مقدمة

إنّ الحمد لله تعالى نحمده، ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا وسيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضلّ له، ومن يضللْ فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله.

وبعد :

Alhamdulillah, berkat Taufiq serta Hidayah-Nya, akhirnya blog sederhana ini dapat terselesaikan juga sesuai dengan rencana. Sholawat salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya.

Bermodal dengan keinginan niat baik untuk ikut serta mendokumentasikan karya ilmiah perjuangan Syaikhina Muhammad Najih Maemoen, maka sengaja saya suguhkan sebuah blog yang sangatlah sederhana dan amburadul ini, tapi Insya Allah semua ini tidak mengurangi isi, makna dan tujuhan saya.

Blog yang sekarang ini berada di depan anda, sengaja saya tampilkan sekilas khusus tentang beliau Syaikhina Muhammad Najih Maemoen, mengingat dari Ponpes Al Anwar Karangmangu Sarang sudah memiliki website tersendiri yang mengupas secara umum keberadaan keluarga besar pondok. Tiada lain tiada bukan semua ini sebagai rasa mahabbah kepada Sang Guru Syaikhina Muhammad Najih Maemoen.

Tidak lupa saya haturkan beribu terima kasih kepada guru saya Syaikhina Maemoen Zubair beserta keluarga, terkhusus kepada beliau Syaikhina Muhammad Najih Maemoen yang selama ini telah membimbing dan mengasuh saya. Dan juga kepada Mas Fiqri Brebes, Pak Tarwan, Kak Nu'man, Kang Sholehan serta segenap rekan yang tidak bisa saya sebut namanya bersedia ikut memotifasi awal hingga akhir terselesainya blog ini.

Akhirnya harapan saya, semoga blog sederhana ini dapat bermanfa’at dan menjadi Amal yang di terima. Amin.

Minggu, 16 Mei 2010

Kajian Sekilas Tentang Teror

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله رب العالمين والصلاة والسلام على أشرف المرسلين وعلى آله وصحبه أجمعين أما بعد ؛

I.MUQODDIMAH

Perbincangan tentang teroris baik dalam bentuk obrolan santai, diskusi, seminar, halaqoh dan lain sebagainya, terasa amat penting mengingat terorisme saat ini disatu sisi sedang menjadi tema perang pemikiran dunia barat yang seakan–akan segala-galanya dalam dunia pemikiran, dan disisi lain Islam dan umatnya yang menjadi lawan satu-satunya bagi dunia barat setelah runtuhnya kekuatan komunis menjadi korban dari tema diatas, karenanya para pemikir tertarik untuk memperbincangkan akar permasalahan sebenarnya dan pengertian teror dari sudut agama Islam.

II.PENGERTIAN TEROR
Teror, menurut bahasa ada dua pengertian: Pertama: perbuatan (pemerintahan dsb) yang sewenang – wenang (kejam, bengis, dsb). Kedua: usaha menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh seseorang atau golongan. Sedang terorisme adalah penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai suatu tujuan (terutama tujuan politik): praktek-praktek tindakan teror ( ).
Mengacu pada pengertian teror diatas jika kita baca dengan kacamata demokrasi semuanya berkonotasi negatif, pelakunya baik secara institusional (baca: pemerintah), kelompok dan bahkan personal dianggap tirani, tidak demokratis dan lain sebagainya, karena ukuran-ukuran demokrasi adalah kesetaraan hak warga negara, penegakan HAM, kebebasan berserikat, menyuarakan pendapat, dimana kaidah kaidah yang dijadikan para meter dan pedoman bukan wahyu ilahi nan mutlak kebenarannya, tetapi kaidah yang dijadikan parameter adalah norma-norma buatan PBB yang bersifat umum dan parsial, sehingga seindah apapun bahasa yang dipergunakan, norma tadi bukan hal yang sakral(kebenaran absolut).
Apasih PBB? Siapasih PBB?. Ia bukan merupakan lembaga kenabian, bukan lembaga pengganti kenabian yang merumuskan kebijakan didasari tuntunan yang memperhatikan aspek dunia (al-Mashalih al- Muhaqqaqah al-Duniawiyyah) dan akhirat, tetapi ia merupakan sebuah simbol dari kepentingan negara- negara maju, sehingga setiap rumusan dari kebijakan yang dikeluarkan tidak akan lepas dari kepentingan-kepentingan tersebut, seperti soal perdagangan, eksport-import, soal minyak dll. Bahkan ketika kita hayati bersama demokrasi barat dengan segenap implikasi dan perkembangannya baik yang bersifat langsung atas nama PBB maupun atas nama negara-negara blok barat merupakan teror bagi negara–negara berkembang dan miskin. Demokrasi barat pada hakikatnya adalah tirani atau teror, karena demokrasi barat tidak pernah punya ukuran–ukuran paten dan berdimensi akhirat (agama), tetapi ukuran yang dipakai adalah rasionalitas dan moralitas yang dipastikan implementasinya juga tidak paten. Dengan demokrasi (sebuah nilai yang dibawa reformasi) setiap pejabat mesti was-was dalam setiap membuat kebijakan, langkah, karena selalu dipantau Dewan Perwakilan Rakyat, kalau tidak ada kecocokan antara pejabat dan dewan mesti muncul hukuman interpelasi, angket dan pelengseran pejabat. Dengan dalih demokrasi Lee Kuan Yew bebas mengeluarkan statemen tentang gen teroris yang bersarang di Indonesia ( ), terlepas dari benar atau tidak yang disampaikan, dalam kapasitas apa dia berbicara, sesuatu yang di sampaikannya membuat Indonesia sebagai state ketar–ketir, tertekan, alias merasa diteror, karena hal ini akan mempengaruhi investor yang ada dan akan masuk ke Indonesia dan lain-lain.
Tetapi andai kata kita baca dari kaca mata Islam yang berdimensi al- mashalih al-dunyawiyyah al-Muhaqqaqah dan akhirat akan kita temukan makna yang “wajar”, terutama jika kita kaitkan dengan pemahaman ajaran agama Islam yang sudah tentu didalamnya terkandung berbagai kemaslahatan dunia dan akhirat dengan dasar segenap keyakinannnya.
Mashalih dengan dasar agamalah yang kemudian melahirkan tindakan - yang dikesankan menakutkan, kejam oleh sebagian pihak – dari perorangan, kelompok atau institusi negara, semisal pembakaran gereja di Ambon ( ), hal ini dapat terjadi karena dipicu oleh terinjak-injaknya rasa keagamaan umat Islam yang mereka yakini. Tindakan tersebut menurut perspektif fiqh dianggap “wajar”, meski menurut perspektif negara sekuler dianggap tidak “wajar” bahkan dikategorikan tindakan pidana,. Mashalih-mashalih yang dibutuhkan dalam Islam dan bernuansa kejam, menakutkan (baca: teror) bagi agama lain serta yang lemah keimanannya seperti potong tangan bagi pencuri, rajam (cambuk) bagi yang berbuat zina, hukuman mati kemudian dipasung bagi perampok jalanan (quth’utthoriq), hukuman mati bagi yang murtad (keluar dari Islam), atau jihad fi sabilillah memerangi pemberontak atau orang kafir, itu merupakan strategi untuk mewujudkan kemaslahatan dunia akhirat dan selanjutnya menjadi ajaran pokok (qath’i) dalam Islam yang berdimensi dunia akhirat. Instrumen dan strategi perlindungan oleh agama atas pemeluk-pemeluknya tersebut, baik perlindungan harta (hifdzul maal), dari para pencuri yang memenuhi syarat dipotong tangannya, perlindungan keturunan dan kehormatan (hifdzun nasli dan i’rdli) dari para pelaku zina, perlindungan agama (hifdzuddien) dari kemusyrikan dan kemurtaddan, sehingga dengan perlindungan tersebut keberagaman mereka (baca: yang sungguh-sungguh konsis dengan ajaran agama) menjadi nyaman, bukan merupakan teror bagi pemeluknya dan agama lain, sebab andaikata perlindungan tersebut dianggap teror apalah artinya penjara yang di ratifikasi perundang–undangan bangsa- bangsa, bukankah kedua-duanya memiliki substansi yang sama, hanya bedanya dalam Islam ada ajaran agama yang merupakan produk pemikiran ulama (baca: ijtihadi) dan ada yang baku (baca: qothi’).
Islam sebagai sebuah agama yang berdimensi dunia dan akhirat dengan tuntunan wahyu ilahi nan mutlak kebenaranya, sangat memperhatikan aspek perlindungan diatas. Bahkan menurut al-Syathibi salah satu rahasia al-Qawaanin al-Syar’i yyat (baca: Syari’at Islam) adalah perlindungan terhadap lima perkara (Al-Kulliyyat al-Khams):
1. Perlindungan terhadap agama dari kemurtaddan dan kemusyrikan.
2. Perlindungan jiwa dari ketersia-siaan nyawa dan darahnya (hifdzunnafsi).
3. Perlindungan harta dari kawanan perampok, pencuri dll (hifdzul maal).
4. Perlindungan intelektualitas dari bahaya yang bisa menjadikannya abnormal (hifdzul ‘aqli), seperti miras dll.
5. Perlindungan keturunan (hifdzun nasli) ( ).
Dalam mengemas perlindungan diatas Islam menerapkan dua konsep. Pertama: Hukuman (hudud atau ta’zir) terhadap pelaku kejahatan. Kedua: Pencegahan munculnya kejahatan lain yang nyata-nyata membawa kemaslahatan kedua belah pihak. Pemikiran tersebut dapat kita buktikan lewat contoh ayat qishash. Sebagaimana firman Allah :
ولكم في القصاص حيوة يا أولي الألباب (البقرة: 179)
Ayat di atas memberikan pengertian tentang di berlakukannya pidana qishos yang membawa kehidupan bagi orang lain, artinya orang tidak akan gegabah melakukan rencana –rencana pembunuhan, teror, dengan demikian berarti membawa kehidupan bagi orang lain yang tidak dibunuh,serta orang yang akan membunuh juga dapat tetap hidup akibat tidak melaksanakan pembunuhan yang berakibat dipidana qishos. Disini jelas kemaslahatan kedua belah pihak nyata. 
III.HUBUNGAN TEROR DENGAN POLITIK
Politik menurut kamus ilmiah populer: ilmu kenegaraan / tatanegara: sebagai kata kolektif yang menunjukkan pemikiran yang bertujuan untuk mendapat kekuasaaan. Sementara menurut kamus istilah pengetahuan populer pengertian politik sebagai berikut: ( )
1. Segala yang berkenaan dengan cara-cara dan kebijaksanaan dalam mengatur negara dan masyarakat bangsa.
2. Siasat
3. Kelicikan. ( )
Berpijak pada pengertian politik diatas terutama pada poin siasat (strategi), kelicikan, didukung kalimat “ yang bertujuan mendapat kekuasaan ”, politik dan teror - untuk kondisi perpolitikan sekarang – adalah dua persoalan yang lekat, bak dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan, artinya berpolitik, membuat strategi, langsung atau tidak mesti ada kandungan menekan, menakut-nakuti (baca; teror) dsb.
Hubungan lekat antara politik dan teror semakin nyata pada saat politik - dengan pengertian diatas – membutuhkan ruang implementasi. Setidaknya dari dua jenis politik yang berkembang didalmnya nyata-nyata tidak lepas dari teror: Pertama, politik kekuasaan dari awal hingga akhirnya tercipta kekuasaan semuanya tidak lepas dari sesuatu yang bersifat saling menekan, baik dari proses menuju kekuasaan maupun dalam implementasi undang–undang negara bangsa (nation state) dari yang bersifat perdata (ta’zir) maupun pidana (hudud). Politicall will (kekuasaan) jika kita kembangkan pada tataran mikro (Indonesia) juga sama, dari mulai Soekarno dan kawan –kawan memproses lahirnya negara Indonesia dengan segala persoalannya seperti menghapus PIAGAM JAKARTA dan UU lain, Soeharto naik yang langgeng dengan tiraninya, Habibie naik dengan beban yang begitu berat, Gus Dur dan Megawati naik dengan UU anti teroris, UU penanggulangan kondisi bahaya, semuanya dalam menata dan mengimplementasikan produk-produk UU negara memberi dampak tekanan, ketakutan (baca; teror) terhadap rakyat.
Demikian juga ketika kita kembangkan pada tataran makro (internasional) terutama negara Amerika Serikat dan sekutunya, dalam mengembangkan politiknya seperti gerakan anti terorisme, sebenarnya adalah tidak lebih dari gerakan teror Amerika dan sekutunya dalam rangka mengembangkan powernya dimata negara-negara berkembang dan miskin (terutama negara–negara yang mayoritas penduduknya muslim), seperti Amerika dan sekutunya menghancurkan Taliban dari kekuasaanya dengan dalih membumi hanguskan terorisme, sebenarnya adalah teror dari Amerika terhadap negara- negara timur tengah (baca: yang tergabung dalam OKI) yang mulai menggeliat tidak memberi dukungan pada Amerika dalam menumbangkan Saddam Hussein. Hanya saja gerakan politik yang diciptakan Amerika dan sekutnya ada dua model ;
Pertama: adalah dengan model invasi militer secara langsung, seperi kasus Afghanistan yang berdampak ditempatkannya militer Amerika di Afghanistan, penempatan militer Amerika di Filipina dengan dalih melatih cara menumpas pejuang moslim MORO dan MINDANAU atau penempatan militer Amerika di Arab Saudi dengan dalih melindungi Arab Saudi dan Kwait dari invasi Iraq. Kedua, tidak menginvasi, tetapi lewat tangan-tangan sekutunya, model ini terbagi menjadi tiga:
Pertama: memanfaatkan orang-orang yang menjadi sekutunya untuk membangun opini negatif terhadap negara- negara yang menjadi bidikan mereka dipercaturan internasional, seperti yang dilakukan Australia untuk kasus lepasnya TIMOR-TIMUR, Lee Kuan Yew atas persoalan terorisme di Indonesia dan bahkan majalah–majalah blok barat seperti Times yang sering membuat laporan tentang peringkat negara- negara yang tidak melaksanakan demokrasi.
Kedua: dengan memberdayakan pemikir-pemikir sekuler disetiap negara (baca: Islam) untuk mengembangkan pemikiran sekulernya tentang persoalan agama, yang memang telah mereka kembangkan terlebih dahulu, sehingga kemudian seolah–olah pemikiran keagamaan yang sekuler tadi menemukan pembenarannya, kelompok ini kalau di Indonesia sering disebut Islam liberal atau aliran substansial ( ), dampak dari pengaruh model kedua ini memang tidak langsung nyata, tetapi akibat dari liberalisme yang dikembangangkan tadi mampu meruntuhkan sendi-sendi keyakinan ummat Islam dalam mengamalkan dan meyakini pemahaman agamanya, sehingga umat tidak lagi memiliki semangat (baca: ghiroh) yang tinggi dalam memahami dan mengamalkan ajaran agamanya. Apa yang dilakukan pemikir-pemikir diatas dengan dana sponsor internasional yang begitu besar tidak lain adalah upaya memperlemah kekuatan Islam disatu sisi dan menciptakan ketakutan, kehawatiran (baca: teror) disisi lain, terutama bagi mayoritas umat yang konsisten dangan keIslamannya.
Ketiga : Menangkapi tokoh –tokoh Islam yang dianggap teroris, seperti Nur Misuari, Tamsil Linrung, Abdul Jamal Balfas,dan Ja’far Umar Thalib.
Kedua: Politik ekonomi, dengan pengertian strategi memberdayakan ekonomi negara, baik dalam skala mikro maupun makro (sistem kapitalis) mesti ada yang tertekan,terkalahkan dan tergilas habis, seperti yang dilakukan PBB (baca: yang didominasi Amerika dan sekutunya) dengan WTO nya terhadap sistem perekonomian liberal, perdagangan bebas tidak lebih dari upaya penjajahan ekonomi oleh negara-negara maju terhadap negara berkembang dan miskin, lebih-lebih didukung oleh political Will diatas, negara berkembang dibuat menjadi miskin, dan negara miskin tambah miskin, sehingga negera-negara tadi tetap tergantung dan menjadi konsumen nagra -negara maju. Uraian diatas tentang politik yang memberi dampak tekanan, ketakutan, teror dll, karena umat Islam selama ini menjauhkan diri baik secara lembaga maupun pribadi dari sistem poitik yang digariskan Al qur’an dan As sunnah, tetapi menggunakan sistem politik yang digariskan kaidah- kaidah umum dan parsial, seperti moralitas, rasionalitas yang ukurannya tidak paten. Tetapi andaikata sistem politik yang dipakai umat Islam menggunakan kaidah-kaidah Alqur'an dan Assunnah, etika pergaulan berpolitik dengan cara Islami yang menekankan adanya salah dan benar, menjunjung nilai-nilai kejujuran (as shiddiq), tanggung jawab (amanah), keadilan (‘adalah) dan tidak menolelir tindakan pengkhianatan, kedzaliman, semena-mena, lacur dll, niscaya ketakutan, tekanan dsb tidak akan pernah ada, karena Islam memang tidak memberi ruang bagi terciptanya rakyat menjadi gelisah, resah. Sebagaiman dalam firman Allah :
وما أرسلناك الا رحمة للعالمين (الانبياء: 107)
Tetapi Islam yang sebenarnya menawarkan kesejukan didunia dan akhirat, hal ini dapat kita lihat dari persyartan seorang imam, ( ) dan seorang imam harus bertutur kata dan membuat kebijakan yang tegas, adil, dan menyelesaikan masalah.( ) Kalaupun kita lihat dari UU perdata (mawarits, dlomanul mutlafat) maupun pidana (hudud) terlihat ada nuansa kejam dan sebagainya, sebagaimana anggapan sebagian pihak yang tidak setuju berlakunya syari’at Islam semuanya adalah perangkat menuju kesejukan yang akan dapat dirasakan semua umat. 
IV.ANTARA TERORISME DAN JIHAD, FENOMENA DAN REALITA

a. Fenomena Jihad
Tidak dipungkiri bahwa jihad dalam artian perang merupakan sub penting dalam syariat Islam, namun hal itu tidak berarti membuat Islam seperti drakula, kanibal atau makhluk yang menyeramkan sebagaimana tuduhan mereka (barat), dan mereka sengaja melakukan hal ini agar gapat membentuk opini dunia bahwa Islam adalah musuh kemanusiaan dan peradaban dunia, ini persis yang diinginkan oleh Samuel Huntington dalam tesis "The Clash Of Civilization” (Benturan Peradaban) pada 1993 " yang ia tulis untuk Departemen Luar Negeri AS, kalimat Huntington dalam tesisnya bahwa “Islam has a bloody border” (Islam memiliki tapal batas berdarah), adalah ungkapan lain bahwa Islam adalah agama teroris.
Atas ungkapan Huntington tersebut kami menyangkal dengan beberapa antitesa yang akan kami paparkan di bawah. Agama Islam yang datang sebagai rahmatan lil ‘alamin tidak menjadikan jihad sebagai satu-satunya alternatif dakwah, bahkan hal itu merupakan alternatif terakhir jika dakwah bil hikmah, bil mau’idhotil hasanah, dan mujadalah billati hiya ahsan tidak bisa lagi dilakukan. Allah berfirman :
ادع الى سبيل ربّك بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم بالتي هي أحسن (النحل: 125)
dan Nabi SAW bersabda:
فوالله لأن يهدي الله بك رجلا واحدا خير لك من حمر النعم (متفق عليه)
عن أبي هريرة : لأن يهدي الله بك على يديك رجلا خير لك مما طلعت عليه الشمس أو غربت (رواه الطبراني)
Sesuai dengan pendapat yang kuat bahwa ayat di atas tidak dinaskh, adapun ayat :
فاقتلوا المشركين حيث وجدتموهم (التوبة: 5)
dan hadits :
أمرت ان أقاتل الناس حتى يشهدوا أن لاإله الاّ الله..... الحديث (رواه الشيخان)
secara secara substansial dua ayat dan hadits tersebut tidak bertentangan dengan hukum diatas, karena punya job yang berbeda karena ayat pertama untuk orang-orang Yahudi dan Nashrani, sementara yang kedua untuk orang-orang musyrik yang membangkang setelah diajak memeluk agama Islam. Sedang hadits di atas bersifat umum yang tidak menafikan kewajiban jihad.
Hal tersebut juga diakui sendiri sejarawan -sejarawan barat. De Leary dalam bukunya "Islam in The Cross Road" halaman 8 mengatakan; " Sejarah telah menjadi saksi bahwa legenda orang-orang Islam fanatik menyusupi dunia dengan pedang dan memaksakan Islam dengan senjata terhadap bangsa- bangsa yang di taklukkan hanyalah mithos yang penuh hayalan,sedangkan Alexander Powel dalam bukunya "Struggle for Power in Moslem Asia" mengungkapkan, "Orang-orang Islam dalam penaklukannya sangatlah toleran dan menjungjung tinggi hak-hak asasi manusia, sehingga membuat bangsa -bangsa kristen malu. Masuknya Islam disebagian besar benua Asia melalui kelambutan dakwah para saudagar dan pelancong cukup menjadi bukti akan hal tersebut. Ketika daulah Abbasiyyah mengalami kelemahan datanglah tentara salib dari Eropa ke timur hendak menumpas dan melenyapkan agama Islam, tetapi banyak tentara salib yang tertarik kepada Islam, lalu menganutnya. Seorang pendeta bernama Thomas berkata, "tidak sedikit tentara salib yang tertarik dengan Islam, bukan saja orang-orang biasa tetapi pembesar dan panglima-panglima banyak yang tertarik dengan Islam, lalu mereka berbondong-bondong menggabungkan diri dalam barisan kaum muslimin.
Dan kalaupun pertempuran menjadi pilihan terakhir karena mereka benar-benar merintangi jalan dakwah umat Islam maka dalam pertempura itu sendiri Islam memiliki etika dan tatak rama yang sangat menjunjung tingi hak asasi manusia, di antaranya tidak diperbolehkannya membunuh wanita, amak-anak, dan para pendeta kecuali mereka melawan, tidak boleh melakukan pembunuhan dengan cara aniaya terhadap orang-orang tak berdaya. Hal itu semua menunjukkan bahwa Islam sangat menghargai hak asasi manusia dan mengedepankan dakwah dengan cara damai. Sebenarnya kalau kita mau bicara jujur masalah pertempuran bukanlah monopoli syariat Islam. Sejak Adam diciptakan sampai berputra Qobil dan Habil sudah tumbuh benih-benih pertikaian diantara keduanya yang berakhir dengan terbunuhnya Habil. Kalau menurut hemat kami pertempuran itu sebenarnya sudah menjadi fitrah manusia.
ولو لادفع الله الناس بعضهم ببعض لفسدت الأرض ولكنّ الله ذو فضل على العالمين (البقرة: 251)
Bukankah sejarah telah mencatat dengan tinta merah bahwa bangsa-bangsa barat demi memuaskan ambisi mereka menguasia dunia melakukan penjajahan hampir diseluruh negara-negara di dunia ?. Dan dengan politik devide et impera mereka tak segan-segan mengobrak - abrik tatanan suatu bangsa, dan dengan sistem ekonomi kapitalis tanpa rasa iba mereka keruk seluruh hasil kekayaan suatu bangsa, bahkan yang lebih sadis rakyat suatu bangsa sering dipekerjakan secara paksa, belum lagi kekejaman-kekejaman lain yang dilakukan penjajah barat terhadap negara-negara koloninya ?.
Jika demikian siapa yang lebih dapat menghormati hak asasi manuisa ?? Islam atau Barat ? Dan siapa yang lebih tega dengan darah sesama menusia ? 
b. Realita Jihad
Jihad dalam terminologi fiqh sering diartikan sebagai usaha dengan segala kemampuan fisik untuk menegakkan kalimat Allah. Sebagaiman sabda Nabi :
من قاتل لتكون كلمة الله هي العليا فهو في سبيل الله (رواه الشيخان)
Di dalam fiqh dikenal beberapa macam jihad, namun yang akan kita ulas disini adalah jihad bilqital (perang), secara umum jihad hukumnya fardlu kifayah (kolektif),( ) namun bisa saja jihad tersebut menjadi fardlu ain karena beberapa sebab,( ) diantaranya:
1. Ketika dua pasukan telah berhadapan, maka haram bagi orang yang telah hadir berpaling dari medan tersebut sebagaimana firman Allah :
يا أيها الذين آمنوا إذا لقيتم فئة فاثبتوا واذكروا الله كثيرا (الأنفال: 15)
dan sabda beliau SAW :
يا أيها الناس لاتتمنّوا لقاء العدوّ واسألوا الله العافية فاذا لقيتموهم فاصبروا واعلموا انّ الجنّة تحت ظلال السيوف (متفق عليه)
2. Ketika orang orang kafir telah menyerang negara, wajib bagi penduduk negara tersebut berperang dan mempertahankan negaranya.
3. Ketika seorang imam menunjuk suatu golongan untuk berangkat berperang, sebagaimana firman Allah :
ياأيها الذين آمنوا ما لكم اذا قيل لكم انفروا في سبيل الله اثّاقلتم الى الأرض أرضيتم بالحيوة الدنيا... الآية (التوبة: 38)
Dan hadits Nabi SAW :
لاهجرة بعد الفتح ولكن جهاد ونية واذا استنفرتم فانفروا (رواه البخاري)
Jihad bilqital tersebut semula dilarang berdasarkan ayat-ayat Makkiyyah semisal
فاصبر صبرا جميلا - فمهل الكافرين أمهلهم رويدا – وأعرض عن المشركين
kemudian setelah hijrah Nabi diinstruksikan untuk berjihad pada mereka yang memerangi beliau, sebagaimana tercantum dalam surat al-Baqarah ayat 190. Sesudah itu diperbolehkan bahkan diperintahkan mengawali serangan kepada orang-orang kafir harbi, ( ) dengan ayat 36 surat al-Taubah.
Untuk merealisasikan hukum jihad ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi baik itu yang berhubungan dengan mujahidin atau orang kafir yang akan diperangi. Adapun persyaratan yang berhubungan dengan mujahidin diantaranya Islam, mukallaf, mampu secara fisik dan materi, serta diridloi orang tuanya. Sedangkan persyaratan yang berhubungan dengan orang kafir, mereka tidak berstatus musta’man (diberi suaka), mu’ahad (mengadakan perjanjian damai) atau dzimmi (dilindungi penguasa dengan membayar jizyah untuk bertempat di darul Islam). Ada lagi sebuah persyaratan sebagaimana yang disebutkan DR. Said Romdlon Al Buthi bahwa jihad tersebut harus melalui komando resmi dari seorang imam a’dzom (baca: bukan seorang komandan/pimpinan organisasi), maka tidak dibenarkan kalau ada seseorang atau sekelompok warga masyarakat yang mengatas-namakan dirinya golongan radikal atau fundamentalis berangkat berjihad tanpa seijin Imam, baik itu barstatus Raja, Presiden atau Cholifah - bukan pimpinan golongan tersebut. Nabi bersabda :
إنّ الإمام جنّة يقاتل من ورائه ويتقى به.... الحديث (رواه مسلم)
الجهاد واجب عليكم مع كل امير (رواه ابو داود)
Untuk menentukan kebijakan jihad tersebut imam juga harus memandang berbagai aspek dan akibat, jika masih merasa belum punya kekuatan yang mumpuni dan diprediksi seandainya melakukan penyerangan justru akan berdampak buruk bagi stabilitas bangsa dan negara sendiri, maka seorang imam tidak boleh sewenang-wenang menetapkan kebijakan berperang, sebagai perbandingan peristiwa yang terjadi pada zaman Rasulillah dimana jihad baru di perintahkan ketika beliau sudah mempunyai daulah Islamiyyah di madinah dan merasa mempunyai kekuatan yang cukup untuk menghadapi lawan-lawannya sekalipun soal kekuatan sebenarnya tidak masalah bagi Rasul, namun dalam masalah ini beliau rasul menggunakan perhitungan lahiriyyah. Kalau selama ini umat Islam di Indonesia belum mampu mewujudkan persyaratan diatas, menurut hemat kami para pejuang bersabar terlebih dahulu dan tidak bertindak gegabah dengan kemauan sendiri serta berusaha mewujudkan segala sarana dan pra sarana yang mendukung terlaksananya jihad sesuai dengan aturan syariat yang di ridloi Allah utamanya menegakkan khilafah Islamiyyah. Namun demikian semangat jihad haruslah tetap bersemayam dan terpatri kuat didalam jiwa setiap umat Islam, karena jihad adalah kewajiban agama yang paten dan abadi sampai hari Kiamat seperti sabda Rasulullah SAW :
الجهاد ماض منذ بعثني الله الى أن يقاتل آخر أمتي الدجال لايبطله جور جائر ولاعدل عادل (رواه أبو داود)
Sesungguhnyan kehawatiran akan kuatnya musuh-musuh Islam tidak pernah ada sepanjang ruh jihad senantiasa bersemayam didalam jiwa kaum muslimin. Nabi bersabda :
من مات ولم يغز ولم يحدث نفسه بالغزو مات علي شعبة من النفاق (رواه مسلم)
Inilah semangat yang mampu meninggalkan beberapa suap nasi ketika pintu surga mulai dibentangkan, meninggalkan harta dan perniagaan tanpa sedikit rasa susah ketika pamggilan kemuliaan Allah berkumandang, bahkan meninggalkan malam pengantin dengan ikhlas ketika harumya surga oleh dayang-dayang bidadari telah menunggu. Inilah suatu hal yang senantiasa di takuti oleh musuh-musuh Allah, selama ruh jihad ada maka percumalah bagi musuh segala upaya dan sia-sialah semua biaya, perlengkapan perang dan jumlah pasukan yang besar semauanya tidak akan berarti. Ruh inilah yang mampu membuat sosok pemilknya menggetarkan ribuan musuh dengan kalimat tawarannya “masuklah Islam,maka kalian akan aman, demi allah jika kalian ingkar pada Allah maka kami akan memerangi alias sesungguhnya kami adalah orang-orang yang mencintai kematian sebagaimana kalian mencintai kehidupan. 

c. Teror Dalam Islam
Teror dengan pengertian diatas menurut tinjauan kacamata fiqh sering dibahasakan dengan irhab, sedang pengertian irhab menurut pendapat asyeikh Sholih Bin Ghonim Assadlan adalah segala sesuatu yang menyebabkankan guncangan keamananan, pertumpahan darah, kerusakan harta dan segala tindakan yang melampaui batas.( ) Secara umum Islam tidak membenarkan tindakan irhab, baik kepada sesama muslim atau non muslim, karena termasuk perbuatan dzolim yang melampaui batas. Alloh berfirman :
إن الله لايحب المعتدين (البقرة: 190)
ومن الناس من يعجبك قوله في الحيوة الدنيا ويشهد الله على ما في قلبه وهو ألدّ الخصام وإذا تولىّ سعى في الأرض ليفسدفيها ويهلك الحرث والنسل والله لا يحبّ الفساد (سورة البقرة: 204)
ولاتفسدوا في الارض بعد إصلاحها (الا عراف: 85)
من أجل ذلك كتبنا على بني اسرائيل أنه من قتل نفسا بغير نفس أو فساد في الأرض فكأنما قتل الناس جميعا ومن أحياها فكأنما أحيا الناس جميعا (المائدة: 32)
Dalam hadits qudsi Nabi juga menyebutkan :
يا عبادي إني حرمت الظلم علي نفسي وجعلته بينكم محرما فلا تظالموا (رواه مسلم)
dan hadits riwayat Bukhori dan Nasa’i :
من قتل معاهدا لم يرح رائحة الجنّة وإنّ ريحها يوجد من مسيرة أربعين عاما
serta riwayat Muslim, Nasa’i dan Turmudzi :
لزوال الدنيا أهون عند الله من قتل رجل مسلم
Namun secara rinci hukum teror dapat di bagi dalam dua kategori, yang akan kami jelaskan di bawah ini :
1. Haram, jika dilakukan dalam kedaan normal (baca: tidak sedang berperang), karena teror (kamikaze) dalam keadaan demikian akan mengorbankan jiwa-jiwa yang tak berdosa serta di hormati hak-haknya dalam agama, seperti wanita, anak-anak, dan orang-orang jompo. Sebenarnya yang di syari’atkan dalam menghadapi orang-orang kafir adalah berjihad di jalan Alloh dan memerangi mereka di medan pertempuran (baca: bukan dengan cara teror). Sedangkan perusakan dan teror hanya akan mencoreng nama baik umat Islam, bahkan berdampak terhadap kerusakan terhadap kaum muslimin sendiri. Ketika rosul saw masih berada di makkah beliau di perintahkan untuk menahan tangan dari memerangi orang-orang kafir, karena dirasa masih belum mempunyai kekuatan yang mempuni untuk menghadapinya. Allah berfirman :
ألم تر الي الّذين قيل لهم كفّوا ايديكم وأقيموا الصّلاة وآتوا الزكاة (النساء 77)
Andai kata mereka membunuh salah seorang dari orang-orang kafir niscaya orang-orang kafir tersebut akan memburu umat Islam dimanapun ia berada kemudian membunuhnya. Maka sesuai dengan qaidah fiqhiah saddan lidzaroi’/ dar’ul mafasid (menutup setiap sebab yang memiliki akibat buruk) tindakan teror tersebut di haramkan, dan jika teror tersebut(kamikaze) di lakukan, maka perbuatan tersebut meupakan bentuk bunuh diri yang di larang syara’ dan pelakunya tidak dapat di katakan mati syahid, sekalipun mereka punya sasaran orang-orang kafir sebagaimana perasangka sebagian orang. Alloh berfirman :
وأنفقوا في سبيل الله ولاتلقوا بأيديكم الى التهلكة وأحسنوا إن الله يحبّ المحسنين (البقرة: 195)
ولاتقتلوا أنفسكم إنّ الله كان بكم رحيما (النساء: 29)
Dan Nabi bersabda :
ومن قتل نفسه بحديدة فحديدته في يده يتوجّأ بها في نار جهنّم خالدا مخلّدا فيها أبدا (رواه البخاري ومسلم والترمذي)

Dengan pengertian umum nash-nash diatas secara tersirat mengandung larangan seseorang berbuat aniaya terhadap dirinya., dan secara tegas Alloh menjelaskan barang siapa yang membunuh orang-orang mukmin secara sengaja termasuk dirinya sendiri maka neraka jahannam adalah balasan yang pantas baginya, karena ini adalah bunuh diri yang tidak membawa kemaslahatan bagi umat Islam, andaikata dengan bunuh diri ia mampu membunuh seribu orang kafir maka hal tersebut tidak akan bermanfaat buat orang Islam dan tidak membuat mereka masuk Islam, Bahkan hal itu menyebabkan musuh Islam bersikap tambah keras terhadap umat Islam yang akhirnya melakukan serangan balik membabi buta terhadap kaum muslimin. Karena nyawanya orang mukmin sangat dihargai yang tidak dapat diimbangi dengan terbunuhnya orang kafir maka hukum bom bunuh diri adalah haram secara mutlak baik pada masa jihad ma`al aidy atau tidak bahkan termasuk dosa besar yaitu qothlunnafsi (membunuh diri sendiri) maka tidaklah pantas sekali jika pelaku bom bunuh diri itu dianggap syuhada.
2. Boleh, (selain kamikaze) jika dalam keadaan berperang sebagaimana tertuang dalam firman Allah :
وأعدّوا لهم مااستطعتم من قوة ومن رباط الخيل ترهبون به عدو الله وعدوكم (الأنفال: 60)
وقاتلوا في سبيل الله الذين يقاتلونكم ولاتعتدوا إنّ الله لايحبّ المعتدين (البقرة: 190)
ان الله اشترى من المؤمنين أنفسهم وأموالهم بأنّ لهم الجنة * يقتلون في سبيل الله فيقتلون ويقتلون (التوبة: 111)
Ayat diatas memberikan gambaran diperbolehkannya irhab ketika dalam keadaan perang yang sesuai dengan ketentuan agama. seperti ketika orang-orang kafir menyerang wialayah–wilayah umat Islam atau gelora jihad sengaja dikumandangkan oleh seorang imam, karena pada saat demikian dibutuhkan strategi penyalamatan diri meskipun melahirkan tindakan yang bersifat teror, sesuai dengan prinsip: “Al Harbu Khid’atun” (peperangan adalah sebuah tipu daya), meskipun akan mengakibatkan dia terbunuh. Seperti hikayah seoarang laki-laki yang diceritakan dalam hadits yang diriwayatkan Abi Dawud dan Tirmidzi: dari IbnuJarir dari Aslam Abi Imron beliau berkata,” Ketika kita sedang berperang di Kustantiniyyah (Konstantinopel) - dibawah pimpinan Uqbah bin Amir untuk pasukan yang dari mesir dan Fudholah bin Ubaid untuk pasukan dari Syam¬ – melawan pasukan Romawi kemudian tiba-tiba muncul pasukan Romawi yang berjumlah besar, pada saat itulah keluar seorang laki-laki dari pasukan muslimin menembus masuk barisan pasukan Romawi, dan spontan orang-orang berteriak dan berkata Subhanallah, orang tersebut menjatuhkan dirinya dalam kerusakan, kemudian salah seorang sahabat rasul yang bernama Abu Ayyub Al Anshori berkata,” Wahai manusia sesungguhnya kalian telah menta’wil ayat ini pada kejadian yang tidak semestinya, sesungguhnya ayat ini diturunkan bagi kita kaum Anshor padasaat kaum Anshor saling berbisik, ”Sungguh kita telah kehilangan harta dan Alloh telah memulyakan agamanya, andaikata kita memperbaiki prekonomian (tidak berjihad terus) niscaya kita akan mampu mengembalikan harta-harta kita yang hilang, kemudian turun sebuah ayat yang melarang atas keinginan kami.( )”
Dan orang-orang yang terbunuh demi kepentingan agama dan umat dalam pertempuran melawan kaum kafir tersebut di kategorikan mati syahid, sementara tindakan semacam ini pada hakikatnya tidak dapat di kategorikan terorisme karena itu merupakan merupakan hak dan kewajiban setiap umat Islam untuk membela dan mempertahankan bangsa dan agamanya. Dalam kasus yang terjadi di Palestina pada saat ini - yang sedang berjuang mengembalikan tanah kelahiranya yang suci dari cengkeraman zionis Israel - andaikata ada perbuatan yang bernuansa teror maka Israel dan antek-anteknya lah yang sebenarnya perlu dicap sebagai teroris karena selalu menodai perjanjian damai serta selalu membuat penduduk Palestina tercekam dengan berbagai ketakutan, sejak adanya konsensus yang dimotori Inggris untuk berdirinya sebuah negara Israel sampai dengan lahirnya konsensus-konsensus yang dimediatori AS dan sekutunya.
Ketiga: Wajib, ketika berhadapan dengan orang-orang yang phobi terhadap Islam dan mencaci syari’at Islam serta Nabi SAW. Firman Allah SWT :
انما جزاء الذين يحاربون الله ورسوله ويسعون في الأرض فسادا أن يقتّلوا أو يصلّبوا أو تقطّع أيديهم وأرجلهم من خلاف أو ينفوا من الأرض.... الآية (المائدة: 33)
yang latar belakang turunnya adalah delegasi dari kabilah ‘Ukl dan ‘Urainah datang ke Madinah menyatakan masuk Islam lalu mengeluh sakit karena tidak bisa beradaptasi dengan iklim Madinah selanjutnya Nabi Muhamad menyuruh mereka untuk mengobati sakit mereka dengan setiap hari (pagi dan sore) meminum susu unta-unta beliau. Kemudian setelah sembuh mereka membantai penggembala Nabi dan membawa kabur unta-unta. Berikutnya mereka ditangkap tentara Nabi lalu dibunuh secara sadis dan dipotong tangan-tangan mereka.
Dan hikayat membunuhnya Sayyidina Umar terhadap seorang munafik yang bersengketa dengan orang Yahudi, Yahudi meminta keputusan hukum kepada Nabi Muhammad sementara munafik meminta keputusan hukum kepada Ka’ab bin Asyraf, kemudian Yahudi tidak berkenan kecuali meminta keputusan kepada Nabi kemudian beliau memberikan keputusan kepada Yahudi. Setelah keduanya keluar dari sisi beliau munafik tersebut terus menerus menguntit Yahudi, kemudian Yahudi berkata, “Marilah kita menghadap Umar.” Sesampainya dihadapan Umar sang Yahudi berkata,” Saya berselisih dengan orang munafik ini dihadapan Nabi Muhammad, selanjutnya beliau memutuskan perselisihannya, tetapi orang munafik ini tidak puas atas keputusan yang diberikan Nabi dan mengira bahwasanya dia akan mengadukan saya kepadamu.” “Betulkah ucapan Yahudi ini ?, tanya Umar.“ “Ya”, jawab sang munafik. “Tunggu sebentar ! sampai saya keluar lagi menemui kalian berdua.” Ujar Umar. Kemudian Umar masuk ke dalam rumah untuk mengambil sebilah pedang lalu keluar dan menebaskan pedang tersebut ke leher orang munafik sampai mati( ). Kisah ini menjadi faktor turunnya firman Allah :
ألم تر الى الذين يزعمون أنهم آمنوا بما أنزل اليك وما أنزل من قبلك يريدون أن يتحاكموا الى الطاغوت وقد أمروا أن يكفروا به ويريد الشيطان أن يضلهم ضلالا بعيدا (النساء: 60)
dan hadits Nabi SAW:
من سبّ الأنبياء قتل ومن سبّ أصحابي جلد (رواه الطبراني) ( )
serta kisah Ka’ab bin Asyraf seorang tokoh Yahudi yang membuat bait-bait sya’ir untuk memprovokasi masyarakat Arab Qurasy dan Arab Madinah guna memerangi Nabi Muhammad SAW sebagai upaya balas dendam atas tewasnya 70 orang kuffar Makkah. Ia juga menciptakan bait-bait sya’ir yang mengungkap keindahan tubuh wanita-wanita muslimah kemudian Nabi Muhammad SAW menghimbau agar sebagian sahabat membunuh Ka’ab tersebut ( ). Kisah serupa juga disebut oleh Imam Bukhari.( ) 

V. PENUTUP

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terorisme yang berkembang saat ini sebenarnya merupakan wacana produk barat yang ditransfer ke dunia timur (Islam) dan secara terus menerus mereka implementasikan sendiri, termasuk di dalamnya RUU anti teroris yang sedang di bahas DPR RI, karena RUU tersebut jelas-jelas sarat dengan kerancuan, baik menyangkut definisi maupun motif RUU diatas sekaligus penuh dengan muatan politik dan andaikata RUU tersebut sampai di undangkan maka tamatlah kedaulatan bangsa Indonesia, karena akan mengakibatkan ummat Islam banyak yang terbunuh, terkebiri atau bahkan murtad, naudzubillah min dzalik. Sementara Islam yang mereka tuding sebagai sebuah agama yang melahirkan gen-gen teroris sesungguhnya anti teroris, kecuali jika dalam situasi-situasi seperti yang diungkap di muka. Dan apabila kita menginginkan negeri ini terentas dari krisis yang berkepanjangan serta cengkraman kapitalis maka satu-satunya jalan adalah mengaplikasikan hukum-hukum Islam baik yang bersifat ubudiyah, muamalah, munakahah untuk ummat Islam maupun jinayah (hudud) untuk seluruh warga negara Indonesia baik muslim maupun non muslim. Wallahu A’lam.

Sarang, 7 Mei 2002

KH. M. NAJIH MAIMOEN



Daftar Pustaka :

Al-Qur’an al-Karim
Al-Jami’ al-Shaaghir
Al-Jihad fi al-Islam
Al-Muwafaqaat
Al-Fiqh al-Islami
Al-Sirah al-Nabawiyyah
Al-Syifa lil Qadli ‘Iyadl
Al-Targhib wal Tarhib
Bulughul Maram
Faidlul Qodir
Fatawa Mu’ashirah
Fathul Bari
Fathul Wahhab
Hasyiyah al-Shaawi
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Kamus Ilmiah Populer
Majalah al-Nashihah
Minhaju al-Shalihin
Shahih al- Bukhari
Shahih Muslim
Sunan Abi Dawud

Daftar Isi :

Mukaddimah hlm: 1
Pengertian Teror hlm: 1
Hubungan Teror dengan Politik hlm: 5
Antara Terorisme dan Jihad, Fenomena dan Realita
a. Fenomena Jihad hlm: 9
b. Realita Jihad hlm: 12
c. Teror Dalam Islam hlm: 15
Penutup hlm: 21
Daftar Pustaka hlm: 23











LAMPIRAN SUSULAN REFERENSI :
ومن الناس من يعجبك قولـه في الحياة الدنيا ويشهد الله على ما في قلبه وهو ألد الخصام وإذا تولى سعى في الأرض ليفسدفيها ويهلك الحرث والنسل والله لا يحب الفساد (سورة البقرة: 204)
(مسئلة ح ك) إستدان من اهل الحرب بعد أن دخل بلادهم بأمانهم استقر بذمته ولزمه رده ولو بأجرة كما تحرم حنئذ سرقتهم وإغتيالهم كأسير أطلقوه بشرط أمنه على نفسه بل اولى بخلاف ما لو أقر بغير أمان أو دخل مختفيا فما يأخذه بأي نوع سرقة أو إختلاسا أو غيرهما يكون غنيمة مخمسة زاد ج ومثل دين الكافر المبتدع كرافضي بل هذا مسلم لايشترط فيه الأمان بل لايجوز اخدمال هذا بالحيلة والإغتيال والسرقة لأن الصحيح أن أهل البدع كالمجسة مسلمون وقبلتنا من أمها لايكفر. (بغية المرتشدين؛ صـ:255).
عن أبي مسعود قال, قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :(هلك المتنطعون) قالها ثلاثا أي المتعمقون المجاوزون الحدود في أقوالهم وأفعالهم. (شرح نووي على صحيح مسلم)
الجواب هو أنه يشترط لمشروعية هذا العمل أن لايكون هؤلاء المختطفون بصفة رهائن أو اسرى حرب, من رعايا العدو الذين يتمتعون بحق الأمان لدى المسلمين....... وهم :
سفراء الدول, ومن في حكمهم من الرسل والمبعوثين من قبل الجهات المعادية من أجل إجراء المباحثات, أو المفاوضات مع المسلمين, وما شاكل ذلك.... فهؤلاء.... لايجوز إختطافهم إذا دخلوا دار الإسلام ولو بدون الحصول على تأشيرة دخول – أي: بدون الحصول على أمان سابق – ما دام لديهم ما يثبت أنهم قدموا من اجل السفارة, أو تبليغ الرسائل ما بين الجهات المعادية, وسلطات الدولة ألإسلامية.
ومثل هؤلاء في الحكم, من دخل دار الإسلام بطريقة مشروعية من رعايا الدول المحاربة – أي: من دخل عن طربق أمان سابق, أو ما يسمى بتأشير ة الدخول في هذه الأيام ز فهؤلاء المستأمنون لايجوز إختطافهم ولاإختجازهم باعتبارهم رهائن ولو اشتعلت الحرب بين المسلمين وبين الدول التي بنتمون إليها ولكن لايجوز ترحيلهم أو إبقاؤهم في البلاد على حسب ما تقتضيه المصلحة ما دام الأمان أي تأشيرة الزيارة أو الإقامة المؤقتة الممنوحة لهم لم تنته مدتها بعد. ومن رغب من هؤلاء في السفر إلى بلاده خلال هذه المدة لم يمنع ومن أراد منهم البقاء لم يمنع كذلك إلا إذا كان هناك خوف من حدوث الضرر من بقائهم في البلاد فإنهم يؤمرون بالرحيل ويضرب لهم موعد نهائي لمغادرة البلاد ثم من تخلف عن السفر من نهاية المدة يجوز جعله من رعايا الدولة الإسلامية واعتباره من أهل الذمة إذالم يترتب علي ذلك ضرر يلحق بالمسلمين وفي حالة الخوف من حدوث أي ضررمن هؤلاء المستأمنبن – فإنه ينبغي الإحتياط لذلك بوضعهم تحت الحراسة كلما لزم الأمر إلى أن تنتهي إجراءلت ترحيلهم عن البلاد.
وأيضا لايجوز إختطاف أفراد أو جماعات من رعابا الدول التي بينها وبين المسلمين مهاهدات سلمية لأن هؤلاء الرعايا في حكم المستأمنين ولو كانوا مقيمين في بلادهم ولم يدخلوا دار الإسلام.
ومثلهم رعايا الدول المحاربة اذا كانوا يقيمون في دول بينها وبين المسلمين معاهدة سلميّة. فلايجوز التعرّض لهم بالقتل أو الخطف ماداموا يقيمون في هذه الدول المعاهدة للمسلمين لأنهم في هذه الحال في حكم المعاهدين إذ يصدق عليهم قول الله تعالى:  فان تولوا فخذوهم واقتلوهم حيث وجدتموهم ولاتتخذوا منهم وليا ولانصيرا الا الذين يصلون الى قوم بينكم وبينهم ميثاق  أي يجوز أخذ الكفار من المحاربين مطلقا قهرا جهارا أو خطفا على حين غرة ، كما يجوز قتلهم في أيّ مكان قدرنا عليهم فيه الا اذا كانوا قد وصلوا الى بلاد قوم بينهم وبين المسلمين معاهدة ، أو ميثاق بالسلم فلايجوز حينئذ التعرض لهم بقتل ولااختطاف !
وأيضا لايجوز اختطاف أفراد ، أو جماعات من الكفار ، اذا كانوا ينتمون الى بلاد لم تبلغ الدعوة الاسلاميّة ومثلها البلاد التي بلغت الدعوة ولكنها لاتزال ضمن المدّة المتفق عليها لدراسة الدعوة المعروضة عليها ولم تتّخذ بعد قرارا رسميا بشأنها – هل ترفض الدعوة ، أو تقبلها ، بشروط أو بغير شروط على نحو ما تقدم في بحوث سابقة – فهذه البلاد لايجوز توجيه عمليّة الاختطاف نحو رعاياها ، لأنها لاتعتبر من البلاد التي بيننا وبينها حالة حرب ولو لم تكن هناك معاهدات سلمية معقودة معها. اهـ الجهاد والقتال في السياسة الشرعية للدكتور محمد خير هيكل: 2/1386.
الرأي الأول: القتال بلا اذن الامام حرام ، ويحرم صاحبه من حقّه فيما اكتسب من أموال العدو عن هذا الطريق ، جاء في كتاب المغني: (لايخرجون الا باذن الأمير.......الخ) اهـ الجهاد والقتال في السياسة الشرعية للدكتور محمد خير هيكل: 1/252.
ان أحكام الشريعة تنقسم الى ما يسمى باحكام التبليغ والى ما يسمى باحكام الأمة... الى أن قال... ويعد الجهاد القتالي في مقدمة أحكام الامامة بل لاأعلم أي خلاف في أن سياسة الجهاد إعلانا وتسييرا وإنهاء ونظرا لذيوله وآثاره كلّ ذلك داخل في أحكام الامامة وأنه لايجوز لأي من أفراد المسلمين أن يستقل دون اذن الامام ومشورته في ابرام شيء من هذه الأمور. اهـ الجهاد في الاسلام للدكتور سعيد رمضان البوطي: صـ: 112.
لاقتل الا للمحاربين: ولايقتل وليدا ولاامرأة ولاشيخا فانيا الا عند ضرورة البيات. اهـ (حجة الله البالغة للشيخ أحمد الدهلوي: جـ:2/صـ:469)
وخلاصة مانراه في هذه المسألة – على ضوء ماتقدم – وهو ما يلي:
1- الأصل أن التمثيل بجثث الأعداء حرام للأحاديث السابقة التي تنهى عن المثلة.
2- اذا مثل الاعداء جثث المسلمين جاز للمسلمين معاملتهم بالمثل للآية التى رخصت فى ذلك وتحرم الزيادة على المثل كما يحرم التمثيل اصلا اذا امتنع عنه العدو.
3- يحب على الرسول صلى الله عليه وسلم الصبر, والكف عن التمثيل بقصد الانتقام لعمه " حمزة " رضي الله عنه.
4- يندب للمسلمين الصبر والكف عن التمثيل بقصد الانتقام لمن مثل بهم من المسلمين.
5- وعلى هذا,فالمثلة او التمثيل بالجثة يعنى فى اللغة فصل أي عضو منها وتشويهها وبهذا جاء تعريف المثلة او التمثيل عند الفقهاء والمحدثين....... الى ان قال.... 1- النوع الاول: مالا اشكال فيه انه من قبيل الاستشهاد المبرور. يتمثل هذا النوع من العمليات الاستشهادية فى العمليات التى يقوم القائمون بها على الشهادة من غير أي تفكير او تدبير للخروج منها على قيد الحياة وذلك عن طريق الاشتباك مع العدو فى قتال بقصد الحاق الضرر به اما بايقاع الإصابات فى صفوفه من قتل وجراح او ببث الرعب والقلق فى نفوس مقاتليه ورعاياه وتجرئة المسلمين عليه مهما بلغت قوة هذا العدو ولو قدرت فى ميزان القوة بعشرات امثال القوة الاسلامية التى تتصدى لـه بل حتى لو جابه فيها المسلم الواحد الفا من الكفار.... إلى أن قال....: 2- النوع الثالث: من العمليات ماهو من قبيل الانتحار المحظور. يتمثل هذا النوع فى نحو اقدام المقاتلين على الانتحار حتى لايقعوا فى اسر العدو او من اجل أن يتخلصوا من التعذيب الواقع بهم أو المتوقع او من اجل ان يستريحوا مما هم فيه من الم الجراح.... وما الى ذلك. وحكم الانتحار فى مثل هذه الظروف والملابسات هو التحريم لانه تنطبق عليه الاحاديث الكثيرة الواردة فى الوعيد على قتل النفس ومنها ما جاء فى صحيحى البخارى والمسلم عن جندب رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم كان برجل جراح فيقتل نفسه فقال الله (بادرنى عبدي بنفسه حرمت عليه الجنة) اهـ الجهاد والقتال فى السياسة الشرعية للدكتور محمد خير هيكل.جـ:2/صـ:1310- 1399)


Related Posts by Categories



Tidak ada komentar:

Posting Komentar