapat membuat sesuatu, baik bahaya maupun kemanfaatan untuk seseorang, tetapi Allah memberinya kekuasaan memberi manfaat kepada keluarganya, bahkan seluruh umatnya melalui syafa’at umum dan khusus. Beliau tidak mempunyai kemampuan untuk berbuat, kecuali apa yang dikuasakan oleh Allah kepadanya. Demikian juga halnya sabda Rasulullah SAW, “aku tidak dapat menghindarkan sedikitpun siksa Allah dari kamu semua.“ Artinya, hanya dengan diriku tanpa anugerah Allah yang diberikan-Nya kepadaku berupa hak memberi syafa’at, maka aku tidaklah dapat berbuat menghindarkan kamu dari siksa Allah sedikitpun. Hanya semata-mata karena anugerah Allah yang diberikan kepadaku berupa hak memberi syafa’at, aku menjadi dapat memohonkan ampunan untuk kamu (umatku).
Imam Ahmad Bin Hajar pernah ditanya oleh seseorang, “ manakah yang lebih mulia antara Habib (keturunan Rasulullah SAW) yang bodoh dan orang yang berilmu yang mengamalkan ilmunya? Siapakah diantara keduanya yang lebih berhak dimuliakan, jika keduanya berada dalam satu tempat?” Imam Ahmad bin Hajar menjawab, “masing-masing dari keduanya memiliki keutamaan yang agung. Adapun kemuliaan Habib sekalipun bodoh, ia adalah dalam jasadnya terdapat darah dan daging mulia Rasulullah SAW, yang tidak dapat ditandingi dengan apapun. Adapun kemuliaan orang yang berilmu yang mengamalkan ilmunya karena ia memberi manfaat kepada kaum muslimin dan memberi petunjuk kepada orang-orang sesat ke jalan Allah, mereka itu adalah penerus perjuangan para Rasul Allah dan pewaris ilmu mereka. Adapun yang harus diutamakan jika keduanya berada dalam satu majlis adalah Habib, berdasarkan Hadits:
قدموا قريشا
“Dahulukanlah orang-orang Quraisy.”
Soal:
Apa hukum orang yang mengingkari, bahwa Nabi SAW memiliki dzurriyah yang mempertemukan ras dengan beliau, dengan menggunakan dalil, “Muhammad bukanlah bapak seseorang dari kamu semua”?
Jawab:
Pendapat yang seperti itu dan dalil yang dikemukakan jelas tidak benar, karena ayat tersebut diturunkan berkaitan dengan Zaid bin Haritsah ra, yang waktu itu Nabi SAW mengangkatnya sebagai anak angkat, zaid seperti anak beliau dan mengatakan Zaid bin Muhammad. Kemudian Allah melarang mengangkat anak dan melarang memberi status hukum seperti anak kandung dengan ayat:
     
“Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka, itulah yang lebih adil pada sisi Allah.”(QS. Al Ahzab: 5)
Setelah ayat ini turun, Zaid dipanggil dengan Zaid bin Haritsah. Ketika menjadi besar, maka dinikahkan oleh Rasulullah SAW dengan putri bibi beliau bernama Zainab bin Jahsy, kemudian terjadi perceraian. Setelah habis masa iddahnya, ia dipinang oleh Rasulullah SAW untuk dinikahi sendiri. Allah mengawinkan beliau dengan firman-Nya:
     •
Orang-orang munafik berkata, “Muhammad menikahi istri anaknya yang tidak pernah berlaku dikalangan masyarakat.” Kemudian Allah SWT menurunkan ayat sebagai jawaban cibiran orang-orang munafik:
•           •
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki diantara kamu, tetapi dia adalah Rasulallah dan penutup nabi-nabi.” (QS. Al Ahzab:40)
Para ulama sepakat, bahwa diantara khushusiyyah Nabi SAW adalah anak-anak putri beliau bernasab kepada beliau semua secara sah, berdasarkan sabda beliau:
إن الله عز وجل جعل ذرية كل نبي في صلبه ، وجعل ذريتي في صلب علي بن أبي طالب رضي الله تعالى عنه ".
“Sesengguhnya Allah menjadikan keturunan semua nabi pada sulbinya, dan Allah menjadikan keturunanku pada sulbi Ali bin Abi Thalib.” (HR. imam At-Thobroni).
    •  •  
“Setiap anak laki-laki seorang ayah memiliki ashobah (penerima bagian ashobah), kecuali dua putera fatimah, karena akulah wali keduanya dan ashobah mereka berdua. (HR. Al-Hakim)
Soal:
Bolehkah mencium yang ahlu bait Nabi SAW?
Jawab:
Ya, boleh. Bahkan seyogyanya dilakukan, sebab mencium tangan mereka merupakan taqarrub (mendekatkan) dan tawaddud (mencintai) pada Nabi SAW. Allah berfirman:
Soal:
Apakah ada dalil yang menunjukkan hal itu?
Jawab:
Dalil boleh mencium tangan kerabat ahlil bait Nabi SAW ebagai mana diriwayatkan oleh imam Al-Hakim dan Al-Baihaqi yang dishohihkah oleh Ibnu ‘Asakir dan Ibnu Abdil Barr dari Al-Sya’bi, ia berkata:
صلى زيد بن ثابت على جنازة أمه ثم قربت له بغلته ليركتها فجاءه ابن عباس رضي الله عنهما فأخذ بركابه فقال زيد خل عنك يا ابن عم رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال هكذا نفعل بالعلماء فقبل زيد يد ابن عباس رضي الله عنهما وقال هكذا أمرنا إأن نفعل بآل بيت نبييا
”Zaid bin Tsabit setelah melakukan shalat atas jenazah ibunya, lalu keledainya didekatkan kepadanya agar dinaikinya, kemudian Ibnu Abbas memegang keledainya dan memegang kendalinya. Zaid berkata: biarkan hai putera paman Rasulullah SAW. Ibnu Abbas berkata: demikianlah kami memperlakukan ulama. Zaid mencium tangan Ibnu Abbas RA, dan berkata: Demikian inilah kami diperintahkan berbuat diperintahkan berbuat kepada keluarga Nabi kita Muhammad SAW.
Imam Al-Bukhori dalam Al-Adab Al-Mufrod meriwayatkan:

عن صهيب قال أرأيت عليا يقبل يد العباس ورجله
“Dari Shuhaib RA ia berkata: “Saya telah melihat Ali bin Abi Thalib mencium tangan dan kaki Al-Abbas.”

Tawassul dan Membaca Sayyidina
Soal:
Apa hukum tawassul? Dan apa pendapat ulama tentang hal ini?
Jawab:
Keyakinan golongan Ahlussunnah adalah, bahwa diantara sebab dan akibat merupakan hal yang wajar. Artinya, Allah menjadikan pengaruh-pengaruh pada segala sesuatu melalui sebab-sebab. Dia menciptakan rasa panas (pembakaran) ketika api menjilat benda yang terbakar. Dia menciptakan pemutusan ketika pedang menebas benda yang terputus. Dia menciptakan kesembuhan ketika sisakit menelan obat, dan demikian seterusnya. Orang yang mempercayai pendapat (madzhab) seperti ini adalah orang mukmin yang sejati. Tawassul dengan para kekasih Allah, baik para Nabi atau para Wali merupakan bagian dari pada hal diatas. Ketika golonga ahli sunnah wal jama’ah menjadikan mereka sebagai perantara dan sebab yang wajar antara kita dan Allah dalam mencapai maksud, karena kedekatan mereka kepada Allah, karena kedudukan mereka disisi Allah dan karena kecintaan Allah kepada ,ereka, dan kecintaan mereka kepadanya, tanpa meyakini bahwa meraka mampu membuat sesutatu. Kita hanya tabarrukan dengan mereka, karena mereka adalah orang-orang yang dikasihi Allah. Dia selalu mengabulkan doa mereka dan menerima pemberian pertolongan (syafa’at) mereka. Didalam hadits Qudsi disebutkan:
ولا يزال عبدي يتقرب إلي بالنوافل حتى أحبه فإذا أحببته كنت سمعه الذي سمع به وبصره الذي يبصر به ويده التي يبطش بها ورجله التي يمشي بها ولئن سألني لأعطيته ولئن استعاذني لأعيذنه
“Hambaku senantiasa mendekatkan diri kepadaku dengan ibadah ibadah sunnah, sampai aku mencintainya. Apa bila aku mencintainya, maka aku adalah pendengarannya penglihatannya, tangan dan kakinya. Apabila ia memohon kepadaku, maka aku beri, dan apabila ia meminta perlindungan, maka aku lindung. (HR. Imam Al-Bukhori)
Apabila yang dimaksudkan tawassulseperti di atas, maka tidak ada perbedaan antara tawassul dengan orang-orang yang hidup dan orang-orang yang telah meningga dunia. Orang-orang yang membeda-bedakan antara tawassul dengan orang-orang yang hidup (boleh) dan tawassul dengan orang-orang yang telah meninggal (tidak boleh), sepertinya mereka berkeyakinan, bahwa orang-orang yang hidup memiliki kekuasaan atau pengaruh, sedang orang yang telah mati tidak memilikinya. Sedangkan kami golonga Ahlussunnah Wal Jama’ah berkeyakinan, bahwa setiap orang yang hidup atau yang mati tidak memiliki kemampuan atau pengaruh membuat manfa’at maupun madlorot. Kemampuan dan pengaruh membuat sesuatu itu hanya milik Allah yang tidak ada sekutu baginya.
Mayoritas golongan Ahlussunnah Wal Jama’ah dan sebagian besar Kaum muslimin berpendapat boleh tawassul dengan benda-benda yang bernilai baik (seperti obat-obatan) atau orang-orang baik, sebagai mana boleh tawassul dengan amal-amal baik, berdasarkan keumuman firman Allah:
             
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan carilah sebuah perantara untuk sampai kepada Allah, dan berjihadlah kamu dijalannya, mudah-mudahan kamu mendapat keuntungan.(QS. Al-Maidah:35).”
Dalam sebuah hadits yang shahih disebutkan:
عن عثمان بن خنيف أن رجلا أعمى جاء إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال يا رسول الله ادع الله أن يكشف بصري فقال صلى الله عيه وسلم إن شئت دعوت وإن شئت صبرت قال فأمره أن يتوضأ ويحسن وضوءه ثم يدعو بهذا الدعاء اللهم إني أسألك وأتوجه إليك بنبيك محمد صلى الله عليه وآله وسلم نبي الرحمة، يا محمد إني أتوجه بك إلى ربي في حاجتي لتقضى لي اللهم شفعه في فذهب ففعل ما أمره به ثم رجع وقد أبصر
“Dari Utsman bin Hunaif, sesungguhnya seseorang laki-laki menghadap kepada Rasulullah SAW seraya berkata: “Ya Rasulallah doakanlah kepada Allah agar membuka penglihatanku.” Rasulullah bersabda: “Jika kamu mau berdoalah, atau bersabarlah kamu.” Lalu beliau memerintahkannya berwudhu secara baik lalu membaca do’a (sebagai mana dalam Hadits), kemudian laki-laki itu pergi, lalu mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Rasulullah, kemudian ia kembali dalam dapat melihat. (HR. At-Turmudzi, An-Nasa’i, Al-Baihaqi dan Al-Thobroni).
Para sahabat Nabi, Tabi’in, ulama salaf maupun kholaf selalu menggunakan do’a ini dalam usaha terpenuhi hajat mereka.
عن أبي سعيد الخذري من خرج من بيته إلى الصلاة فقال اللهم إني أسألك بحق السائلين عليك وبحق الراعبين إليك وبحق ممشاي هذا إليك فإني لم أخرج أشرا ولا بطرا ولا ريئا ولا سمعة إنما خرجت اتقاء سخطك وابتغاء مرضاتك فأسألك أن تنقذني من النار وأن تغفر لي ذنوبي فإنه لا يغفر الذنوب إلا أنت، إلا وكل الله به سبعين ألف ملك يستغفرون له وأقبل الله بوجهه حتى يقضي صلاته.
“Dari Abu Sa’id Al-Khudzri: barang siapa yang pergi kemasjid untuk shalat lalu membaca do’a (seperti dalam hadits), maka Allah mengutus tujuh puluh ribu (70.000) malaikat agar memohonkan ampun untuk orang tersebut, dan Allah memandang hingga ia selesai shalat. (HR. Ibnu Majah).”
Ini adalah tawassul yang nyata dengan hamba yang beriman yang masih hidup atau mati, dan rasulullah lalu membaca do’a ini sebagai mana diriwayatkan oleh Al-Baihaqi, Ibnu Majah, dan Abu Na’im.
Soal:
Apa hukum menambah kata Sayyid pada bacaan Shalawat kepada Nabi SAW?
Jawab:
Menambah kata sayyid pada bacaan Shalawat kepada Nabi SAW menurut imam Abu Hanifah, Malik dan Syafi’I sepakat memberlakukan tambahan satu kata tersebut, demi mengagungkan beliau dan karena lebih megutamakan sopan santun (adab) diatas mengikuti perintah yang menyebutkan, “Bacalah Allahumma sholli ‘ala Muhammad.” Tetapi imam Ahmad lebih mengutamakan mengikuti perintah diatas sopan santun, sekalipun imam Ahmad sendiri selalu menambahkan kata sayyid. Ia hanya bermaksud melebih utamakan mengikuti sunnah, karena siyadah Rasulullah sudah merupakan hal yang muttafaq, beliau adalah sayyid (pemuka) orang-orang terdahulu dan orang-orang kemudian di dunia dan di akhirat seperti dalam hadits:
أنا سيد ولد آدم ولا فخر
“aku adalah pemuka anak adam dan tidak ada rasa bangga”.
Para ulama berkata : adapun haditsg لا تسيدوني في الصلاة (janganlah kamu semua menyebutkan sayyid dalam membaca sholawat), maka hadits ini batil, tidak ada asalnya, bahkan maudu’(palsu). Redaksi hadits ini dinilai salah menurut bahasa arab, karena dalam bahasa arab tidak ada kata ساد-يسيد , yang ada adalah ساد-يسود padahal nbi adalah suatu kesalahan besar dan pelakunya dikhawatirkan masuk ancaman sebagaimana dalam sabda beliau :
من كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار
“Barang siapa membuat kebohongan atas nama saya, maka hendaklah ia menempati tempatnya di neraka.”
Soal:
Apa pendapat para ulama tentang hukum mendirikan bangunan diatas kuburan?
Jawab:
Mendirikan bangunan diatas kuburan menurut pendapat ulama diperinci (tafsil), apa bila kuburan itu ada ditanah milik, maka hukumnya boleh tetapi makruh, baik bangunan itu berupa cungkup atau lainnya. Apa bila kuburan itu berada ditanah wakaf atau tanah umum, maka hukumnya mendirikan bangunan diatas kuburan pada tanah tersebut hukumnya haram, alasannya untuk menghindari sempitnya kuburan. Memang ada sebagian ulama mengecualikan kuburan orang-orang shaleh dan imam-imam umat islam. Membangun suatu bangunan diatas kuburan orang-orang shaleh meskipun berada ditanah umum hukumnya boleh, karena dapat mendorong ziarah kekuburan itu yang dianjurkan dalam Syara’, dan agar orang-orang yang hidup dan yang telah mati di dekatnya mendapat manfa’at dengan bacaan-bacaan yang dibaca oleh para peziarah. Dasarnya adalah ijma’ umat, yang telah sepakat mendirika kubah (qubbah Khodlro) diatas kuburan Nabi SAW.

Jawaban Terhadap Aqidah Syi'ah yang Menyimpang
Syi'ah adalah golongan orang-orang yang mengklaim mencintai ahlu bait, padahal tidak demikian adanya. Mereka mengaku mengikuti tokoh-tokoh ahlu bait, seperti Al- Hasan, Al- Husain, Ali bin Abi Tholib, Ali bin Al- Husain, Zaid bin Ali, dan Ja'far Ash- Shodiq. Mereka melepaskan diri dari Abu Bakar, Umar, Utsman, Amr bin Al-Ash, dan Muawiyah bin Abu Shufyan, bahkan memeki-makinya.
Rasulullah SAW, telah memperingatkan adanya golongan ini dan memberitakan kemunculannya sesudah beliau, sebagaimana dalam hadits marfu' riwayat Imam Ahmad, Ad- Daruquthni, Adz-Dzahabi dan At- Thobroni dari banyak sahabat, termasuk dari Ali bin Abi Tholib, yaitu:
سيأتي من بعدي قوم لهم نبز يقال له الرافضة فإن أدركته فاقتلهم فإنهم مشركون، قال علي كرم الله وجهه قلت يارسول الله ماالعلامة فيهم قال يقرظونك بما ليس فيك ويطعنون على السلف. وفي رواية لدار قطني ينتحلون حبنا أهل البيت ولييسوا كذلك وعلامة ذلك إنهم يسبون أبا بكر وعمر

"Akan datang sesudahku sekelompok kaum yang memiliki julukan nama Ar- Rafidloh, apabila kamu menjumpai mereka perangilah, sebab mereka musyrik."Ali berkata, saya bertanya," ya Rasulallah, apa tanda-tanda mereka?" Beliau menjawab,"mereka itu memuji-muji kamu dengan hal-hal yang tidak ada pada kamu dan mencela orang-orang salaf."
"Dalam riwayat Imam Ad-Daruquthni disebutkan dengan redaksi:"mereka mengklaim cinta kepada ahlu bait, padahal tidak sama sekali. Tanda- tanda mereka adalah mencela Abu Bakar dan Umar".
Demikianlah gambaran singkat golongan Ar-Rafidah.
Soal:
Apa hujjah Ahlussunnah Wal jamaah mengutamakan tiga khalifah pertama atas Ali bib Abi Tholib?
Jawab:
Hujjahnya adalah ijma' sahabat . Mereka mengutamakan Abu Bakar Ash-Shiddiq, kemudian Umar lalu Utsman bi Affan. Para sahabat itu tidaklam membuat kesepakatan yang keliru karena jaminan Allah berdasarkan sabda Nabi SAW:
لا تجتمع أمتي على ضلالة
"Umatku tidak akan membuat kesepakatan pada suatu kesesatan" (HR. Abu Dawud, At-Turmudzi, Ibnu Majah, Ad-Daruquthni dab Al- Hakim)
ما رآه المسلمون حسنا فهو عند الله حسن وما رآه المسلمون قبيحا فهو عند الله قبيح
"Apa yang di nilai orang-orang islam baik, maka menurut Allah juga baik, dan apa yang di nilai jejek oleh orang-orang islam, menurut Allah juga jelek." (HR. Ahmad,At-Thobroni,dan Al Baihaqi)"
من فارق الجماعة مات ميتة جاهلية
"Barangsiapa memisahkan diri dari jama'ah (golongan terbanyak), maka jika mati seperti mati orang jahiliyyah."(HR. Al Bukhori dan Muslim)
Selain hadits-hadits tersebut,masih banyak hadits yang menjadi hujjah golongan Ahlussunnah Wal Jama'ah yang menunjukkan kewajiban mengikuti ijma' ummat dan larangan menyimpang darinya. Allah berfirman:
      •           •   • 
"Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan dia leluasa terhadap kesesatanyang telah dikuasainya itu. Kami maukkan ddia kedalam jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali."(QS. An-Nisa' 115).
Sungguh tidak mungkin para sahabat atau salah seorang diantara mereka menyembunyikan kebenaranatau mengabaikan kebenaran secara tipu muslihat, sedangkan mereka semuanya adalah orang-orang pilihandari umat ini, aksi-saksi yang adil dan pemuka-pemuka terbaik, berdasarkan yang di akui Allah dalam firman-Nya:
 •     •      
"Orang-orang yang terdahulu yang pertama (masuk islam)diantara orang-orang Muhajirin dan Anshor da orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dan mereka ridho kepada Allah."(QS. At-Taubah: 100)
  •     ••
"Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu ( umat Islam ) umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia." ( QS. Al Baqoroh: 143).
Rasulullah Saw bersabda:"Sebaik-baik generasi adalahgenerasiku ( sahabat), kemudian generasi berikutnya (tabi'in),kemudian generasi berikutnya (tabi'it tabi'in)." (HR.Imam Al Bukhori)
Pujian Allah dan Rasul-Nya tidaklah berubah, begitu pula janji-Nya. Krena Allah adalah Maha Mengetahui akibat segala sesuatu. Dia tidak akan memuji kecuali orang-orang yang baik dalam pandangan-Nya.
Soal:
Apakah ada Nash (ketentuan) dari Nabi saw tantang siapa yang menjadi khalifah sesudahnya?
Jawab:
Mayoritas para imam umat islam sepakat, bahwa Nabi saw. tidak menetapkan secara tegas siapa yang bakal mengendalikan khalifah sesudahnya. Andai kata ada ketetapan (nash) yang jelas tentang hal itu, makatidaklah terjadi perselisihan sedikitpun antara sahabat Anshor dan lainnya, dan orang yang mengetahui nash itu tentu menyampaikannya kepada umat. Kemudian para sahabat bersama umat pasti akan merujuk kepadanya. Adapun nash yang di klaim oleh golongan syi'ah atas Ali ra. Adalah batil, tidak ada dasar yabg kuat berdasarkan ijma' umat islam, bahkan orang yang pertama kali menganggap nash ini palsu adalah Ali ra. sendiri. Karena jika memiliki riwayat tentang nash itu, maka pasti ia mengemukakannya, dan ternyata ia tidak mengemukakannya. Padahal persoalan khalifah termasuk masalah yang mendesak periwayatan nash seperti itu. Apabila tidak ada nash, maka baiat dengan suara bulat di berikan pada Abu Bakar.
Memang Nabi saw.Memberikan isyarat,kemudian difahami oleh tokoh-tokoh sahabat sebagai isyarat kekhilafahan Abu Bakar al-shiddik,yaitu ketika beliau menunjuknya menjadi imam sholat, seperti dalam sabdanya,''perintahkanlah Abu Bakar agar ia sholat bersama orang-orang ''.
Imamah (menjadi imam) dalam sholat adalah tugas khalifah. Oleh sebab itu, para sahabat termasuk Ali bin Abi Thalib berkata,'' kami relakan urusan dunia kami kepada orang yang Rasulullah saw . merelakan kepanya urusan agama kamu.''
Imam muslim dalam kumpulan hadits-hadita shohih meriwatkan:
إن النبي صلى الله عليه وسلم قال لعائشة رضي الله عنها ادعي لي أبا بكر وأخاك حتى أكتب كتابا فإني أخشى أن يتمنى متمن ويقول قائل أنا أولى ويأبى الله والمؤمنون إلا أبا بكر
"Sesungguhnya Nabi saw. bersabda kepada aisyah ra .''panggilkan aku Abu bukar dan saudaramu agr aku menulis sebuah surat, karena aku khawatir ada seseorang yang mempuyai harapan, dan ada orang yang berkata : saya lebih berhak, padahal Allah dan orang-orang mukmin acuh kecuali kepada Abu Bakar.''
إن النبي صلى الله عليه وسلم خطب في آخر حياته فمما قال إن أمن الناس علي في صحبته وماله أبو بكر فلو كنت متخذا من أهل الأرض خليلا لاتخذت أبا بكر خليلا
"Sesunggunya Nabi saw. bersabda pada akhir hayatnya berkhutbah yang isinya antara lain,''sesumgguhnya orang yang paling jujur dalam pergaulan dan hartanya adalah Abu Bakar. andaikan aku menunjuk seorang kekasih dari penghuni bumi, maka pastilah aku tunjuk Abu Bakar sebagai kekasih.''(HR. Al-Bukhori dan muslim)
Soal:
Apa sebab keterlambatan Ali ra. membaiat Abu Bakar ra. ?
Jawab:
perlu diketahui, bahwa amirul mukminin Ali ra. sangat tidak pantas dinilai meyalai perintah Allah swt.dan Rasul-Nya berupakan memberikan baiat kepada selainnya karena takut dan permusuhan sebab ia adalah orang mukmin yang paling berani dan tidak perna takut comoohan orang yang mencemooh dalam menegakkan agama .Memang waktu itu ia terlambat sampai persoalan menjadi jelas, lalu ia mengikutinya. Berdasarkan ijma' umat, ia membaiat Abu Bakar dan ia rela kepadanya dan kepada Umar ,bahkan setelah mereka wafat selalu memuji-mujinya, dan ia juga ikut menetapkan khilafah kepada Usman. Pantaskah kiranya orang seperti itu, yang bergelar singa Bani ghalib menipu atau mengambil muka dalam urusan agama Allah atau mengabaikan wasiat Rasulullah? sungguh pendapat golongan syi'ah tentang hal pembaiatan itu merupakan kebohongan besar.
Soal:
Apa keyakinan kita tetang sahabat Rasulullah ?
Jawab:
Kita golongan muslimin wajib meyakini keutamaan sahabat-sahabat Rasulullah saw. dan meyakini bahwa mereka adalah orang-oarang adil,Tidak boleh memaki, mencela dan berprasangkah buruk kepada seoaranfg pun diantara mereka, karena Rasulullah saw .telah bersabda:
لا تسبوا أصحابى فوالذى نفسى بيده لو أن أحدكم أنفق مثل أحد ذهبا ما أدرك مد أحدهم ولا نصيفه
"janganlah kamu semua mencela sahabat-sahabatku. Demi Dzat yang jiwaku di tangan kekuasaan-Nya, apabila salah seorang diantara kamu mendermakan emas seberat gunung Uhud, maka belumlah dapat menyamai satu mud yang di infakkan salah seorang dari mereka bahkan belum menandingi separuh mud infak mereka."(HR. Al Bukhori dan Muslim).
من سب أحدا من أصحابي فعليه لعنة الله والملائكة والناس أجمعين لا يقبل الله صرفا ولا عدلا
"Barangsiapa mencela salah seorang dari sahabatku, maka ia mendapat kutukan dari Allah, malaikat dan semua manusia. Allah tidak menerima ibadah fardlu dan ibadah sunnahnya." (HR. Al Baihaqi)
Para ulama menjelaskan bahwa mencela para sahabat atau melecehkan mereka jika tidak sesuai dengan dalil-dalil qot'i, maka hukumnya kafir, sebagaimana mencemarkan nama baik Ummul Mukminin Aisyah ra. bagi setiap muslim hendaknya senantiasa berprasangka baik dan menghormati para sahabat Nabi saw, sehingga menjadi bagian dari orang-orang yang dimaksud dalam ayat:
           
"Dan orang-orang yang datang sesudah mereka ( muhajirin dan Anshor), mereka berdo'a: Ya Tuhsn kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami." (QS. AL Hasyr : 10).
Soal:
Apa keharusan kita menyikapi perbedaan dan perselisihan yang terjadi diantara para sahabat?
Jawab:
Kita wajib menahan (diam), tidak membicarakan perselisihan diantara para sahabat, dan wajib berpaling dari berita- berita (ceritera) ahli sejerah, riwayat para perawi yang tidak tsiqoh dan penyesatan orang-orang ahli bid'ah yang mencela salah seorang sahabat. Kita harus memberi takwil yang baik terhadap riwayat-riwayat tentang perselisihan diantara mereka, mengingat jasa-jasa baik mereka dalam membela dan menyebarluaskan islam, dan tisak perlu membicarakan selain itu. Allah swt. lebih mengetahui mereka dan telah memuji-muji mereka dengan firman-Nya:
                   
"Muhammad itu adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang- orang kafir, tetapi berkasih saying bersama mereka. Kamu melihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridoan-Nya." (QS.Al Fath: 29).
Demikianlah Allah swt. menerangkan sifat-sifat para sahabat Nabi saw. dengan jelas. Allah mengetahui mereka sebelum dan sesudah wafat Nabi saw. Barang siapa terlintas di hatinya, bahwa Allah tidak mengetahui apa yang bakal terjadi di kalangan para sahabat setelah di tinggal wafat Rasulullah saw., maka dia adalah kafir.
Demikian juga halnya, peperangan dan perselisihan antara imam Ali dan Muawiyah hrus di takwili secara baik, dan tak seorangpun boleh menghukumi kefir salah seorang diantara keduanya. Para ulama menjelaskan bahwa sesungguhnya Amirul Mu'minin Ali bin Abi Tholib ra. telah melakukan ijtihad dalam persoalan khalifah, dan benar ijtihadnya, dan ia orang yang paling ber hak menduduki jabatan khalifah waktu itu. Sedangkan Mua'wiyah ra. telah ber ijtihad pula, tapi salah ijtihadnya, dan ia tidak berhak menjadi khalifah beramaan dengan Ali ra. Andaikata kita berada di zaman itu, tentu kita bersama Ali menyadarkan Mu'awiyah dan golongan pembangkang hingga mereka patuh pada hokum Allah. Tetapi demi kemaslahatan kita diam. Allah lebih mengetahui niat dan isi hati mereka.
 •        •        
"Itu adalah umat yang telah lalu, baginya apa yang di usahakannya dan bagimu apa yang kamu usahakan, dan kamu tidak akan di minta pertanggung jawaban tentang apa yang telah mereka kerjakan"(QS. Al Baqoroh :141).
Soal:
Bolehkah melaknat Mu'awiyah dan orang-orang yang memberontak imam Ali ra.?
Jawab:
Perlu di ketahui oleh umat ini, bahwa memberontak kepada pemimpin tidaklah kafir. Orang-orang islam yang pernah memberontak Imam Ali itu di hukumi pembangkang (orang yang berbuat maksiat), dan orang yang berbuat maksiat itu tidak boleh di laknat. Tak seorang pun ulama salaf membolehkan melaknat Mu'awiyah dan orang-orang seperti dia, karena mereka itu adalah orang-orang yang melakukan ijtihad, dan orang yang berijtihad itu tidak berdosa sekalipun salah ijtihadnya. Mereka hanya berbeda pendapat tentang putra Mu'awiyah yang bernama Yazid. Sebagian ulama ada yang membolehkan melaknat Yazid, karena ia memerintahkan pembunuhan terhadap Al-Husain. Tapi ada Ulama lain yang tidak membolehkannya, termasuk Imam Al-Ghozali. Ia berpendapat, "tidak ada kepastian bahwa Yazid mengeluarkan perintah pembunuha terhadap Al- Husain."
Beberapa ulama menersngksn, bahwa melaknat seseorang tertentu itu tidak dibolehkan dalam agama, kecuali orang yang telah jelas-jelas mati dalam keadaan kafir, seperti firaun atau orang yang jelas-jelas tidak bakal mendapat rahmat Allah seperti iblis. Sekalipun demikian, tidak ada keutamaan mengutuk orang-orang yang sifatnya seprti itu. Rasulullah saw. telah melarang orang islam (ahli qiblat) sebagaimana sabda Rasulullah:"Melaknat orang mukmin itu seperti membunuhnya."(HR. Bukhori dan Muslim). Rasulullah juga bersabda:"Janganlah kamu saling melaknat dengan laknat Allah dan dengan kemurkaan Allah."(HR. Abu Dawud At-Turmudzi)
Soal:
Apa hukum orang yang membenci Imam Ali ra.?
Jawab:
Ulama ahli tahqiq berpendapat, membenci Imam Ali ra. dan sahabat-sahabat lainnya jika alasannya karena mereka membantu dan membela Rasulullah saw. dan kegigihannya membbela agama Allah, maka hukumnya kafir dan munafik, berdasarkan hadits Nabi saw.:
حب الأنصار إيمان وبغضهم كفر ونفاق
"Mencintai sahabat-sahabat Anshor merupakan iman, sedangkan membenci mereka merupakan kekufuran dan kemunafikan."
عن علي بن أبي طالب رضي الله عنه والذي خلق الحبة وبرأ النسمة إنه لعهد النبي الأمي إلي أنه لا يحبني إلى مؤمن ولا يبغضني إلا منافق
"Dari Ali bin Abi Tholib ra."Demi Dzat yang membelah biji dan menciptakan manusia, sungguh Nabi yang ummi berwasiat kepadaku, bahwa tidak mencintaiku kecuali orang-orang yang beriman, dan tidak membenciku kecuali orang munafik".
Adapun jika tidak menyukai mereka karena alas an lain, yaitu karena persoalan baru yang menyebabkan terjadinya perslisihan, maka pelakunya tidak dapat di hukumi kafir atau munafiq.
Dengan demikian, jelaslah bahwa setiap orang islam wajib mencintai Imam Ali ra. dan sahabat-sahabat Nabi saw. Lainnya serta kelurganya yang bersih dengan tidak berlebihan sebagaimana sebagian orang-orang Syi'ah yang berlebihan dalam mencintai dan mengkultuskannya, sampai-sampai mengangkat-nya ke derajat kenabian, bahkan lebih dari itu. Kemudian membuat-buat hadits palsu dan memasukkan hal-hal yang menyebabkan kekufuran ke dalam akidah mereka. Begitu pula lawan-lawannya yang keterlaluan dalam membenci Imam Ali ra. sehingga melaknatnya di atas mimbar-mimbar. Di dalam hadits Nabi saw. Di sebutkan :
إن النبي صلى الله عليه وسلم قال يا علي إن فيك مثلا من ابن مريم أبغضته اليهود حتى بهتوا أمه وأحبته النصارى حتى أنزلوه المنزلة التي ليس بها
"Sesungguhnya Nabi saw. Bersabda,:"Hai Ali. Sesungguhnya pada dirimu terdapat kesamaan dengan Putera Maryam. Ia di benci oleh orang-orang Yahudi, sampai mereka membuat-buat kebohongan untuk ibundanya, dan Ia di cintai oleh orang-orang Nasrani, sampai sampai mereka menempatkan pada tempat yang tidak semestinya."
Diriwayatkan pula dari Imam Ali bin Abi Tholib, sesungguh-nya ia berkata:
هلك في رجلان حب مفرط ومبغض مفرط
"Dua macam orang menjadi rusak karena saya; yaitu orang yang mencintaiku secara berlebihan dan orang yang membenciku secarta keterlauluan."

Nikah Mut'ah Dalam Islam
Soal:
Apa hukum nikah mut'ah dalam islam dan apa pendapat para ulama tentang nikah mut'ah ini?
Jawab:
Semua ulama dan fuqoha sepakat mengharamkan nikah mut'ah, berdasarkan hadits-hadits sohih yang secara tegas mengharamkan nikah mut'ah. Nabi saw. Telah menjelaskan, bahwa keharaman nikah mut'ah itu untuk selama-lamanya sampai hari kiamat. Sebagai mana dalam hadits riwayat Saburah bin Ma'bad Al-Juhani:
إنه غزا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم فتح مكة فقال: يا أيها الناس إنى قد كنت أذنت لكم فى الاستمتاع من النساء وإن الله قد حرم ذلك إلى يوم القيامة
"Sesungguhnya ia (Saburah) peran bersama Rasulullah saw. Pada waktu pembebasan kota Makkah, dan beliau bersabda,' Hai orang-orang, sesungguhnya Aku pernah mengizinkan kepada kalian menikahi wanita dengan nikah mut'ah. Tapi sesungguhnya Allah telah mengharamkannya sampai hari kiamat.'"(HR. Imam Muslim).
Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah menjelaskan bahwa nikah mut'ah pada permulaan Islam memang diperbolehkan, kemudian di nasakh. Oleh sebab itu, nikah mut'ah dilarang dan hukumnya haram sampai kini dan seterusnya. Penasakh-an nikah mut'ah ini terjadi dua kali. Pertama, pada waktu perang khaibar, seperti tersebut dalam hadits yang sohih. Kadua, pada waktu pembebasan kota Makkah. Pada masa permulaan, terdapat perselisihan tenteng nikah mut'ah dan terus bertambah meningkat, kemudian mereka bersepakat atas keharamannya. Tentang pendapat Golongan Syi'ah yang mempebolehkan nikah mut'ah itu tidak dapat di terima, karena berlawanan dengan nash-nash Al Qur'an, Al Hadits dan ijma' ulama Isalam dan iman ahli ijtihad.
Hadits yang menunjukkan keharaman nikah mut'ah selain yang tersebut di atas adalah hadits dari Ali ra.:
إن النبي صلى الله عليه و سلم نهى عن متعة النساء يوم خيبر وعن أكل لحوم الحمر الأهلية
"Sesungguhnya Nabi saw.telah melarang menikahi wanita dengan nikah mut'ah pada waktu perang Khaibar, dan melarang pula makan keledai piaraan." (HR. Al Bukhori, Muslim dan Malik).
Hadits ini adalah hadits yang di riwayatkan oleh Imam Ali ra. dari Rasulullah saw. Bagaimanakah orang-orang Syiah meng halalkan nikah mut'ah? Imam Ibnu Hajar Al Asqolani dalam kitab fatfhul bari mengutip dari Imam Al-Khottobi, ia berkata, "Pengharaman nikah mut'ah itu seperti menjadi ijma', kecuali menurut sebagian orang Syi'ah. Padahal menurut riwayat yang sohih dari imam Ali, bahwa nikah mut'ah telah dinaskh."
Imam Muslim telah menyebutkan lebih dari sepuluh hadits tentang keharaman nikah mut'ah. Demikianlah pendapat ulama Ahlussunnah. Imam Ibnu Majah juga meriwayatkan dengan sanadnya:
إن النبي صلى الله عليه و سلم حرم المتعة فقال: يا أيها الناس إني قد كنت أذنت لكم فى الاستمتاع ألا وإن الله قد حرم ها إلى يوم القيامة
"Sesungguhnya Rasulullah SAW telah mengharamkan nikah mut'ah; beliau bersabda, " Hai orang-orang, sesungguhnya aku pernah mengizinkan kamu menikahi wanita secara nikah mut'ah, dan sesungguhnya Allah mengharamkannya sampai hari kiamat."
Dengan demikian, maka klaim golongan Syi'ah tentang kehalalan nikah mut'ah adalah bathil.
Para ulama menerangkan bahwa Allah SWT dalam kitab-Nya telah menjelaskan, bahwa Senggama (hubungan badan) itu halal dilakukan dengan istri atau budak perempuan miliknya, sebagaimana firman-Nya:
            •   
"Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,"
"Kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki Maka Sesungguhnya mereka dalam hal Ini tiada terceIa." (QS. Al-Mu'minun: 4-5)
Wanita yang dinikahi dengan nikah mut'ah statusnya bukanlah sebagai istri dan bukan pula sebagai budak miliknya. Sebab jika ia sebagai istri, tentu berlaku di dalamnya hukum waris, penentuan nasab, dan kewajiban iddah. Tetapi dalam nikah mut'ah tidak terdapat aturan tersebut. Dan dalam nikah mut'ah tidak ada tujuan selain melampiaskan nafsu seksual bukan untuk tujuan mengembangkan keturunan dan memelihara anak yang menjadi tujuan utama pernikahan. Barangkali, tidak berlebihan ucapan yang mengatakan bahwa nikah mut'ah sama dengan zina dari segi tujuan mencari kepuasan hubungan badan. Orang yang mencari kepuasan seks melauli nikah mut'ah berarti termasuk orang-orang yang melewati batas ketentuan al-Qur'an:
      
"Barangsiapa mencari yang di balik itu Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas."(QS. Al-Mu'minun: 7)












Penutup
Kami memohon taufiq serta hidayah kepada Allah SWT agar selalu berada di jalan yang benar, dan menjadikan kami sebaik-baiknya golongan. Ya Allah SWT semoga kebenaran selalu menyertai perbuatan, ucapkan dan keyakinan kami, atas anugerahmu, atas kebesaran Nabi-Mu, semoga kami bisa menjadi pengikut beliau yang setia berkat rahmat-Mu. Sholawat salam semoga terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para shahabatnya.



Sarang, 15 Robi'ul Tsani 1431 H
31 Maret 2010 M
























Catatan
______________________________________________________________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
______________________________________________________________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
______________________________________________________________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
______________________________________________________________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
______________________________________________________________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
______________________________________________________________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
______________________________________________________________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
______________________________________________________________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
______________________________________________________________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
______________________________________________________________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
______________________________________________________________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
______________________________________________________________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
______________________________________________________________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________

Catatan
______________________________________________________________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
______________________________________________________________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
______________________________________________________________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
______________________________________________________________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
______________________________________________________________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
______________________________________________________________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
______________________________________________________________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
______________________________________________________________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
______________________________________________________________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
______________________________________________________________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
______________________________________________________________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
______________________________________________________________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
______________________________________________________________________________________________________________________________________________
_______________________________________________________________________
































































JUDUL ASLI
Al Ajwibah al Damighah fi al Raddi ala al Aqa'id al Za'ighah

EDISI BAHASA INDONESIA
Tanya Jawab Tentang Aliran Syi'ah
& Pemikiran-Pemikiran Wahhabi

ALIH BAHASA
Tim Penerjemah Ribath Darusshohihain
Pondok Pesantren Al-Anwar
Di bawah bimbingan KH. Muh. Najih Maimoen

PENERBIT :
Toko Kitab Al-Anwar 1


DAFTAR ISI

1 Pengantar KH. Muh. Najih Maimoen................................... 1
2 Pengantar Penerbit.................................................................. 5
3 Wasiat Pemuka Tabi'in Al-Imam 'Amir ...................... 41
4 Catatan-Catatan Penting...... .................................................. 43
5 Komentar Para Ulama Islam Mengenai Syi'ah Rofidloh 43
6 - Imam Malik bin Anas ................. ........................................ 43
7 - Imam Ahmad bin Hanbaib................................................... 45
8 - Imamul Maghrib Al Qodli 'Iyadl ..................................... 45
9 - Imam Al-Hafidz ibnu Katsir ...... .................................... 45
10 - al-Allamah Abu Hamid Muhammad Al Maqdisi 46
11 - Imam Mulla Ali Al Qori Al-Hanafi ………… 46
12 Sikap Para Habaib Ba Alawi Tentang Syi'ah Rafidlah 46
13 - Siapakah Para Habaib Ba 'Alawi? 46
14 Karya Tulis yang Menjelaskan tentang Pengcounteran 52
15 Kesimpulan ........................................................................... 55
16 Pokok-Pokok Kepercayaan Syiah Imamiyyah 56
17 Penilaian Para Ulama Salaf Tentang Syi’ah Imamiyyah 58
18 Pandangan Ulama Muta’akhirin.............................. 62
19 Himbauan.................................................. 65
20 Jawaban-Jawaban Atas Pemikiran-Pemikiran Aliran Wahhabi. .................................................. 66
21 Mengenal Allah SWT. ……………………… 68
22 Sifat-Sifat Tuhan Yang Wajib Disembah 71
23 Siapa Mengenal Dirinya, Maka Ia Mengenal Allah 73
24 Pengaruh Kekuasaan Allah SW ...........................… 74
25 Mengenal Rasulullah SAW......................................... 77
26 Keistimewaan Nabi Muhammad SAW 79
27 Mu’jizat Nabi Muhammad SAW 81
28 Sifat Fisik Rasulullah SAW 83
29 Sifat Perangai Nabi Muhammad SAW 85
30 Hak-hak Rasulullah SAW atas Ummatnya 87
31
Keharusan Mengikuti Jama’ah Umat Islam dan Ulama Salaf Yang Sholeh 90
32 Bid’ah dan Pembagiannya 93
33 Larangan Mengkafirkan Orang Islam...................... 97
34 Hakekat Ibadah.................................................. 99
35 Pengukuhan Syafa'at.................................................. 102
36 Mengambil Berkah dengan Jejak Orang-Orang Baik.................................................. 103
37 Tawassul.................................................. 106
38 Permohonan Pertolongan......................................... 118
39 Kehidupan Para Nabi Alaihimus Salam 122
40 Ziarah ke kuburan 126
41 Orang-orang yang telah meninggal dunia dapat merasa dan mendengar................................................
130
42 Bacaan al-Quran untuk orang yang meninggal 132
43 Hukum menyentuh dan memeluk kuburan 139
44 Me-lepa kuburan dan mendirikan bangunan di atasnya
140
45 Menyembelih binatang di dekat kuburan para wali dan menyuguhkan nadzar kepada orang sekitarnya

146
46 Karisma (keramat) para wali 148
47 Kemungkinan melihat Rosulullah dalam keadaan sadar..................................................
151
48 Pesta merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW 152
49 Anjuran mencinatai ahli bait 158
50 Keutamaan ahli bait 163
51 Tawassul dan membaca sayyidina ............................ 173
52 Jawaban terhadap aqidah syi'ah............................... 177
53 Nikah mut'ah dalam Islam........................................... 187
54 Penutup.........................................................................

Related Posts by Categories



1 komentar:

  1. Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kita perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu

    BalasHapus