مقدمة

إنّ الحمد لله تعالى نحمده، ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا وسيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضلّ له، ومن يضللْ فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله.

وبعد :

Alhamdulillah, berkat Taufiq serta Hidayah-Nya, akhirnya blog sederhana ini dapat terselesaikan juga sesuai dengan rencana. Sholawat salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya.

Bermodal dengan keinginan niat baik untuk ikut serta mendokumentasikan karya ilmiah perjuangan Syaikhina Muhammad Najih Maemoen, maka sengaja saya suguhkan sebuah blog yang sangatlah sederhana dan amburadul ini, tapi Insya Allah semua ini tidak mengurangi isi, makna dan tujuhan saya.

Blog yang sekarang ini berada di depan anda, sengaja saya tampilkan sekilas khusus tentang beliau Syaikhina Muhammad Najih Maemoen, mengingat dari Ponpes Al Anwar Karangmangu Sarang sudah memiliki website tersendiri yang mengupas secara umum keberadaan keluarga besar pondok. Tiada lain tiada bukan semua ini sebagai rasa mahabbah kepada Sang Guru Syaikhina Muhammad Najih Maemoen.

Tidak lupa saya haturkan beribu terima kasih kepada guru saya Syaikhina Maemoen Zubair beserta keluarga, terkhusus kepada beliau Syaikhina Muhammad Najih Maemoen yang selama ini telah membimbing dan mengasuh saya. Dan juga kepada Mas Fiqri Brebes, Pak Tarwan, Kak Nu'man, Kang Sholehan serta segenap rekan yang tidak bisa saya sebut namanya bersedia ikut memotifasi awal hingga akhir terselesainya blog ini.

Akhirnya harapan saya, semoga blog sederhana ini dapat bermanfa’at dan menjadi Amal yang di terima. Amin.

Minggu, 16 Mei 2010

AQIDAH AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH Dinukil dari kitab “Al-Jami’” Karya; Abu Zaid al-Qoiruwaniy

Dengan mengenal Sunnah Rasulullah SAW,
Maka yang beseberangan dengannya adalah bid’ah
Segala puji bagi Allah yang kenikmatan-Nya selalu menyelimuti hamba-Nya. Dzat yang mengutus Nabi Muhammad sebagai pamungkas dari para utusan-Nya. Dengan rohmat-Nya lah Nabi membawa kabar gembira bagi mereka yang taat, dan menyampaikan berita ancaman terhadap orang-orang yang maksiat. Rasul dalam da’wahnya pada Allah, laksana lentera yang menerangi jagad. Maka, Allah pun menganugerah-kan hidayah-Nya pada mereka yang bersedia mengikuti Sunnah Nabi-Nya. Maha suci Allah, Maha Agung Allah.
Nabi Muhammad diutus-Nya pada saat umat sedang berada diambang kehancuran. Jurang neraka telah nampak di depan mata mereka. budaya yang menyimpang dari norma-norma kehidupan telah menjadi pujaan yang didewa-dewakan manusia-manusia jahiliyah. Di saat kerusakan moral yang lebih ngeri dari penyakit kusta inilah, Allah SWT mengutus Nabi-Nya yang membawa “Rahmatan lil ‘Alamin”, bukan hanya mengentaskan umat dari lembah kemiskinan saja, namun lebih jauh dari itu, mengangkat umat dari kesengsaraan abadi yang tanpa batas. Dengan cahaya tahukhid yang ditancapkan Rasulullah SAW, mereka melepaskan budaya sesat yang menyelimuti diri mereka. sehingga, dunia yang semula diwarnai kebejatan dan kemaksiatan, akhirnya penuh dengan kesejukan wahyu ilahi yang mengantarkan umat menuju kehidupan haqiqi. Suatu kehidupan sejati yang penuh dengan ketaqwaan dan kepasrahan total pada Allah Rabbul ‘Izzati. Demi meraih derajat yang tinggi di surga abadi. Sungguh mulia dan agung engkau wahai Rasulullah. Segala yang rumit dalam kehidupan ini kau pecahkan. Semula yang suram dan gelap gulita kau terangkan. Al-Qur’an yang diwahyukan Allah padamu selalu menerangi umatmu sampai qiyamat. Sunnah yang kau bentangkan bagaikan benteng yang kokoh, melindungi umatmu dari tangan-tangan bid’ah yang merayunya. Para sahabatmu yang telah mengucurkan mutiara fatwanya adalah laksana tali yang kuat untuk berpegangan. Terpujilah engkau wahai Rasulullah. Kamu umatmu yang hina dan diselimuti dosa ikut bersaksi, bahwa engkau telah menyampaikan segala amanat yang dibebankan Allah padamu. Demi “haqqullah” engkau bimbing umat menuju pengabdian haqiqi pada Dzat yang menciptakan-nya. Dan sampai akhir hayatmu, engaku tetap terpuji sepanjang masa. Semoga Sholawat, Salam dan barokat Allah senantiasa dicurahkan kepadamu. Dan kami, umat yang dhoif ini, hanyalah dapat menanti syafa’atmu kelak di hari kiamat. Ingatlah kami wahai Rasulullah….
Sabda Rasulullah SAW:
“Aku telah meninggalkan pada kalian dua perkara. Selamanya kalian berpegang padanya, pasti kalian tak akan sesat. Yakni, Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya.” (HR. Imam Malik bin Anas).
“Tetapilah olehmu (semua) Sunnahku dan Sunnah Khulafa al-Rasyidin setelahku. Pegangilah dengan kuat laksana menggigit sesuatu dengan gigi geraham. Jauhilah olehmu model-modelnya perkara. Karena setiap yang baru adalah bid’ah. Dan setiap yang bid’ah adalah sesat.”
Terhadap hadits di atas, Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnadnya, meriwayatkannya dengan bentuk sighot:
Dari al-Irbad bin Sariyah berkata; “Suatu hari Rasulullah SAW menasehati kita dengan suatu mauidhoh yang mampu mencucurkan air mata, dan hati menjadi gentar ketakutan. Kami lantas bertanya; “Duhai Rasulullah, sungguh, mauidlohmu ini adalah wasiat orang yang berpamitan, lantas apa yang engkau pesankan pada kami?”, beliaupun bersabda: “Sungguh, aku telah meninggalkanmu dalam ajaran yang terang. Malamnya seperti siangnya. Setelah kepergianku, siapapun yang menyimpang darinya pasti binasa. Dan siapapun diantara kalian yang masih hidup, pasti akan menemukan berbagai perselisihan yang dahsyat. Maka, pegangilah apa yang telah kalian kenal, yakni, Sunnahku dan Sunnah para Khulafa al-Rasyidin al-Mahdiyyin. Dan hendaklah kalian selalu taat, walaupun terpimpin budak Habsyi. Pegang teguhlah semua itu laksana menggigit dengan gigi geraham. Karena seorang Mu’min adalah onta yang tercongok hidungnya. Kamanapun ia dituntun, pasti mengikutinya.”
Selain berwasiat tentang mempertahankan sunnah beliau, Rasul juga memperingatkan umatnya terhadap adanya berbagai fitnah, bentuk-bentuk kesesatan dan bid’ah-bid’ah yang terjadi setelah kepergian Beliau. Dari Abu Hurairah ra. Imam Ibnu Majah meriwayatkan sabda Nabi:
“Pasti, kalian akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kamu. Sampai, jikalau mereka memasuki liang dhob, kamu tentu memasukinya. Kamipun bertanya; “Wahai Rasulullah, apakah mereka itu Yahudi Nasrani?” Jawab Nabi; “Siapa lagi kalau bukan mereka.”
Dan diantara golongan yang diklaim Nabi adalah Khawarij. Sebab, bid’ah mereka benar-benar menyimpang dan keluar dari agama.
Dalam al-Muwattho’, Imam Malik bin Anas meriwayatkan Hadits dari Abi Sa’id, Rasulullah SAW bersabda:
“Akan keluar padamu suatu kaum yang kamu remehkan sholat kamu dan sholat mereka, puasa kamu beserta puasa mereka, amal-amal kamu beserta amal mereka dan mereka juga membaca al-Qur’an, namun tidak sampai lewat pangkal tenggorokannya. Mereka keluar dari agama sebagaimana melesatnya anak panah karena dilepaskan.”
Golongan tersebut tak lain adalah Khawarij, Qadariyah, Murj’ah, dan Rafidlah. Dari golongan-golongan tersebut pecahlah menjadi beberapa bagian yang jumlahnya mencapai 72. dan ke-72 golongan tersebutlah yang diperingatkan Nabi pada umatnya, sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan Imam Ibnu Majah dari Abu Hurairah ra.;
“Yahudi telah pecah menjadi 71 golongan, dan umatku akan pecah menjadi 73 golongan.”
Diantara permasalahan yang telah menjadi kesepakatan (Ijma’) umat dan merupakan sunnah Rasul yang berlawanan dengan bid’ah adalah:
1. Allah SWT memiliki 99 al-Asma-ul Husna (nama-nama yang agung).
ولله الأسماء الحسنى فادعوه بها (الأعراف: 180)
“Hanya milik Allah Asma-ul Husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asma-ul Husna itu.” (QS. Al-A’raf: 180).
2. Allah SWT bersifat dengan sifat-sifat yang luhur.
3. Allah SWT, dengan Ilmu-Nya, meliputi segala sesuatu sebelum terjadinya.
وأن الله قد أحاط بكل شيء علما (الطلاق: 12).
“…dan sesungguhnya Allah, Ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” (QS. At-Thalaq; 12).
4. Allah SWT menciptakan segala sesuatu dengan Iradah-Nya.
إنما أمره إذا أراد شيئا أن يقول له كن فيكون (يس: 82).
“Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya; “Jadilah..! maka terjadilah ia.” (QS. Yasin; 82).
5. Kalam Allah SWT adalah merupakan sifat Allah. Tidak makhluk dan tidak pula sifatnya makhluk. Dan sesungguhnya Allah berfirman pada Nabi Musa as. dengan Dzat-Nya, dan memperdengarkan kalam tersebut, tidak kalam yang berada pada selain Allah.
وكلم الله موسى تكليما (النساء: 164)
“Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.” (QS. An-Nisa’: 164).
6. Allah SWT Maha Mendengar dan Melihat.
إنه هو السميع البصير (الإسراء: 1)
“Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Al-Isra’: 1).
7. Allah SWT mempunyai sifat Qabdli dan Basth (mempersempit dan melapangkan).
والله يقبص ويبسط وإليه ترجعون (البقرة: 245)
“Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya lah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Baqarah; 245).
8. Kedua Yad Allah adalah terbentang (mabsuth).
بل يداه مبسوطتان ينفق كيف يشاء (المائدة؛ 64).
“…tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka. Dia menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki.” (QS.al-Maidah; 64).
Perlu dicamkan, bahwa maksud di atas bukanlah sebagaimana tangan makhluk, Maha Suci Allah. Namun, keduanya adalah sifat Allah yang wajib diimani keberadaannya. Dalam hadits disebutkan:
وعن أبي نضرة  أن رجلا من أصحاب النبي  يقال له أبو عبد الله دخل عليه أصحابه يعودونه وهو يبكي فقالوا له: ما يبكيك ، ألم يقل لك رسول الله  خذ من شاربك ثم أقره حتى تلقاني؟، قال: بلى، ولكن سمعت رسول الله  يقول: " إن الله عز وجل قبض بيمينه قبضة وأخرى باليد الأخرى ، وقال: هذا لهذه، وهذه لهذه ولا أبالي ولا أدري في أي القبضتين أنا ". رواه أحمد.
Sebagai penjelasan hadits di atas bahwa kedua tangan adalah sebagai bentuk dari sifat “Jalal” dan “Adhomah”-nya Allah SWT.
(باليد الأخرى) لم يقل بيساره أدبا، ولذا ورد في حديث آخر، " وكلتا يديه يمين "، وفي هذا تصوير لجلال الله وعظمته لتعاليه عن الجسم ولوازمه. (مرقاة المفاتيح شرح مشكاة المصابيح؛ جـ:1/ صـ:327).
9. Besok di hari Kiamat, bumi dan seluruh isinya ada dalam genggaman Allah dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya.
والأرض جميعا قبضته يوم القيامة والسموات مطويات بيمينه (الزمر؛ 67).
“…padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya.”
10. Di hari Kiamat Allah akan datang (padahal sebelumnya belum pernah datang) dan malaikat berbaris-baris.
وجاء ربك والملك صفا صفا (الفجر: 22)
“Dan datanglah Tuhanmu, sedang Malaikat berbaris-baris.”
Menanggapi ayat di atas, dalam tafsir al-Khazin IV/378 disebutkan:
اعلم: أن هذه الآية من آيات الصفات التي سكت عنها وعن مثلها عامة السلف وبعض الخلف فلم يتكلموا فيها وأجروها كما جاءت من غير تكيف ولا تشبيه ولا تأويل وقالوا: يلزمنا الإيمان بها وإجراؤها على ظاهرها. وتأولها بعض المتأخرين وغالب المتكلمين فقالوا ثبت بالدليل العقلي أن الحركة على الله محال فلا بد من تأويل الآية ، فقيل في تأويلها: وجاء ربك والملك بالمحاسبة والجزاء، وقيل: جاء أمر ربك وقضاؤه، وقيل: وجاء دلائل آيات ربك فجعل مجيئها مجيئا له تفخيما لتلك الآيات.
11. Dan perlu diingat, bahwa kedatangan Allah adalah untuk menerapkan pengadilan pada mahluk-Nya. Segala amal perbuatan hamba-Nya dituntut pertanggungjawabannya di hari itu . dihisab dan diberi balasan yang setimpal dengan perbuatannya. Dan Allah berhak mengampuni dan menyiksa siapapun yang dikehendaki-Nya.
فيغفر لمن يشاء ويعذب من يشاء والله على كل شيء قدير (البقرة: 284).
“maka Allah mengampuni siapa saja yang dikehendaki-nya, dan menyiksa yang dikehendakinya , dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”( Q.S. Al-Baqarah :284 ).
12. Allah SWT ridlo terhadap orang-orang yang taat dan mencintai orang-orang yang bertaubat.
إن الله يحب التوابين ويحب المتطهرين (البقرة: 222).
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” ( Q.S.Al-baqarah :222 ).
13. Allah SWT murka (سخط) dan marah (غضب) pada orang-orang yang kufurr pada-Nya. Dan amarah Allah tidak ada yang dapat meredamnya.
14. Allah SWT istiwa’ diatas Arsy, jauh diatas langit, tidak di atas bumi. Dan Allah SWT ada di setiap tempat dengan ilmu-Nya .
الرحمن على العرش استوى (طه: 5).
“Tuhan Yang Maha Pemurah , Yang bersemayam di atas Arasy”.(QS. Thaahaa : 5 ).
Pengertian istiwa’ bukanlah menempati Arasy. Sebab, hal yang demikian adalah shifatulkhalq (shifat makhluk), dan Allah sama sekali berbeda dengan makhluk-Nya (mukhaalafah lil-hawaadits). Maka dari itu perlu dicamkan, bahwa istiwa’, dalam segi lughat punya dua arti ;
1. Istiqrar (menempati).
Makna inilah yang mustahil pada Allah SWT. Allah tidaklah menempati Arasy sebagaimana layaknya manusia menempati suatu ruang.
2. ‘Uluw / irtifa’ ( tinggi kedudukannya ).
Arti yang demikian bisa diterapkan pada Allah SWT. Sebab tidak termasuk “ lawaazimul ajsam “, dan bisa dinisbatkan pada hal-hal yang bersifat ma’nawi. Contoh : ارتفع قدر بكر على عمر.
(derajat Bakar diatas derajat Umar).
Selain itu perlu diingat, bahwa menetapkan ke-istiwa’an Allah SWT pada Arasy-Nya bukanlah menetapkan “jihah“ (arah pada Allah SWT). Karena hal itu juga termasuk perkara yang mulazamah / menempel pada mahluk. Maka, sangat mustahil sekali Allah SWT terbatas pada arah. Justru segala arah dan mahluklah yang terbatas dan terliputi oleh ilmu Allah SWT. Allah SWT Dzat yang bersifat Al-Kabir, Al-Adhiim, Aal-Aliyy, Al-Mutaal adalah Raja Segala Raja Yang Kekuasaan dan Keagungan-Nya tidak terbatas apapun juga. Ke-“ Kamal-Muthlaq “-an Dzat Allah dan sifat-sifat-Nya tak ada yang sanggup dan mampu membatasi, menerjemahkan maupan menggambarkan-Nya.
وما قدروا الله حق قدره (الأنعام: 91).
“Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya “( Al-An’am :91).
Maka, Arasy dan segala isinya adalah sangat kecil dan remeh sekali dihadapan keagungan dan keMaha-Besaran Allah ‘Azza wa Jalla. Tidak ada apa-apanya dan bahkan fi-hukmil ma’dum (walaupun wujud, namun dianggap kema’dumannya/ ketidakadaannya). Hanya Allah lah yang memiliki “wujud mutlak”. Sehingga, jikalau Arasy dan segala isinya dihadapkan pada Allah SWT adalah sirna dan tak berbekas kemaujudan-nya.
كل شيء هالك إلا وجهه له الحكم وإليه ترجعون (القصص: 88).
Oleh sebab itu, dengan mengimani ke-“istiwa”-an Allah, tidaklah berarti menetapkan kejisiman / jihah pada Allah SWT. Dan, istiwa’-Nya Allah pada Arasy setelah menciptakan langit dan bumi adalah termasuk “Shifatul Fi’li”, yakni Allah betindak pada Arasy dengan tindakan yang bernama “istiwa’ ala al-‘Arsy”.
Allah SWT istiwa’ pada Arasy bukan berarti butuh pada Arsy. Maha Suci Allah, Maha Agung Allah. Sama sekali Allah SWT tidak butuh apapun juga, baik dzat, ‘ardl, zaman maupun tempat. Justru semua yang wujud adalah membutuhkan Allah ‘Azza wa Jalla. Maka, istiwa’nya Allah pada Arasy adalah untuk lebih menampakkan keagungan-keagungan Allah, ke-Maha Besar-an sifat Allah dan kesombongan Allah ‘Azza wa Jalla. Dan Allah SWT tidak dapat ditemu oleh panca indera, namun Allah-lah yang mengetahui segala gerak-gerik hamba-Nya. Allah Dzat yang Lathif dan Khabir. Dialah yang merajai segala raja, membawahi segala yang dipertuan-agungkan. Segala perkara, Allah lah yang mengaturnya. Segala kekuasaan dan segala pujian, Allah lah yang memilikinya. Dan Allah SWT Maha Kuasa atas menciptakan segala sesuatu. Tidak ada yang berhak menentukan suatu perkara kecuali Allah. Tidak ada yang boleh mengatur selain Allah. Kepada-Nya lah naiknya “al-Kalim al-Thoyyib”, sementara amal yang sholeh mendongkraknya. Maka, tidak ada suatu batas yang mengikat Allah. Tidak ada arah yang mempersempit Allah. Dan tidak sesuatupun yang mampu menggambarkan Allah. Maha Suci Allah, Maha Besar Allah. Sungguh sangat Agung dan Takabburnya Allah. Ke-Agung-an dan ke-Maha Besar-an Allah adalah Qadim. Allah tidak butuh disembah dan dipertuan-agungkan makhluk-Nya. Biarpun seluruh penghuni langit dan bumi dan bahkan semua makhluk yang ada taat dan berbakti serta patuh menjalankan segala perintah-perintah Allah, sama sekali itu tidak menambah keagungan sedikitpun. Allah tidak merasa bangga disembah dan dipuja-puja. Demikian pula, seandainya semua makhluk ciptaan-Nya inkar dan membangkang semua perintah, itupun tidak mengurangi sedikitpun dari keagungan dan ketuhanan Allah. Allah SWT tidak susah dan sedih sedikitpun. Tanpa makhluk, Allah sudah Agung dan maha Besar. Allah tidak membutuhkan sesembahan makhluk-Nya, justru merekalah yang memerlukan mengabdi kepada Allah. Segala amal dan perbuatannya nantinya kembali pada diri mereka sendiri.
Disinilah nampak ketakabburan Allah. Allah Dzat yang bersifat “al-Ghaziy” mutlak. Sedikitpun tidak membutuhkan apapun juga.
Disamping wajib mengimani bahwa Dzat Allah tak dapat ditembus oleh akal, begitu juga wajib mengimani bahwa semua sifat Allah SWT (baik sifat Dzaty maupun Fi’li) tidak mungkin bisa digambarkan kaifiyyah dan hakikatnya. Dan diantara sifat-Nya adalah istiwa’-Nya Allah SWT pada Arasy. Maka, tak ada satu makhlukpun yang dapat menjelaskan dan menggambarkan bagaimana dan apa sebenarnya arti dari istiwa’-Nya Allah pada Arasy. Hanya Allah sendirilah yang mengetahui hal itu. Dalam hal ini, makhluk dipaksa harus mengimani tanpa boleh meraba dan mencoba mengungkapnya dengan akal. Memaksakan diri untuk membahas hal itu, sama saja mengantarkan diri pada kehancuran. Karena, hal itu adalah merupakan “sirrul Ilahiyyah” rahasia ketuhanan yang hanya Allah yang berhak mengetahuinya. Lebih tepat dalam hal ini kita mengikuti fatwa Imam Malik:
(الاستواء غير مجهول) أي معلوم وروده في القرآن والسنة (والكيف غير معقول) أي غير مدرك بالعقل (والسؤال عنه بدعة).
15. Sesungguhnya Allah SWT memiliki “Kursiy”, sebagaimana dalam firman-Nya:
وسع كرسيه السموات والأرض. (البقرة: 255).
“Kursiy Allah meliputi langit dan bumi.” (QS. Al-Baqarah: 255).
Menurut Jumhur (mayoritas) Ulama, Kursiy adalah makhluk yang sangat besar. Ia disandarkan pada Allah SWT karena keagungan Allah. Perlu difahami, bahwa kursi disini bukanlah seperti yang digunakan untuk duduk atau bertempat. Maha Suci Allah, Allah tidak butuh tempat maupun arah, sebagaimana keterangan yang telah lalu. Namun, seorang Mu’min tetap wajib mengimani bahwa Allah memiliki Kursiy tanpa membayangkannya yang bukan-bukan. Sebab, hanya Allah-lah yang berhak mengetahui hakikatnya perkara tersebut. Mencoba menguak apa sebenarnya Kursiy Allah, adalah berarti merebut rahasia ketuhanan. Maka, dalam hal ini, cukup mengimaninya saja tanpa berusaha untuk menelusuri dan menta’wilnya. Walaupun ta’wil bisa berguna untuk menolak faham sesat orang Mujassimah maupun Hasyawiyyah, tapi tetap dengan adanya ta’wil seseorang telah menafsiri nash-nash Qur’an dan Hadits dengan rasio. Makanya, para ahli hadits tidak setuju sekali dengan adanya penta’wilan yang macam-macam. Sebab, dalam al-Qur’an sendiri telah disebutkan:
وما يعلم تأويله إلا الله (آل عمران: 7)
“…padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah.” (QS. Ali Imron; 7).
Mengenai Kursiy, dalam hadits disebutkan, bahwa Allah SWT pada hari kiamat meletakkan Kursi-Nya untuk mengadili perkar (fashl al-qadla’).
Imam Mujahid mengatakan bahwa para Ulama mengatakan, ‘langit dan bumi jikalau dibandingkan Kursiy adalah bagaikan mata rantai yang diletakkan di tanah lapang (yang luas).’
Diriwayatkan dari Sahabat Abi Dzar bahwasanya Kursiy dibanding Arasy adalah laksana lingkaran besi (cincin) yang ditaruh di atas hamparan bumi.
16. Di Hari kiamat, para ahli surga dapat melihat Dzat Allah dengan mata telanjang mereka (tidak dengan mata hati) tanpa adanya kesamaran dalam hal itu. Firman Allah dalam al-Qur’an:
وجوه يومئذ ناضره. إلى ربها ناظرة (القيامة: 2-23).
“Wajah-wajah (orang-orang Mu’min) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.” (QS. Al-Qiyaamah; 22-23).
Dalam menanggapi ayat; للذين آمنوا الحسنى وزيادة (يونس:26)
“Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya.” (QS. Yunus; 26).
Rasulullah SAW bersabda: “al-Husna adalah Surga dan al-Ziyadah adalah melihat pada Dzat Allah Ta’ala.”
Sebuah hadits lain, riwayat Imam Muslim dari Shuhaib ra. Rasulullah membaca ayat; للذين آمنوا الحسنى وزيادة kemudian berkata:
“Tatkala ahlul jannah telah masuk surga dan ahlu nar telah masuk neraka, terkumandanglah sebuah panggilan…….”Hai penduduk surga! Sesungguhnya ada janji Allah untukmu yang hendak dipenuhi-Nya”, merekapun berkata, “Apakah itu!, bukankah telah diberatkan mizan kami?, telah dicerahkan wajah kami, kami-pun telah masuk surga dan selamat dari neraka.” (masihkah ada tambahan lain?; pen). Maka, hijab-pun terbukalah, dan mereka (para penghuni surga) dapat memandang Dzat Allah. Demi Allah tiada yang lebih ni’mat dan menentramkan mereka selain “Nadlar ila Allah”, surga dan segala isinya seakan tak ada apa-apanya.
17. Berkeyakinan bahwa di hari kiamat Allah SWT berfirman langsung pada hamba-Nya, tanpa adanya penerjemah antara Allah dan hamba-Nya.
Imam Bukhori meriwayatkan dari Abi Sa’id ra. bahwa Nabi SAW bersabda:
“Sesungguhnya Allah berfirman pada penduduk surga: “Hai penduduk surga…!, ‘Labbaik ya Allah. Segala kebaikan ada pada-Mu,’ jawab mereka. “Apakah kalian telah ridla?”, ‘Mengapa kami tak ridla ya Allah, sedangkan pemberian yang kau curahkan pada kami belum pernah diberikan pada seorangpun dari makhluk-Mu (belum cukupkah pemberianmu ya Allah?-pen)’, “maukah kalian Ku-beri yang lebih utama dari itu semua?”, ‘Ya Rabbi, adakah yang lebih utama darinya?’ “Aku halalkan Ridla-Ku padamu, maka setelah ini, Aku takkan murka padamu selamanya”.
18. Surga dan Neraka telah diciptakan Allah SWT. Surga disediakan bagi hamba-Nya yang bertaqwa, sedang neraka dipersiapkan untuk orang-orang yang membangkang pada perintah-Nya. Keduanya (surga, neraka) tidak akan rusak dan hancur.
إن المتقين في جنات ونعيم (الطور: 17)
“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa berada dalam surga dan kenikmatan.” (QS. Ath-Thur: 17).
وأن للكافرين عذاب النار (الأنفال: 14)
“Sesungguhnya bagi orang-orang kafir itu ada (lagi) azab neraka.” (QS. Al-Anfaal; 14).
Imam Muslim meriwayatkan hadits dari Anas bin Malik ra. Rasulullah bersabda; “Demi Allah, Dzat yang jiwaku ada pada tangan-Nya. Andai kalian melihat apa yang aku telah kulihat, pastilah akan sedikit tertawa dan akan selalu menangis.” Apa yang telah Anda lihat wahai Rasulullah?, tanya Sahabat. Aku telah melihat surga dan neraka.”
19. Percaya dengan adanya qodar Allah SWT (baik maupun jelek). Segala yang telah dan akan terjadi adalah atas kehendak dan taqdir Allah SWT. Ilmu Allah meliputi semua itu, tak ada setitik gerakpun yang lepas dari Ilmu, Iradah dan Qudrah Allah ‘Azza wa Jalla. Taqdirnya semua kejadian yang terwujud atas Qudrat Allah, adalah bermuara dari Qadal’-Nya. Taat dan taqwanya seorang hamba pada Allah adalah fadlal dari-Nya. Dengan taufiq-Nya lah mereka mempu menjalankan segala perintah dan menjauhi larangannya. Sehingga dengan segala suka-cita iman meresap dan melembaga dalam kalbu mereka. hatipun jadi damai dan lapang. Maka, itulah hidayah Allah yang dikaruniakan pada siapapun yang dikehendaki-Nya. Dan siapa yang telah mendapat hidayah Allah, tak kan selamanya. Allah jugalah yang merendahkan martabat seseorang sehingga tenggelam dalam kemaksiatan dan kekufuran. Tak mampunya diri untuk menghindarinya, dan terbukanya peluang untuk berbuat dosa adalah suatu tanda terhijabnya orang tersebut dari kasih sayang Allah. Siapa yang mampu menyelamatkannya bila Allah telah mentaqdirkan sebagai manusia yang sesat.
من يهد الله فهو المهتد، ومن يضلل فلن تجد له وليا مرشدا (الكهف : 17 )
“ Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barang siapa yang disesatka-Nya, maka kamu tak akan mendapat seorang pemimpin pun yang dapat memberi prtunjuk kepadanya.” (QS. Al-Kahfi : 17 )
ومن يضلل الله فما له من هاد (الزمر: 23)
“ Dan barang siapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorang pun pemberi petunjuk baginya. “ ( Q.S. Az-Zumar : 23 )
ومن يضلل الله فما له من سبيل (الشورى: 46)
“Dan siapa yang disesatkan Allah, maka tidaklah ada baginya sesuatu jalan pun ( untuk mendapat petunjuk) ”. ( Q.S. As-Syuura : 46 ).
Jadi, tiadalah orang yang mampu berbuat taat maupan maksiat kecuali hal itu telah tercatat rapi dalam ilmu ‘Azaliy Allah. Tak ada segelintir pun yang lepas darinya. Apa yang akan terjadi, terjadilah. Dan itulah taqdir Allah. Siapapun tak berhak menentang maupun menggugatnya. Harus pasrah dan ridla dengan segal yang telah menjadi ketentuan Allah. Dan hanya kepada Allah-lah hidayah berada. Dan tentang kwajiban beriman pada taqdir, Imam Muslim telah meriwayatkan hadits dari Sayyidina Umar bahwa Rasulallah SAW bersabda ( berkenaan tentang pertanyaan Malaikat Jibril tentang iman): “…hendaklah kalian beriman pada Allah, Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, Hari Akhir dan beriman pada Qodar ( segala yang baik dan buruk adalah dari Allah).”
20. Iman adalah diucapkan dengan lisan, diyakini dengan hati dan dilakukan oleh anggota badan. Ia bisa bertambah dengan adanya taat, demikian pula ia akan berkurang dari hakikat kesempurnaan bila bermaksiat. Tidak (maksiat itu) merusak iman sama sekali.
والذين اهتدوا زادهم هدى وآتاهم تقواهم (محمد: 17)
“Dan orang-orang yang mendapat petunjuk Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan kepada mereka (balasan) ketaqwaannya.” (QS. Muhammad; 17).
ويزداد الذين آمنوا إيمانا (المدثر: 31).
“….dan supaya orang yang beriman tambah imannya.” (QS. Al-Mudatstsir: 31).
Suatu ucapan kaimanan (iqrar syahadatain) belumlah sempurna tanpa menjalankan syari’at Islam. Dan perbuatan amal tersebut akan sia-sia bila tak dibarengi dengan niat yang ikhlas. Kesemuanya itu (ucapan, amal dan niat al-qalb) haruslah dengan petunjuk sunnah Rasul. Tanpa berpedoman pada sunnah Rasul, semuanya akan sirna dan tak dianggap. Dalam hal ini, Allah telah berfirman:
قل إن كنتم تحبون الله فاتبعوني يحببكم الله ويغفر لكم ذنوبكم. والله غفور رحيم.
“Katakanlah: jika kamu (benar-benar) mencintai allah, ikutlah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha penyayang.” (QS. Ali Imron;31).
21. Tidaklah seorang dari ahli qiblat (mu’min) itu kafir sebab dosa yang dilakukannya, walaupun itu dosa besar. Dan tidak ada yang merusak iman seseorang kecuali syirik (menyekutukan) pada Allah SWT. Al-Qur’an telah menegaskan:
لئن أشركتم ليبحطن عملك ولتكونن من الخاسرين (الزمر: 65)
“…Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Al-Zumar: 65).
22. Allah SWT tak berkenan mengampuni dosa syirik, sedangkan dosa lainnya, Allah sudi mengampuni terhadap orang-orang yang dikehendaki-Nya. Firman Allah:
إن الله لا يغفر أن يشرك به ويغفر ما دون ذلك لمن يشاء (النساء: 48).
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu.” (QS. An-Nisa’: 48).
23. Tiap-tiap hamba Allah yang terkena taklif (manusia-jin) disertai Malaikat muhafadhoh yang mencatat segala amal perbuatan mereka. Hal ini telah ditegaskan Allah SWT dalam Kitab Suci-Nya:
وإن عليكم لحافظين. كراما كاتبين (الإنفطار: 10).
“Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu). Yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu).” (QS. Al-Infithaar:10).
24. Sebenarnya malikatul maut dapat mencabut tiap-tiap nyawa adalah atas izin Allah SWT. Dalam firmannya:
قل يتوفاكم ملك الموت الذي وكل بكم (السجدة: 11).
“Katakanlah; malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa) mu akan mematikan kamu, kemudian hanya kepada tuhanmulah kamu akan dikembalikan.” (QS. As-Sajdah; 11).
25. Semua makhluk mati adalah karena sampai ajalnya. Sementara arwah para ahli sa’adah (orang terhormat di sisi Allah) adalah kekal dalam kenikmatan di alam barzah sampai hari kiamat.
ولا تحسبن الذين قتلوا في سبيل الله أمواتا بل أحياء عند ربهم يرزقون (آل عمران: 169).
“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rizki.” (QS. Ali Imron; 169).
Adapun ahlus syaqowah (orang-orang celaka) arwahnya kekal dalam penjara Allah. Tersiksa selamanya sampai bangkitnya hari pembalasan (kiamat).
26. Siksa kubur adalah haq (benar adanya). Dalilnya adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Ibnu Abbas ra.
“suatu hari Rasulullah SAW berjalan-jalan melewati perkebunan Madinah. Seketika beliau mendengar jeritan dua manusia yang tersiksa dalam kuburnya. Maka, Nabi pun bersabda, “keduanya (menjerit) adalah (karena) disiksa. Dan siksaan yang ditimpakan pada mereka bukanlah karena dosa besar. Namun, salah satu darinya karena tidak menuntaskan kencingnya. Dan satunya lagi karena selalu menabur fitnah (mengadu orang).” (HR. Bukhori).
27. Orang-orang Mu’min dalam kuburnya juga diuji dengan berbagai pertanyaan Malaikat Munkar-Nakir, dihimpit bumi, lebur raganya dan hanya orang yang disayang Allah yang mampu menjawab ujian dari malaikat tersebut. Firman Allah SWT:
يثبت الله الذين آمنوا بالقول الثابت في الحياة الدنيا وفي الآخرة. (إبراهيم:27).
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.” (QS. Ibrahim; 27).
28. Tatkala sangkakala telah ditiup oleh malaikat Israfil, maka semua yang dilangit dan bumi kecuali para malaikat yang dikehendaki Allah, seperti malaikat Izrail dan malaikat penyangga Arasy. Dan pada tiupan yang kedua kali, semua yang telah mati bangkit kembali dalam keadaan semula terlahir ke dunia (telanjang, tanpa alas kaki dan belum berkhitan).
ويوم ينفخ في الصور ففزع من في السموات ومن في الأرض. (النمل:87).
“Dan (ingatlah) hari (ketika)ditiup sangkakala, maka terkejutlah segala yang di langit dan di bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah.” (QS. An-Naml:87).
ونفخ في الصور فصعف من في السموات ومن في الأرض إلا من شاء الله ثم نفخ فيه أخرى فإذا هم قيام ينظرون.(الزمر: 68).
“Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi keculai siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusnya masing-masing).” (QS. Az-Zumar:68).
29. Jasad-jasad yang berbakti (taat) atau maksiat ialah yang akan dibangkitkan kembali di hari qiamat untuk menerima pembalasan terhadap segala yang dilakukan di dunia.
30. Di hari itu, semua yang telah dilakukannya akan diungkap sedetail-detailnya oleh tangan, sedangkan sebagai saksi adalah kakinya.
اليوم يختم على أفواههم وتكلمنا أيديهم وتشهد أرجلهم بما كانوا يكسبون (يس: 65).
“Pada hari ini kami bungkam mulut mereka, dan berkatalah kepada kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan.” (QS. Yasiin; 65).
31. Maka, Mizan pun ditegakkan untuk menimbang segala amalnya. Berbahagialah mereka yang berat amal baiknya. Surga dan segala kenikamatannya menanti kedatangan mereka. sebaliknya, celaka sekali orang-orang yang amal baiknya tak berbobot apa-apa. Neraka dan segala siksaan pedihnya pun siap menyambutnya.
فأما من ثقلت موازينه فهو في عيشة راضية. وأما من خفت موازينه فأمه هاوية وما أدراك ماهية نار حامية. (القارعة: 6-11).
“Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. Dan tahukah kemu apakah nereka Hawiyah itu? (yaitu) api yang sangat panas.” (QS. Al-Qaari’ah: 6-11).
32. Di hari itu, seluruh shuhuf (buku catatan amal) disebarkan dan deberikan pada semua manusia sejak dari Nabi Adam sampai manusia terakhir menjelang qiamat. Siapa yang menerima dengan tangan kanannya maka itu pertanda akan mendapat hisab yang ringan saja. Sedangkan yang menerima dengan tangan kirinya, itulah para calon penghuni neraka.
فأما من أوتي كتابه بيمينه فسوف يحاسب حسابا يسيرا وينقلب إلى أهله مسرورا . وأما من أوتي كتابه وراء ظهره فسوف يدعوا ثبورا. ويصلى سعيرا. (الانشقاق: 7-12).
“Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah. Dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira. Adapun orang-orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan berteriak; ‘celakalah aku’. Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” (QS. Al-Insyiqaaq: 7-12).
33. Sesungguhnya “Shiroth” adalah titian (jembatan) yang dibentangkan di atas neraka Jahannam, yang lebih lembut dari rambut dan lebih tajam dari mata pedang. Semua orang yang lewat adalah sekadar amal perbuatannya. Ada yang melesat cepat bagaikan sambaran kilat, mereka tak lain adalah para auliya’ muqarrabin, yang segala waktu dan miliknya dicurahkan demi mengabdi pada Allah SWT. Ada yang cepatnya seperti terbangnya burung, lari biasa, berjalan biasa dan mereka yang banyak amal jeleknya akan terputus di tengah jalan dan terjungkal masuk ke lembah neraka.
ولو نشاء لطمسنا على أعينهم فاستبقوا الصراط فانى يبصرون (يس: 66).
“Dan jikalau kami menghendaki pastilah kami hapuskan penglihatan mata mereka, lalu mereka berlomba-lomba (mencari jalan). Maka betapakah mereka dapat melihat(nya).” (QS. Yasiin; 66).
Dalam sabdanya Nabi telah mengatakan: “Shirat telah dibentangkan di atas Jahannam. Maka, akulah beserta ummatku yang melewatinya.”
Sabda Nabi Muhammad SAW: “Orang-orang Muslim telah berdiri (siap meniti shirat) dan shirat telah dibentangkan. Maka, lewatnya mereka di atasnya bagaikan melesatnya kuda terbaik / kendaraan lainnya.” (HR. Imam Ahmad bin Hanbal).
34. Dari penduduk neraka, yang masih ada iman di hati mereka, akan dikeluarkan darinya (neraka). Sabda Baginda Nabi SAW: “Akan dikeluarkan dari neraka sekelompok orang (kaum) yang telah terkena jilatan neraka sampai hangus. Maka, mereka pun akhirnya masuk surga, dan penduduk surga menjuluki mereka “al-Jahannamiyyun” (bekas penghuni Jahannam).”
35. Dengan Syafa’at Rasulullah SAW para ahlul kaba-ir (pelaku dosa besar)dari umat Muhammad SAW akan dientaskan beliau dari neraka setelah mereka menjadi arang. Akhirnya mereka dibenamkan di Nahrul Hayat (bengawan kehidupan), maka tumbuhlah anggota tubuhnya laksana tumbuhnya biji-bijian.
Hadits yang berkenaan tentang syafa’at sangatlah banyak. Diantaranya adalah yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. dari Nabi Muhammad SAW perihal ayat: عسى ربك أن يبعثك مقاما محمودا
“Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (QS. Al-Israa’: 79). Nabi lantas bersabda: “Itulah maqam dimana aku menyafa’ati umatku didalamnya (maqom tersebut).” (HR. Imam Ahmad).
Dalam hadits lain Nabi SAW bersabda:
“Mana kala Ahli surga telah masuk surga, ahli neraka telah masuk neraka, Allah berfirman: “Siapapun yang di hatinya masih tersisa iman biarpun seberat biji sawi, keluarkanlah dari neraka.” Mereka pun dientaskan dari neraka dalam keadaan terbakar hangus dan jadi arang. Kemudian mereka dibenamkan di Nahrul Hayat. Akhirnya mereka tumbuh seperti tumbuhnya biji yang terbawa air. Tahukah kalian? Mereka tumbuh kekuning-kuningan dan berkeluk-keluk.” (HR. Bukhari).
36. Beriman dengan adanya telaga Rasulillah SAW (haudl) yang akan disediakan pada umatnya kelak di kemudian hari. Siapa saja yang meminumnya tak akan pernah dahaa selamanya. Dan, para ahli bid’ah (orang-orang yang merubah sunnah Rasul) tak akan mendapat seteguk pun dari telaga Nabi itu.
Rasulullah telah bersabda:
“ (Luasnya) telagaku ini adalah jarak perjalanan satu bulan. (Warnanya) lebih putih dari susu. (Baunya) lebih harum dari minyak misik. Dan (jumlah) cangkirnya adalah sebanyak bintang-bintang di langit. Siapapun yang meminumnya pasti tak akan dahaga selamanya.”
37. Mempercayai segala berita yang dibawa oleh Baginda Nabi tentang:
a. Isra’ (perjalanan Nabi dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha) dan Mi’raj (naiknya Beliau dari Masjidil Aqsha menuju Sidrotil Muntaha) serta berbagai peristiwa besar yang Beliau jumpai dalam perjalanan tersebut.
Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an :
سبحان الذى أسرى بعبده ليلا من المسجدالحرام إلى المسجدالأقصى الذي باركناحوله لنريه من أيتناإنه هوالسميع البصير ( الإسرى :1 )
“ Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” ( Q.S. Al-Isra’ : 1 ).
b. Tanda-tanda Qiamat yang berupa :
1) keluarnya Dajjal ( si pendusta besar )
2) turunnya Nabi Isa As. untuk membunuh Dajjal.
3) terbitnya mentari dari ufuk barat
4) munculnya “Daabatul Ardl” (munculnya anak onta Nabi Shaleh As. yang membawa cincin Nabi Sulaiman As. untuk menandai orang mu’min maupun kafir.
Berkenaan dengan hal itu, Hudzaifah bin Usauid Al-Ghifariy telah bercerita, suatu saat Nabi muncul di tengah-tengah kita,sedangkan kita memperbincangkan sesuatu. Tanya Nabi : “ Apa yang sedang kalian bicarakan?”. “Kami sedang membicarakan masalah Qiyamat, wahai Rasulallah!”. Nabi lantas bersabda; “sesungguhnya Qiamat tak akan terjadi kecuali setelah kalian melihat sepuluh tanda yang muncul sebelumnya (qiyamat)…”, Nabi lantas menyebutkan ( tanda-tanda tersebut );
- Ad-Dukhan ( kabut yang menyelimuti bumi )
- Dajjal ( si pendusta besar yang mengaku-ngaku sebagai Tuhan )
- Turunnya Nabi Isa al-Masih ke bumi untuk mengadili Dajjal
- Keluarnya Ya’juj Ma’juj
- Terbitnya matahari dari ufuk barat
- Terjadinya tiga gerhana bulan ; di Masyriq, di Maghrib dan di Jazirah Arab
- Keluarnya api dri Yaman yang menggiring manusia menuju Mahsyar
38. Mempercayai segala berita yang datang dari Allah SWT dan kitab-Nya (Al-Qur’an) dan semua hadits yang benar-benar dipastikan (tsubut) dari Rasulullah SAW, yang menuntut untuk diamalkan Muhkamnya (Qur’an-Hadits). Sedangkan menuntut untuk diimani dan ditetapkan kebenarannya, sedangkan tentang haqiqat dan arti yang terkandung di dalamnya, hanya Allah SWT yang mengetahui-nya. Dan bagi al-Rasihuun (orang-orang yang imannya telah mengkristal dalam qalbu) dalam menyikapi ayat mutasyabihat cukup mengatakan: “kami beriman kepada ayat-ayat mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.”
39. Sebagian orang ada yang berpendapat bahwa ar-Rasihuun mengetahui kemusykilan ayat tersebut. Namun, yang pertama tada adalah pendapat ahli Madinah, dan yang sesuai dengan al-Qur’an.
40. Sebenarnya, sebaik-baik kurun adalah masa sahabat, kemudian tabi’in setelahnya baru tabi’it tabi’in, demikian seterusnya. Nabi Muhammad telah bersabda: “sebaik-baik umatku adalah periodeku, kemudian yang mengiringinya kemudian (lagi) yang mengiringinya”
Imran bin Husain mengatakan, ‘aku lupa, apakah Nabi - setelah menyebutkan periodenya – menuturkan dua kurun atau tiga.
“kemudian”, terusnya sabda Nabi, “setelah kalian, akan datang suatu kaum yang memberikan persaksian (syahadah) padahal mereka tak diminta (persaksian itu, mereka khianat dan tak bisa dipercaya, mereka bernadzar namun tidak tak menemuinya dan nampak pada mereka kebesaran tubuh (gemuk).” (HR. Bukhari).
41. Sebaik-baik umat setelah Nabi Muhammad SAW adalah Abu Bakar al-Shiddiq, Umar bin Khattab al-Faruuq, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib radliyallohu 'anhum. Sebagian orang ada yang mentafdlilkan Ali dari Utsman. Namun dalam hal ini sebaiknya dibekukan saja, tak usah dibahas panjang lebar antara keutamaan Utsman dan Ali. Imam Malik sendiri telah mengatakan, “aku tak menemukan seorang pun yang bisa diikuti dalam keutamaan darinya (Utsman dan Ali).”
Dan dalam hal itu, Imam Malik memilih dian. Namun, dari Imam Malik juga pernah ternuqilkan qaul awal (mendahulukan Utsman dari Ali), demikian pula Imam Sufyan bin ‘Uyainah dan para Ahli Hadits.
Setela ke empat Sahabat tersebut yang paling utama dari umat Rasulullah SAW adalah ke enam sahabat yang merupakan pelengkap dari sepuluh sahabat yang mendapat jaminan surga. Mereka adalah: Thalhah bin ‘Ubaidillah, Zubair bin al-‘Awwam, Abdurrahman bin ‘Auf, Sa’d bin Abi Qaqqash, Abu ‘Ubaidah ‘Amir bin al-Jarrah dan Sa’id bin Zaid.
Kemudian setelah itu semua adalah para sahabat Muhajirin/Anshor yang mengikuti perang Badar, lalu peserta perang Uhud, Ahlu Bai’atir Ridlwan (berjumalah 1400 orang). Tentang keutamaan sahabat Rasulullah SAW ini telah diabadikan Allah SWT dalam al-Qur’an Kariim:
للفقراء المهاجرين الذين أخرجوا من ديارهم وأموالهم يبتغون فضلا من الله ورضوانا وينصرون الله ورسوله أولئك هم الصادقون. والذين تبوءوا الدار والإيمان من قبلهم يحبون من هاجر إليهم ولا يجدون في صدروهم حاجة مما أوتوا ويؤثرون على أنفسهم ولو كان بهم خصاصة ومن يوق شح نفسه فأولئك هم المفلحون. (الحشر؛ 8-9).
“(Harta fai’)adalah bagi para fuqaha’ yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridlaan(Nya, dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar.”
“Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr; 8-9).
42. Setiap orang yang menjadi sahabat Rasulullah SAW walaupun sejam saja, atau melihat walaupun satu kali, itu lebih utama dari pada paling hebatnya Tabi’in (Afdlalu Tabi’in).
43. Dikarenakan maqom (kedudukan) sahabat begitu mulia disisi Allah dan Rasul-Nya, maka tidak diperkenankan menyebut mereka kecuali terhadap kebaikan-kebaikannya. Haram bedar menuturkan aib para sahabat Rasulallah SAW . biarpun orang jaman sekarang melakukan berbagai bentuk amal ibadah, tetap tak dapat meraih secuilpun dari martabat para sahabat Rasulallah SAW. merekalah yanglebih berhak disebarluaskan berbagai kebaikan dan jasa-jasanya dalam perjuangan membantu Rasulallah SAW demi tegaknya agama Allah SWT di muka bumi ini. Segala waktu , tenaga,harta benda,nyawa dan sesmua miliknya dipertaruhkan untuk membela agama Islam dari rekayasa kotor para kufr jahiliyah. Darah telah membanjiri gurun sahara, nyawa telah dilepas demi jihad sabilillah, dan air mata para janda pun ikut mengiringi dang syuhada’ kemedan laga. Maka, yatim piatu pun tak terhitung jumlahnya. Mereka rela dan ikhlas mengorbankan semua itu. Tiada hiddup kecuali mene’eti segala printah Allah dan Rasulnya. Untuk itulah merekalebih pantas untuk dijadikan suri tauladan adan koco brenggolo untuk kehidupan ini. Begitu agungna prilaku para sahabat,begitu agung dan ikhlasnya perjuangan mereka ,maka sangat terpuji dan patutlah bila mengikuti jejak-jejak mereka. dan sangat nistalah bila melontarkan prasangka jelek pada sahabat Nabi. Apalagi bila mencela mereka, maka kutukan Allah dan Rasul-Nya akan menimpanya. Nabi telah bersabda;
“Janganlah kalian menyakitkanku dengan (menjelek-jelekkan) sahabatku. Demi Allah Dzat yang jiwaku ada dalam tangan-Nya, andai saja diantara kamu menginfakkan sebesar gunung uhud dari emas, pasti tak akan sampai satu mud ( dari infak ) sahabatku dan juga tak akan menca[ai separuhnya ( mud ).”
“Jikalau sahabatku diperbincangkan (kekurangannya) maka hentikanlah.”
Ulama’ telah menegaskan, tidak boleh menceritakan para sahabat Rasulallah SAW kecuali hal-hal yang baik saja. Maka, terhadap perselisihan dianatara mereka tidak boleh dijadikan bahan kajian maupun kritikan. Sebaiknya diam dan tak udah mengungkitnya. Karena menyakitkan sahabat sama halnya menyakitkan Rasulallah SAW. Rasul telah berpesan ;
“ Takutlah Allah, takutlah Allah dalam masalah sahabatku ..takutlah Allah, takutlah Allah dalam masalah sahabatku, Siapapun yang mencela sahabatku, maka baginya kutukan Allah,para Malaikat dan semua manusia. Allah tidak menerima darinya ibadh wajib dan sunahnya.”
44. wajib ta’at dan patuh pada aimmatul muslimin dan siap orang yan mengurusi masalah umat Islam, baik secara suka rela maupun paksa ssehingga mendalam sekali pengaruhnya pada orang baik maupun jelek. Maka, tidak boleh membelot darinya, baik dalam menjalankan pemerintahan berlaku adil maupun menyeleweng. Disamping itu wajib keluar bersama imam untuk menyerang musuh, ataupun haji bersamanya. Dan menyerahkan zakat pada imam jika memintanya dan melaksanakan (membagikan) sebagaimana mestinya. serta, shalat Jum’ah dan ‘Iid dibelakang imam tersebut (yakni ma’mum dengannya).
Namun banyak ulama (diantaranya Imam Malik) yang mengatakan: “Tidak boleh shalat di belakang imam yang bid’ah kecuali jikalau mengkhawatirkan keselamatan dirinya, maka boleh makmum dengannya (karena kalau tidak mau akan dibunuh). Dan ulama khilaf dalam kewajiban I’adahnya (shalat tersebut).”
Tentang kewajiban tunduk dan patuh pada Ulil Amri, Nabi telah bersabda dalam Haditsnya:
“Siapa yang taat padaku maka telah taat pada Allah. Dan siapa pun yang maksiat padaku maka telah maksiat pada Allah. Siapa yang patuh pada amir (penguasa) maka telah taat padaku, dan siapa saja yang membangkang pada amir maka dia sama saja membangkang padaku. Imam adalah bagaikan benteng, yang dibelakangnya para pasukan tempur berperang dan berlindung padanya. Dan, jikalau ia perintah taqwa pada Allah dan berlaku adil, maka, baginyalah pahala. Tapi, jikalau tidak demikian, maka dialah yang menanggung dosa.” (HR. Bukhori).
45. Tidak berdosa membunuh kaum Khawarij dan pencuri / begal yang hendak merampas nyawa atau hartanya, walaupun ia (pencuri/ begal tersebut) adalah orang Islam atau ahlu dzimmah (kafir dzimmi).
46. Menerima semua sunnah Rasulullah SAW, tanpa menolaknya dengan pengertian akal (ra'yu) atau menentangnya dengan permainan logika (qiyas). Sedang apa yang telah dita’wil oleh ulama salafus sholeh hendaklah diikuti pena’wilannya, apa yang mereka amalkan haruslah diikuti pengamalannya dan apa yang mereka tinggalkan juga wajib untuk ditinggalkannya. Cukup bagi kita meneladani segala amalan para salafus sholeh tersebut. Apa yang tidak mereka bahas adalah suatu isyarat dan pertanda bahwa hal itu tidak layak untuk diungkap dan ditela’ah dengan kedloifan rasio manusia. Mereka lebih tahu dan memahaminya dari pada bayangan rasio kita yang tak seberapa ini. Sehingga sukut dan imsaknya para salafus sholeh terhadap ayat-ayat / hadits-hadits mutasyabihat adalah demi kemaslahatan agama, tidak berarti akal mereka dangkal atau tak kreatif ilmiyah. Justru kemampuan akal dan ta’addub para salafus sholeh jauh lebih tinggi dan mulia dibanding orang jaman sekarang.
Untuk itulah mereka tak berusaha mengungkap sesuatu yang merupakan rahasia besar ilahi. Dimana hanya Allah SWT sendiri yang berhak untuk mengetahui hakikat dan makna yang terkandung di dalamnya. Siapa pun yang memaksakan rasionya untuk menerobos “Sir Ilahiyyah” tersebut pasti hancur dan tumbang sehingga tersesat pada jalur yang dirintis oleh syetan. Diantara yang terjebak pada kasus tersebut adalah Mu’tazilah yang menafikan sifat-sifat Allah, Hasyawiyah/ Mujassimah yang menetapkan kejisiman pada Allah, Rawafidl yang meluncurkan kutukan dan pengkafirannya pada para sahabat Rasulullah SAW dan para “Ash-habul Bid’ah” yang telah tergelincir dari sunnah Rasulullah dan jama’ah Sahabatnya akibat mempermainkan agama dengan rasionya. Hendaklah hal itu dijadikan pelajaran bagi siapa saja, bahwa tanpa mengikuti perilaku para salafus sholeh pasti terjebak pada penyimpangan dan penyelewengan agama. Sehingga efeknya justru kembali pada orang tersebut. Untuk itulah, demi keselamatan diri sendiri, haruslah mengikuti para salafus sholeh, apa yang mereka tidak membahasnya haruslah tidak dibahas, apa yang dijelaskan mereka hendaklah diikuti dan segala hukum yang merupakan hasil istinbath mereka mesti dijadikan pedoman. Dan terhadap yang ikhtilaf diantara mereka, haram untuk digugat dan ditentangnya apalagi keluar dari jama’ah mereka.
Apa yang telah lalu adalah qaul Ahlussunnah dan para A-immah-nya ummat, yakni para ulama fiqh, hadits. Demikian pula Imam Malik, ada yang secara jelas pendapat beliau yang berkenaan dengan masalah tersebut dan ada pula yang tercantum dalam madzhab beliau.
Kata Imam Malik ra., Umar bin Abdul Aziz ra. telah berkata, “Rasul SAW dan para Ulil Amri setelahnya telah mewariskan beberapa sunnah. Siapa pun yang mengambilnya sebagai pembenar (tashdiq) kitab Allah dan penyempurna ketaatan pada Allah serta kekuatan agama Allah, tidaklah diperkenankan seorang pun mengganti, merubah maupun memandang yang khilaf darinya (sunnah). Siapa saja yang mengikutinya maka akan mendapat petunjuk (hidayah), pertolongan, dan siapa yang berpaling darinya serta mengikuti selain jalan orang beriman maka Allah SWT akan membiarkannya leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu, dan memasukkannya ke dalam neraka jahannam. Dan neraka jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.
ومن يشاقق الرسول من بعد ما تبين له الهدى ويتبع غير سبيل المؤمنين نوله ما تولى ونصله جهنم وساءت مصيرا (النساء: 115).
“Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu, dan kami masukkan ia ke dalam neraka jahannam. Dan neraka Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS.an-Nisa’: 115).
Dan Imam Malik ra. berkata, “aku kagum pada kehendak Umar yang demikian itu. Dan pengamalan terhadap hadits, lebih kukuh dari pada hanya sekedar menyampaikan hadits saja. Adapun orang yang layak diikuti (dalam pengambilan hadits), sangatlah sulit ditemukan bilamana hanya sekedar mengatakan “haddatsani fulan ‘an fulan”, aku diceritakan sifulan dari fulan, padahal para Tabi’in telah mendapatkan hadits dari selain mereka, sedang mereka (tabi’in) malah mengatakan, “Kami tak mengenal ini (hadits), tetapi amalan yang telah berlalu justru bertentangan dengannya.”
Sering sekali Imam Muhammad bin Abu Bakar bin Hazm ditanyai saudaranya, “Mengapa kau tak memutuskan (perkara) dengan hadits yang ini?”. “Aku tak menemukan orang yang mengamalkannya“, jawabnya.
Imam Nakho'i berkata, “Seandainya aku menemukan seorang sahabat berwudlu membasuh sampai pergelangan tangannya saja (dalam membasuh tangan), pasti aku berwudlu demikian (membasuh hanya sebatas pergelangan tangan), dan (ayat) yang kubaca pun (berperintah untuk membasuh) sampai siku (tidak pergelangan tangan). Hal yang demikian, adalah karena mereka (para sahabat Rasulullah SAW) tidak layak dicurigai bahwa mereka meninggalkan sunnah Rasul. Karena, merekalah gudangnya ilmu dan orang yang paling peduli / bersemangat meneladani (ittiba’) pada perilaku Rasulullah SAW. Maka, hanya orang yang dihantui keraguanlah (dalam agamanya) yang berprasangka jelek pada para Sahabat Rasulullah SAW.”
Imam Abdurrahman bin Mahdiy mengatakan, “Sunnah yang telah lewat, yakni sunnah ahli Madinah (penduduk kota Madinah), adalah lebih baik dari pada hadits.”
Imam Ibnu ‘Uyainah berkata, “Hadits adalah menyesatkan, kecuali bagi para fuqaha’ (alim ilmu fiqh).” Maksudnya adalah; bahwasanya selain fuqaha’ terkadang menahmilkan (mengartikan) sesuatu (hadits/ lainnya) sebagaimana dhahirnya (apa adanya), padahal ada hadits lain yang menerjemahkan maksud hadits tersebut, atau ada dalil lain yang belum ditemukan (khafiy) olehnya (sedangkan yang khafiy inilah yang sangat berperan sebagai penjelas dari hadits pertama tadi). Ataupun merupakan matruk (yang harus ditinggalkan) dengan sebab adanya sesuatu yang hanya diketahui oleh orang yang benar-benar tabakhur (mendalam ilmunya) dan memahami seluk-beluk ilmu fiqh.
Imam Ibnu Wahb berkata, “Setiap pemilik hadits yang tidak mempunyai imam dalam masalah fiqh, maka dia adalah sesat. Dan, seandainya Allah SWT tidak menyelamatkan kita dengan Imam Malik dan Imam al-Laits, tentu kita sudah sesat.”
Diriwayatkan, sesungguhnya Nabi Muhammad SAW bersabda, “Yang membawa ilmu ini (hadits) dari tiap-tiap generasi adalah paling adilnya (umat). Merekalah yang menyingkirkan penyimpangan orang-orang yang melewati batas, penyelewengan orang-orang yang sesat dan pena’wilan orang-orang bodoh.”
Sahabat Ibnu Mas’ud berkata, “Siapa saja yang ingin meniru jejak, hendaklah mengambil sunnahnya orang yang telah mati. Merekalah para sahabat Nabi Muhammad SAW yang merupakan paling utamanya umat, lebih baik hatinya, lebih dalam ilmunya dan lebih sedikit bicaranya. Merekalah kaum yang telah dipilih Allah SWT sebagai sahabat Nabi-Nya dan menegakkan agamaNya. Maka, kenallah keutamaan mereka, ikutilah ucapan-ucapannya, dan pegangilah semampu kalian akhlak dan perjalanan hidup mereka. Karena, mereka sesungguhnya telah menetapi jalan yang lurus (petunjuk yang benar).”
Kata Imam Malik, sayyidina Umar ra. telah berkata, “Sunnah-sunnah Rasul telah dijelaskan pada kalian, kewajiban-kewajiban telah ditentukan pada kalian, dan kalian telah ditinggalkan / diwariskan pada syari’ah yang terang / jelas. Maka, (hal yang demikian itu) supaya kalian tidak berpaling pada orang, baik ke kanan maupun ke kiri.”
Imam Malik berkata:
“Jalan-jalan yang terang (kebenaran) telah jelas, dan permasalah-an / perkara telah nampak yang sebenarnya (tidak musykil lagi).”
“Sungguh, yang lebih aku khawatirkan dari suatu kesalahan pada kalian adalah suatu kesengajaan (menyeberang dari sunnah).”
“Sesungguhnya rusaknya suatu perkara adalah jikalau dilewatkan dari tempatnya (dialihkan dari yang semestinya).”
“Tidaklah perdebatan itu bermanfaat sedikitpun pada agama.”
Kata Umar bin Abdul Aziz, “Siapa yang menjadikan agamanya sebagai modal untuk perdebatan, maka dia akan selalu memperbanyak penuqilannya, padahal agama telah jelas batas-batasnya, yang tidak perlu dipermasalahkan lagi (kejelasannya).”
Umar bin Abdul Aziz berkata; “Aku bukanlah seorang ahli bid’ah namun seorang pengikut (sunnah Rasulullah SAW).”
Imam Malik berkata; “Telah dikatakan, bahwa janganlah kau biarkan seorang yang nyeleweng hatinya (ahli bid’ah) memperdengar-kan (sesuatu) pada kedua telingamu. Karena, sesungguhnya engkau tak mengerti apa yang akan kau alami setelahnya. Buktinya, seorang lelaki dari kaum anshor (penduduk Madinah) telah mendengar sesuatu dari orang Qodariyyah. Akhirnya hatinya tertarik (pada ucapan orang qodariyyah tersebut). Maka, teman-temannya pun berdatangan memberi nasihat padanya (supaya keluar dari faham Qodariyyah). Dan setiap dilarang, dia malah mengatakan bagaimana aku melepaskan yang terkait di hatiku, padahal seandainya aku tahu bahwasanya Allah SWT ridla bila aku menerjunkan diriku dari atas menara ini pasti kulakan.”
Imam Malik berkata; “Sungguh, ada seseorang yang mengatakan aku benar-benar memasuki semua seluk-beluk agama ini (Islam). Namun, aku tak menemukan sesuatu yang lurus (istiqamah).” Mendengar hal ini, seorang penduduk Madinah dari ahli kalam berkata padanya, “maukah kau beritahu, kenapa hal itu terjadi? Karena kamu tak bertaqwa pada Allah. Cobalah, seandainya kamu bertaqwa, pasti Allah akan membukakan jalan keluar untukmu.”
ومن يتق الله يجعل له مخرجا. (الطلاق: 2).
“Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.” (QS. Al-Thalaaq: 2).
Diantara qaul Ahlussunnah adalah; bahwasanya tidak terbilang ma’dzur (terampunkan) bagi seseorang yang ijtihadnya mendorongnya untuk berbuat bid’ah. Buktinya, para kaum Khawarij telah melakukan ijtihad dengan pena’wilannya terhadap al-Qur’an sekehendak hati mereka. akibatnya, mereka tak terampunkan karena telah keluar dari titel keshahabatannya gara-gara pena’wilan tersebut. Maka, nabi pun mengklaim mereka telah lepas / keluar dari agama. Sedangkan, orang yang ijtihad dalam masalah hukum, akan mendapat pahala walaupun salah ijtihadnya. Sabda Rasulullah SAW:
“Bilamana hakim telah menetapkan suatu putusan dan berijtihad kemudian ternyata benar (ijtihadnya), maka baginya dua pahala. Namun, jika ia telah memutuskan suatu perkara serta ijtihad dan ternyata salah ijtihadnya, maka baginya satu pahala.” (HR. Bukhori).
Imam Malik berkata, “Kaum Qodariyyah paling jeleknya manusia. Kulihat mereka adalah seorang peragu (bimbang hatinya) dan rusak akalnya. Bukti kebid’ahan mereka adalah beberapa ayat al-Qur’an. Diantaranya:
لا يزال بنيانهم الذي بنوا ريبة في قلوبهم. (التوبة: 110).
“Bangunan-bangunan yang mereka dirikan itu senantiasa menjadi pangkal keraguan dalam hati mereka.” (QS.al-Taubah:110).
وأوحي إلى نوح أنه لن يؤمن من قومك إلا من قد آمن. (هود: 36).
“Dan diwahyukan kepada Nuh, bahwasanya sekali-kali tidak akan beriman diantara kaummu, kecuali orang yang telah beriman (saja).” (QS. Huud: 36).
ولا يلد إلا فاجرا كفارا. (نوح: 27).
“Dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat ma’siat lagi sangat kafir.” (QS. Nuh; 27).
ما أنتم عليه بفاتنين إلا من هو صال الجحيم. (الصفات: 162-163).
“Sekali-kali tidak dapat menyesatkan (seseorang) terhadap Allah, kecuali orang-orang yang akan masuk neraka yang menyala.” (QS. Ash-Shoffaat: 162-163).
ولكن كره الله انبعاثهم فثبطهم وقيل اقعدوا مع القاعدين. (التوبة: 46).
“Maka Allah melemahkan keinginan mereka, dan dikatakan kepada mereka; “Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu.” (QS. At-Taubah: 46).
Kata Imam Malik, “Imam adalah ucapan dan amal perbuatan, bisa bertambah dan berkurang.” Dan ada sebagian riwayat lain dari beliau, “Tinggalkanlah membicarakan kurangnya iman, sedang tentang ziyadahnya (tambahnya iman), Allah telah menyebutkan dalam al-Qur’an.
“Apakah sebagiannya lebih baik dari sebagian lainnya?” tanya seseorang kepada beliau. “Benar”, jawab Imam Malik.
Sebagian ahlul ilmi telah mengatakan, “Ketawaqqufan Imam Malik dari mengatakan kurangnya iman dalam riwayat tersebut adalah karena kekhawatirannya bila (hal itu) dijadikan sarana untuk suatu pena’wilan bahwa iman dapat berkurang hingga lenyap sama sekali dan tak berbekas hanya gara-gara dosa yang dilakukannya sebagaimana yang telah dikatakan oleh kaum Khawarij bahwasanya iman dapat lebur dengan sebab dosa. Padahal yang dikehendaki oleh Imam Malik dengan berkurangnya iman adalah dengan sebab berkurangnya amal, sebagaimana tambahnya iman karena tambahnya amal.”
Ditanyakan pada Imam Malik, “Yang boleh aku katakan; seorang Mu’min, demi Allah (ia) terpuji, ataukah (perlu ditambah) Insya Allah?”. “Katakan, aku beriman, dan jangan campurkan selain itu padanya,” jawab Imam Malik. Pendapat Imam Malik ini, juga senada dengan yang dikatakan Imam al-Auza’iy.
Maksud ungkapan di atas adalah, bahwasanya istisna’ dalam iman adalah bid’ah. Sehingga orang yang melakukannya dijuluki dengan “as-Syukukiyyah” (si peragu-ragu). Dan Imam Muhammad bin Suhnun pun mengingkari hal itu, sehingga katanya, “Seseorang itu mestinya meyakini aqidahnya. Maka, bagaimana dia bisa dikatakan telah meyakini aqidah imannya, sedangkan ia meragu padanya?”.
Imam Suhnun bin Sa’id bin Hubaib al-Tanukhiy mengatakan, “Janganlah (kemantapan) iman kau campur dengan lainnya. Janganlah kau berkata (beserta keimanan)…Insya Allah wala haula wala quwwata illaa billahi, dan juga jangan (dikatakan besertanya) wallahu mahmud.”
Imam Muhammad bin Suhnun berkata, “Siapa saja yang telah memastikan istitsna’ (meyakini ucapan Insya Allahnya dalam keimanan nya), sedangkan dia telah memastikan bahwa ia benar-benar beriman dalam pandangan Allah, maka Allah pun juga akan mengakui bahwasanya dia (orang tersebut) benar-benar beriman “indallah” (dalam pandangan Allah). Tapi, siapa saja yang menyatakan istitsna’ namun tidak memastikan pada dirinya (bahwa dia benar-benar beriman), maka hal itu perlu dipertanyakan padanya; “Kamu yang lebih tahu dari pada kami tentang apa yang ada pada batin kamu dan tentang perjanjian kamu (pada Allah) yang samar dari (pengetahuan) kita. Makanya, kabarkanlah pada kami tentang apa yang tersembunyi pada dirimu (apakah kamu benar-benar yakin beriman? pen.). Dan, jikalau kamu benar-benar yakin beriman (ucapan insya Allah tidak dimaksudkan untuk menTakhshish, pen) dengan memenuhi syarat-syarat iman yang demikian…demikian…(menuturkan syarat-syarat iman, pen), maka kamu benar-benar telah beriman dan ucapan Insya Allah kamu hanyalah berperan sebagai tabarruk saja, tidak mempengaruhi kepastian iman kamu. Tapi jikalau kamu begini (tidak mantap dalam beriman dan istitsna’ kamu justru merupakan bukti dari keraguan kamu), maka kau benar-benar munafik.” Dan/ atau melontar-kan pertanyaan yang sepadan dengannya.
Sedangkan, jikalau diantara a’immatul ummah ada yang memastikan dirinya (dalam masalah tersebut), itu tidaklah berarti merembet / mempengaruhi kesempurnaan iman. Tetapi, karena dia merasa sebagai seorang Mu’min yang berdosa, maka katanya, “Aku benar-benar telah beriman pada Allah dan segala yang datang dari Rasul-Nya. Dengan begitu aku telah beriman dalam pandangan Allah (pada saat ini). Dan Allah lah yang tahu akhir hayatku nanti.”
Imam Malik berkata, “Ahludz Dzunub (para pelaku dosa) adalah tetap seorang Mu’min yang berdosa (yakni, dosanya tidak sampai mengeluarkannya dari ke-Islam-an, tidak kafir, pen).”
Dan Allah SWT pun telah menamakan amal sebagai iman. Dalam firmanNya:
وما كان الله ليضيع إيمانكم (البقرة: 143).
“Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu.” (QS. Al-Baqarah: 143). Yang dikehendaki darinya adalah shalat menghadap Baitul Maqdis.
Imam Malik berkata, “Al-Qur’an adalah Kalamullah. Dan kalamullah tidak akan rusak, musnah dan tidak pula makhluk.”
Seseorang telah bertanya pada Imam Malik, “Wahai Abu Abdillah, الرحمن على العرش استوى (Tuhan yang Maha Pemurah, yang bersemayam di atas ‘Arsy), bagaimana maksud istiwa’ nya Allah?.”
“Istiwa’ tidaklah majhul (tersembunya artinya), kaifiyyah darinya tidaklah bida dirasionalkan, mempertanyakannya adalah bid’ah, mengimaninya adalah wajib, dan aku yakin bahwa kamu adalah seorang ahli bid’ah, maka keluarlah !.” Demikian jawaban tegas Imam Malik.
Imam Malik juga ditanya, “Apakah di hari kiamat Allah SWT dapat dilihat?.” “Benar,” jawabnya. Allah SWT telah berfirman:
وجوه يومئذ ناضرة. إلى ربها ناظرة (القيامة: 22-23).
“Wajah-wajah (orang-orang Mu’min) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.” (QS. Al-Qiyaamah: 22-23).
Dan firman Allah SWT dalam ayat lainnya:
كلا إنهم عن ربهم يومئذ لمحجوبون (المطففين: 15).
“Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) Tuhan mereka.” (QS. Al-Muthaffifin: 15).
Kata Imam Malik, Abdullah bin Umar telah berkata, “Dan sesungguhnya pada sisi Allah besok di hari qiyamat ada 70.000 (tujuh puluh ribu) hijab.”
Telah dipertanyakan pada Imam Malik, bahwasanya seseorang meriwayatkan sebuah hadits, “Sesungguhnya Allah SWT menciptakan Nabi Adam as. sebagaimana shurah-Nya, dan sesungguhnya Allah SWT di hari kiamat akan membuka betis-Nya, dan sesungguhnya Allah SWT akan memasukkan tangan-Nya ke dalam Jahannam dan mengeluarkan darinya (Jahannam) siapapun yang dikehendaki-Nya.” Imam Malik lantas dengan keras sekali mengingkari riwayat tersebut dan melarangnya supaya jangan diceritakan.
“Bukankah Imam Ibnu ‘Ijlan telah meriwayatkannya?,” tanya seseorang, “Dia bukanlah seorang yang ‘Alim Fiqh’,” jawab Imam Malik. Namun, Imam Malik tidaklah mengingkari hadits yang meriwayatkan tentang “Tanazul dan Dlahak” -nya Allah.
Rasulullah SAW telah bersabda: “Jikalau kalian membunuh musuh, jauhilah wajah, karena Allah SWT menciptakan Adam sebagaimana shurah-Nya.” (HR. Muslim). Hadits di atas adalah termasuk dari ahaditsus shifah (hadits yang menetapkan sifat). Terhadap hal yang demikian, para salafus shaleh tak berusaha untuk membahas dan mena’wilnya.
Namun, kata mereka, “Kami mengimani bahwasanya hal itu (sabda Nabi) adalah haq (benar), dan dhahirnya tidaklah yang dikehendaki, namun memiliki arti yang layak baginya (sehingga tidak menimbulkan tasybih pada Allah SWT).”
Imam Malik ditanya, “Bagaimana (pendapat Anda) tentang hadits; “Sesungguhnya ’Arsy goncang karena matinya Sa’d.” “Jangan diceritakan (hadits tersebut). Dan siapapun yang terdorong untuk menceritakannya, maka dia telah terpedaya.” Jawabnya.


Selesai ngetik jam 23.14 wis
tanggal 9 Oktober 2005 atau 6 Ramadlon 1426
Tapi keto-e kurang sebab bar-barane kurang SREG
والله أعلم بالصواب.

Related Posts by Categories



Tidak ada komentar:

Posting Komentar