مقدمة

إنّ الحمد لله تعالى نحمده، ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا وسيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضلّ له، ومن يضللْ فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله.

وبعد :

Alhamdulillah, berkat Taufiq serta Hidayah-Nya, akhirnya blog sederhana ini dapat terselesaikan juga sesuai dengan rencana. Sholawat salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya.

Bermodal dengan keinginan niat baik untuk ikut serta mendokumentasikan karya ilmiah perjuangan Syaikhina Muhammad Najih Maemoen, maka sengaja saya suguhkan sebuah blog yang sangatlah sederhana dan amburadul ini, tapi Insya Allah semua ini tidak mengurangi isi, makna dan tujuhan saya.

Blog yang sekarang ini berada di depan anda, sengaja saya tampilkan sekilas khusus tentang beliau Syaikhina Muhammad Najih Maemoen, mengingat dari Ponpes Al Anwar Karangmangu Sarang sudah memiliki website tersendiri yang mengupas secara umum keberadaan keluarga besar pondok. Tiada lain tiada bukan semua ini sebagai rasa mahabbah kepada Sang Guru Syaikhina Muhammad Najih Maemoen.

Tidak lupa saya haturkan beribu terima kasih kepada guru saya Syaikhina Maemoen Zubair beserta keluarga, terkhusus kepada beliau Syaikhina Muhammad Najih Maemoen yang selama ini telah membimbing dan mengasuh saya. Dan juga kepada Mas Fiqri Brebes, Pak Tarwan, Kak Nu'man, Kang Sholehan serta segenap rekan yang tidak bisa saya sebut namanya bersedia ikut memotifasi awal hingga akhir terselesainya blog ini.

Akhirnya harapan saya, semoga blog sederhana ini dapat bermanfa’at dan menjadi Amal yang di terima. Amin.

Minggu, 16 Mei 2010

PERAN DAN POSISI WANITA DALAM ISLAM PERBINCANGAN FEMINISME DAN KRITIK BIAS GENDER

I. MUQODDIMAH
Kaum hawa adalah obyek yang tidak habis-habisnya untuk dibicarakan, dikaji dan dikupas melalui berbagai pandangan.Tak terkecuali agama Islam yang juga memberikan porsi bagi permasalahan wanita untuk dikaji secara tersendiri. Berbicara tentang perempuan memang terjadi pandangan yang paradoks antara Barat dengan Islam, karena Islam dengan syariatnya lebih bersifat teosentris (Tuhan sebagai pusat segala-galanya) sementara Barat dengan filsafatnya lebih cenderung pada sifat antroposentris (manusia sebagai pusat segala-galanya). Disatu sisi Barat lebih mengedepankan rasio sebagai standar untuk menentukan segala hal, dan disisi lain Islam tetap komit terhadap syariat sebagai ukuran paten dalam bersikap dan bertindak. Dari sini nampak jelas bahwa syariat Islamlah yang lebih unggul, karena mempunyai dimensi vertikal yang langsung berhubungan dengan sang Khaliq Yang Maha Mengetahui dan Mengatur seluruh kemaslahatan ummat. Berbeda dengan rasio manusia yang terbatas dan dloif.

EKSISTENSI WANITA DALAM ISLAM

Wanita di Era Jahiliyyah
Masa jâhiliah merupakan masa yang paling suram dalam sejarah wanita. Betapa hina nasib kaum wanita pada masa itu, mereka tidak dihargai sebagai seorang manusia, hak sipil mereka dikebiri, martabat mereka dinodai, dan harga diri mereka dikotori, bahkan lebih dari itu mereka diperlakukan tak ubahnya seperti barang dagangan bagi walinya sebelum ia menikah dan bagi suaminya setelah menikah. Wanita pada waktu itu hanya dieksploitasi sebagai obyek pemuas nafsu kaum pria. Yang lebih mengerikan di era itu tersebar semacam opini publik bahwa melahirkan anak perempuan adalah aib besar, sehingga mereka (jâhiliyah) tidak segan-segan untuk membunuh putrinya hidup-hidup.
وإذا بشّر أحدهم بالأنثى ظلّ وجهه مسودّا وهو كظيم. يتوارى (النحل: 58-59).
Secara simpel dapat dikatakan bahwa wanita pada era itu tidak dianggap sebagai layaknya manusia, meskipun mereka berwujud manusia.
b. Kedudukan Wanita Dalam Islam
Kedatangan Islam telah memberi warna tersendiri dalam dunia wanita, Islam berhasil mengangkat derajat wanita dari jurang kehinaan dan menempatkannya dalam mahligai kemuliaan. Kalau sekarang Barat dengan lantang menyerukan emansipasi wanita sebenarnya hal itu sudah basi, karena sebelum benih-benih emansipasi tumbuh di Barat empat belas abad sebelumnya, Islam telah lebih dahulu memperjuangkan masalah tersebut. Islam mengaggap seorang wanita sejajar dengan kaum pria, sama sebagai makhluk Allah yang diciptakan hanya untuk beribadah dan mengabdi kepadaNya.
يا أيها الناس اتقوا ربكم الذي خلقكم من نفس واحدة (النساء: 1).
وما خلقت الجن والإنس إلا ليعبدون. (الذاريات: 56).
Dalam berkarya Islampun tidak membeda-kan diantara keduanya. Seorang perempuan akan mendapatkan pahala atas amaliyahnya yang sholihah, sebagaimana seorang laki-laki juga akan mendapatkan balasan atas perilakunya yang sholih.
فاستجاب لهم ربهم أنــّي لا أضيع عمل عامل منكم من ذكر وأنثى (آل عمران: 195).
ومن يعمل من الصالحات من ذكر أو أنثى وهو مؤمن (النساء: 124).
إن المسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات (الأحزاب : 35).
Selain itu Islam juga telah membumi hanguskan budaya-budaya jâhiliyah yang sangat keji dan kejam kepada wanita. Diberikannya hak hidup bagi kaum wanita,
قد خسر الذي قتلوا أولادهم سفها بغير علم وحرّموا ما رزقهم الله افتراء على الله (الأنعام: 140).
dihapusnnya pernikahan-pernikahan model jahiliyyah yang sangat melecehkanmereka, diberikannya kebebasan untuk mentasarufkan harta mereka sendiri,
...للرجال نصيب ممـّا اكتسبوا ، وللنساء نصيب ممــّا اكتسبن (النساء: 32).
dibukanya kesempatan kepada mereka untuk menuntut ilmu,
عن أبي سعيد الخدريّ قال: جاءت امرأة إلى رسول الله، فقالت: يا رسول الله، ذهب الرجال بحديثك فاجعل لنا من نفسك يوما نأتيك فيه تعملنا ممـــّا علمه الله، فقال: اجتمعن في يوم كذا وكذا في مكان كذا وكذا. (رواه البخاري).
ditempatkannya seorang ibu pada derajat yang lebih tinggi daripada seorang ayah,
ووصينا الإنسان بوالديه إحسانا حملته أمه كرها ووضعته كرها وحمله وفصاله ثلاثون شهرا (الأحقاف: 15).
عن أبي هريرة  قال رجل للرسول: من أحقّ الناس بحسن صحبتي، فقال رسول الله: أمــّك، قال: ثم من؟، قال: أمك، قال: ثم من؟، قال: أمك، قال: ثم من؟، قال: أبوك. (رواه البخاري ومسلم).
dan dijadikannya seorang istri sebagai pembawa rahmat dan kedamaian bagi keluarga,
ومن آياته أن خلق لكم من أنفسكم أزواجا لتسكنوا إليها وجعل بينكم مودّة ورحمة إن في ذلك لآيات لقوم يتفكرون. (الروم: 21).
merupakan bukti konkret betapa Islam sangat menghargai pribadi dan posisi wanita.
Adapun beberapa hukum syariat yang terkesan merendahkan wanita sebagaimana tuduhan Barat (orientalis) yang terang-terangan mengatakan, ” Sekiranya Islam memandang wanita sebagai makhluk yang sempurna, ia tidak akan membenarkan praktik poligami, tidak mengharuskan seorang gadis untuk memohon izin kepada ayahnya untuk melangsungkan pernikahannya, tidak akan memberikan hak cerai kepada kaum pria, tidak akan membenarkan wanita dihargai dengan mahar, dan tidak akam menjadikan wanita berada dalam tanggungan pria. Dari fakta tersebut, kata mereka (baca ; Barat) tersimpul bahwa Islam mempunyai pandangan yang mendeskreditkan wanita, bahkan lebih ekstrim lagi mereka mengatakan bahwa hukum Islam hanya beredar pada orbit kepentingan dan keuntungan kaum pria. Mereka juga menambahkan bahwa sekalipun Islam adalah agama persamaan (egaliter) dan mengajarkan persamaan, namun dalam konteks urusan pria dan wanita Islam melupakannya. Sejatinya apa yang dilakukan Islam (seperti diatas) tidak terkait sama sekali dengan urusan merendahkan martabat wanita, bahkan agama ini justru berusaha untuk menempatkan wanita pada posisi yang semestinya, sesuai dengan fitrah dan kodratnya.
Dalam masalah poligami, jika syariat poligami dituduh sebagai sarana pendzoliman kaum laki-laki terhadap wanita, maka tudingan itu salah besar9. Bagaimanapun poligami merupakan rahmat bagi kaum wanita, karena memandang bahwa jumlah laki-laki yang siap menikah lebih sedikit dari pada jumlah wanita yang siap menikah. Seorang pakar Barat yang berpikiran luas mengatakan, “ Perkawinan yang mengharuskan seorang laki-laki kawin dengan seorang wanita adalah penindasan atas wanita yang terpaksa tidak menikah”. Kita juga melihat bahwa poligami merupakan jalan untuk memelihara harga diri wanita dan menjadikannya sebagai istri terhormat daripada hidup sebagai kawan kencan atau wanita penghibur. Dengan demikian kaum wanita harus memahami bahwa tanpa praktik poligami, cita-cita dan harapan sebagian dari mereka untuk menjadi ibu rumah tangga tidak akan tercapai.
Falsafah dibalik kenyataan bahwa seorang dara tidak boleh kawin dengan seorang pria tanpa persetujuan ayahnya bukanlah karena gadis itu dipandang kurang dalam suatu segi, atau dianggap lebih rendah dari kaum pria dalam aspek mental, intelektual maupun kematangan sosialnya. Kalau demikian, apa bedanya seorang janda yang berumur dua belas tahun tidak memerlukan persetujuan ayahnya, sedangkan gadis yang berusia dua puluh tahun memerlukannya ?. Namun masalah ini sesungguhnya berhubungan dengan aspek psikologis pria dan wanita. Ia berhubungan erat dengan karakter perayu pria disatu sisi dan kepercayaan wanita terhadap pria di sisi yang lain. Menurut psikolog, wanita lebih sabar dan mampu mengontrol nafsunya, namun yang sering menggoyahkan keseimbangannya dan memperbudaknya adalah rayuan cinta. Dalam hal ini wanita sangat mudah percaya terhadap rayuan pria. Seorang wanita yang masih perawan yang belum punya pengalaman tentang pria akan mudah sekali mempercayai bisikan-bisikan cinta dan janji setia seorang pria. Rasulullah – yang juga ahli psikologi – telah menyatakan dengan jelas kebenaran hal ini empat belas abad yang lalu, beliau mengatakan, ” Seorang wanita tidak akan melepaskan dari hatinya kata-kata yang di ucapkan seorang pria kepadanya, “aku cinta padamu”. Seorang pria yang nakal akan memanfaatkan kepekaan wanita sebagai perangkap yang jitu untuk menaklukkan hatinya. Disaat itulah peran seorang ayah sangat di butuhkan, karena bagaimanapun seorang ayah pasti lebih berpengalaman dan mempunyai pertimbangan-pertimbangan yang tidak sekedar didasari nafsunya dalam memilihkan jodoh untuk putrinya.
Dalam permasalahan talak Islam sendiri sebenarnya tidak menyukainya, dan lebih suka untuk mempertahankan keluarga agar tetap hidup. Namun apabila jiwa pernikahan telah mati, maka Islam memandang dengan penyesalan dan mengizinkan untuk menguburkannya. Islam tidak bersedia menjadikan bangkainya sebagai mumi dengan pengawetan oleh undang undang untuk memperlihatkan kehidupan yang semu10. Sebenarnya logika talak dalam Islam tidak didasarkan atas kepemilikan pria dan status wanita sebagai benda yang dimiliki. Namun hak talak muncul berdasarkan peranan khusus pria dalam percintaan dimana kehidupan keluarga dibangun berdasarkan rasa cinta dan kasih sayang suami dan istri. Namun satu hal yang penting untuk diketahui ialah bahwa kondisi psikologis wanita dan pria dalam hal ini berbeda. Sesuai dengan fitrahnya cinta selalu dimulai dari pihak pria dan disambut oleh siwanita dengan sikap responsif dan menerima. Kasih sayang dan cinta seorang wanita yang sejati hanya mungkin bila cinta itu lahir sebagai reaksi kasih sayang dan kekaguman pria terhadapnya. Oleh karena itu alam (suٌatuخâh) telah memberikan kunci cinta kedua belah pihak kepada si pria (suami). Dengan demikian sangatlah tepat jika kunci pembubaran pernikahan juga ada ditangan pria11. Ia yang memulai maka ia pula yang berhak untuk mengakhiri. Selain itu dalam permasalahan ini umumnya pria lebih arif dan bijak serta memiliki pandangan kedepan terhadap segala akibat yang akan terjadi (terutama dampaknya bagi anak-anak mereka). Ia tidak akan menjatuhkan talak kecuali dalam keadan terpaksa yang sudah tidak bisa diperbaiki lagi. Lain halnya dengan seorang perempuan yang lebih sering dikuasai emosi dan nafsunya terutama pada waktu menstruasi, seandainya hak thalak diberikan kepadanya maka dengan mudah (tanpa melalui pertimbangan yang matang) ia akan menjatuhkan talak dengan seenaknya.
Dalam masalah mahar, kami percaya bahwa diperkenalkannya mahar merupakan syariat yang sangat bijaksana untuk menjaga keseimbangan hubungan pria dan wanita. Keberadaan mahar sama sekali bukan sebagai harga pembelian terhadap gadis itu dari ayahnya atau dari gadis itu sendiri sehingga ia harus menyerahkan diri dan menjadi budak suaminya. Namun hal ini semata-mata hanya menjadi hadiah untuk sang istri sebagai tanda betapa dalam dan besar cinta sang suami kepada istrinya, serta sebagai tanda penghormatan atas pribadi seorang wanita, sehingga ia merasa dihargai dan dihormati. Bagi wanita nilai moral mahar lebih besar daripada nilai materialnya. Inilah sebabnya mengapa hukum mahar, yang merupakan salah satu pasal dari suatu Undang-Undang yang absolut dan fundamental yang di gariskan oleh Tuhan yang telah membentuk sifat-sifat manusia, tidak boleh dihapus hanya dengan dalih persamaan hak pria dan wanita12.
Dalam konteks nafkah sebagaimana juga mahar, ia mempunyai status dan posisi yang khusus dalam dunia wanita. Andaikata Islam memberikan hak kepada pria untuk memanfaatkan pelayanan istri dan mempekerjakannya sebagaimana budak serta menguasai seluruh kekayaan dan hasil kerjanya, maka tidak salah tuduhan Barat yang mengatakan bahwa dasar penalaran nafkah ialah “ Apabila seseorang mempekerjakan seekor hewan atau seorang budak untuk memperoleh keuntungan materi, maka dengan sendirinya ia harus mengeluarkan biaya untuk perawatan hewan atau budak tersebut ”. Tetapi Islam tidak mengakui logika seperti ini. Apakah setiap orang yang dinafkahi oleh orang lain dengan sendirinya adalah budaknya? Menurut Islam dan semua konstitusi di dunia, seorang ayah berkewajiban untuk memelihara anak-anaknya, lalu apakah dengan demikian, anak-anak itu di pandang sebagai budak dari orang tua mereka? Dalam kacamata Islam, jika seorang ayah atau ibu sudah tidak mampu membiayai hidupnya, maka wajib bagi putra–putranya untuk memberkan nafkah kepadanya, lalu dapatkah kita katakan bahwa Islam memandang para ayah dan ibu sebagai budak putra –putra mereka? Islam telah memberikan kepada kaum wanita suatu keuntungan yang belum pernah ada sebelumnya dalam urusan finansial dan ekonomi. Disatu pihak Islam memberikan kepada mereka kebebasan dan kemerdekaan penuh dalam hal finansial dan mencegah kekuasaan pria atas harta dan hasil kerja wanita dan dipihak lain dengan membebaskan wanita dari tanggung jawab pembelanjaan keluarga, Islam telah membebaskanya dari kewajiban mencari uang, sehingga ia tetap mampu menjaga sifat kewanitaannya. Karena memelihara kecantikan, daya tarik dan kebanggaan bagi suaminya pasti memerlukan kehidupan yang tentram, damai dan menyenangkan serta jauh dari kecemasan –kecemasan dalam memikirkan kebutuhan. Sekiranya wanita berkewajiban seperti laki-laki untuk berpenghasilan dan mengejar uang kebanggaanya akan merosot dan kerut merut akan muncul di wajahnya,seperti yang muncul diwajah dan dahi kaum pria. Telah sangat sering terdengar bahwa kaum wanita Barat yang terpaksa harus berjuang untuk mencari penghasilan di toko-toko, pabrik-pabrik dan kantor-kantor merasa iri terhadap kaum wanita Timur. Ketika orang-orang yang memuja Barat hendak mengkritik hukum ini, dengan dalih melindungi kaum wanita, maka tuduhan mereka tidak punya alternatif lain, kecuali kebohongan yang nyata.
Semua yang saya paparkan di muka menggambarkan betapa hebat dan luwesnya syariat Islam dalam mengolah, meracik dan menyajikan menu yang khusus untuk kaum hawa. Dengan petunjuk wahyu Ilahi, Islam telah mengetahui rahasia kehidupan manusia dan maslahat-maslahat yang ada di dalamnya yang baru dicoba didekati oleh ilmu pengetahuan setelah rentang masa yang panjang, kurang lebih sekitar empat belas abad. Sejauh ini jelas bahwa dasar pemikiran Islam terlalu dalam dan terlalu jauh dari tingkat pemahaman para penuduh (Barat).

perbedaan gender dalam pandangan islam

Di akui atau tidak fakta telah berbicara bahwa diantara dua makhluk yang berjenis pria dan wanita terjadi beberapa perbedaan. Gurat-gurat perbedaan itu nampak jelas dalam bentuk fisik dan kondisi psikisnya. Dalam segi fisik pria umumnya bertubuh lebih besar dan kekar dari pada wanita,begitu juga suara dan gerakannya, pria umumnya lebih kasar daripada wanita. Dalam segi psikis pria lebih sering menampakkan sifat superrior (keperkasaan) daripada seorang wanita yang lebih sering memperlihatkan sifat inferiornya (lemah lembut). Apalagi di abad modern ini berkat kemajuan sains yang menakjubkan, perbedaan antara pria dan wanita telah menjadi semakin jelas dan teridentifikasi dengan baik. Kenyataan semacam ini tidaklah bersifat spekulatif atau khayali tetapi telah menjadi sebuah realitas obyektif yang tak terbantahkan. Perbedaan tersebut adalah saintifik dan eksperimental. Sekalipun demikian, perbedaan tersebut sama sekali tidak ada hubungannya dengan soal apakah pria merupakan jenis kelamin yang lebih unggul atau lebih sempurna bahkan lebih hebat dari jenis perempuan. Sebenarnya Allah telah menggariskan perbedaan ini agar keduanya bisa saling melengkapi dan dapat memperkuat fondasi persatuan keluarga13. Dalam menyikapi perbedaan tersebut Islam memandangnya sebagai sesuatu yang normal, dan telah menjadi sunnatullah yang menetapkan bahwa tidak ada sebuah bendapun yang diciptakan sama persis meskipun berasal satu jenis. Pastilah ada titik-titik perbedaan yang membuatnya tidak sama dengan yang lain.
Dalam memberikan hak kepada keduanya Islam memegang prinsip keadilan, bukan persamaan belaka (sebagaimana prinsip-prinsip dasar HAM versi Barat). Islam akan memberikan hak yang sama kepada pria dan wanita sepanjang hal tersebut menjamin terciptanya keadilan diantara keduanya. Dan sebaliknya jika persamaan itu justru mengakibatkan kaburnya rasa keadilan, maka dengan tegas Islam memilih untuk menanggalkan persamaan tersebut. Seperti dalam beberapa hal yang akan kami ulas di bawah.
Dalam permasalahan warisan dimana anak perempuan mendapat bagian separo dari anak laki-laki, ketentuan hukum waris ini sering mendapat kritik tajam dari kalangan orang-orang yang sering menuntut kesetaraan hak. Perlu diketahui bahwa Islam adalah agama yang adil dan tidak bersikap kecuali dengan adil. Kenyataan bahwa seorang wanita mewarisi setengah dari bagian pria bukanlah merupakan tindak kedzaliman, tetapi justru merupakan buah daripada keadilan dan keseimbangan hak antara pria dan wanita14. Sebenarnya perbedaan tersebut didasarkan atas suatu hak yang berhubungan erat dengan keduanya. Seorang pria dalam hidupnya dibebani beberapa tanggung jawab yang bersifat material seperti memberikan mahar kepada istrinya ketika menikah, memberikan nafkah kepada anak istrinya, juga bertanggung jawab memberikan nafkah kepada kedua orang tuanya jika mereka sudah tidak mampu. Sedangkan seorang istri dalam hidupnya tidak dibebani sedikitpun dengan urusan-urusan diatas. Malah dalam posisinya sebagai seorang istri, ia mendapatkan mahar dan nafkah dari suaminya. Maka sangat adil kiranya jika seorang laki-laki mendapat dua bagian dari pada bagian wanita dengan pertimbangan tanggung jawab yang berat kepada anak dan istrinya, dan seorang perempuan mendapat bagian separo dengan tanpa dibebani tanggungan–tanggungan tersebut. Dan sebagai kompensasi atas kekurangan wanita dalam hak warisan, Islam telah mensyariatkan wajibnya mahar dan nafkah atas suami kepada istrinya sehingga tercipta keseimbangan hak yang dimiliki keduanya. Disitulah sebenarnya letak rahasia keadilan Islam.
Dalam permasalahan syâhadah (kesaksian) jika dua orang wanita dianggap sama nilanya dengan seorang pria, maka hal itu bukan identik dengan rendahnya derajat wanita, lebih dari itu Islam sebenarnya bertindak lebih proporsional dan hati-hati dalam menjaga obyektifitas syahadah. Perlu diketahui bahwa kemantapan dalam memberikan kesaksian mutlak diperlukan, sedangkan menurut disiplin ilmu psikologi seorang wanita sering kali lupa, bingung atau ragu dalam memastikan sesuatu. Apalagi pada masa menstruasi, ia sering mengalami gejala-gejala tegang dan gelisah (tension), lemah dan kehilangan daya (energy loss), kurang bersemangat dan lesu (depresi), serta rasa nyeri diperut. Perubahan-perubahan psikologis dan biologis yang kerap melanda wanita ini mengakibatkannya mudah diserang kebingungan dan keragu-raguan, maka tepatlah kiranya jika Alqurân menetapkan dua saksi wanita sebagai pengganti dari seorang saksi laki-laki dengan tujuan agar bila salah seorang wanita itu lupa yang lain bisa mengingatkannya.
Begitu juga dalam permasalahan diyât, ditetapkannya diyât seorang perempuan yang terbunuh sebanyak separo dari diyât seorang laki-laki, sekali lagi tidak dimaksudkan untuk merendahkan perempuan, baik secara moral maupun material. Karena dalam hal ini yang menjadi pertimbangan para ulama adalah nilai pengganti yang diperlukan keluarga. Kerugian ekonomi keluarga korban atas terbunuhnya laki-laki yang nota bene sebagai tulang pungung ekonomi jelas lebih besar dibanding jika yang menjadi korban pembunuhan adalah wanita yang secara ekonomi justru ditanggung oleh laki-laki.
Dengan prinsip keadilan ini, Islam tetap konsis dengan konsep bahwa wanita dan pria atas dasar kenyataan yang satu adalah wanita dan yang lainnya adalah pria tidaklah identik dalam banyak hal. Dunia mereka tidak persis sama, watak dan pembawaan mereka tidak dimaksudkan supaya sama. Oleh sebab itu, maka dalam banyak hak, kewajiban dan hukum keduanya tidak harus menempati kedudukan yang sama. Namun apakah jumlah total dari semua hak yang telah ditentukan untuk wanita kurang nilainya dibanding dengan yang dianugerahkan kepada pria ? pastilah tidak.
Di dunia Barat sekarang sedang diusahakan untuk menciptakan keseragaman dan kesamaan hak, tugas, dan kewajiban antara wanita dan pria, dengan mengabaikan perbedaan-perbedaan yang kodrati dan alami. Menurut hemat kami, hal ini merupakan kejahatan hak asasi terbesar sepanjang sejarah manusia. Dengan label palsu ”persamaan hak“, mereka berpura-pura memperjuang-kan hak asasi kaum hawa, namun pada dasarnya mereka adalah penjahat nomor wahid yang berusaha menghancur-kan pagar ayu hak asasi kaum hawa yang alami dan kodrati. Betapa tidak ?
Wanita dan pria itu ibarat dua bintang yang beredar pada orbit yang berbeda. “ Tidaklah patut bagi matahari untuk mendahului bulan dan malampun tidak patut mendahului siang, masing-masing beredar pada orbitnya (qs :16; 40). Kondisi dasar bagi kebahagian pria maupun wanita sebenarnya terletak ketika masing-masing selalu bergerak pada orbitnya sendiri-sendiri. Kebebasan dan persamaan akan bermanfaat selama mereka berdua tidak meninggalkan orbit dan arahnya yang alami. Hanya itu.

PERAN WANITA MUSLIM DI ERA MODERN

Sesungguhnya membidangi suatu pekerjaan dan profesi adalah tingkat tertinggi aktualisasi manusia, dan potensi ini secara fitrah sudah di anugerahkan kepada manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Manusia tinggal mengembangkan dan menempanya untuk sampai pada prestasi tertinggi. Islam sendiri juga menganjurkan agar bekal Allah kepada manusia berupa akal dan bakat tidak disia-siakan begitu saja. Oleh karena itu Islam tidak pernah melarang wanita untuk mengembangkan potensinya, Islam tidak pernah menyuruh wanita untuk tetap bodoh, bahkan tidak ada satupun pemikir Islam yang melarang wanita untuk bekerja.
Wanita sebagai makhluk yang berakal (homo sapiens) dan juga bersosial (homo kasius) mempunyai peran penting dalam ikut memberikan sumbangsihnya terhadap berlangsungnya kehidupan manusia dialam fana ini.
Lalu apa peran wanita..................?
Sesuai dengan ketetapan Alqurân dan ilmu hayat (biologi) kita temukan sebuah tugas yang mulia bagi seorang wanita, tugas itu ialah sebagai ibu rumah tangga. Dengan tugas ini sebenarnya cukup bagi wanita untuk bisa mencapai derajat tertinggi sebagai makhluk sosial. Jika kita renungkan sesungguhnya betapa besar jasa seorang ibu terhadap bangsa dan negara. Ia telah mendidik putra – putra mereka menjadi pemuda –pemuda agamis yang militan, menjadi patriot bangsa yang konsisten. Ialah sebenarnya yang patut dijuluki sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.
Kalau pada saat ini wanita Barat lebih bangga mengejar karir demi meraih popularitas dan meninggalkan sama sekali tugas utamanya sebagai seorang ibu, maka hal itu dianggap melenceng dari kodratnya sebagai seorang wanita.
Semua ini bukan berarti aktifitas diluar rumah bagi seorang wanita adalah haram, namun yang jelas profesi apapun yang di geluti, seorang wanita tidak boleh meninggalkan sama sekali tugas utamanya sebagai seorang ibu.
Islam tidak melarang wanita untuk berkarir, namun dalam berkarir ada beberapa norma dan etika yang harus dipatuhinya sebagai wanita muslimah.
pekerjaan yang dijalani tidak termasuk pekerjaan yang di haramkan syariat atau mendorong pada perbuatan haram. Seperti seorang wanita menjadi pelayan bagi laki-laki lajang yang hidup sendirian, atau menjadi sekretaris pribadi bagi seorang direktur yang tugasnya menuntut untuk berkhalwat (menyendiri), dan yang lainnya.
Harus selalu berpegang pada adab wanita muslimah15.
Pekerjaan itu tidak menghalangi tugas dan kewajiban utamanya sebagai seorang wanita, yaitu sebagai ibu rumah tangga yang harus berbakti kepada suami dan anak-anaknya.
Namun perlu diketahui tidak ada tugas yang lebih utama dan mulia bagi seorang wanita selain sebagai ibu rumah tangga yang mempersiapkan dan mencetak generasi muda siap pakai dan tahan uji sebagai penopang berlangsungnya kehidupan bangsa dan negara.

PENUTUP
Wanita ibarat sebuah mutiara, sekalipun dimasa jahiliyyah pernah terkubur dalam lumpur kehinaan, namun mutiara tetaplah mutiara, setelah datangnya Islam diambilah kembali mutiara itu, dibersihkan dari noda masa lalu dan diletakkan ditempat yang tinggi nan mulia. Jadilah ia barang mulia yang berharga. Perbedaan gender tidak menjadikan sang mutiara kurang atau rendah nilainya, karena yang paling mulia disisi-Nya hanyalah orang yang paling bertaqwa diantara mereka. Sang mutiara akan tetap mulia kalau ia sadar dan menghargai bahwa dirinya adalah mutiara. Tanpa polesan karir dan hiasan profesi ia tetap menjadi mulia, bahkan ia semakin berharga jika mau tampil alami sesuai kodratnya tanpa polesan karir (sebagai ibu rumah tangga). Cukup sebagai bukti kebesaranya, sebuah kata mutiara “ surga itu berada dibawah telapak kaki ibu”. Ialah sang mutiara.


BAHAN BACAAN :

 Al Mar’ah Baina Thugyanin Nidlom Al Ghorbiy Wa Lathoifit Tasyri’ Ar Robaniy ,Oleh DR. Muhammad Said Romadlon Al Buthi, Darul Fikri Beirut Libanon
 Muqoronatul Adyan 3 Al Islam Oleh Dr. Ahmad Syibli, Maktabah An Nahdloh Al Misriyyah
 Nidlomul Usroh Fil Islam Oleh Dr. Adnan Zarzur, Dr. M. Ajaj Al Khotib, Dr. M. Abdus Salam, Dr. M. Nadi Ubaidat Dr. A.M. Al Ulami, Maktabah Al Falah Kuwait

1. (lihat QS : An Nahl : 58,59) (QS : Azzukhruf : 17)
2. (lihat QS : An Nisa’ : 1) (QS : Adzariyat : 56)
3. (lihat QS : Ali Imron : 195) (QS : An Nisa’ : 124) (QS : Al Ahzab : 35)
4. (lihat QS : Al An’am : 140) (QS ; Al Isro’ : 31)
5. (lihat Qs : An Nisa’ : 30)
6. (lihat HR : Bukhori dari Abi Said Al Khudri)
7. (lihat QS : Al Ahqof : 15) (HR : Bukhori Muslim dari Abi Hurairoh)
8. (lihat QS : Ar Rum : 21)
9. (lihat QS : An Nisa’ : 3)
10. (lihat QS : An Nisa’ : 19) (QS : An Nisa’ : 35) (QS : An Nisa’ : 127)
11. (lihat QS : Al Ahzab : 46) (QS : Al Baqoroh : 23) (HR : Ibnu Majah :
انما الطلاق لمن اخذ بالساق
12. (lihat QS : An Nisa’ : 4)
13. (lihat QS : al Hujurot : 3)
14. (lihat QS : An Nisa’ : 11)
15. (lihat QS : At Taubah : 31) (QS : Al Ahzab : 32)








اااااااااااااااا




PERAN DAN POSISI WANITA
DALAM ISLAM
PERBINCANGAN FEMINISME DAN KRITIK
BIAS GENDER





‌‌‌****









Oleh :
KH. M. NAJIH MAIMOEN





Related Posts by Categories



Tidak ada komentar:

Posting Komentar