مقدمة

إنّ الحمد لله تعالى نحمده، ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا وسيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضلّ له، ومن يضللْ فلا هادي له، وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله.

وبعد :

Alhamdulillah, berkat Taufiq serta Hidayah-Nya, akhirnya blog sederhana ini dapat terselesaikan juga sesuai dengan rencana. Sholawat salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya.

Bermodal dengan keinginan niat baik untuk ikut serta mendokumentasikan karya ilmiah perjuangan Syaikhina Muhammad Najih Maemoen, maka sengaja saya suguhkan sebuah blog yang sangatlah sederhana dan amburadul ini, tapi Insya Allah semua ini tidak mengurangi isi, makna dan tujuhan saya.

Blog yang sekarang ini berada di depan anda, sengaja saya tampilkan sekilas khusus tentang beliau Syaikhina Muhammad Najih Maemoen, mengingat dari Ponpes Al Anwar Karangmangu Sarang sudah memiliki website tersendiri yang mengupas secara umum keberadaan keluarga besar pondok. Tiada lain tiada bukan semua ini sebagai rasa mahabbah kepada Sang Guru Syaikhina Muhammad Najih Maemoen.

Tidak lupa saya haturkan beribu terima kasih kepada guru saya Syaikhina Maemoen Zubair beserta keluarga, terkhusus kepada beliau Syaikhina Muhammad Najih Maemoen yang selama ini telah membimbing dan mengasuh saya. Dan juga kepada Mas Fiqri Brebes, Pak Tarwan, Kak Nu'man, Kang Sholehan serta segenap rekan yang tidak bisa saya sebut namanya bersedia ikut memotifasi awal hingga akhir terselesainya blog ini.

Akhirnya harapan saya, semoga blog sederhana ini dapat bermanfa’at dan menjadi Amal yang di terima. Amin.

Selasa, 25 Januari 2011

"Membuka Kedok Tokoh-Tokoh Liberal dalam Tubuh NU" karya KH. Muh. Najih Maimoen



الحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلامُ عَلَى سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ ، سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. أمَّا بعدُ .
Buku dengan judul "Membuka Kedok Tokoh-Tokoh Liberal dalam Tubuh NU" karya KH. Muh. Najih Maimoen ini hadir di saat fenomena para calon kandindat Ketua Umum PBNU pada Muktamar NU ke-32 di Makassar Sulawesi Selatan itu terdiri dari tokoh-tokoh NU kontroversial yang terlibat dan membela aliran-aliran sesat. Dalam hal ini, setidaknya ada beberapa tokoh yang terlibat dan membela aliran-aliran sesat yang maju ke pemilihan Ketua Umum PBNU yaitu:
1. Sholahuddin Wahid yang pernah membela Ahmadiyah, dengan mengatakan, “Negara tidak boleh merujuk fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI). Negara itu rujukannya UUD 1945 dan undang-undang.”
2. Ulil Abshar Abdalla, Mantan petinggi Jaringan Islam Liberal (JIL).
3. Said Aqil Siradj (Syi'ah) yang pernah menghina Nabi Muhammad SAW dan merendahkan para Shahabatnya, menyamakan akidah Islam dengan Kristen.
4. Masdar Farid Mas'udi (JIL) yang pernah merubah waktu pelaksanaan haji.
5. Ahmad Bagja yang pernah mendukung aliran sesat Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) dengan mengirim surat protes kepada MUI tentang fatwa sesat aliran tersebut.
Menanggapi perkembangan merebaknya calon Ketua Umum PBNU, sejumlah tokoh dan masyarakat menolak paham Liberalisme, karena itu mereka akan membendung terpilihnya kandidat Ketua Umum PBNU yang pro-Liberal dalam Muktamar Makassar.
Penolakan paham Liberal juga diawali oleh para kyai muda NU Jawa Timur dengan mengadakan dialog terbuka antara salah satu calon kandidat ketua umum PBNU, Ulil Abshar Abdalla dari Jaringan Islam Liberal (JIL) dan Forum Kyai Muda (FKM) NU Jawa Timur di Pondok Pesantren Bumi Shalawat Tulungagung Sidoarjo Jawa Timur. Forum tersebut meminta penjelasan Ulil tentang tulisannya "Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam" yang konyol.
Forum tersebut juga mengadakan dialog terbuka dengan calon kandidat lainnya, Said Aqil Siradj. Para kyai itu meminta klarifikasi atas keterlibatannya menjadi agen Syi'ah di Indonesia dan sekaligus meminta penjelasan beberapa makalah Said Aqil yang kontroversial.
Para tokoh kandindat Ketua Umum PBNU adalah bagian kecil dari tokoh-tokoh NU yang terlibat dan mendukung keberadaan aliran sesat. Tokoh-tokoh NU yang terlibat dengan Jaringan Islam Liberal (JIL), Syi'ah serta aliran-aliran sesat lainnya masih banyak, baik struktural maupun non-struktural. Mereka adalah didikan Gus Dur dalam pemikiran-pemikiran kufur, menyimpang dan berseberangan dari aturan Syari’at Islam.
Dalam bagian akhir buku ini, penulis menyoroti NU pasca Muktamar Makassar dalam sebuah catatan "Catatan Muktamar Makassar". Beliau menilai, terpilihnya Rais Aam dan ketua Umum PBNU itu penuh dengan muatan politik dan cacat hukum. Menurutnya, terpilihnya Rais Aam dan ketua umum PBNU terindikasi adanya intervensi pemerintah dan melanggar tata tertib yang termaktub di bab VII tentang pemilihan Rais Aam dan ketua umum PBNU.
Semoga kehadiran buku ini bisa menjadi tambahan informasi tentang NU yang sudah melenceng jauh dari Qonun Asasi yang dicetuskan oleh KH. Hasyim Asy'ari, memahami keberadaan tokoh-tokoh Islam yang sudah menjadi agen orentalis barat untuk menghancurkan akidah dan keimanan umat Islam, sehingga kita mampu bagaimana seharusnya kita paham kemudian bersikap.
Semoga bermanfaat.
Sarang, 9 Shofar 1431 H.
15 Januari 2011 M.


Muqoddimah


الحَمْدُ للهِ ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ ، سَيّدِنَا مُحَمَّد بْنِ عَبْدِ اللهِ ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالاَهُ ، أمَّا بَعْدُ:
Nahdlatul Ulama (NU) didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 M, sebagai organisasi tertua dan terbesar di dunia yang memiliki masa puluhan juta umat. Dalam perjalanannya bukan berarti tidak mengalami berbagai problematika. Problem-problem yang terjadi di tubuh NU cukup beragam. Ada yang memang sudah warisan dari orang-orang terdahulu, yang banyak orang tidak berusaha untuk memahami dan mempelajarinya, ada juga problem-problem tersebut muncul dari kalangan eksternal ataupun dari kalangan internal NU itu sendiri. Mulai dari sulitnya menertibkan pengaturan secara organisatoris dan administratif sampai kepada usulan mengulang kembali makna "Nahdhoh", mengkritisi Qonun Asasi warisan Syaikh Hasyim Asy'ari serta menghapus dua madzhab Abu Hasan al-Asy’ary dan Abu Mansur al-Maturidy serta Madzahibul Fuqaha’ al-Arba’ah.
Selanjutnya, sejumlah perubahan besar terjadi di kalangan NU. Perubahan-perubahan tersebut dimotori oleh gerakan kalangan muda NU yang mempunyai latar belakang pendidikan campuran: pesantren dan pendidikan modern. Mereka seakan-akan menjadi counter part kalangan ulama tradisional dalam mendinamisasi NU. Perubahan itu tidak hanya menyangkut organisasional, bahkan sudah mempertanyakan pola yang selama ini dianggap baku. Sistem bermadzhab contohnya, terus-menerus dikritisi oleh kaum pemikir modern yang datang dari kalangan NU sendiri.
Untuk menindak lanjuti keputusan Khitthah NU 1926 di Situbondo, NU membentuk organisasi yang bernama Lakpesdam (Lajnah Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia), sebuah organisasi sayap NU yang bertujuan mengimplementasikan Syu'un Ijtima'iyah dalam praktik nyata. Desain awal Lakpesdam sebetulnya menyerupai LSM dimana aktivitasnya ditujukan terhadap pengembangan masyarakat melalui pelatihan-pelatihan kewirausahaan, pertanian, tambak udang, dan sejenisnya. Lakpesdam pun tidak tanggung-tanggung menjalin hubungan dengan lembaga donor milik kafirin, Asia Fondation.
Begitu juga liberalisasi politik yang terjadi pada masa reformasi, langsung dimanfaatkan oleh Gus Dur untuk membangun sebuah kekuatan partai politik yaitu PKB. Kendati tidak resmi menyatakan diri sebagai partai NU. Tidak dapat dipungkiri, pada awalnya, PKB adalah partai resmi NU dimana pembentukannya PBNU turut aktif membidaninya. Kegagalan Gus Dur mempertahankan kursi kepresidenan dan gagalnya Hasyim Muzadi menjadi wakil presiden berpasangan dengan Megawati, tampaknya membuat perpolitikan NU mulai mendera.
Keputusan kembali ke Khitthah 1926 tidak hanya memutar bandul politik NU. Dampak lain yang perlu mendapat perhatian adalah liberalisasi dan sekularisasi pemikiran keagamaan yang telah ditanamkan oleh Gus Dur.
Sebagai contoh, dalam sebuah seminar tentang Islam dan politik di Indonesia, di Cornel University, 12 April 1992, Gus Dur mengatakan bahwa NU akan selalu menghindari formalisasi ajaran Islam di dalam peraturan perundang-undangan Negara. Menurutnya, setiap upaya untuk menformalkan ajaran Islam ke dalam perundang-undangan negara akan bersifat diskriminatif terhadap kelompok lain. Contohnya adalah gagasan tentang undang-undang zakat yang memungkinkan warga negara Islam memperoleh potongan pajak atas sejumlah zakat yang telah dibayarkan. "Kalau orang Islam boleh mendapat potongan, bagaimana dengan penganut agama selain Islam?" Kata Gus Dur sambil menambahkan "Dalam suatu negara harus hanya ada satu hukum yang tidak membedakan agama, ras dan keyakinan politik rakyatnya".
Gagasan Gus Dur semacam itulah yang menurut sejumlah tokoh NU sebagai salah satu contoh sekularisme yang dikembangkan di tubuh NU. Anwar A. Dulmanan, koordinator Forum Generasi Muda NU, mengatakan, "saat ini telah terjadi sekularisme ditubuh NU, buktinya banyak kalangan NU, terutama kalangan mudanya yang dengan tegas menolak agama dijadikan sebagai landasan politik dan dengan tegas menghendaki tatanan politik sekuler. Salah satu alasannya adalah akan terjadinya diskriminasi terhadap kelompok non-Islam dan menjadikannya sebagai warga negara kelas dua. Ini akan mengancam kesatuan Negara."
Penyebaran sekularisme di tubuh NU inilah yang tampaknya dikawatirkan oleh KH. Yusuf Hasyim, paman Gus Dur. Praktek do'a bersama sejumlah penganut agama. Masuknya Gus Dur sebagai pengurus di beberapa organisasi Yahudi. Juga langkah politik Gus Dur dalam mendukung Mega dan kelompok Nasionalis-Sekuler. Tak heran jika mendapat sorotan tajam dari kalangan ulama NU. "Warga NU harus bersikap kritis terhadap langkah politik Gus Dur tersebut, baik itu berupa taktik sesaat apalagi kalau bersifat pemikiran konseptual yang mendasar," kata Sholahuddin Wahid.
Gus Sholah mengatakan, "Mega dan kelompok Nasionalis-Sekuler secara konsisiten menolak masuknya Syari'at Islam ke dalam legislasi nasional. Tahun 1973 kelompok Nasionalis-Sekuler mengajukan rancangan Undang-undang Perkawinan yang ditolak keras oleh umat Islam, termasuk NU. Tahun 1989 kelompok ini juga menentang rancangan Undang-Undang Peradilan Agama dan Rancangan Undang-Undang Pendidikan Nasional.
Selanjutnya Gus Sholah mengatakan, “Pemikiran politik Gus Dur didasarkan pada visi politik yang demokratis, sekuler dan nasionalis. Bahkan sudah ada komitmen antara Gus Dur dengan kelompok Nasionalis-Sekuler dan ABRI untuk menjadikan Indonesia sebagai masyarakat sekuler. Padahal sebelumnya, Gus Dur belum menentang legislasi ajaran Islam. Pada Agustus 1975 Gus Dur menulis sebuah artikel di Majalah Prisma dengan judul "Menjadikan Hukum Islam Sebagai Penunjang Pembangunan".
Kritik terhadap sekularisme Gus Dur juga dikemukakan oleh Gus Ishom Hadzik, pengasuh pondok pesantren Tebuireng Jombang. Ia mengatakan, "Kecemasan Gus Dur bahwa dukungan terhadap partai agama bakal melahirkan formalisasi ajaran agama dan mengancam integrasi nasional, sebetulnya amat berlebihan, aneh tapi nyata. Sementara fenomena Islamfobia sedikit banyak sudah lenyap dari pikiran tokoh Nasionalis-Sekuler, Gus Dur justru masih menyimpan kecurigaan".
Begitu juga penyebaran paham Pluralisme yang diusung Gus Dur sudah menyebar dan menjadi kegiatan keagamaan di kalangan umat Islam, dengan dalih ukhuwah, toleransi dan sosial kemasyarakatan.[ ]
Dampak Pluralisme adalah pendangkalan aqidah. Di negeri ini, doa bersama lintas agama yang melibatkan tokoh-tokoh NU bukan pemanda-ngan asing lagi. Baru-baru ini acara serupa diselenggarakan di Sidoarjo yang melibatkan seorang tokoh NU, Hasyim Muzadi. Acara yang diberi tema "Forum Silaturahmi Nasional Lintas Agama" itu dihelat di GOR Sidoarjo pada hari Jum’at, 22 Januari 2010. Acara yang dihadiri oleh menteri pertahanan Purnomo Yusgiantoro dan Gubernur Jatim Soekarwo itu dalam rangka mendo’akan Gus Dur. Sebelumnya dia juga pernah hadir pada acara do'a bersama di Surabaya, pada hari Senin tanggal 17 Agustus 1998, bertepatan dengan HUT RI ke-53, dan hadir di acara tersebut Pendeta Wismo (Kristen), Romo Kurdo (Katolik), Parisada Hindu Indonesia (Hindu), dan Bingki Irawan (Kong Hucu).
Keterlibatan PBNU di bawah Ro'is Aam KH. Sahal Mahfudz dan Ketua Umumnya, KH. Hasyim Muzadi sebagai penyelenggara kegiatan do'a bersama antar umat beragama juga pernah terjadi. Acara do'a bersama lintas agama yang bertema "Indonesia Berdo'a" di Jakarta 6 Agustus 2000 itu pun menuai protes di kalangan ulama-ulama NU. Para ulama NU prihatin terhadap elit NU yang sudah tidak lagi menghiraukan ayat-ayat Allah dan peringatan dari Nabi Muhammad SAW. Sebagai pengurus PBNU, mestinya mereka tahu bahwa pada Muktamar NU ke-30 di Kediri telah memutuskan tentang keharaman melakukan kegiatan do'a bersama lintas agama.[ ]
Begitu juga adanya pendirian tiga gereja ilegal di Pandaan Pasuruan yang Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tiga gereja tersebut dipermasalahkan oleh warga setempat, bahkan keberadaannya yang ilegal sangat meresahkan masyarakat. Karena sebelumnya, sudah ada dua gereja resmi, sehingga masyarakat pun mengirim surat protes kepada pihak pemerintah daerah Pasuruan, namun pemerintah kesannya diam tanpa ada tanggapan. Yang menjadi keheranan masyarakat Pandaan adalah apa yang dilakukan KH. Hasyim Muzadi selaku Ketua Tanfidziyah PBNU, yang tiba-tiba mendatangi tempat ibadah umat Kristiani yang jumlahnya hanya lima orang tersebut dalam rangka memberi dukungan keberadaan gereja ilegal tersebut sekaligus meresmikannya tanpa adanya konfirmasi sebelumnya dengan masyarakat setem-pat. Berita pembelaan Ketua Tanfidziyah PBNU ini sempat dirilis oleh Koran Radar Bromo.
Kerjasama antara PBNU dengan Syi’ah juga pernah terjadi dalam acara Konferensi Ulama Sunni-Syi'ah pada hari Selasa-Rabu 3-4 April 2007 di Bogor. Acara yang diprakarsai oleh NU serta didukung oleh Muhammadiyah dan Pemerintah itu dalam rangka meredam konflik yang berkepanjangan antara Sunni-Syi'ah di Irak dan pentingnya menggagalkan upaya musuh dalam memecah belah muslimin.
Sebagaimana komentar Kyai Hasyim bahwa pernyataan Syaikh Yusuf Qardlawi saat kunjungan-nya ke Indonesia Januari 2007, bahwa kaum Syi'ah Irak telah membantai kaum Sunni di Irak, dan juga pernyataan beliau bahwa Al-Qur'an yang ada di Iran telah mengalami distorsi (tahrif). Ungkapan Syaikh Yusuf Qardlawi saat Muktamar Doha, Qatar pada bulan Januari 2007, menurut kyai Hasyim adalah pernyataan yang provokatif.
Terselenggaranya konferensi tersebut sebagai implementasi dari pernyataan presiden SBY saat menjamu presiden Goerge Bush dalam kunjungannya di Bogor. Menurutnya masalah Irak bukan hanya tanggung jawab AS tapi juga menjadi tanggungjawab dunia.
Acara serupa juga pernah diselenggarakan di Hotel Sultan Jakarta, 19-21 Desember 2009. Acara yang bertema "Konferensi Persaudaraan Muslim Dunia" ini menurut Hasyim merupakan bentuk kerjasama antara PBNU dengan At-Taqrib Baina Madzahib Al-Islamiyyah yang berpusat di Iran dan beraliran Syi'ah. Di hadapan PWNU seluruh Indonesia cak Hasyim mengatakan bahwa konferensi yang sedang berlangsung merupakan bagian dari kegiatan International Conference Of Islamic Scholars (ICIS) pra-Muktamar NU yang ke-32. Selanjutnya cak Hasyim yang juga selaku presiden ICIS mengatakan, "Kalau kita kerjasama dengan kelompok Syi'ah, bukan berarti kita menjadi Syi'ah. Paling tidak dengan mengadakan pertemuan dengan Syi'ah, kita bisa mengetahui apa yang mereka mau, dan posisi kita setara, kita tidak berada di bawah." [ ]
Tidak heran, jika banyak kalangan yang menuduh Kyai Hasyim telah menyeberang ke Syi'ah karena seringnya cak Hasyim membela kelompok Syi'ah dengan sering mengunjungi kaum Syi'ah di Irak dan Iran. "Saya ke Irak dan Iran bukan untuk membela Syi'ah, saya tidak membela Syi'ah sebagai ajaran, tapi saya membela Syi'ah sebagai masyarakat yang terjajah", kata cak Hasyim saat menghadiri peringatan seratus hari wafatnya KH. Yusuf Hasyim. Dirinya menemui kelompok Sunny-Syi'ah justru untuk mendamaikan mereka, kilahnya.
Kyai Hasyim Muzadi telah melakukan kebohongan besar, justru kelompok Sunni di Irak-lah yang dijajah dan dihabisi oleh kelompok Syi'ah dengan kejam dan sadis, begitu juga kelompok Sunni di Iran, dijajah dan dihilangkan seakan-akan yang ada hanya kelompok Syi'ah.
Penolakan formalisasi Syari'at Islam juga datang dari tokoh-tokoh Islam sendiri. Pada tanggal 10 Agustus 2002 beberapa orang Liberal berkumpul di Hotel Indonesia, di antaranya: KH. Hasyim Muzadi (Ketua PBNU), Syafi'i Ma'arif (Ketua Muhamadiyyah), Masdar Farid Mas'udi (Pengurus PBNU), Ulil Abshar Abdalla (Lakpesdam NU), dan beberapa orang dari Yayasan Paramadina milik Noerkholis Majid. Mereka membuat pernyataan dengan pers bahwa mereka menolak Syari'at Islam secara legal. Menurut mereka, jika Syari'at Islam dilaksanakan akan menimbulkan bahaya dan menimbul-kan kemunafikan.
Penolakan berlakunya Perda-Perda Syari’at yang meliputi Undang-Undang Perkawinan, Undang-Undang Ekonomi Syari’at dll dan keberha-silan penerbitan surat berharga Syari'at negara. Juga mendapat perlawanan dan penolakan dengan dikomandani oleh PDS dan PDIP serta beberapa anggota fraksi PKB dan fraksi Golkar, mereka meminta pimpinan DPR agar menyurati Presiden untuk membatalkan Perda-Perda Syari’at tersebut, kata ketua fraksi PDS Constant Ponggawa yang didampingi seorang tokoh Golkar yang ngaku NU, Nusron Wahid.
Berikut petikan wawancara GATRA dengan ketua Umum PBNU KH. Hasyim Muzadi (HM), Rabu 19 April 2006 di gedung PBNU Jakarta.
GATRA: Sikap NU pada penerapan Syari’at Islam?
HM: Syari’at Islam sekarang diterima dengan apriori, pro dan kontra. Satu sisi, ada tuntutan Syari’at harus dilakukan secara tekstual. Di pihak lain, ada orang mendengar kata Syari’at saja sudah ngeri. Istilah Arabnya ada Ifrath (berlebihan mengamalkan agama) dan Tafrith (meremehkan, longgar, dan cuek dalam beragama). Menurut NU, masalahnya bukan pro dan kontra Syari’at. Tapi bagaimana metodologis pengembangan Syari’at dalam NKRI. Syari’at tidak boleh dihadapkan dengan negara. NU sudah punya polanya. Bahwa Tathbiq al-Syari’at (aplikasi Syari’at) secara tekstual dilakukan dalam civil society, tidak dalam nation-state. Aplikasi sosial itu untuk jamaah NU, untuk jamaah Islam sendiri. Dia harus taat beribadah, taat zakat, dan sebagainya. Sehingga Firman Allah:
(وَمَنْ لمَ يَحْكُمْ بِمَا أَنزَلَ اللهُ فَأُولئِكَ هُمُ الْكَافِرُوْنَ). (المائدة : 44).
"Barang siapa yang tidak menghukum dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu orang kafir". (QS. Al-Maidah: 44).
Ungkapan مَنْ (barang siapa) di sini maksudnya orang, bukan ‘institusi’.
GATRA: Pandangan NU pada kampanye khilafah?
HM: Khilafah dalam arti apa? Kalau dalam arti Khulafaur Rosyidin yang pernah ada setelah Rasulullah itu sudah tidak relevan lagi sekarang. Tapi kalau khilafah dimaksudkan sebagai pemerintah yang demokratis, mungkin masih kita pertahankan.
Menurut pandangan NU, ketika Rasul wafat, ada dua hal yang tidak diputuskan Rasul. Pertama, siapa penggantinya. kedua, dengan proses apa pengganti diangkat. Sehingga Rasul yang wafat hari Senin, baru Rabu sore dimakamkan, karena menunggu keputusan musyawarah siapa peng-gantinya. Artinya, khilafah itu bukan perintah Rasul. Kalau bukan perintah, maka khilafah itu masalah Ijtihadiyah (hasil pemikiran), bukan Syar’i (ketetapan Tuhan atau Nabi).
Penerapannya sesuai kondisi negara, kondisi bangsa, ruang, waktu, dan pemikiran. Sehingga tidak logis memaksakan khilafah dalam arti makna khilafah zaman Khulafaur Rasyidin. Nah, begini-begini ini yang membuat resah berbagai kelompok yang tidak mengerti duduk masalahnya. Bagaimana pengamalan Islam yang relevan untuk konteks kekinian? Umat Islam sebaiknya langsung menjadikan Islam sebagai agama yang produktif.
Jangan lagi bertikai pada aspek simbolik, tidak khilafah, Syari’at atau tidak Syari’at. Ya sudah, agama Islam kita laksanakan secara aplikatif. Melahirkan persaudaraan, keadilan, dan kemakmuran, sehingga Syari’at jangan hanya dipikirkan secara simbolik. Kita mengurus petani supaya makmur, itu Syari’at. Kita menginginkan Indonesia aman, itu Syari’at. Indonesia harus berkeadilan, itu Syari’at. Maqashid Al-Tasyri’, nilai esensi Syari’at yang harus segera wujud. Jangan digeser ke permasalahan simbolik yang mengakibatkan perpecahan, sehingga Islam tidak produktif.
GATRA: Anda menyerukan implementasi Syari’at secara maknawi, bukan harfiyah. Apakah anda menempatkan RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi (APP) sebagai contoh implementasi Syari’at secara maknawi. Ternyata menuai penolakan keras juga?
HM: Khusus RUU APP, PBNU sudah punya pendapat secara organisatoris. Bukan pendapat ketua umumnya saja. Kita memerlukan RUU APP disahkan menjadi UU dengan memperhatikan masukan serta kebhinekaan yang ada. Ini penting. Karena tanpa aturan, kita akan sulit mengerem tayangan dan penampilan yang mengeksploitasi pornografi dan seks melebihi dosisnya. Sehingga mengakibatkan dampak negatif terhadap budaya generasi muda yang hedonis sekarang ini. Meluasnya free sex juga mengakibatkan penyakit. Sikap PBNU ini mewakili perasaan orang tua, guru, pendidik, dan para kyai.
Di lain pihak, kebhinekaan kita tak bisa disamaratakan. Karena itu, harus ada exception dalam RUU ini, untuk mewakili kebhinekaan adat, agama, atau budaya. Misalnya, yang karena agama orang Bali bertelanjang dada. Kalau agamanya memang menyuruh begitu, kita harus tolelir. Begitu juga orang Papua pakai Koteka. Tapi kalau pakai koteka di Pasar Baru (Jakarta), ini porno. Kalau mau telanjang ya di tempat telanjang. Jangan telanjang di Stasiun Gambir (Jakarta), misalnya.
Menyangkut kawasan pariwisata, ya dinyatakan saja bahwa daerah ini daerah wisata, sehingga orang boleh berjemur di pasir dengan bikini. Tapi jangan berjemur di Stasiun Tanah Abang (Jakarta) pakai bikini. Ini semua harus ditata. Kalau sama sekali tidak ada rambu-rambu, maka yang dirugikan umumnya generasi muda.
Kenapa sekarang ada pro dan kontra begini kuat? Karena ada pro-kontra kepentingan. Pertama, pornografi dan pornoaksi ini sudah menjadi bagian penetrasi budaya global. Kedua, dia sudah menjadi industri. Jadi antara penetrasi dan industri ini saling memperkokoh. Memperkenalkan budaya yang nanti bisa membongkar sendi-sendi Syari’at sekaligus dapat duit, betapa nikmatnya. Ini skala besar. Maka umat Islam Indonesia jangan merasa pornografi sebagai masalah sederhana, ini masalah berat.
Karenanya pendekatan hukum boleh kita perkenalkan. Tapi pendekatan hukum saja belum cukup untuk melindungi budaya muslim. Harus ada gerakan kebudayaan bersama. Misalnya oleh NU dan Muhammadiyah, dimulai dari dirinya sendiri, keluarganya, dan anak-anaknya. Sebagai muslim sudah sopankah? Sebagai orang Indonesia, sopankah? Sebab kalau hanya gerakan hukum, dan hukum tidak bisa mengangkat budaya, maka orang ekstrem akan memakai hukum untuk gerakan kekerasan.
GATRA: Apakah perlu pembuatan Perda yang mengadopsi Syariat Islam untuk menjaga ‘ketertiban’?
HM: Itu saya kira tidak perlu. Masing-masing Perda cukup mendorong polisi agar menegakkan KUHP dengan benar. Tidak perlu Perda karena sudah ada KUHP.
GATRA: Bagaimana dengan Perda tentang Syarat baca Al-Quran untuk rekrutmen PNS atau mau jadi pengantin?
HM: Ya ndak usahlah. Itu semua nanti akan mengganggu sistem hukum Indonesia. Kalau ada persyaratan baca Al-Quran, seperti itu, tak usah masuk Perda, cukup ketentuan teknis saja. Pihak teman-teman muslim sendiri sebaiknya memilih tathbiq Syari’at ini secara maknawi, tata hukum Islam secara tata nilai tidak secara tekstual. Ada indikasi Perda Islami ini sekadar komoditas politik untuk kepentingan Pilkada.
Ada juga. Itu kan pikiran lokal. Kita tidak boleh melakukan hal parsial dan temporal yang kemudian tidak menyatu dengan sistem nasional. Ini juga dipicu sistem otonomi daerah yang memberikan kelonggaran. Kalau tidak dikontekskan dengan hukum nasional, negara kita ini negara kesatuan atau negara federal? Kalau negara federal sekalian ditetapkan, sehingga sistemnya sendiri-sendiri. Tapi itu berbahaya menurut saya untuk integritas Nasional.[ ]
Perubahan-perubahan di kalangan NU ini sungguh menarik untuk diamati secara seksama. Alasannya adalah organisasi NU sejak awal berdirinya didesain sebagai forum kalangan ulama tradisional dalam mempertahankan pola keberaga-maannya. Nama Nahdlatul Ulama yang dapat diartikan sebagai kebangkitan ulama mencermikan bahwa di dalam organisasi ini, otoritas tertinggi adalah ulama. Yang dipresentasikan dalam lembaga Syuriyah. Sedangkan komitmen mempertahankan pola keberagamaan, tercemin dari garis organisasi untuk setia terhadap paham Ahlussunnah wal Jama'ah dengan cara bermadzhab. Dengan garis seperti ini, NU selalu dipahami sebagai organisasi yang berkomitmen menjadi tradisi, sehingga ciri ortodoksi dan konservatisme sangat kuat.
Perubahan-perubahan tersebut bukanlah pro-ses mendadak. Selalu ada kondisi yang menjadi pra-syarat bagi munculnya perubahan. Seiring kemajuan ekonomi dan sosial yang berlangsung sejak dekade 1970-an, komunitas NU mulai berkenalan dengan institusi-institusi modern. Pesantren yang awalnya terstruktur dalam sistem pendidikan otonom dan mandiri, lama-kelamaan mulai bersentuhan dengan sistem pendidikan kurikulum nasional. Perkenalan ini mengantar generasi NU untuk mengenyam pendidikan modern. Tapi pendidikan modern memang bagaikan kotak pandora. Sekali generasi muda NU bersentuhan dengannya, maka dampak jangka panjangnya tidak terkirakan.
Mereka bukan saja mengenal pemikiran-pemikiran kritis yang sudah keluar dari pakem tradisi pesantren, melainkan mampu menjalin jaringan luas di luar komunitas-komunitas di luar NU, gerakan maupun Non-Government Organization. Kebetulan saat itu NU masih diwarnai dominasi kalangan ulama tua dan politisi, sehingga kurang memberi ruang terhadap generasi muda. Akhirnya pergumalan pemikiran terjadi.
Tradisi Fiqih yang menjadi jantung pandangan dunia masyararakat nahdhiyyin mulai dibahas. Paradigma Fiqih klasik itu, secara mengagumkan dapat menjadi instrumen penting dalam menelaah problem-problem kontemporer, termasuk dalam merespons bentuk negara sekuler, penerimaan terhadap asas tunggal Pancasila dan seterusnya.
Selanjutnya, benih-benih liberalisasi NU mulai muncul. Faktor sosiologisnya disebabkan munculnya generasi muda NU yang berpendidikan campuran, sedangkan faktor politiknya adalah otoritarianisme orde baru. Juga faktor pertumbuhan Non-Government Organization (NGO) yang mulai berkiprah di kalangan warga Nahdhiyyin. Ketiga faktor ini menjadi kunci penting lahirnya keputusan kembali ke Kitthah NU 1926. Setelah itu, terjadilah proses trasformasi generasi muda NU baik yang berasal dari kalangan terpelajar maupun kalangan ulama. Dari proses inilah kemudian sebuah peruba-han paradigma pemikiran NU mulai berlangsung.
Fenomena paham neo-Liberalisme di kalangan NU mulai diagendakan. Karena sebetulnya tujuan utama dari semangat Khitthah 1926 adalah menjadi-kan organisasi ini lebih memperhatikan masalah sosial ekonomi dan budaya masyarakat secara lebih serius. Cara NU dalam merespon persoalan ini sesungguhnya unik. Secara tidak langsung, bersentuhan dengan persoalan kontemporer itu, dilakukan terlebih dahulu oleh anak muda NU yang berpendidikan campuran. Mereka bergerak sebagai aktivis NGO atau akademis yang tentunya lebih terbuka.
Kebetulan isu ini, mulai menjadi perhatian badan dunia dan lembaga donor. World Bank melalui sejumlah risetnya pada dekade 1960-an sudah merekomendasikan pentingnya mengatasi problem endemik modernisasi, khususnya kemiski-nan akut negara-negara yang baru tahap awal melaksanakan modernisasi. Lembaga dunia ini juga mulai meragukan kemampuan negara untuk mengatasi masalah ini. Maka, alternatif yang tersedia adalah memanfaatkan NGO untuk melaksanakan agenda pengentasan kemiskinan, pemberdayaan dan yang sejenisnya.
Dalam skema inilah yang melatar belakangi merebaknya NGO pada awal dekade 1970-an. LP3ES dibentuk pada tahun 1971 dengan konsentrasi awal program pengembangan masyarakat dengan dukungan FNS (Frederich Naumann Stiftung), sebuah organisasi dari Jerman. Di samping itu ada NGO Bina Desa dan Bina Swadaya Tani. Sektor kesehatan diisi oleh PKBI yang banyak mempromosikan masalah kesehatan reproduksi. Sementara itu, isu lingkungan ditangani WALHI dan bantuan hukum oleh LBH.
Generasi awal NGO ini umumnya bercorak developmentalis. Agenda mereka terutama dituju-kan pada netralisasi dampak pembangunan atau modernisasi, seperti pembangunan UKM pada daerah-daerah yang menjadi kantong kemiskinan, pembangunan sektor informal, dorongan terhadap tumbuhnya inisiatif untuk mengatasi problem sosial ekonomi yang mereka alami dan agenda-agenda lainnya. Pendekatannya terkadang terkesan charity, minimal penyelesaian tingkat ad hoc dari problem akut pembangunan. Ini tidak bisa dihindari karena kuatnya represi rezim saat itu. Mereka harus membangun image bahwa gerakannya netral politik. Untuk itu, istilah NGO pun tidak mereka gunakan lagi dan digantikan dengan istilah LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
Kasus Kedung Ombo merupakan contoh yang paling sering dikutip, yang menggambarkan masih kuatnya represi negara. Kasus tersebut menjadi eksperimen pertama kalangan "LSM Gerakan" dalam melakukan mobilisasi pada level akar rumput dan gerakan advokasi. Tak lama kemudian pada awal tahun 1993 muncul kasus pembunuhan aktivis buruh Marsinah. Kasus ini sekaligus menandai pasang naik gerakan NGO di bidang perburuhan. Akhirnya muncul istilah LSM Gerakan dan LSM Pembangunan.
Kemudian lembaga-lembaga donor dan badan dunia itu mulai mencurahkan perhatiannya terhadap isu demokratisasi, penguatan civil society, promosi HAM, gender dan good governance. Isu ini ditangkap oleh LSM Pembangunan dengan menggelar berbagai program pendidikan demokratisasi, penguatan kelembagaan masyarakat dan beragam program lainnya. Lakpesdam dan Fatayat NU, P3M, dan yang lainnya, organisasi-organisasi di bawah naungan NU ini akhirnya bekerjasama dengan kafirin lewat The Asia Foundation sebagai penyokong dana operasionalnya.
Program Pluralisme saat ini menjadi isu yang cukup laris. Banyak LSM dan kelompok-kelompok masyarakat lainnya menjadikan isu Pluralisme ini menjadi program kerja mereka. Demikian juga, banyak lembaga donor menyediakan dana untuk membiayai isu tersebut. Biasanya isu Pluralisme ini dikaitkan dengan isu demokratisasi. The Wahid Institute, misalnya, sebagai LSM yang mengembangkan pemikiran-pemikiran Gus Dur yang selama ini dikenal sebagai tokoh pluralis, menjadikan isu Pluralisme dan demokratisasi sebagai tema sentralnya. Isu Pluralisme oleh The Wahid Institute dimaksudkan untuk membangun pemikiran Islam moderat yang dapat mendorong terciptanya Demokrasi, Pluralisme agama-agama, multikulturalisme dan toleransi di kalangan kaum muslim di Indonesia dan seluruh dunia. The Wahid Institute juga mengemban komitmen untuk menyebarkan gagasan muslim progresif yang cinta damai dengan mengedepankan toleransi dan saling pengertian di masyarakat dunia Islam dan barat. Institut ini juga membangun dialog di antara pemimpin agama-agama dan tokoh-tokoh politik di dunia Islam dan barat.
Di samping agenda-agenda global, terdapat tiga agenda ke-Islaman yang diproduksi oleh kalangan muda NU.

1. Jaringan Islam Liberal
Aktivisnya Ulil Abshar Abdalla, Lutfi Assyaukani, Ahmad Sahal, Nong Mahmada, Abdul Muqsit Ghozaly dan lain-lainnya. Kemunculannya dilatarbelakangi oleh munculnya gerakan Islam konservartif dan fundamentalis yang memanfaatkan liberalisasi politik masa reformasi. Mereka dengan getol menyuarakan pentingnya menyegarkan pemikiran Islam dengan pendekatan lebih liberal.

2. Islam Emansipatoris
Lahir dalam upaya keluar dari dilema yang dihadirkan paradigma Islam liberal dan Islam fundamentalis. Misi dan ajaranya tidak jauh berbeda dari Islam liberal, bahkan bisa dikatakan penjelmaan baru dari Islam liberal. Hanya saja titik tolak Islam emansipatoris terfokus pada problem kemanusiaan. Teks suci baik yang primer, sekunder maupun tersier tidak dijadikan titik sentral perdebatan, sebagaimana yang terjadi pada skripturalis, ideologis, modernis, fundamentalis dan liberalis. Melainkan subordinat terhadap pesan moral, etika ataupun spiritual. Dengan landasan ini, Islam emansipatoris ingin mengundang perhatian pada persoalan-persoalan riil keumatan-kerakyatan yang secara akut menghimpit lapisan besar masyarakat yang terpinggirkan, baik secara ekonomi, politik dan budaya. Maka agendanya adanya pemberdayaan ekonomi rakyat, pendidikan yang merata dan murah, jaminan kesehatan dan kesejahteraan bagi rakyat banyak, pemberantasan korupsi serta penegakan hukum dan pemerintahan yang baik dan bersih yang memihak rakyat.
Pengusung gagasan Islam emansipatoris adalah Masdar Farid Mas'udi, direktor PEM, Zuhairi Misrawi Lc, Muhtadin AR, DR. Rumadi, DR. Noer Arifah, Agus Muhammad dan Ali Shobirin. Dalam melaksanakan program-programnya, mereka menjalin kerjasama dengan beberapa mitra, di antaranya: PGNU, RMI dan pesantren, beberapa mitra funding agency PEM antara lain: The Ford Foundation, Partnership dan The Asia Foundation. Beberapa organisasi yang bekerjasama dengan P3M antara lain; ICW, PSPK/FITRA, Lakpesdam NU, YLBHI, BISMI, Debt Wacth, INFID, IIIT dan PBNU.

3. Islam Transformatif
Pendekatan Islam liberal dan emansipatoris tampaknya belum memuaskan. Mereka menganggapnya masih bersifat kultural. Gagasannya hanya sebatas pengembangan demokrasi, pluralisme, toleransi, civil society, kebebasan berekspresi dan sebagainya. Sedangkan persoalan yang lebih struktural, seperti dampak globalisasi dan pembangunan, hegemoni kapitalisme, neo-kolonialisme, diabaikan dalam wacana mereka. Dengan kata lain, mereka ‘kurang tertarik’ untuk membaca dan menyuarakan kondisi obyektif sosial yang diakibatkan modernisasi. Wacana yang mereka angkat tidak berpihak pada masyarakat yang termarjinalkan. Sederhananya dapat dikatakan bahwa hermeneutika sebagai metode, digunakan hanya sebagai pembaharuan pemikiran Islam, demi kepentingan kelas menengah. Sementara itu kelompok masyarakat yang terkena marjinalisasi sosial seperti terlempar dalam ‘ruang kosong’.
Teologi Islam tranformatif adalah sebuah teologi yang dimaksudkan untuk menggerakkan rakyat bawah untuk mengubah dirinya dan berperan dalam perubahan sosial yang mendasar. Islam tranformatif menghendaki agama sebagai ruang tranformasi sosial yang mampu melakukan pemberdayaan (enpowerment) terhadap masyarakat.
Untuk itulah perlu pemaknaan baru terhadap teks-teks otoritas Islam, Al-Quran dan Sunnah Nabi, secara kritis dan hermeneutis. Pemaknaan baru ini diperlukan supaya tema-tema agama dapat dikontekskan maknanya untuk sebuah gerakan pembebasan rakyat dan dapat memberikan inspirasi untuk sebuah anti-hegemony atau bahkan counter hegemoni terhadap sistem yang menindas.
Penggagas utama Islam tranformatif adalah Moeslim Abdurrahman. Intelektual Muslim berlatar belakang keluarga Muhammadiyah ini, dalam keseharian justru banyak bergelut dengan seabreg persoalan umat ‘tradisional’, di pesantren, dan pedesaan. Tokoh lain yang tidak bisa diabaikan adalah Mansour Faqih. Aktifis yang dibesarkan oleh P3M dan LP3ES ini sangat banyak memberikan panduan bagi aktifis LSM dalam mendesain kerja-kerja sosial. Gagasan ini justru lebih banyak dikerjakan oleh LSM-LSM NU. LkiS adalah salah satu LSM yang terinspirasi dengan gagasan Islam transformatif. LSM ini bergerak melakukan riset Islam dan sosial, diskusi berkala, pelatihan HAM, Islam di pesantren, belajar bersama (kursus) tematik wacana Islam transformatif dan toleran, penerbitan bulletin Al-Ikhtilaf untuk jama'ah masjid, talkshow di media, program audio visual, advokasi tani, advokasi kebijakan pemerintah lokal, dan lain sebagainya.
Aktor lainnya adalah INDIPT (Institute for Social Strengtening/ Institut Study) untuk penguatan masyarakat. LSM ini sering mendapatkan cap "NU Progresif". LSM ini dimotori para mantan aktivis organisasi atau pergerakan mahasiswa (PMII) dari beberapa perguruan tinggi di Jawa Tengah (UNSI Wonosobo dan STAINU Kebumen) serta Yogyakarta (IAIN Sunan Kalijaga). INDIPT sesuai dengan namanya, bergerak dalam bidang penguatan. Tiga bidang garapannya antara lain:
a. Penguatan masyarakat melalui peningkatan pluralisme dan perdamaian.
b. Penguatan masyarakat melalui peningkatan demokrasi dan partisipasi masyarakat.
c. Penguatan masyarakat melalui peningkatan hak dan partisipasi politik perempuan. Dalam menggarap ketiga hal di atas INDIPT membawa semangat dan nilai-nilai pluralisme, toleransi, demokrasi dan kesetaraan gender. Di samping itu, INDIPT juga membawa prinsip perubahan sosial terjadi dari bawah, dari masyarakat sendiri dan bukannya dari atas (top down).
Dalam perkembangannya, INDIPT memiliki jaringan dengan berbagai kelompok pro-demokrasi dan kesetaraan gender di Kebumen antara lain PMII, Solidaritas Perempuan Kebumen (SPK), Studi Antar Pesantren (SAP), PC IPPNU, Syifa Mitra Perempuan. LSM INDIPT juga memiliki jaringan dengan berbagai gerakan perempuan di luar Kebumen seperti Solidaritas Perempuan Magelang (SIPMA), Solidaritas Perempuan Cilacap (SPC), Solidaritas Perempuan Banyumas (Supermas).
Apabila dicermati lebih jauh, beragam agenda yang menjadi fokus perhatian LSM NU tersebut di atas, semua berangkat dari wacana keislaman. Mereka menggunakan "Wacana Islam" sebagai titik berangkat, sekaligus instrumen untuk melakukan tranformasi sosial lewat berbagai agenda progam yang dijalankannya. Sementara subyek yang sasaran progamnya adalah kyai-kyai, para santri dan masyarakat NU pada umumnya.
Mengapa ajaran Islam harus menjadi pijakan awal? Ada dua alasan yang bisa dikemukakan.
Pertama, mereka menganggap terdapat problematika dalam ajaran Islam klasik. Dengan asumsi ini mereka menyerang berbagai konstruksi ajaran teologi, Tasawuf dan Fiqih klasik yang dianggap tidak kompatibel dengan semangat zaman. Serangannya bukanlah berangkat dari proposisi kaum modernis atau neo-modernis yang langsung menolak habis terhadap tradisi, melainkan menggunakan pemikiran post modernisme yang sangat kritis terhadap berbagai bentuk dominasi, baik pada level sosial politik maupun wacana.
Hubungan gender umpamanya, ditengarai banyak dalam ajaran Islam klasik yang diwarnai dengan problem patriarki atau dominasi laki-laki yang tidak mencerminkan kesetaraan gender. Kritik pedas terhadap masalah inipun tercermin, misalnya dalam buku Kembang Setaman Perkawinan, karya Forum Kajian Kitab Kuning (FK3) yang dipimpin oleh Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid. Buku ini menganalisis secara tajam kitab Uqud al-Lujain karya Imam Nawawi Banten, sehingga kitab ini dipandang "harus dilakukan perombakan dan penyesuaian agar tidak ketinggalan zaman". Pikiran-pikiran kritis masalah gender dalam dunia pesantren dan ajaran Islam klasik ini sekarang banyak dilakukan oleh kyai Husein Muhammad, pengasuh pesantren Darut-Tauhid, Arjawinangun Cirebon, sekaligus Ketua Kebijakan Fahmina Institute.
Kritik terhadap Fiqih klasik yang banyak dilakukan oleh Moqsith Ghazali. Anak muda yang menjadi oksponen utama Jaringan Islam Liberal yang pernah aktif di Ma'had Ali Situbondo ini sangat serius dengan proyek pembaharuan Fiqih. Dalam pandangannya, Fiqih klasik yang banyak beredar di pesantren sekarang ini lebih banyak diwarnai oleh pendekatan Fiqih yang bercorak eklusif, rasial, patriarkis, agraris dan lokal Arab. Pendekatan ini jelas dianggap tidak kompatibel dengan semangat zaman. Oleh karena itu Abdul Muqsith banyak menawarkan terhadap prinsip-prinsip Qawa'idul Ushul. Mengapa harus Qawa'idul Ushul? Dalam pandangan Muqsith di situlah inti masalahnya. Metodologi usul Fiqih lama dianggap terlalu banyak peran akal publik.[ ]
Kampanye kondom juga pernah dilakukan oleh KH. Sahal Mahfudz, hal itu dimulai ketika Drs. Soetedjo Yuwono Kepala BKKBN Jambi menggarap program KB mulai tahun 75-76 di berbagai pondok pesantren. Kyai Sahal-lah yang berperan aktif membantunya. Kyai Sahal yang pertama kali membantu memasyarakatkan KB di pesantren-pesantren Jawa Tengah utamanya Jawa Tengah bagian utara. “Program KB yang kemudian menjadi gerakan KB ini menjadi lancar sampai sekarang, itu tidak terlepas dari peran dan jasa para kyai, seperti Kyai Sahal Mahfudz,” ucap Soetedjo penuh syukur.[ ]
Apakah para kyai-kyai itu tidak mengetahui surat edaran dari Tiem Sinar Garuda Timur wilayah Jawa, Madura dan Bali dengan akte 1 tanggal 13 Desember 1973 pengalihan No. 2/ 1973 tanggal 20 Desember 1975, Ditjen Sospol No. Lit. Kristenisasi usaha Perwira pejuang angkatan 45, penanggung jawab Pendeta Imbas T.G.M.A. perwira PKRI NPV. 10. 041. 726 alamat sekretariat Komplek Jalabewangi 20 Salatiga (dahulu Tiem Rohani Kristen/Pantekosta)? Surat edaran tersebut tertanggal 20 November 1991 ditujukan kepada para pendeta dan pimpinan wali gereja calon para penginjil di seluruh Jawa, Bali dan Madura.
Surat tersebut berisi tentang program kristenisasi di Indonesia sampai dengan tahun 2000. isinya, untuk menjadikan umat Kristen di Indonesia semakin banyak mengalahkan umat Islam di Indonesia, maka diantaranya harus ditempuh dengan jalan sebagai berikut:
1. Semua gereja di Indonesia harus menginstruksikan kepada semua warganya untuk larangan mengikuti program Keluarga Berencana (KB). Ingat bahwa mengikuti KB (birth control) di dalam ajaran Kristen adalah dosa besar, dan melanggar aturan serta ajaran gereja yang akan mendapat kutukan dari Tuhan Yesus Kristus.
2. Mengintensifkan gerakan KB di kalangan umat Islam dengan bermacam cara, dengan memberikan penataran-penataran tentang KB kepada tokoh-tokoh Islam seperti kyai, ulama dan para santri di pondok-pondok pesantren. Memasang poster serta plakat-plakat dengan anjuran untuk ber-KB di daerah-daerah yang penduduknya mayoritas Islam agar mereka menjalankan KB. Sedang pemasangan slogan KB di daerah Kristen hanya untuk mengelabui yang dasarnya mengi-ngatkan orang Kristen untuk tidak ber-KB. Untuk menjalankan kebijaksanaan ini, maka 80% dokter harus orang Kristen, semua bidan dan juru rawat pun demikian juga, agar dapat memberikan kemudahan di dalam memasang kontrasepsi bagi orang Islam dan dapat berpura-pura memasang alat kontrasepsi bagi orang Kristen.
3. Memerintahkan kepada semua warga Kristen untuk memperbanyak anak dan membantu orang miskin dengan segala kebutuhan baik moral maupun material. Kita harus memberikan kesempatan kerja kepada warga Kristen membatasi bahkan menutup kesempatan kerja kepada orang-orang Islam, terutama pengusaha-pengusaha yang beragama Kristen untuk tidak memberi kesempatan kerja kepada pegawai yang beragama Islam untuk beribadah.
Itulah di antara program kristenisasi di bidang KB yang telah disepakati oleh Tiem Sinar Garuda Timur yang bekerjasama dengan Amerika, dengan kunjungan mereka ke Amerika pada tanggal 15 Oktober 1991, mereka meminta petunjuk tentang misi kristenisasi, menjadikan agama Kristen sebagai agama bangsa Indonesia. Surat edaran tersebut ditandantangani oleh Pendeta Umbas T.G.M.A., perwira PKRI Npv. 10. 041 726/ Salatiga, atas nama Dewan Pengurus Tiem dan Penanggungjawab.
Kalau para kyai-kyai dalam mengkampanyekan dan melegalkan program KB itu berpijak pada surat An-Nisa' ayat 9, apa tidak perlu ditinjau ulang penafsirannya?
(وَليَخْشَ الّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِن خَلْفِهِمْ ذُرِّيَةً ضِعَافاً خَافُوْا عَلَيْهِمْ فَلْيتَّقُوا اللهَ وَلْيَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا). (النساء : 9).
"Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka, oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar." (QS. An-Nisa' 9)
(وَلْيَخْشَ...) أخرج ابن جرير عنه أنه قال فى الأية: يعنى بذلك الرجل يموت وله أولاد صغار ضعاف يخاف عليهم العيلة والضيعة ويخاف بعده ان لا يحسن اليهم من يليهم يقول: فان ولى مثل ذريته ضعافا يتامى فليحسن اليهم ولا يأكل أموالهم (إسْرَافًا وَبِدَارًا اَنْ يَكْبَرُوْا) والأية على هذا مرتبة بما قبلها لأنّ قوله تعالى: (لِلرِّجَالِ)الخ... فى معنى الأمر للورثة أي اعطوهم حقهم دفعا لأمر الجاهلية وليحفظ الأوصياء ما أعطوه ويخاف عليهم كما يخافون على أولادهم. (تفسير الطبري ج4/ ص181).
Ayat ini untuk seseorang yang meninggal dunia serta meninggalkan anak yang masih kecil dan dia dikhawatirkan mewasiatkan seluruh hartanya kepada orang lain. Sehingga anaknya menjadi terlantar dan menjadi beban orang lain.
(وَلْيَخْشَ...) أمر للمؤمنين ان ينظروا للورثة فلا يسرفوا فى الوصية. وقد روي عن السلف أنهم كانوا يستحبون ان لا تبلغ الوصية الثلث ويقولون: إن الخمس افضل من الربع والربع افضل من الثلث وورد فى الخبر ما يؤيّده. (تفسير روح المعانى للألوسى ج4 /ص213 ).
(قال سعد مارضت فعادني النبيّ صلى الله عليه وسلم فقلت: يارسول الله, ادع الله ان لايردني على عقبي, قال ((لعلّ الله يرفعك وينفع بك ناسا)). قلت أريد ان أوصي وإنما لي إبنة . فقلت أوصى بالنصف؟ قال : النصف كثير. قلت فالثلث؟ قال ((الثُّلُثُ, وَالثُّلُثُ كَثِيْرٌ أَوْ كَبِيْرٌ)) قال: فأوصى الناس بالثلث فجاز ذلك لهم. (البخاري فى باب الوصية بالثلث).
Ayat ini perintah bagi orang-orang mukmin agar memperhatikan ahli warisnya jangan sampai kebanyakan dalam berwasiat. Diriwayatkan dari ulama salaf bahwasanya berwasiat itu jangan sampai melebihi sepertiga dan mereka berkata bahwasanya seperlima itu lebih utama daripada seperempat dan seperempat lebih utama dari sepertiga. Seperti yang diterangkan dalam Hadits di atas.
Jadi, kalau ayat tersebut dibuat dalil untuk melegalkan KB, menurut kami tidak sesuai dan bertentangan dengan ayat:
(وَلا تَقْتُلُوا أَوْلاَدكُمْ خَشْيَةً إمْلاَقٍ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وإيّاَكُم إنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئاً كَبِيْراً). (الإسراء : 31)
(وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِى الأَرْضِ إلاَّ علَى اللهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِى كِتَابٍ مُبِيْنٍ). (هود : 6)
Dan juga bertentangan dengan kaidah:
"المُحَافَظَةُ عَلَى النَّسْلِ"
"Melestarikan keturunan", yang mana hal tersebut sudah menjadi kesepakatan para ulama, seperti dikatakan Syaikh Abu Zahrah.
بحث الشيخ أبى زهرة عن تحديد النّسل )موسوعة القضايا الفقهية المعاصرة. صـ: 36 (
Juga keputusan Lembaga Kajian Islam di Cairo.
قرار مَجْمع البُحوث الإسلامية بالقاهِرة
1. أنّ الإسلام رغَّب فى زيادة النّسل وتكثيره لأن كثرة النّسل تُقوِّى الأمّة الإسلامية إجتماعيا واقتصاديا وحربيا و تَزيدُها عِزّة ومَنعة.
2. إذا كانت هناك ضرورة شخصية (ككون المرأة لا تلد ولادة عادية وتضطَرُّ معها إلا إجراءَ عملية جِراحية لإخراج الجنين) تحتَمُّ تنظيم النّسل فللزّوجين ان يتصرّفا طِبْقا لما تقتضيه الضّرورة, وتقدير هذه الضرورة متروك لضمير الفرد ودينه.
3. لا يصح شرعا وضع قوانين تُجبر الناسَ على تحديد النّسْل بأيّ وجه من الوجوه.
4. انّ الإجهاض بقصد تحديد النّسْل اواستعمال الوسائل التى تُؤدِّى الى العَقِم لهذا الغرض: امر لاتجوز مُمارَستُه شرعا للزّوجين او لغيرهما. (موسوعة القضايا الفقهية المعاصرة. صـ: 50)
Dr. Siti Musdah Mulia, Dosen pascasarjana UIN, sosok wanita nyeleneh, agen Zionis murahan di Indonesia, selalu menyuarakan kesetaraan gender, melarang poligami, memperbolehkan kawin kontrak, memperbolehkan nikah beda agama, hukum waris laki-laki dan perempuan sama, bersama timnya 11 orang ditambah kontributornya 16 orang, juga kucuran dana dari lembaga kafir The Asia Foundation, mengeluarkan buku Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang isinya meresahkan masyarakat karena menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal, sehingga MUI melalui Menteri Agama mencabut draft tersebut.
Tokoh feminis itu juga melakukan perombakan terhadap hukum perkawinan dengan alasan kontekstualisasi. Tapi, berbeda dengan buku Fiqih Lintas Agama, yang menekankan faktor jumlah umat Islam sebagai konteks yang harus dijadikan pertimbangan hukum. Musdah melihat konteks ‘peperangan’ sebagai hal yang harus dijadikan dasar penetapan hukum. Ia menulis: “Jika kita memahami konteks waktu turunnya Surat Al-Mumtahinah Ayat 10 larangan ini sangat wajar mengingat kaum kafir Quraisy sangat memusuhi Nabi dan pengikutnya. Waktu itu konteksnya adalah peperangan antara kaum Mu’min dan kaum kafir. Larangan melanggengkan hubungan dimaksudkan agar dapat diidentifikasi secara jelas mana musuh dan mana kawan. Karena itu, ayat ini harus dipahami secara kontekstual. Jika kondisi peperangan itu sudah tidak ada lagi, maka larangan yang dimaksud tercabut dengan sendirinya."
Musdah yang sudah buta hatinya dan kacau pikirannya karena kebanyakan makan uang Zionis, juga secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap legalisasi perkawinan sesama jenis. Dalam satu makalahnya yang berjudul “Islam Agama Rahmat bagi Alam Semesta”, ia menulis:
“Menurut hemat saya, yang dilarang dalam teks-teks suci tersebut lebih tertuju kepada perilaku seksualnya, bukan pada orientasi seksualnya. Mengapa? Sebab, menjadi heteroseksual, homosek-sual (gay atau lesbi), dan biseksual adalah kodrati, sesuatu yang ‘given’ atau dalam bahasa Fiqih disebut sunnatullah sementara perilaku seksual bersifat konstruksi manusia. Jika hubungan sejenis atau homo, baik gay atau lesbi sungguh-sungguh menjamin kepada pencapaian-pencapaian tujuan dasar tadi, maka hubungan demikian dapat diterima."
Musdah yang semula namanya tidak terkenal meski dalam usia relatif muda sudah menyandang gelar doktor, perempuan lagi, karena dia punya kontrak dengan Zionis dan juga pengen terkenal maka dia mengamalkan pepatah arab "Kencingilah Sumur Zam-Zam Maka Kau Akan Terkenal".
Musdah yang pernah menerima penghargaan sebagai "Women of the Year 2009" dari "IL Premio Internazionale La Donna Dell 'Anno" pada tanggal 27 November 2009 di Hotel Grand Billia, Saint Vincent, Aosta Italia sebagai tokoh pengusung Sekularis, Pluralis, Liberalis sehingga dia mendapatkan uang sebesar 50.000 Euro dan juga pernah mendapatkan uang 6 milyar dari The Asia Foundation. Amerika itu berkali-kali kencing sembarangan. Terakhir kencingnya berbunyi "homoseksual dan Homoseksualitas adalah alami dan diciptakan oleh Tuhan, karena itu dihalalkan oleh Islam". Pendapatnya itu dimuat di harian The Jakarta Post, edisi Jumat 28 Maret 2008.[ ]
Larangan terhadap praktek homoseksual sudah jelas dalam Al-Quran. Kisah kaum Nabi Luth AS yang dibinasakan Allah karena gemar mempraktekkan orientasi seks menyimpang ternyata tidak digubris oleh Musdah, dia tetap kencing ke sana-kemari.
(وَلُوْطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُوْنَ الْفخِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنْ العَالمَِيْنَ  إنّكُمْ لَتَأْتُوْنَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُوْنِ النِّسَاءِ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُوْنَ  وَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهِ إِلاَّ أَنْ قَالُوْا أَخْرِجُوْهُمْ مِنْ قَرْيَتِكُمْ إِنَّهُمْ أُنَاسٌ يتَطَهَّرُوْنَ  فَأَنْجَيْنهُ وَأَهْلَهُ إِلاَّ امْرَأَتَهُ كَانَتْ مِنَ الغَابِرِيْنَ  وَأَمْطَرْناَ عَلَيْهِمْ مَطَرًا فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ المُجْرِمِيْنَ). (الأعراف :80-84)
Kritik terhadap masalah gender dan Fiqih klasik tersebut di atas hanyalah sebagian dari agenda kalangan muda NU. Masih banyak hal lain yang menjadi agenda mereka. Tapi yang jelas memper-lihatkan bahwa gerakan kalangan muda NU belakangan ini memang telah bergerak jauh, tidak hanya melakukan upaya kontekstualisasi ajaran Islam klasik, sebagaimana pernah dirintis oleh Masdar dan kyai Sahal Mahfudz, lebih dari itu, mereka melakukan kritik wacana yang tajam terhadap ajaran-ajaran Islam klasik. Dalam bahasa pemikiran post-tradisionalisme, ini disebut membongkar hegemoni wacana, baik tradisi maupun modernisme.
Kedua, kendati pun mereka mengkritisi berbagai bentuk tradisi pemikiran klasik Islam, namun mereka tetap percaya, wacana Islam tradisional bisa dijadikan titik tolak untuk melaku-kan tranformasi sosial. Semangatnya bukanlah kembali ke asal atau pemurnian sebagaimana yang dilakukan oleh kaum modernis, melainkan justru berangkat dari khazanah Islam tradisi itu sendiri. Dalam pandangannya, revitalisasi tradisi adalah agenda penting dalam melakukan trasformasi sosial. Tradisi yang telah dibersihkan dari unsur hegemoni dan dominasi. Untuk itulah mereka menyodorkan gagasan "Islam Emansipatoris dan Islam Trasformatif" guna melawan segala bentuk dominasi dan hegemoni. Dalam pandangan mereka, Islam harus dihadirkan sebagai etika pembebasan. Segala bentuk hegemoni mereka tentang, segala pemusatan mereka lawan (disetering), tidak ada tafsir tunggal dalam agama, sebagaimana pernah digagas oleh Gus Dur.
Sementara itu, NGO-NGO NU membutuhkan dukungan dari lembaga-lembaga donor untuk menyebarkan agenda pemikirannya. Begitu juga, lembaga-lembaga donor memerlukan NGO-NGO demi kepentingan globalnya. Dengan perspektif inilah kita bisa melihat bergairahnya sejumlah lembaga-lembaga donor untuk mendukung program-program yang dijalankan NGO NU. Sebagian besar lembaga-lembaga donor itu berasal dari Amerika, seperti USAID, NDI, The Asia Foundation, Ford Foundation, Tifa Foundation, dan lainnya. Ada juga lembaga donor dari Eropa seperti Partnership. Lembaga-lembaga ini sedang mengkonsentrasikan pada agenda pengembangan Islam moderat, melalui pengembangan pluralisme dan toleransi. Munculnya agenda ini tidak terlepas dari kepentingan global Amerika dengan dalih pemberantasan terorisme.
Kemudian muncul Said Aqil Sirajd, Wakil Katib Aam PBNU, anak didik, kader penerus misi dan ajaran Gus Dur, yang mempunyai latar belakang pendidikan Universitas Ummul Quro jurusan Filsafat. Dia ingin memodernisasikan pemikiran pengurus dan warga NU. Bahkan mendaur ulang kembali “Asas NU”, yaitu madzhabnya dua Imam (Abu Hasan al-Asy’ary dan Abu Mansur al-Maturidy) serta Madzahibul Fuqaha’ al-Arba’ah.
Demikian juga Masdar Farid Mas'udi, seorang yang mempunyai latar belakang pendidikan campuran, sistem pendidikan pesantren dan pendidikan modern di IAIN Yogyakarta ini langsung menggebrak. Di bawah payung Syuriah, mulai tahun 1987, Masdar mengorganisir serangkaian diskusi di PBNU mengenai kitab Salaf (kuning). Kitab klasik di kalangan pesantren ini dijadikan sasaran analisis tekstual dan konstektual dengan menghadirkan dosen-dosen muda IAIN dan para pengkritik lainnya.
Masuknya Ulil Abshar Abdalla di Lakpesdam semakin menambah problema di tubuh NU. Tokoh Jaringan Islam Liberal (JIL) ini di bawah payung Lakpesdam mengagendakan kegiatannya pada tiga aspek utama, yaitu membendung fundamentalis Islam, mencegah munculnya kekerasan yang mengatasnamakan Islam dan mengembangkan demokrasi, menghargai HAM dan mengembang-kan paham Islam liberal yang toleran, pluralis dan emansipatif.[ ]
Muktamar PBNU ke-32 akan dilaksanakan pada tanggal 22 Maret 2010 M di Makassar Sulawesi Selatan. Segudang problematika NU baik yang bersifat internal maupun eksternal belum mencapai titik temu. Munculnya kandindat-kandidat calon Ketua Umum PBNU kontroversial merupakan garapan penting bagi ulama-ulama sepuh NU yang masih konsis dengan al-Qur’an dan as-Sunnah serta disiplin ilmu warisan ulama Salafussholih. Semua berharap, Muktamar bersih dari Money Politic, intervensi asing, membebaskan kepengurusan NU dan organisasi-organisasi di bawahnya dari masuknya orang-orang yang mempunyai paham Liberalisme, Sekularisme, Pluralisme, Wahaby, Syi'i dan paham-paham kufur lainnya, mengembalikan NU ke pesantren, karena pesantren merupakan satu-satunya benteng Islam yang kokoh, sehingga NU kembali solid seperti dulu, berjalan sesuai dengan cita-cita ulama salafussholih para pendiri NU, sebagaimana tertuang dalam Qonun Asasi warisan Hadlratussyaikh Hasyim Asy'ari.
Dalam upaya pembentengan akidah, kyai Hasyim Asy'ari telah mengajarkannya, sebagaimana yang tertuang dalam Muqoddimah Qonun Asasi NU, yaitu warga NU harus menolak bid'ah dholalah semisal aliran sesat, kufur seperti Syi'ah, Liberalisme, Pluralisme, Sekularisme serta paham-paham sesat lainnya yang dikembangkan oleh Gus Dur dan antek-anteknya.
Sepatutnya warga NU bertanya, mengapa PBNU menerima kunjungan presiden Iran pada tanggal 22 Mei 2006 di Kantor PBNU? Padahal tidak rahasia lagi, pemerintah Iran menyediakan beasiswa bagi pelajar Indonesia yang ingin belajar di Qum Iran, yang misinya tak lain adalah untuk belajar memperdalam akidah Syi'ah yang salah satu ajarannya mendiskreditkan hingga mencaci-maki bahkan sampai berani mengkafirkan Shahabat Nabi SAW, yang nantinya bisa disebarkan di Indonesia. Ataukah KH. Sahal Mahfudz dan KH. Hasyim Muzadi sebagai pengurus besar NU pada masa itu telah melakukan kontrak dengan mereka?
Sebagai bukti, pada saat acara PKNU di Gedung Gelora Surabaya, K.H. Hasyim Muzadi mengatakan bahwa pada saat ini NU telah mengirim 64 anak NU belajar ke Amerika dan Iran. KH. Hasyim Muzadi berjanji sepulangnya nanti cak Hasyim akan memberi mereka jabatan di PBNU. Setelah kepulangannya saat ini, mereka menuntut janji KH. Hasyim Muzadi dan akhirnya KH. Hasyim Muzadi berjanji akan menaruh mereka di cabang-cabang NU di seluruh Indonesia.
Apakah ini bentuk realisasi kontrak NU yang menurut keterangan KH. Hasyim Muzadi, pada sebuah acara di Malang pada tanggal 6 Juni 2007, bahwa PBNU dalam operasionalnya setiap bulan membutuhkan dana 120 juta, yang pada akhirnya pemerintah Iran menyanggupi untuk membantu mendonorkan dana tersebut ke PBNU dengan syarat anak-anak NU ada yang dikirim belajar ke Iran.
Berikut ini kami sebutkan sebagian tokoh-tokoh liberal di Indonesia, baik yang masuk dalam kepengurusan NU secara struktural ataupun non-struktural, sepak terjang, penyimpangan dan jawabannya.
***



Abdurrahman Wahid

A
bdurrahman Wahid, seorang pelopor Islam Liberal di Indonesia (Greg Barton). Gus Dur lahir di Denanyar, Jombang, Jawa Timur pada tanggal 4 Agustus 1940 M. Putra tertua dari pasangan KH. Wahid Hasyim dan Hj. Sholehah. Pendidikan-nya dimulai dari Sekolah Rakyat (SR) di Jakarta pada tahun 1953, kemudian masuk SMEP (Sekolah Menengah Ekonomi Pertama) di Yogyakarta tamat tahun 1956 dan mengaji di pondok pesantren milik KH. Ali Ma’shum. Kemudian di pondok Tegalrejo Magelang, lalu pindah ke pondok pesantren Tambak Beras Jombang pada tahun 1959-1963.
Guru privat bahasa Inggrisnya adalah seorang tokoh GERWANI (Gerakan Wanita Indonesia) sebuah organisasi mantel PKI (Partai Komunis Indonesia) yang melahirkan tragedy gerakan 30 September 1965 yang kelam itu. Pada waktu menjadi murid SMEP ia sudah hafal jumlah pidato STAIN dalam bahasa Inggris. Di majalah Tempo 1997, ia pernah menulis sebuah artikel yang salah satu isinya menyatakan semenjak bersentuhan dengan Marxisme pandangannya tehadap agama Islam mengalami ‘perubahan'.
Kemudian ia melanjutkan studinya ke Mesir (1964-1966) di sini ia gagal dan tidak bisa melanjutkan. Lalu ia terbang ke Baghdad dan masuk Fakultas Adab (1966-1970), namun di situ pun tidak serius belajar justru lebih sibuk berhubungan dengan partai Ba'aths, sebuah partai nasionalis yang menyerukan revolusi total dalam konsep dan nilai-nilai peradaban untuk dilebur dan dialihkan ke pangkuan sosialisme.
Partai Ba'aths berpegang pada ide sekuler yang melemparkan Islam jauh-jauh dan mempersetankannya. Partai yang dipengaruhi oleh ide Sosialisme dan Marxisme ini didirikan oleh Michael Aflaq, seorang Kristen Ortodoks (Maronit) yang punya komitmen kuat kepada Gereja Timur. Menurut Kholid Mawardi mantan Dubes Indonesia di Syiria, Abdurrahman Wahid bukan saja tertarik pada partai ini, bahkan ia menjadi anggota inti partai.
Sepulang dari kuliah di luar negeri pada tahun 1974, Gus Dur memulai karirnya sebagai ‘Cendekiawan’ dengan menulis di berbagai kolom di berbagai media massa nasional. Pada akhir dasawarsa 70-an suami Shinta Nuriyah ini mengukuhkan diri sebagai salah satu dari banyak cendekiawan Indonesia yang terkenal dan laris sebagai pembicara publik.
Dia juga diamanahi oleh yayasan Alumni Timur Tengah untuk mengelola sebuah pesantren di kawasan Ciganjur Jakarta selatan. Sayangnya amanat ini tidak pernah dilaksanakan dengan baik melainkan ia sibuk di luar. Berkali-kali ia diingatkan akan amanatnya, namun tidak ada jawaban yang pasti. Setelah masalah ini berlarut-larut dan memakan waktu bertahun-tahun akhirnya ia pun hengkang dari situ kemudian tidak meninggalkan satupun santri.
Gus Dur yang pernah mengenyam pendidikan di al-Azhar tapi tidak tamat itu kemudian berkecimpung di dunia seni dengan menjadi DPH Dewan Kesenian Jakarta di Taman Isma’il Marzuki Jakarta (1983-1985) dan Ketua Dewan Juri Festival Film Indonesia (FFI) dan Badan Sensor Film (BSF). Tahun 1984 melalui dukungan Leonardus Benny Moerdani, Jendral Katolik yang pernah membantai ratusan umat Islam pada peristiwa Tanjung Priok naiklah Abdurrahman Wahid menjadi Ketua Umum Tanfidziyah Nahdlatul Ulama dengan menggeser KH. Idham Kholid yang masih banyak pengaruhnya di Nahdlatul Ulama dengan bertujuan menghancurkan sayap politik Nahdlatul Ulama.
Pada tahun 1995 dalam Muktamar Nahdlatul Ulama di Tasikmalaya Jawa Barat ia terpilih kembali menjadi Ketua Nadlatul Ulama. Yang menarik, ternyata semua ini tidak terlepas dari dukungan kelompok Katholik dan LSM, seperti Marsilam Simanjutak (Katholik), Hary Tjan Silalahi (CSIS), Sae Nabahon (Kristen) dan Rahman Toleng (tokoh Sosialis).
Untuk merayakan kemenanganya diadakan pesta meriah di Adelanta Discotheque yang biasa digunakan untuk dansa dan tempat pelacuran, yang dihadiri hampir semua LSM.
Karir Gus Dur kian melonjak, setelah terpilih sebagai Ketua Umum PBNU pada Muktamar NU di Situbondo tahun 1984. Saat itu hubungan NU dengan pemerintah sedang mesra-mesranya. Kendati dalam perjalanan selanjutnya, loyalitas Gus Dur tak selalu berkompromi dengan pemerintah. Misalnya, ketika pemerintah berencana mendirikan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Muria, Gus Dur menentangnya. Demikian pula ketika Habibi mendirikan ICMI, Gus Dur menentangnya dengan mendirikan FORDEM (Forum Demokrasi) sebuah LSM yang sengaja dibentuk untuk menggoyangkan kepemimpinan Soeharto paska ijo royo-royo 1992. Para aktivis FORDEM ini terdiri kelompok Katholik, Marhaenis, Nasionalis Sekuler, kelompok Sosialis serta kaum kiri lainnya. Kesemuanya menjadi ujung tombak gerakan oposisi dalam menentang pemerintah. Sikap itu berlangsung sampai pemerintahan Soeharto. Dan sekarang ini menjadi senjata kelompok sekuler untuk menghantam Islam.
Salah satu kiprah Gus Dur saat masih memimpin NU adalah berhasil membawa organisasi itu ke Khitthahnya, yaitu keluar dari politik praktis pada tahun 1984. Kendati demikian, pada tahun 1999, ia pula yang membawa NU kembali ke dunia politik. Meski dalam format yang berbeda karena dilakukan melalui pembentukan PKB, partai yang selalu digembor-gemborkan sebagai anak kandung NU. Sementara Gus Dur tidak mengakui partai lain bentukan orang-orang NU selain PKB. Bahkan sebelum pemilu Gus Dur pernah ngomong di Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) bahwa dari “dubur ayam bisa keluar telur dan tai ayam”. Ketika ditanya apa maksudnya, Gus Dur menjawab “yang telur itu PKB, dan yang lain tai ayamnya”.
Ia juga menjadi garda terdepan dalam membela kelompok sekuler dan Kristen/Katholik. Termasuk di antaranya, dukungannya terhadap Megawati dan PDI (partai Demokrasi Indonesia) yang merupakan partai Nasionalis Sekuler. Juga mendukung PRD (Partai Republik Demokrat) pengganti/reinkarnasi PKI (Partai Komunis Indonesia). Maka Bersama Romo Sandyawan ia membela para tokoh PRD melalui Institut Sosial Jakarta.
Pengalaman-pengalaman lainnya di organisasi International Coference Religion World yang berpusat di Roma. Meskipun ia bukan anggota inti, namun atas desakan wakil Uskup di Australia dan Rabbi Yahudi dari Barat, ia akhirnya menjadi presiden organisasi itu. Kesepakatan kerjasama untuk misi perdamaian itu ditandai dengan penyalaan lilin yang dilakukan oleh Gus Dur. Dia juga menjadi Dewan Penasehat Liberty For All Foundation bersama KH. Musthofa Bisri, Abdul Munir Mulkan, Amin Abdullah, Azyumardi Azra, Romo Magnis Suseno dan Ahmad Dhani. Sebuah organisasi yang mempunyai misi perdamaian antar umat beragama yang berpusat di Winston Carolina Amerika. Ia juga menjadi anggota DIAN (Dialog Antar Agama) yang bermarkas di Universitas Wacana Salatiga Jawa Tengah, Sebuah Universitas Kristen terbesar di Asia Tenggara.
Di samping itu ia juga menjadi anggota Institut Shimon Peres yang berpusat di Israel. Karena itu ia lebih sering terlihat di Israel (8 kali bolak-balik ke Israel bersama LB. Moerdani) ketimbang ke Mekkah. Sebelumnya ia mendapat penghargaan dari Yayasan Ramon Magsasay (Philipina) atas jasanya dalam membangun toleransi di kalangan umat beragama di Indonesia.
Abdurrahman Wahid yang sering berkumpul dengan Rabbi, Pastor dan Pendeta memang oleh para Ulama diakui sebagai jago kontroversial karena pemikiran-pemikirannya yang nyleneh dan ngawur. Semisal dalam kasus "Assalamu'alaikum" yang menurut Gus Dur bisa diganti dengan "selamat pagi", dari kelakuannya itu ia pernah dipanggil dan dimarahi oleh sesepuh Ulama Nahdlatul Ulama, KH. Ali Maksum, pimpinan pondok pesantren Krapyak Yogyakarta.
KH. Ali Yafie mengundurkan diri dari kepengurusan di Nahdlatul Ulama karena tidak tahan atas tindak-tanduk Gus Dur yang menurut-nya jauh melampaui batas. KH. Yusuf Hasyim bahkan putus asa dalam menasehati keponakannya atas pemikiran dan ide-ide miring yang carut marut lagi amburadul. Dia tidak lagi peduli pada laknat dan adzab Allah SWT bahkan lebih dari pada Syaithon la'natullah. Sampai-sampai Gus Dur sudah jarang sholat dengan alasan perutnya gendut tidak bisa sujud.
Gus Dur pernah mengusulkan kepada peme-rintah agar melarang gerakan dakwah sebab menurutnya, apabila para dai leluasa dengan dakwahnya maka bisa akan melahirkan tragedi seperti yang terjadi di Aljazair. Lebih dari itu ia mengatakan bahwa "kalau umat Islam berkuasa di Indonesia maka orang Kristen dan Katholik akan dibantai". Hal ini ia katakan karena memang ia sangat anti dengan kemajuan umat Islam di bidang politik.
Makanya ia dengan tegas menolak menjadi anggota ICMI yang menurutnya organisasi itu disusupi kaum ekstrimis yang akan mendirikan negara Islam di Indonesia.
Menurutnya semua agama itu sama saja, penganut Kristen itu tidak kafir, (Jawa Pos. 18 Juni 2006), bahkan meskipun Al-Quran telah menyatakan dengan tegas bahwa Yahudi dan Nashrani memusuhi umat Islam.[ ]
Dalam kuliah umum di depan mahasiswa dan dosen Universitas Kristen Petra Surabaya, Gus Dur ditanya, “Mengapa menurut peraturan pemerintah jagal penyembelihan binatang kok harus orang beragama Islam?” Mendapat pertanyaan seperti itu, Gus Dur malah menyatakan keheranan. ”Mengapa juga urusan jagal saja perlu peraturan pemerintah? peraturan soal jagal itu jelas diskriminatif!” , kata Gus Dur. Ia menjelaskan, "Dalam Fiqih hanya disebutkan, yang penting dalam menyembelih binatang disebut nama Tuhan. Di sana tidak dijelaskan apakah jagal harus beragama Islam atau tidak. "Dia bilang, "di Timur Tengah saja (ia tidak menyebut Timur Tengahnya, negara mana itu) tidak ada orang ribut-ribut soal jagal. Di sana sudah biasa, yang menyembelih binatang orang Yahudi kemudian yang makan dagingnya orang Islam." Jawaban Gus Dur tersebut memperoleh tepuk tangan meriah dari para mahasiswa dan dosen Universitas Kristen Petra Surabaya itu.
Pada bagian lain, Gus Dur menerima pertanyaan soal kawin campur antar agama yang bertentangan dengan Undang-Undang Pokok Perkawinan tahun 1974 (termasuk kawin antara muslimat dengan pria non-Islam). Gus Dur bukannya memperkuat ketentuan itu, malah seolah mengajari cara menghindarkan/melecehkan hukum Islam. Dia bilang, "Sekarang kan sudah banyak yang menikah melalui kantor catatan sipil. Mereka bisa melakukan kawin lari ke negara lain. Mereka bisa ke Singapura dan melakukan pernikahan di Kantor Catatan Sipil sana. Kemudian datang lagi ke sini untuk mencatatkan kembali ke Kantor Catatan Sipil tentang pernikahannya di luar negeri itu."
Pada awal tahun 1998, ia terserang stroke. Tapi, tim dokter berhasil menyelamatkannya. Namun stroke mengakibatkan penglihatan Gus Dur semakin memburuk. Pada saat ia dilantik menjadi presiden, ia sudah dideskripsikan media masa barat sebagai “nyaris buta”. Selain karena stroke, diduga problem kesehatannya juga disebabkan oleh faktor keturunan yang disebabkan hubungan darah yang erat di antara kedua orang tuanya.
Gus Dur adalah presiden keempat. Ditulis dalam situs tokoh Indonesia, belum genap satu bulan menjabat presiden, mantan ketua umum Nahdaltul Ulama (1984-1999) itu sudah mencetus-kan pendapat-pendapat yang memerahkan kuping sebagian besar anggota DPR di hadapan sidang legislatif, yang anggotanya sekaligus sebagai anggota MPR yang baru saja memilihnya itu. Gus Dur menyebut Sidang Dewan Legislatif itu seperti ‘taman kanak-kanak’.
Tak lama kemudian setelah menjabat menjadi presiden, ia pun menyatakan akan membuka hubungan dagang dengan Israel, negara yang dibenci oleh masyarakat muslim Indonesia. Pernyataan ini mengundang reaksi keras dari kalangan umat Islam. Selang beberapa waktu, ia pun memecat beberapa anggota kabinet persatuannya, termasuk Hamzah Haz, ketua umum PPP. Berbagai kebijakan dan pemecatan ini membuatnya semakin nyata jauh dari konspirasi kepentingan yang memungkinkannya terpilih lagi menjadi presiden.
Ketika itu, pada sidang umum MPR 1999, poros tengah yang gagal menggolkan salah seorang tokohnya sendiri menjadi presiden (BJ. Habibie, Amin Rais, Hamzah Haz, dan Yusril Ihza Mahendra), merangkul Gus Dur untuk dapat mengalahkan Megawati Soekarno Putri. Sehingga Mega dan partainya yang memenangkan pemilu hanya mendapatkan kursi wakil presiden.
Terpilihnya Gus Dur ini, yang akhirnya diberi julukan “presiden wisata”, karena seringnya keluyuran ke Luar Negeri tanpa tujuan yang jelas, ketimbang mengurus negaranya sendiri itu telah menunjukkan sosok kontroversial, kontroversial dalam kelayakan politik demokrasi. Gus Dur dari partai kecil (11%) mampu mengalahkan Mega dari partai pemenang pemilu (35%), Kotroversial mengenai fisik Gus Dur yang buta. Pengamat politik LIPI menyebutnya sebagai kecelakaan sejarah. Memalukan!
Pada awalnya, banyak orang optimis bahwa duet Gus Dur-Mega yang sejak lama sudah bersaudara akan langgeng dan kuat. Apalagi ditopang dengan susunan kabinet persatuan yang mengakomodir hampir semua kekuatan politik.
Namun seperti kata pepatah, sepandai-pandai tupai melompat, akhirnya jatuh juga. Di mata orang, kepercayaan diri Gus Dur tampak terlalu berlebihan. Ia sering kali melontarkan pendapat dan mengambil kebijakan yang kontroversial. Penglihatannya yang semakin buruk mungkin dimanfaatkan oleh para pembisik di sekitarnya. Gus Dur pun sering mengganti anggota kabinetnya dengan semaunya dengan berpayung hak prerogratif. Tindakan penggantian menteri ini berpuncak pada penggantian Laksamana Sukardi dari jabatan Meneg BUMN dan Yusuf Kalla dari jabatan Memperindag, tanpa sepengetahuan wapres Mega dan ketua DPR Akbar Tanjung.
DPR menginterpelasi Gus Dur, mempertanya-kan alasan pemecatan Laksamana Sukardi dan Jusuf Kalla yang dituding Gus Dur melakukan KKN. Sejak saat itu, Megawati pun mulai mengambil jarak dengan Gus Dur. Dukungan politik dari legislatif kepada Gus Dur menjadi sangat rendah. Di sini Gus Dur tampaknya sudah lupa bahwa dalam sebuah negara demokrasi tidak mungkin ada seorang presiden (eksekutif) dapat memimpin tanpa dukungan politik (yang terwakili dalam legislatif dan partai).
Anehnya, setelah kejadian itu Gus Dur yang saat jadi presiden menghadiri Kontes Waria se-Indonesia di TMII, malam Minggu 26 Juni 2006 itu justru semakin lantang menyatakan diri mendapat dukungan dari rakyat. Sementara sebagian besar wakil rakyat di DPR dan MPR semakin menunjukkan sikap berbeda, tidak lagi mendukung Gus Dur.
Lalu terkuaklah kasus Buloggate dan Bruneigate. Gus Dur diduga terlibat. Kasus ini membuahkan memorandum DPR. Setelah memorandum II tak digubris Gus Dur, akhirnya DPR meminta MPR agar menggelar Sidang Istimewa (SI) untuk meminta pertanggung jawaban Gus Dur sebagai presiden.
Gus Dur melakukan perlawanan, tindakan DPR dan MPR itu dianggapnya melanggar UUD. Ia menolak penyelenggaraan SI-MPR dan mengeluarkan dekrit membubarkan DPR dan MPR. Tapi dekrit Gus Dur ini tidak mendapat dukungan. Hanya kekuatan PKB dan PDKB (Partai Demokrasi Kasih Bangsa) yang memberi dukungan. Bahkan karena dekrit itu, MPR mempercepat penyelenggaraan SI pada 23 Juli 2001. Gus Dur, akhirnya kehilangan jabatannya sebagai presiden keempat setelah ia menolak memberikan pertanggung jawaban dalam SI MPR itu, dan Wapres Megawati diangkat menjadi presiden pada 24 Juli 2001.
Selepas SI-MPR, Gus Dur selaku Ketua Dewan Syuro PKB memecat pula Mathori Abdul Jalil dari jabatan Ketua Umum PKB. Tindakan ini kemudian direspon Matori dengan menggelar Muktamar PKB yang melahirkan dua kepengurusan PKB, yang kemudian menjadi populer disebut PKB Batu Tulis (pimpinan Matori) dan PKB Kuningan (pimpinan Gus Dur). Kepengurusan PKB ini harus berlanjut ke pengadilan kendati upaya rujuk terus berlangsung.
Gus Dur sering berbicara keras menentang politik keagamaan sektarian. Pendiriannya sering menempatkannya pada posisi sulit, melawan pemimpin Islam lainnya di Indonesia. Seperti didirikannya Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang diketuai BJ. Habibie, Gus Dur secara terbuka menentang. Ia menyebut ICMI akan menimbulkan masalah bangsa di kemudian hari, yang dalam tempo kurang dari sepuluh tahun ternyata pernyataannya itu bisa dibuktikan benar atau tidak. Lalu, ia mendirikan Forum Demokrasi sebagai penyeimbang ICMI.
Meski diakui ia besar antara lain karena NU, namun visi politik Gus Dur diakui rekan-rekan dekatnya sebagai melebihi kepentingan organisasi, bahkan kadang melampaui kepentingan Indonesia. Hal ini tercermin dari kesediaannya menerima kedudukan di Simon Perez Peace Center dan saat dia mengusulkan membuka hubungan dengan Israel.
Di masa Orba, saat Soeharto amat berkuasa, Gus Dur dikenal sebagai salah seorang tokoh yang licin untuk dikuasai. Bahkan Gus Dur dapat memanfaatkan Keluarga Cendana dengan mengajak Mbak Tutut berkeliling mengunjungi pondok-pondok pesantren. Gus Dur juga beberapa kali menyempatkan diri mengunjungi Pak Harto setelah lengser.
Gus Dur termasuk orang yang sering melontarkan pendapat kontroversial. Bahkan ketika menjabat presiden RI ke-4 (20 Oktober 1999-24 Juli 2001) dan berhenti jadi presiden, kebiasaan melontarkan sesuatu yang nyleneh tidak pernah berhenti. Sampai-sampai, kata yang sering dilontarkan untuk menyederhanakan sesuatu menjadi ungkapan yang umum di masyarakat, “gitu aja kok repot!”
Ia juga pengamat sepak bola yang tajam analisisnya. Bahkan, setelah penglihatannya benar-benar terganggu, pada Piala Dunia Juni 2002 lalu, ia juga masih antusias memberi komentar mengenai proyeksi juara.
Dulu, dalam jangka waktu setengah tahun setelah dilantik sebagai presiden, indikasi KKN Gus Dur sudah mulai bisa dirasakan, terbukti dengan langkah-langkah politik Gus Dur yang di antaranya:
1. Gus Dur pernah mengangkat Bondan Gunawan sebagai Pjs. Sekretaris Negara dan Marsilam Simanjutak sebagai Sekretaris Kabinet (Tempo, 7 Mei 2000). Keduanya adalah kawan baik Gus Dur di Forum Demokrasi (Fordem), belakangan Bondan mengundurkan diri karena terlibat Bulak-rantegate.
2. Gus Dur pernah mengangkat Hasyim Wahid, alias Gus Im (adik bungsunya) sebagai staf ahli cacuk di BPPN (Republika, 10 Mei 2000). Belakangan Gus Im mengundurkan diri.
3. Hary Supangat (mantan direktor keuangan Telkom) menyuap Rozi Munir sebesar 10 Miliar untuk meraih dirut telkom (Tempo, 7 Mei 2000). Rozy Munir adalah pengurus NU yang ketika itu diangkat Gus Dur sebagai Meneg Investasi/ Pembinaan BUMN menggantikan Laksamana Sukardi yang dicopot Gus Dur.
4. Mengangkat Letjend Luhut Panjaitan sebagai Memperindag menggantikan Yusuf Kalla (Tempo, 7 Mei 2000), (Republika, 11 Mei 2000). Luhut sudah sejak lama dipersiapkan Gus Dur, bahkan pernah diisukan bahwa Luhut akan menempati posisi Panglima TNI. Luhut terkait Singapore Connection, antek Hoakiau Singapore yang memiliki kepentingan bisnis dan politik terhadap Indonesia.
5. Hasyim Wahid menerima uang sebesar Rp. 35 Miliar dari Sapuan (Wakil Kepala Bulog) agar bisa menempati posisi kepala Bulog (Tempo, 7 Mei 2000). Sapuan akhirnya mengakui hal itu sebagai pinjaman. Belakangan Sapuan gagal menempati posisi kepala Bulog, dan jabatan itu diberikan kepada Rizal Ramli, yang kini menjabat sebagai Menko Perekonomian. Ironisnya, Sapuan justru dijebloskan ke dalam tahanan.
6. KH. Noer Muhammad Iskandar SQ, melakukan bisnis dengan Kim Johanes Mulia tanpa mengeluarkan duit sepersen pun (Tempo, 14 Mei 2000), mendirikan PT Bumi Berkah Sejahtera (Berkah Finance dan Berkah Haramain). Kyai Iskandar adalah kalangan terdekat NU, anggota fraksi PKB, yang pernah terlibat perselingkuhan (dengan modus nikah mut’ah) dengan Dewi Wardah (lihat Drama Pernikahan Semalam Seorang Kyai, majalah Gatra, edisi 13 April 1996).
7. Khoirul Anam, mantan Ketua GP Anshor NU, Ketua Dewan Pengurus PKB, kini menjabat sebagai komisaris Balai Lelang Surabaya (Tempo, 14 Mei 2000). Balai ini pernah didiskualifikasi oleh BPPN pada Cacuk. Kini Balai Lelang tersebut mendapat order besar setelah masuknya Khoirul Anam.
8. Suwondo, salah seorang dukun peliharaan Gus Dur merangkap tukang pijat, disuruh Gus Dur untuk menghadap Sapuan (Ketika itu Waka Bulog) dengan membawa pesan dari istana bahwa Gus Dur butuh dana Rp. 35 Miliar sebagai dana taktis presiden (Tempo, 14 Mei 2000). Sampai saat ini keberadaan Suwondo, lelaki Tionghua itu tak berbekas bagai ditelan bumi.
9. Saifullah Yusuf, keponakan Gus Dur dan Ketua umum GP Anshor (Tempo, 14 Mei 2000) ikut menjabat sebagai komisaris di perusahaan yang baru didirikan bersama-sama dengan Kim Johanes Mulia, sang konglomerat hitam.
10. Gus Dur menyatakan sudah mundur dari Harawi, namun Musthafa Zuhad sebagai operatur bisnis Gus Dur masih menjabat sebagai Dirut. Sementara itu, Edward Soeryadjaya teman Gus Dur, kini menjabat sebagai Preskom harawi Sekawan (Kompas, 14 Maret 2000). Oleh karenanya, keluarga Soeryadjaya sering keluar masuk istana.
11. Sapuan mengatakan, aktor utama Buloggate adalah Gus Dur dan Suwondo, (Jurnal Indonesia, 3 Juni 2000). Gus Dur menurut Sapuan, dua kali memanggilnya untuk minta dana Bulog, dan Suwondo menindaklanjuti sesuai pesan presiden. Sebelumnya Sapuan tidak berani terbuka, karena diri dan keluarganya terancam. Belakangan DPR dan Polri akan mengamankannya.
12. Majalah Gatra edisi 22 Mei 2000, menyoroti adanya indikasi permainan Presiden Gus Dur dalam penyelesaian damai di Candra Asri, Djayanti, Texmaco, Rajawali Group, Raja Garuda Mas, dan AW Air. Permainan yang dimaksud adalah dalam bentuk kepemilikan saham, fee ‘titip orang’ dan lain-lain.
Ketua Dewan Syuro PKB ini, dicalonkan partainya menjadi Capres berpasangan dengan Marwah Daud Ibrahim sebagai Cawapres Pemilu Presiden 2004. Namun pasangan ini tidak diloloskan KPU dikarenakan Gus Dur dinilai tidak memenuhi persyaratan kemampuan rohani dan jasmani untuk melaksanakan kewajiban sebagai presiden, sesuai dengan pemeriksaan kesehatan tim Ikatan Dokter Indonesia. Akibat penolakan KPU (22 Mei 2004) ini, Gus Dur melakukan berbagai upaya hukum, antara lain menggugat KPU secara pidana dan perdata ke pengadilan dengan menuntut ganti rugi Rp 1 triliyun, melaporkan ke Panwaslu setelah sebelumnya melakukan judicial review ke MA dan MK. Ia pun berketepatan akan berada di luar system jika upaya pencalonannya tidak berhasil.
Begitulah Gus Dur, tokoh penuh kontroversial. Pernyataan dan tindakannya sering membuat gerah dan banyak menuai kritik. Mulai dari pernyataannya yang ingin menggantikan ucapan “Assalamu'alaikum” dengan “selamat pagi” sampai pernyataannya yang cukup berani dengan mengatakan bahwa “Al-Quran adalah kitab paling porno sedunia”. Pernyataan menghebohkan tersebut membuat penolakan dari umat Islam ketika ia di Purwakarta.
Tragedi “Al-Quran kitab paling porno se-dunia” bukan yang pertama kali dan mungkin juga bukan yang terakhir. Terlalu kontroversinya Gus Dur pernah membuat tokah sepuh NU KH. As’ad Syamsul Arifin memilih mufaroqoh (keluar) dari NU karena menganggap Gus Dur bagaikan imam sholat yang kentut sehingga tidak sah makmum di belakangnya.
Selepas dari jabatan presiden, kontroversi terus menyelimuti Gus Dur. Ia bahkan pernah dinobatkan sebagai anggota kehormatan Legium Christus (Laskar Kristus) pada bulan Januari 2002 di Gelanggang Olah Raga (GOR) Kampus Universitas Manado di Tataran Tondano, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Gus Dur dipilih oleh Laskar Kristus sebagai anggota kehormatan karena Gus Dur dinilai sejalan dengan misi Legium Christum. Sebagai anggota kehormatan, Gus Dur mendapat tugas khusus. Kata Lucky Senduk, Sekretaris Umum Legium Chistum kepada Tempo News Room, ”Tugas Gus Dur sebagai ujung tombak menolak pemberlakuan Piagam Jakarta dan melalui NU melindungi orang Kristen di Jawa.”
Gus Dur juga pernah memberikan kata pengantar dalam buku “Aku Bangga Jadi Anak PKI” tulisan Dr. Ribka Tjiptaning Ploreriyati pada bulan Agustus 2002 sehingga memicu keluarnya buku karangan Hartono Ahmad Jaiz berjudul “Gus Dur Menjual Bapaknya”.
Gus Dur seringkali memberikan pernyataan yang dinilai sering memojokkan Islam dan membela kelompok non-Muslim. Seperti dalam kasus Ambon. Pernyataan tentang Pluralisme juga sering ia kumandangkan. Baru empat hari menjabat sebagai presiden Gus Dur sudah memberikan pernyataan yang cukup mengejutkan umat. Dalam kunjungannya ke Institut Mahatma Gandhi di Denpasar Bali, dalam acara do’a bersama yang diberi nama Agni Horta, Gus Dur mengeluarkan pernyataan bahwa Mahatma Gandhi adalah orang suci. "Saya adalah orang muslim yang menganut paham Mahatma Gandhi". Kemudian katanya, “Bagi saya semua agama itu sama, di Islam pun banyak yang berkelahi karena agama”.
Ketika meletus peristiwa Situbondo yang menjadi penyebab terhadap sangat sakitnya umat Islam, ia sudah berada di Vatikan. Maka ia datang dan meminta maaf kepada pemimpin gereja mengatas namakan umat Islam seraya mencari kambing hitam dari kalangan umat Islam sendiri. Ketika terjadi peristiwa Tasikmalaya ia pun melemparkan tuduhan ke sana sini sesama muslim.
Pada waktu itu, sedang hangat-hangatnya kasus Masjid Babri yang dihancurkan orang-orang Hindu di India. Namun di hadapan orang-orang Islam Gus Dur berkata, “Mengapa kita marah kepada mereka yang menyerang masjid Babri? Kenapa? karena toh jauh sebelumnya , masjid Babri itu telah menjadi kuil, kita datang kita jadikan masjid. Sekarang orang lain datang minta diubah lagi.” Pernyataan ini aneh, karena PBNU mengeluarkan pernyataan yang isinya menyesalkan terjadinya insiden Ayodhya (penghacuran masjid Babri) dan yang menandatanganinya adalah dia sendiri dan sekjen PBNU Ikhwan Syam.
Ketika musyawarah Majlis Ulama Indonesia (MUI) yang berakhir tanggal 29 Juli 2006, menetapkan 11 fatwa di antaranya mengharamkan paham Liberalisme, Pluralisme serta paham Ahmadiyyah, sejumlah tokoh masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Madani untuk Kebebasan beragama dan berkeyakinan, seperti Gus Dur, KH. Musthofa Bisyri, Dawam Raharjo, Ulil Abshor Abdalla, Johan Efendi, pendeta Winata Sairin dan tokoh-tokoh lainnya, mendesak MUI untuk mencabut fatwa tersebut. Mereka berargumen, fatwa semacam itu sering dijadikan landasan untuk melakukan kekerasan terhadap pihak lain. Selain itu, Indonesia bukanlah negara Islam, tapi negara nasional. Jadi ukuranya juga nasional, kata Gus Dur di kantor PBNU.[ ]
Langkah-langkah Gus Dur yang konyol lagi kontroversial sengaja dilakukan demi menjalankan tugas dia sebagai missionaries mengemban misi suci dari kelompok Kristen/ Katholik yang dalam hati mereka terdapat segudang kebencian terhadap Islam dalam pelbagai hal yang mensejahterakan umat Islam. Meskipun seandainya dia jadi penghuni neraka yang paling bawah yang tidak akan mungkin dikeluarkan lagi dari neraka dia tetap membela non-Islam karena dia sudah memproklamirkan diri sebagai garda terdepan laskar Yesus Kristus dan agama sesat lainnya serta aliran dan paham sesat lagi menyesatkan.
Gus Dur berani memprotes Allah SWT dan menghina Al-Quran yang statusnya adalah kalam Ilahi, mencaci-maki Rasulnya dengan mengatakan "Nabi Muhammad apa! Dia kan manusia biasa yang tidak mempunyai keistimewaan apapun", dan mengkader manusia seperti Said Aqil, Masdar Farid Mas'udi, Ulil Abshar Abdalla dan lainnya yang asalnya adalah manusia biasa berevolusi menjadi Dajjal-dajjal pra-Dajjal sebagai agen murahan Zionis-salibis internasional guna membombardir Islam. Ini menunjukkan bahwa dia sudah menampakkan wujud asli dari penampakan Syaithan yang bukan hanya menakut-nakuti manusia, melainkan sudah merubah wujud manusia menjadi iblis-iblis meskipun dalam wujud dhohirnya berbentuk manusia. Syaithan saja tidak berani menentang Allah dengan terang-terangan lagi gamblang dan tidak berani menampakkan wujud asli terhadap manusia dalam misinya menyesatkan manusia.
Sederet pernyataan kontroversial Gus Dur yang membuat umat Islam mengelus dada bahkan banyak kyai yang dulu sebagai pendukung fanatiknya, kini meninggalkan dia, karena ucapan dan tindak lakunya yang keterlaluan bahkan terkadang kufur. Berikut ini sebagian dari sekian banyak rentetan kontroversi yang dilakukan Gus Dur, diantaranya:
1. Asas Partai.
KH. Mas Subadar Pasuruan, mengatakan, bahwa sesungguhnya para kyai selama ini tidak pernah sreg dengan asas Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang terbuka. Para kyai menginginkan asas partai berupa Islam ala Ahlussunnah wal Jamaah, tetapi dari pada terus menerus ribut, para kyai terpaksa mengikuti kemauan orang/kelompok yang menghendaki asas terbuka tersebut. Para kyai mengalah dengan dalih apalah artinya sebuah wadah, yang penting isinya mengikuti Islam ala Ahlussunnah wal Jamaah.
Namun kenyataannya, tidak seperti yang diprediksi banyak kyai, Gus Dur membuat konsep kepengurusan PKB dengan 50% NU, 25% non-NU dan 25% non-Muslim. Sebagaimana disampaikan pada acara haul KH. Hasyim Lathif Sidoarjo.
Perbedaan para kyai dan Gus Dur soal formasi kepengurusan non-Muslim di DPP PKB semakin terlihat jelas usai Muktamar II PKB di Semarang. Para kyai mempergoki sejumlah nama non-Muslim di jajaran dewan Syuro dan Tanfidz yaitu, Ratu Krishna Bagoes Oka (Dewan Syuro) Hermawi Fransiskus Taslim SH. Dr. Maria Pakpahan MA. Msc. Anak Agung Ngurah Agung SE. Drs. Alexius Gregorius Plate (Dewan Tanfidz). Ini yang membuat para kyai shock. Puncaknya pada pemilu 2004, Gus Dur menempatkan tokoh Katholik, A.B. Susanto sebagai caleg urut nomor satu dari PKB untuk daerah pemilihan Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Timur dan kepulauan Seribu, beserta ketua DPW PKB Sulawesi Utara, Ferry Tinggogoy.
2. Rehabilitasi PKI.
Gus Dur pada saat menjadi presiden bersemangat menghapus ketetapan MPRS no. XXV tahun 1966 tentang komunisme. Juga Permintaan maaf yang disampaikan Gus Dur kepada keluarga anggota PKI yang menjadi korban peristiwa G/30 S PKI yang sungguh melukai hati umat Islam, karena tidak sedikit umat Islam menjadi korban kekejaman PKI.
Sehari setelah pernyataan itu bergulir, Ketua MPR Amin Rais, memberi tanggapan, “Dengan alasan apapun, bila ketetapan itu dicabut, akan sangat membahayakan”. Pendapat serupa juga datang dari ketua DPR Akbar Tanjung, “Boleh saja presiden mengeluarkan statement, tapi instansi terakhir yang memutuskan adalah MPR,” ujar Akbar. Tanggapan juga datang dari Hartono Mardjono, Ketua umum Partai Bulan Bintang; “Mencabut ketetapan itu bukan urusan presiden, melainkan MPR”. Gus Dur menurut Hartono, sebaiknya segera mengurusi pemulihan ekonomi, supaya sektor riil bisa jalan.
Hartono juga meminta Gus Dur mencermati isi ketetapan yang berisi empat butir substansi itu. Pertama, pembubaran PKI. Kedua, pelarangan PKI di Indonesia. Ketiga, pelarangan ajaran Komunisme, Marxisme dan Leninisme. Dan keempat, larangan menyebarluaskan ajaran tersebut.
Keempat substansi itu, kata Hartono, sudah diadopsi dalam undang-undang nomor 29/1999, yang menambahi ketentuan dalam Kitab UU Hukum Pidana (KUHP) khususnya pasal 107, yang isinya, bila pelarangan itu ditabrak, artinya makar, maka ancaman hukumannya antara 12 dan 20 tahun, ujar Hartono.
3. RUU Anti Pornoaksi dan Pornografi.
Kelakuan Gus Dur semakin menjadi-jadi. Di saat umat Islam mengharapkan adanya UU APP, sebaliknya Gus Dur bersama istrinya, Shinta Nuriyah berjuang mati-matian untuk menolaknya. Bahkan keduanya tak segan-segan turun jalan untuk berdemo.
Menanggapi pro-kontra RUU APP yang saat itu sedang digodok di gedung DPR RI, Gus Dur menghimbau para anggota DPR untuk menolaknya. Menurutnya, para anggota dewan yang menyetujui RUU APP itu hanya karena takut pada Islam garis keras. ”Itu kan politisasi agama. Mereka takut pada Islam garis keras, yang memandang agama secara formal,” katanya saat memberikan sambutan pada hari ulang tahun ke-58 istri tercintanya, Sintha Nuriyyah. ”Kalau anggota DPR nggak berani mengubah RUU APP masyarakat yang akan mengubahnya, dan saya akan berjuang untuk mengubah," tegasnya.
Menurut Gus Dur, sesuatu dianggap pornografi itu jika tidak mempunyai nilai sosial sama sekali. Karena, apapun yang dianggap memiliki nilai sosial tidak usah dipermasalahkan. Mantan ketua PBNU itu lalu mencontohkannya dengan tradisi masyarakat Bali dan Papua, yang tidak berpakaian sebagai ekspresi kultural yang tidak perlu diatur oleh UU. ”Nggak perlu ada UU pornografi. Masak peraturan menentukan moralitas masyarakat itu kan lucu. Itu kayak paling suci saja,” imbuhnya.
Seakan tak ingin ketinggalan oleh sang suami, dalam sambutan di hari ultahnya istri tokoh yang penuh kontroversial ini juga menyoroti dengan tajam RUU APP. Menurutnya, RUU itu berangkat dari cara pandang yang sesat dan prasangka bahwa perilaku moral kaum perempuan menjadi penyebab kerusakan moral di negeri ini. Padahal, kebobrokan moral itu juga banyak disebabkan para pemimpin yang tidak bertanggung jawab mensejahterakan warganya. “Karenanya, negara dan para pengambil keputusan supaya membatalkan RUU APP,” tuntut mantan ibu negara itu.
4. Kitab Al-Quran Paling Porno sedunia.
Gus Dur memang keterlaluan, dia bukan hanya buta matanya tapi juga buta mata hatinya.
5. Aliran Ahmadiyah.
Ketika berlangsung acara perayaan ulang tahun Gus Dur ke-65 (Kamis 4 Agustus 2005), hadir beberapa tokoh pluralis mengecam fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI) itu. Perayaan ulang tahun itu diberi tema “Merayakan Pluralisme”.
Beberapa tokoh agama dan aktifis bergantian menyatakan kesan dukungan terhadap Gus Dur, termasuk menyampaikan protesnya, ketidaksetujuan terhadap larangan ajaran Ahmadiyyah. Gus Dur sendiri mengatakan, "Segel terhadap Masjid Ahmadiyyah Bogor harus dicabut besok." Amir jemaat Ahmadiyyah Abdul Basith yang hadir di tempat itu angkat bicara. Mendesak polisi agar segera menangkap pelaku pengrusakan masjid Ahmadiyyah.
6. Karikatur Nabi.
Umat Islam sedunia gempar dengan terbitnya kartun yang mencerca Nabi Muhammad SAW di sebuah majalah Denmark. Kartun itu dibuat begitu hina, melecehkan sosok baginda Rasul. Tidak keliru kalau umat Islam pun tersinggung. Demo pun marak di mana-mana. Hampir di seluruh negara, kaum muslimin bergerak. Mereka memprotes tindakan majalah Denmark tersebut.
Pada tanggal 22 Februari 2006, Gus Dur di wawancarai radio Nederland. Menurut pengakuannya Gus Dur sendiri juga tidak setuju dengan pemuatan kartun itu. Tetapi pernyataannya terhadap kelompok yang melakukan demonstrasi (aksi turun jalan) sungguh bertolak belakang. Misalnya, ketika ditanya wartawan radio tersebut soal jutaan umat Islam yang tersinggung, Gus Dur menjawab, “Ah! Itu sih omong kosong, itu bikin-bikinan aja. Dari 900 juta kaum muslimin di seluruh dunia, nggak ada tiga juta yang tersinggung kok. Yang lain nggak,” kata Gus Dur waktu itu.
Begitu juga ketika ditanya soal Arswendo, dengan hasil angket pendapat yang menempatkan Nabi Muhammad SAW pada peringkat ke-9. Ketika itu Gus Dur berkomentar tidak perlu dibela. “Endak perlu dibela. Sekarang juga begitu, menurut saya nggak perlu dibela,” kata Gus Dur.
7. Mati-matian bela Inul.
Kepopuleran penyanyi dangdut asal Pasuruan Inul Daratista berbuah kecaman dari banyak kyai, sebab dalam aksi panggungnya Inul selalu membawakan goyangan-goyangan erotis ‘goyang ngebor’ yang di kategorikan Porno-Aksi. Bagai virus, goyang Inul merasuk ke masyarakat luas sebagai syndrome dengan membawa dampak yang memprihatinkan. Berbagai protes kyai baik dari Pasuruan sendiri maupun Jawa Timur cukup direspon aparat kepolisian dengan mencekal aksi panggung Inul.
Anehnya, tidak sedikit pula kelompok masyarakat yang mendukung Inul, antara lain dari kelompok anti RUU APP yang menjadikan Inul sebagai ikon penolakan RUU APP. Dan dengan alasan tersendiri Gus Dur termasuk sosok yang melakukan pembelaan terhadap Inul. Gus Dur juga menyesalkan aksi Forum Betawi Rempug (FBR) yang mengancam akan mengusir Inul Daratista dari Jakarta karena menolak Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi-Pornoaksi (RUU APP).
Bahkan sebelumnya, Gus Dur mendorong Inul Daratista untuk terus berkarir sesuai dengan ekspresi dan ciri khasnya bergoyang ‘ngebor’. ”Setahu saya kebebasan berekspresi dan berkesenian tidak bertentangan dengan undang-undang,” kata Gus Dur sebagaimana dikutip Gatra, Selasa, 29 April 2003.
Dalam pertemuan itu, jawaban Gus Dur atas pertanyaan Inul perihal kasus “pemboikotan” atas dirinya oleh H. Roma Irama dan Hj. Camelia Malik. ”H. Roma Irama tidak berhak untuk memasung atau mengekang ekspresi berkesenian seseorang dalam hal ini Inul, karena itu bertentangan dengan hak asasi manusia, mengingat kebebasan berekspre-si dan berkesenian tidak melanggar undang-undang,” kata Gus Dur dengan tegas.
Ia menekankan, yang berhak menentukan sesuatu atau seorang bersalah atau melanggar UU adalah Mahkamah Agung (MA), bukan orang per orang termasuk H. Rhoma Irama. ”Untuk itu, Inul harus dibela mati-matian,” ujar ketua Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu, seraya menambahkan dengan meminta Inul untuk tidak ambil pusing dan terus bergoyang seperti yang selama ini diperagakan.
Tentu saja sikap Gus Dur dalam membela Inul seperti ini menimbulkan keprihatinan mendalam bagi para kyai.[ ]
8. Aryantigate.
Kasus perselingkuhan yang menghebohkan antara Gus Dur yang saat itu menjabat sebagai ketua PBNU dengan seorang janda bernama Aryanti Boru Sitepu, bahkan sampai beredar foto Gus Dur memangku mesra Aryanti.
Aryanti menuturkan, dalam kesaksiannya, yang tertanggal 29 Juli 2000. Dia kenal Gus Dur ketika menunaikan ibadah Haji di Makkah. Saat itu dia dikenalkan oleh teman Gus Dur bernama H. Sulaiman. Sepulang ke tanah air, hubungan mereka semakin mesra. Aryanti menuturkan hubungan intim pertama kali yang ia lakukan dengan Gus Dur ketika berkunjung ke Bali. Mereka menyewa sebuah vila, yang pada saat itu mereka berempat. Yakni Aryanti, putrinya, Gus Dur dan H. Sulaiman. Sejak itu Aryanti sering bersama Gus Dur di sebuah kamar Hotel Harco Jln. Raden Sholeh No. 12 Jakarta Pusat.
Kini, gosip itu tersebar luas sampai ke luar negeri. Radio Nederland misalnya, menyiarkan isu tersebut. Demikian pula beberapa media negeri tetangga. Lama-kelamaan hubungan keduanya retak, karena Aryanti tidak tahan dengan ulah Gus Dur yang tidak pernah menepati janjinya akan menikahi Aryanti. Juga disebabkan banyaknya wanita di sekeliling Gus Dur.
Menurut pengakuan Aryanti sendiri, pada saat dia akan menemui Gus Dur di kantor PBNU, jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, ia memergoki Gus Dur sedang bersama dengan seorang perempuan yang bernama Putri, istri seorang pilot. Mulai saat itulah hubungan mereka mulai renggang.
Mengenai kasus tersebut, PWNU Jawa Timur melalui Ketua Tanfidziyahnya. Drs. Ali Maschan Moesa Msi. pada tanggal 22 Agustus 2000 menginstruksikan ke seluruh cabang NU se-Jatim, untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. "Sehubungan dengan kemungkinan adanya berita yang menayangkan gambar Gus Dur dengan seorang perempuan yang bukan mahramnya, maka kami telah menginstruksikan keseluruh cabang NU dan jajarannya, khususnya generasi muda, untuk menyikapi lebih dengan sikap yang jernih dan proporsional, dan tidak menanggapi dengan sikap-sikap yang destruktif dan kontra produktif lainnya", katanya.
9. Ruwatan Gur-Dur.
Pembelaan kepada Gus Dur Dalam kasus beredarnya kaset VCD kegiatan ruwatan Gus Dur di Parangtritis Yogyakarta, pada tanggal 28-29 Juni 1999, juga datang lagi dari KH. Ali Maschan Moesa Ketua Tanfidhiyyah Jawa Timur. Dia menanggapi-nya dengan prasangkanya bahwa Gus Dur tak benar-benar ikut dalam acara ruwatan itu. "Yang saya lihat di VCD-nya, Gus Dur hanya diam saja, Gus Dur tidak ikut-ikut. Dia hanya kaosan (pakai kaos) saja. Jadi, ya itu bukan ritual, Gus Dur hanya biasa-biasa saja", kata Ali Maschan.
Ali Maschan menambahkan, acara itu bukan ritual, dengan argumen bahwa presiden hanya mengenakan kaos, "Yang begini-begini (memperagakan orang sedang menyembah) kan Romo Tunggal, yang dulu berniat meruwat presiden di Solo. Gus Dur hanya pakai kaos. Dalam konteks Islam, yang tidak boleh kan peribadatannya," jelasnya.
Tapi, apakah ruwatan itu diadakan untuk mendukung Gus Dur? Menurut keyakinan orang Jawa, Nyai Roro Kidul atau Ratu Kidul mendukung Gus Dur menjadi pemimpin. Kata Ali, "Gus Dur diminta untuk melakukan ruwatan itu, nampaknya oke-oke saja."
10. Buloggate.
Kasus yang menggelapkan uang negara sebesar 35 miliyar pada masa Kabulog dijabat oleh Jusuf Kalla itu melibatkan seorang Tionghoa muslim, Suwondo, tukang pijat sekaligus penasehat spiritual Gus Dur.
11. Bruneigate.
Uang bantuan dari Sultan Hassanal Bolkiah sebesar USD 2 Juta, diakui Gus Dur masuk ke kantong bendahara pribadinya, H. Masnuh, seorang pengusaha kayu dari Surabaya yang kini tinggal di Jalan Irian, Jakarta Pusat. Gus Dur juga menjelaskan, cairnya dana tersebut yang semula untuk bantuan kemanusiaan masyarakat Aceh atas bantuan Aryo Wowor, orang terdekat Sultan Hassanal Bolkiah.
12. Memihak Paus.
Umat Islam di seluruh dunia mengecam keras pidato Paus Benedictus XVI yang disampaikan saat lawatan ke sebuah kampus di Jerman. Paus mengutip pernyataan seorang kaisar Kristen Ortodoks abad XIV, Manuel II Palaelogus, yang menyebutkan bahwa Islam menyebarkan agama dengan pedang. Umat Islam merasa tersakiti dengan pernyataaan itu dan memprotes dengan berunjuk rasa di hampir seluruh belahan dunia.
Gelombang protes juga diajukan beberapa pemimpin dan pemuka agama Islam di negara-negara mayoritas berpenduduk muslim. Pemimpin negara Pakistan, misalnya, langsung berniat mencabut Dubesnya di Vatikan. Begitu pula, penyesalan diungkapkan presiden RI Susilo Bambang Yudoyono di Havana. Bahkan pemuka agama Kristenpun menyatakan penyesalannya. Yahudipun tidak tinggal diam, mereka malah protes membalikkan kenyataan bahwa semua kekerasan dilakukan oleh Kristen, Holocaust dan penjajahan pasca PD I. Hampir semua kalangan menyesalkan.
Paus pun, akhirnya menyatakan penyesalan dengan mengatakan bahwa itu bukan pendapat dirinya melainkan mengutip ucapan seorang kaisar Kristen Ortodoks abad ke-14 yang mengkritik beberapa ajaran Nabi Muhammad.
Namun Gus Dur berpendapat lain. Menurut Gus Dur, pidato Paus Benedictus XVI itu tidak ada yang menyudutkan Islam. Pidato paus dianggap-nya normal-normal saja. “Ah nggak (menyudutkan umat Islam). Paling yang bilang gitu FPI atau FBR. Saya membacanya normal-normal saja,” cetus Gus Dur, panggilan akrab presiden ke-5 RI itu usai membuka diskusi panel di Hotel Atlet Centuri Park, Senayan, Jakarta, Senin, 18 September 2006.
Karena itu, Gus Dur mempertanyakan kenapa Paus harus dianggap bersalah, sehingga harus minta maaf. Permintaan maaf yang disampaikan Paus, imbuh dia, lebih karena pernyataannya telah menimbulkan keributan. “Paus itu minta maaf karena menimbulkan ribut, bukan substansinya kan,” tandas Gus Dur. Lagi-lagi pendapat Gus Dur mengundang polemik. Dan lagi-lagi pendapat Gus Dur tidak sejalan dengan para kyai. Hal ini semakin menumpuk keprihatinan mendalam di kalangan para kyai.[ ]
Gus Dur juga terlibat dalam jaringan Kristen Indonesia sebagaimana yang telah disampaikan oleh KH. Abdul Hamid Baidlowi pada tanggal 25 Jumadil Akhir 1416 H/ 18 November 1995 M sebagai berikut:
1. Keterangan dan pengakuan Gus Dur sendiri kepada saya bahwa dia (Gus Dur) telah memanfaat-kan dana bantuan keuangan dari Kardinal Yuwono Semarang (kardinal adalah kepala Pastur). Di kantor PBNU Jakarta sebelum Muktamar NU di Cipasung, pada saat itu Gus Dur didampingi sdr. Ghoffar Rahman (mantan Sekjen PBNU). Dan pada waktu itu pula Gus Dur menunjukkan foto dia bersama Kardinal Yuwono kepada saya.
2. Pengakuan Gus Dur bahwa dia telah menerima dana bantuan keuangan sejumlah Rp. 600.000.000,- (Enam Ratus Juta Rupiah) dari PT. Gramedia (badan usaha milik Kristen). Latar belakang Gus Dur menerima uang dari Gramedia sbb:
Pada saat monitor (penerbitan milik Gramedia) dibredel oleh pemerintah, Gus Dur membelanya. Kemudian Gus Dur menerima dana keuangan sebanyak tersebut dari Gramedia. Jawaban Gus Dur pada waktu rapat NU Cabang Jombang tanggal 13 Nopember 1995 bahwa uang tersebut di atas sudah dilaporkan Muktamar NU di Yogyakarta adalah tidak benar, karena pada Muktamar NU di Yogyakarta tidak ada laporan Gus Dur atau PBNU. Dan yang sangat musykil adalah kasus monitor terjadi pada tahun 1991. Sedangkan kegiatan Muktamar NU di Yogyakarta terjadi pada tahun 1989. Jadi, jelas jawaban Gus Dur sama sekali tidak benar.
3. Keterangan dokter Chudzaifah: Gus Dur selama dirawat di rumah sakit, biaya pengobatan seluruhnya dibayar oleh Kompas (surat kabar milik Kristen). Informasi tersebut diberikan kepada saya disaksikan oleh H. Saiful Masykur di PHI Kwitang Jakarta.
4. Gus Dur dengan Moerdani (tokoh Kristen) hubungannya sangat erat dan intim sekali. Gus Dur penah memuji-muji Moerdani sebagai presiden RI. Dengan setrategi seperti itu Gus Dur dan orang Kristen berharap Moerdani menjadi wakil presiden. Jika terjadi komposisi seperti itu, maka Gus Dur menjadi pahlawan bagi orang-orang Kristen. Imbalan Gus Dur memang amat mahal sekali, karena Gus Dur terlanjur dibeli.
5. Anjuran dan imbauan Gus Dur kepada NU untuk memilih PDI atau Golput, sehabis selesai Muktamar PPP di Jakarta. Mengapa Gus Dur sejauh itu merusak Khitthah 1926 dan melanggar undang-undang Pemilu? Karena partai Kristen berfusi dalam partai PDI, maka Gus Dur harus ikut andil untuk PDI.
6. Gus Dur safari bersama Megawati ketua umum PDI. Gus Dur bisa beralasan, bersilat lidah, tetapi firasat dan ketajaman siasah seorang mukmin tidak bisa ditipu. Sungguh memalukan tindakan Gus Dur tersebut.
7. Gus Dur mengatakan bahwa "jika keadaan mendesak saya siap kampanye PDI". Hal itu dikemukakan di depan saya, Helmi (wartawan Editor/ Tiras), M. Ishaq (pengamat) pada acara walimatul Arusy putri H. Shobih Ubaid di Jakarta.
8. Bank Nusuma sampai saat ini belum memakai sistem Islam, padahal Muktamar NU di Yogyakarta mengusulkan berdirinya Bank Islam dan Undang-undangpun sekarang telah memperbo-lehkan berdirinya bank Islam. Hal ini disebabkan Bank Nusuma bekerja sama dengan Jawa Pos yang pimpinan tertingginya dijabat seorang Kristen bernama Eric Samola.
9. Gus Dur bercumbu rayu dengan negara-negara Kristen dan semakin menjauh hubungan dengan negara-negara Islam. Apalagi dengan negara Brunei yang beraqidah sama dengan NU. Adapun pernyataan Gus Dur bahwa dia diusir dari Mesir karena dia anti Barat, menurut saya adalah alasan yang dibuat-buat untuk menutupi mesranya hubungan Gus Dur dengan Barat dewasa ini.
Begitu juga, jika informasi dari Nurman Numeiri benar, tentu sangat mengerikan tokoh seperti Gus Dur masih bercokol di tengah umat Islam. Informasi Nurman sulit dikatakan benar namun sulit juga dikatakan tidak benar sama sekali. Sepak terjang Gus Dur selama ini memang sering sekali diragukan kredibilitasnya untuk kebaikan umat dan bangsa kalau tidak bisa dikatakan untuk memenuhi ambisi pribadi atau kelompok.
Bukan isi selebarannya yang penting, tapi bahwa kita harus membuka sejelas-jelasnya sosok seorang tokoh panutan sangat dianjurkan, sehingga penilain akhir tentu kita serahkan kepada umat.
Meniru ucapan Gus Dur baru-baru ini tentang Soeharto, ada tempat bagi Gus Dur untuk berbuat bathil, ada tempat juga Gus Dur berbuat kebajikan.
Kebajikan yang dilakukan Gus Dur tentu tidak sedikit. Bagaimana teganya dihabiskan untuk warga NU tentu ini adalah sumbangan berharga bagi NU. Bagaimana dia membuat NU inklusif dan toleran terhadap warga non-Muslim tentu pantas ditauladani.
Tapi bukan namanya Gus Dur kalau tidak mudah sekali terjebak ke dalam sikapnya yang kontroversial, ironis dan akhirnya cenderumg menjadi bathil.
Bila kita pada satu sisi melihat Gus Dur adalah pendukung demokrasi dan menganjurkan jabatan presiden hanya dua kali, sebaliknya di NU Gus Dur tidak menampakkan keinginan untuk digantikan meskipun sudah belasan tahun sudah menjadi Ketua.
Kita juga mendengar Gus Dur sangat menye-rukan persatuan melalui wadah rekonsiliasi nasional, tapi di sisi lain dia getol menghantam dan menuduh orang lain yang sangat berpengaruh, seperti Adi Sasono, Amien Rais.
Dia mengecam penindasan beberapa kelompok Islam terhadap kaum minoritas, tapi dia tidak peduli terhadap perasaan umat Islam yang tertindas oleh kebiadapan Benny Moerdani yang sangat dia idolakan dan dukung.
Sebagai orang yang dianggap ulama, Gus Dur gampang main tuduh dan fitnah, tapi kadang kala sulit melakukan pembuktian, misalnya dalam beberapa yang bersentuhan dengan lawan politiknya seperti ICMI.
Api dendam Gus Dur nampaknya tidak mudah padam, sementara dari sisi akhlak Islam dendam itu sangat dilarang. Kita melihat bagaimana sulitnya Gus Dur untuk tidak berusaha menghantam Amin Rais, padahal Amin Rais cukup solider mendukung persatuan dimana dia rela untuk berkunjung ke Ciganjur. Gus Dur menuduh Amin Rais plin-plan dan tidak konsisten, sementara Amin Rais sendiri semenjak tahun 1993 sudah menjadi musuh Soeharto dan sekarang salah seorang tokoh tokoh Reformasi. Sedang Gus Dur sendiri sangat sering bermain-main, misalnya loncat ke Megawati, ke Tutut, ke Megawati lagi, dsb.
Dalam gagasan dialog Nasional Gus Dur sangat kelihatan sekali bermanuver untuk kepentingan pribadi, apalagi setelah gagasan tersebut ditolak sebagian besar masyarakat. Di situ nampak sekali Gus Dur tidak bersikap legowo dan arif sebagaimana seorang tokoh panutan melihat kenyataan di masyarakat. Kelihatan sekali Gus Dur kesal, kemudian melepaskan tanggungjawab sebagai bagian dari bangsa jika terjadi kerusuhan dan yang patut disesalkan adalah meramal akan ada kerusuhan. Justru ucapan seorang tokoh seperti Gus Dur yang akan memicu terjadinya kerusuhan.
Saya hanya melihat Gus Dur sebagai seorang manusia biasa yang bisa berbuat baik dan buruk. Jika sekiranya Gus Dur seringkali bersikap melawan arus tanpa dasar yang jelas dan logis, maka seharusnya Gus Dur menyerahkan suatu permasalahan kepada orang yang memang benar-benar ahli dan berwenang. Meskipun NU didirikan oleh kakek Gus Dur, tapi Islam tidak menganut asas monarki dalam suatu organisasi.
Perlu diperhatikan bahwa Gus Dur mempu-nyai hubungan khusus dengan kalangan ZIPS (Zionis Internasional Plangis dan Sekuler) dengan bukti data sebagai berikut:
1. Waktu kecil pernah tinggal di Pondok Pesantren lalu sekolah Sekolah Rakyat (SR) di Jakarta pada tahun 1953, kemudian masuk ke Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP) di Jogja.
2. Kegemaran Gus Dur sejak kecil adalah membaca komik, novel dan buku-buku silat, begitu juga hobinya menonton bioskop dan tidak tertarik mempelajari agama Islam, menurut pengakuan sendiri ketika diwawancarai di TPI dalam acara Jaya Suprana Show.
3. Studi di Mesir dan Irak tidak lulus alias gagal.
4. Salah satu anggota partai Sosialis Baaths Irak secara resmi dan mempelajari buku-buku tentang paham Sosialisme, Marxisme dan Sekularisme.
5. Anggota resmi LSM Sekuler Indonesia yakni CSIS (Republika 6 Mei 1999) yang dibina oleh LB. Moerdani, ahli Spionase didikan CIA Amerika. CSIS adalah lembaga yang dilahirkan dengan peranan besar dari seorang Pastor kelahiran Belanda Peter Beek SJ, yang punya kontak khusus dengan CIA Amerika dan orang ini dicurigai sebagai agen BLACK POPE di Indonesia. Black Pope adalah seorang kardinal yang mengepalai operasi politik Katholik di seluruh dunia, menurut penjelasan Goerge Junus Aditjondro (GJA) yang dikutip oleh Tabloit Abadi nomor 26 tahun I, 6-12 Mei 1999, halaman 7.
6. Dekat dengan tokoh-tokoh anti-Islam seperti LB. Moerdani kalangan etnis Cina, Yahudi, Romo Sandyawan, Sae Nabahan, Sofian Wanandi, Vatikan, CIA, Yerussalem dll (Tekad 21 Desember 1998), termasuk tokoh CSIS JB. Kristiadi.
7. Menerima bantuan dari kalangan anti-Islam maupun hasil dari judi seperti bantuan Rp. 50 juta untuk pondok pesantren Gresik yang berasal dari SDSB oleh Sudomo.
8. Berperan besar menerapkan gerakan kembali ke Khitthah 1926 di dalam yayasan NU sebagai Ketua PBNU, keputusan itu menghalangi kekuatan politik Islam di partai Politik PPP.
9. Menganjurkan supaya ucapan "Assalamu-'alaikum" diganti dengan selamat pagi, sore, malam (persis Musthafa Kemal At Tatruk di Turki).
10. Menyatakan bahwa Islam tidak menyuruh membentuk negara Islam karena tidak pernah ditemukan di dalam Al-Quran secara harfiah.
11. Senang dan bangga jadi Ketua Badan Sensor Film (BSF) dan Ketua Dewan Juri Festifal Film Indonesia (FFI).
12. Jadi anggota Dialog Antar Iman (DIAN) di Universitas Kristen di Salatiga (Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga Jateng). Berkat usul Uskup Yahudi Gus Dur diangkat menjadi presiden International Converence on Religion and Peace yang berpusat di Roma Italia.
13. Pernah mengusulkan pada pemerintah untuk melarang kegiatan dakwah Islam di Indonesia.
14. Selalu bertegas keras bahwa NU tidak boleh dibawa-bawa ke ranah politik (sementara Gus Dur yang mengklaim dirinya sendiri sebagai ulama NU, apa yang dilakukan selama ini adalah berpolitik).
15. Anggota resmi yayasan Yahudi (Yayasan Simon Perez) di Yerussalem Israel.
16. Bangga menjadi satu-satunya orang yang bukan Yahudi yang menjadi keluarga Yahudi sampai bersujud atas pengakuan tersebut .
17. Menuduh Islam sebagai biang kerok kerusuhan yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia.
18. Membela Theo Sjafei seorang Kristen radikal ketika menghina umat Islam dan melarang pihak aparat untuk mempersoalkan kasus itu, dan bahkan Gus Dur mengatakan justru Theo Sjafei membela Islam.
19. Mengagung-agungkan tokoh Bathiniah bernama Eyang Gusti Alit, tergambar dalam ziarah khususnya ke makam tokoh Bathiniah yang satu ini (Tekad, 21 Desember 1998).
20. Membuka hubungan khusus dengan paranormal bernama Sewondo di Kelapa Gading, Jakarta.
21. Mendirikan parpol yang tidak berasaskan Islam (PKB) dan menurutnya akan berkoalisi dengan PDI-P yang pada saat itu dikuasai elit Kristen.
22. Partai yang didirikannya (PKB) diketuai oleh anak buahnya (Matori) yang lulusan Universitas Kristen di Salatiga.

23. Visi yang dibawa oleh partainya (PKB) sama dengan visi CSIS yaitu tidak setuju menonjolkan partai Islam.
24. Mementingkan kepentingan minoritas (non-Muslim) daripada kaum mayoritas (Muslim) dan menginginkan negara sekuler. (Abadi no.26, 12 Mei 1999).
25. Pernah mengatakan "Islam kanan adalah musuh besar saya".
26. Mendirikan partai Politik (PKB) yang tidak berasaskan Islam dengan menyatakan bahwa asas tersebut tidak diperlukan, karena hanya akan mengotak-ngotak umat saja dan pembatasan dalam perjuangan Islam. (Media Indonesia, Rabu 17 Maret 1999).
Kemudian kami kutipkan bahaya pemikiran Gus Dur yang seharusnya bagi seorang muslim perlu direnungkan dan dihayati kemudian dijauhi serta ditanggapi dengan kaca mata hukum Islam yang diterangkan oleh Allah SWT melalui Rasul-Nya dengan terang benderang tidak ada yang samar sama sekali, yaitu:
Dengan sebab-sebab di atas, kita "memahami" terus-menerus Gus Dur, meskipun sekarang telah menghadap kepada Allah SWT untuk mempertang-gung jawabkan atas segala apa yang telah diperbuat selama hidup di dunia. Meskipun dia sudah tinggal nama tapi peninggalan ide-ide ngawurnya, sepak terjangnya yang kontroversial dan yang oleh banyak orang kafirin, munafiqin diklaim sebagai sebuah panutan, yang tak lain adalah rangkaian pola pikir yang sangat berbahaya bagi moral dan aqidah umat Islam, yang pengaruhnya melebihi sihir-sihir, "dukun tenung rewangan syetan" yang mengirimkan "racun-racun aqidah dan moral". Sampai-sampai dengan suatu makar dan tipu daya syaithan lewat orang-orang yang dikadernya, serta digembar-gemborkan lewat corong media massa ingin dinobatkan menjadi pahlawan negara, guru bangsa, bapak Pluralisme, namanya ingin dijadikan sebuah nama sebuah jalan, bahkan akan diresmikan menjadi seorang Wali. Dari situ perlulah kami beberkan bahaya-bahaya pemikiran Gus Dur.
1. Gus Dur mengatakan, ".....memperjuangkan Islam melalui negara kebanyakan hanyalah mem-perjuangkan kepentingan politik atau ideologi".
2. Kepentingan akhirnya merujuk kepentingan politik sendiri, bahkan tindak kekerasanpun mereka lakukan semuanya atas nama Islam".
3. Lanjut Gus Dur, kitab suci Al-Quran telah menyatakan bahwa kita memang dibuat berbeda-beda, Allah memerintahkan manusia untuk beragam agama, bahkan dalam hal perbedaan agama, kita diperintahkan berbeda keyakinan (Lanaa A'malunaa Walakum A'malukum).
4. Berpikir tanpa asas Islam, dalam sebuah perjuangan bukanlah sesuatu yang ditentang oleh Islam.
5. Fatwa politik Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Bandung menjelang Pemilu Juni 1999 tertanggal 13 Februari 1999 dilakukan oleh sekitar 56 Kiai Sunda dengan KH. Imang Mansur Burhan, Ketua Majlis Syuro DPW PKB Bandung Jawa Barat, fatwanya berbunyi: "Seluruh penganut Ahlussunnah wal Jama'ah di Indonesia wajib memilih PKB".
6. Pada saat debat Capres di TPI, Gus Dur mengatakan bahwa PKB adalah "telornya" NU, sementara warga NU lainnya yang tidak memihak PKB adalah taiknya (kotorannya) NU.
7. Tanggal 18 Juni 1999, Gus Dur membuat pernyataan ngawur dan kontrovesial kembali, dengan mengusulkan di masa yang akan datang mesti adanya pemisahan antar kepala negara dan kepala pemerintahan.
Marilah kita mengingat kembali, bahwa tiga tahun sebelum kejatuhannya, Gus Dur pernah menjadi musuh Soeharto, setelah kata-katanya yang mengecam Soeharto dikutip oleh Adam Schwarz dalam bukunya "A Nation in Waiting". Ia sebelum-nya juga menjadi orang nomor satu dalam "Forum demokrasi" yang merupakan salah satu pelopor suara anti-Soehato setelah "Petisi 50".[ ]
Di dalam negeri, Gus Dur adalah seorang tokoh kontroversial. Tapi di mata Internasional Gus Dur laksana Dewa yang dipuja-puja. Segudang penghargaan diberikan kepadanya karena pembela-annya terhadap kesesatan atas nama Hak Asasi Manusia (HAM) dan Demokrasi. Masih segar dalam ingatan kita, ketika Gus Dur bertolak ke Amerika tanggal 3 Mei 2008 untuk memenuhi undangan Organisasi Zionis Yahudi Internasional untuk menerima penghargaan The Jewish Medal of Valor, sebuah medali penghargaan bagi orang-orang yang terbukti berani menjadi tameng bagi kepentingan Zionis-Yahudi. Simon Wiesenthal Center (SWC) adalah sebuah LSM ternama di Amerika yang bergerak dalam bidang penegakan HAM yang melindungi kepentingan kaum Zionis Yahudi Internasional.
Di tahun yang sama (2008), salah satu tokoh pendiri Shimon Perez Institute ini, mendapat penghargaan dari Temple University, Philadelphia, AS. Nama Abdurrahman Wahid didedikasikan perguruan tinggi itu untuk penghargaan terhadap studi dan pengkajian kerukunan antar umat beragama (Abdurrahman Wahid Chair of Islamic Study). Temple University menilai Gus Dur sebagai salah satu tokoh di dunia Islam yang berjuang untuk dialog antar umat beragama. Selain diberi penghargaan, Gus Dur juga menjadi narasumber di sejumlah forum.
Sebelumnya (1994), Gus Dur menerima Ramon Magsaysay Award, Philipina. Gus Dur juga banyak memperoleh gelar Doktor Kehormatan (Doktor Honoris Causa) dari berbagai lembaga pendidikan, di antaranya: Doktor Honoris Causa Universitas Jawaharlal Nehru India (2000), Twente University-Belanda (2000), bidang perdamaian dari Soka University, Jepang (2002), bidang hukum dari Konkuk University Seoul-Korea Selatan (2003), bidang kemanusiaan dari Netanya University Israel (2003) dan sejumlah negara lain.
Di dalam negeri sendiri, Gus Dur mendapat-kan Suardi Tasrif Award dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) sebagai Pejuang kebebasan ber-ekspresi, persamaan hak, semangat keberagaman dan demokrasi di Indonesia (2006). Kemudian, Gus Dur juga ditasbihkan sebagai “Bapak Konghucu” oleh beberapa tokoh Tionghoa di Jawa Timur. [ ]
Pasca meninggalnya Gus Dur, bukan berarti mereka berhenti sampai di sini, propaganda aneka perusakan terhadap Islam lewat orang-orang didikan Gus Dur yang keblinger dengan sokongan dana dari Zionis Internasional itu akan terus mereka lancarkan. Dengan sokongan dana yang begitu besar, mereka mampu mengendalikan media massa, terutama media-media elektronik (Televisi), sehingga yang keluar dari media itu isinya hanya pujian, kekaguman, fantasi, obsesi yang meng-agungkan tokoh seperti Gus Dur.
Gus Dur kini tinggal nama, tokoh kontrover-sial yang mempunyai sejuta julukan dan penghargaan dari kaum kafir-zionis, mulai dari bapak Pluralisme sampai Anggota Dewan Kehormatan Lascar Kristus telah meninggal dunia pada hari Rabu tanggal 30 Desember jam 18.45 WIB di rumah sakit Cipto Mangunkusuma Jakarta dengan segudang penyakit yang dideritanya. Namun, ajaran dan tingkah lakunya yang menebarkan kekufuran dan pemurtadan telah mengakar kuat dihati para pendukungnya.
Gus Dur hanya manusia biasa yang tidak luput dari khilaf. Maka mereka yang selama ini menilai Gus Dur sebagai superman, sosok yang bermaqom wali, yang segala ucapan dan prilakunya selalu benar mau mengevaluasi penilaiannya. Sehingga bisa memposisikan Gus Dur sebagai manusia biasa.
Sebenarnya kami tidak ingin mengungkit-ungkit kejelekan dan dosa orang yang sudah meninggal dunia. Tapi kami merasa prihatin dengan fenomena yang terlalu membesar-besarkan Gus Dur, sehingga Presiden pun menyebutnya sebagai bapak Pluralisme dan Multikulturalisme. Belum lagi usulan sebagian kelompok untuk menjadikannya sebagai pahlawan nasional, juga usulan agar nama Gus Dur diabadikan sebagai nama jalan, nama Universitas dan lain sebagainya. Kami hanya ingin memberi informasi dalam rangka membentengi aqidah umat Islam khususnya generasi santri, Gus-gus pesantren penerus perjuangan Islam. Kami takut dan khawatir mereka akan meniru apa yang pernah dilakukan Gus Dur, tanpa tahu kalau itu salah, bahkan dengan sendirinya orang akan menjadi murtad.
Doa bersama antar umat beragama contoh-nya, sebuah kegiatan keagamaan yang marak dilakukan oleh kalangan umat Islam. Mereka beramai-ramai melakukannya hanya dengan dalil bahwa kyai, pimpinan jam'iyah mereka pernah melakukannya. Kalau sudah demikian berarti kemungkaran bahkan pemurtadan akan semakin merajalela. Inilah bentuk daripada paham Pluralis-me yang kufur itu yang disebarkan oleh Gus Dur dan antek-anteknya.
Pembelaan Gus Dur datang dari Hasyim Muzadi, cak Hasyim memaknai Pluralisme dalam dua arti, Sosiologis dan Pluralisme dalam perspektif teologis yang berati menyatakan bahwa semua agama sama. Karenanya yang dimaksud Pluralisme dalam NU adalah Pluralisme dalam perspektif sosiologis.
Juga pembelaan datang dari anak kesayangan Gus Dur, Said Aqil, kyai NU asal Cirebon itu mengatakan bahwa Pluralisme yang diperjuangkan Gus Dur dalam arti Pluralitas, jadi bukan pengertian bahwa kebenaran semua agama sama. Selanjutnya Said mengatakan bahwa yang dimaksud Presiden adalah kemajemukan dan kebhinekaan.
Apakah cak Hasyim dan kang Said sudah buta mata hatinya, hanya karena mereka diberi fasilitas kedudukan di NU oleh Gus Dur..? Kalau memang yang dimaksud Gus Dur Pluralitas agama, kenapa Gus Dur tidak pernah memberi ketegasan tentang itu..? Tapi malah justru Gus Dur dan antek-anteknya mengecam fatwa MUI yang mengkufur-kan paham Pluralisme. Apakah keduanya tidak melihat apa yang pernah diomongkan dan dilakukan Gus Dur..? Yang katanya Kristen, Yahudi-Nashrani tidak kafir, semua menuju kebaikan, bisa masuk surga bersama kita, melakukan doa bersama antar umat beragama, dibaptis dll…? Itukah makna Pluralitas ala Gus Dur seperti apa yang dikatakan cak Hasyim dan kang Said..?
Islam mengakui adanya Pluralitas agama, yang mengakui eksistensi semua agama, etnis, suku bangsa, dalam kontek Bhineka Tunggal Ika. Karena Islam mengajarkan "Lakum Dinukum wa Liyadin" tapi jika yang dimaksud adalah Pluralisme agama, yang mengakui kebenaran semua agama, Islam dengan tegas menolak paham itu.
Dampak Pluralisme adalah pendangkalan aqidah. Usulan sebagian kelompok untuk menjadikan "Wisata Religi" terhadap makam Gus Dur adalah bentuk daripada Pluralisme agama dan penghinaan terhadap keluarga besar Pondok Pesantren Tebuireng Jombang. Proyek yang dikabarkan akan menelan biaya 150 Miliyar itu nantinya bisa menjadi kerangka besar pembangu-nan sektor pariwisata di Jawa Timur. Kalau sampai ini terjadi, maka pondok pesantren Tebuireng hanya akan tinggal nama, keagungan dan keistimewaan pondok peninggalan Hadrotus-syaikh Hasyim Asy'ari yang meninggalkan segudang sejarah ikut mewujudkan kemerdekaan Negara Republik Indonesia, yang penuh dengan barokah perlahan-lahan akan sirna. Semua orang mulai dari kalangan umat Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, pejabat, masyarakat, laki-laki, perempuan akan bebas keluar masuk kawasan pesantren. Misi mereka menghancurkan Islam lewat pesantren sebagai benteng kokoh dalam menjaga aqidah umat Islam sudah mulai mereka jalankan. Dengan dalih kerjasama, penghormatan Gus Dur, bahkan dengan dalih mengenang jasa KH. Hasyim Asy'ari dan para Masyayikh pondok pesantren Tebuireng, mereka dengan perlahan-lahan akan menguasai pesantren, sehingga lama-kelamaan mereka akan tahu kelemahan pesantren sehingga mereka mengetahui dari sisi mana akan menghancurkannya.
Itulah dampak mengerikan atas apa yang pernah dilakukan Gus Dur. Dengan bantuan Jin-Jinnya yang setia mengikutinya hingga meninggal, Gus Dur mampu membuat para Ulama, Kyai, Ibu Nyai, Gus-Gus Pesantren, Asatidz, Santri tidak lagi mampu untuk berbuat kritis. Mereka seakan kehilangan ilmu yang pernah mereka dapatkan dari ulama-ulama salaf.
Kehadiran majalah Arab-pegon Atturots pada edisi kedua, Rabi'ul awal 1431/ Pebruari 2010, yang pada kolom Isu Aktual ada tulisan dengan judul "Bingkai Kepahlawanan Gus Dur", juga bentuk dari sifat fanatik (ta'ashub) yang berlebihan, sehingga menilai Gus Dur bagaikan sang pahlawan, superman pembawa kemajuan Islam dan bangsa Indonesia.
Begitu juga dalam kolom Mausu'ah, makna Liberal diarahkan ke makna yang mengarah ke makna bahasa (etimologi). Tanpa menghadirkan makna terminologinya. Seakan-akan memang ada kesengajaan untuk mengkaburkan makna yang sesungguhnya tentang Liberalisme. Mengapa mereka tidak mengatakan bahwa liberalisme adalah memahami nash-nash agama (Al-Quran dan Assunnah) dengan menggunakan akal pikiran yang bebas, dan hanya menerima doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran semata. Yang oleh MUI telah difatwakan haram.
Sekarang Gus Dur telah menyelesaikan misi dan cita-citanya yaitu menjadi promotor neraka selama-lamanya seperti sesembahannya, Syetan, Iblis, Bethorokolo, Nyi Roro Kidul. Kemudian yang akan menyusul meneruskan misi dan cita-cita Gus Dur yang akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah ialah orang-orang yang menganut jejak langkahnya yang jelas di hadapannya nanti ada malaikat Zabaniyah (malaikat penyiksa orang-orang durhaka di alam kubur) dan malaikat Malik di Neraka nanti yang telah menunggu dengan mempersiapkan seabrek siksaan yang tiada habis lagi tiada bisa dibayangkan oleh siapapun. Semoga Allah melindungi kita dari makar-makar syaithan dan manusia-manusia yang meneruskan misi-misinya.
Gus Dur tak henti-hentinya menyebarkan fitnah. Sampai meninggal pun bencana pemurtadan yang ditimbulkan dari ajarannya yang bekerjasama dengan Syaithan, Nyi Roro Kidul, Bethorokolo dan lainnya terus berlangsung.
Pasca meninggalnya Gus Dur, para pejabat, politisi dan pengamat sibuk dengan wacana untuk memberikan penghormatan duniawi yang terakhir kepada Gus Dur. Ada yang ingin menjadikan nama Gus Dur sebagai nama jalan, gelar bapak Pluralisme, dan juga menobatkannya sebagai Pahlawan Nasional hingga merehabilitasi namanya sebagai Buloggate dan Bruneigate yang melengserkan dirinya dari kursi kepresidenan pada bulan Juli 2001.
Menyanggupi usulan Partai Golkar, PDI, PKS, PPP, PKB dan para tokoh nasional, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono setuju dan akan mempertimbangkan masukan sejumlah pihak untuk menganugerahi Gus Dur menjadi Pahlawan Nasional. Sesuai UU No 20/2009 tentang gelar, tanda jasa dan tanda kehormatan yang baru disahkan pada Mei 2009 masukan nama calon Pahlawan Nasional harus dibahas lebih dahulu. Yakni oleh Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan yang kini belum terbentuk.
Pemberian gelar Pahlawan Nasional untuk Gus Dur terlalu berlebihan dan harus ada kepastian politik yang menegaskan Gus Dur sama sekali tidak terlibat dalam kasus dana Yanatera Bulog sebesar Rp 3,5 Milyar dan bantuan Sultan Brunei senilai Rp 14 Milyar. Pansus Buloggate yang dibentuk DPR pun sama sekali tidak berhasil membongkar skandal tersebut.
Kaum muslimin yang berjihad di Palestina, Afganistan, mereka katakan penjajah, mereka cap sebagai teroris, tetapi ketika ada seorang yang nyleneh, yang kebetulan cucu seorang pendiri NU meninggal dunia, dia dikatakan pahlawan bangsa, guru bangsa, dan banyak yang merasa kehilangan dia, walaupun dia pernah mengatakan al-Qur’an itu porno, membolehkan komunis tetap eksis di negeri ini, tokoh yang menolak RUU anti Pornografi dan Pornoaksi, menolak Islam sebagai dasar Negara, berhubungan mesra dengan Israil.
Sungguh sangat tragis dan disayangkan.
***



Said Aqil Siradj

S
aid Aqil Siradj, Seorang tokoh NU yang merangkap Jabatan sebagai Penasehat Pemuda Kristen Indonesia, mengatakan: “Tauhid Islam dan Kristen sama saja”. Kehadiran sekte Kristen yang menamakan dirinya “Kanisah Ortodoks Syiria” di bawah pimpinan Bambang Noorsena sempat menarik perhatian besar berbagai kalangan, karena berbeda dengan gaya Kristen lainnya. Kristen ortodoks Syiria tampill mirip dengan gaya umat Islam. Yakni dengan khas idiom-idiom ke-Islaman dan ke-Araban. Mereka mengucapkan salam dengan ucapan “Assalamu’alaikum”, laki-lakinya berpeci dan bergamis dan wanitanya juga berjilbab. Al-kitab yang dibaca mereka juga berbahasa Arab dan cara melantunkannya pun seperti Qiroatul Quran, yang istilah mereka disebut Tilawatul Injil. Sambutan positif serta dukungan atas munculnya Kristen ortodoks Syiria yang kebablasan itu justru datang dari seorang tokoh NU yang nyambi kerja sebagai Penasehat Angkatan Muda Kristen Republik Indonesia.
Sikap tokoh NU asal Palimanan, Cirebon, Jawa Barat yang kontroversial itu mengingatkan kepada apa yang pernah dilakukan pendahulunya, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dan Noer Kholis Madjid. Tudingan miring itu bermula dari sejumlah sikapnya yang dinilai nyleneh. Misalnya, ia menjalin pershahabatan yang begitu erat dengan tokoh-tokoh non-muslim. Seperti Romo Mangun Wijaya, Romo Mudji Sutrisno, dan Romo Sandyawan Sumardi. Bahkan dengan lancangnya dia berani mengkafirkan Imam Ghozali dalam disertasinya meraih gelar doktor di Universitas Ummul Quro’ Makkah. Sehingga dia dikafirkan oleh 14 kyai atas tindakannya tersebut. Dalam buku “Menuju Dialog Teologis Kristen-Islam” karangan Bambang Noersena, Said memberikan kata penutup yang membahayakan dan menyesatkan, “Dari ketiga macam Tauhid di atas (Tauhid al-Rububiyyah, Tauhid al-Uluhiyyah, Tauhid al-Asma' Wa ash-Shifat), maka Tauhid Kanisah Ortodoks Syiria tidak memiliki perbedaan yang berarti dengan Islam. Secara al-Rububiyyah, Kristen Ortodoks Syiria jelas mengakui bahwa Allah SWT adalah Tuhan sekalian alam yang wajib disembah. Secara al-Uluhiyyah, mereka juga mengikrarkan “La Ilaha Illallah” sebagai ungkapan ketauhidannya. “Sementara dari Tauhid Al-Asma' Wal-Shifat, secara substansial tidak jauh berbeda. Jika dalam Islam Sunni, kalam Tuhan yang Qodim itu turun kepada manusia melalui Muhammad, dalam bentuk al-Quran, maka Kristen Ortodoks Syiria berpandangan bahwa Kalam Tuhan turun menjelma (Tajassud) dengan Ruhul Qudus dan perawan Maryam menjadi manusia. Perbedaan ini tentu saja sangat wajar dalam dunia teologi, termasuk dalam teoloqi Islam. Walhasil, keyakinan Kristen ortodoks Syiria dengan Islam Sunni, walaupun berbeda dalam peribadatan (Syari’at), pada hakekatnya memiliki persamaan yang sangat substansial dalam bidang Tauhid,” ungkapnya.[ ]
Pernyataan Said Aqil tadi sungguh sangat keterlaluan dan sangat jelas menyimpang dari Aqidah Islam. Dengan menyamakan Tauhid Islam dengan Kristen. Dengan demikian, berarti teologi Said Aqil sama sesatnya dengan teologi Kristen yang diusung oleh para pendeta dan teolog kristiani. Jika dia masih merasa sebagai umat Islam, maka seharusnya dia bertobat kepada Allah SWT. dan mencabut semua omongannya, karena omongan-omongan tersebut dengan sendirinya telah menggugurkan keislamannya.
Begitu juga sangat disayangkan otak pemikiran Said Aqil yang sudah terkontaminasi oleh pemikiran Gus Dur dan menjalankan kontrak Zionis Internasional, sehingga dengan lancangnya berani mengkritik para Shahabat Nabi, lebih ironis keberadaan KH. Ilyas Ru'yat dan KH. Sahal Mahfudz sebagai Rois Syuriyah diam seribu bahasa seakan mendukung pemikiran Said yang kacau dan ngawur itu. Bahkan oleh PBNU Said dan KH. Drs. Noer Iskandar MA. yang juga punya pemikiran sama dengan Said Aqil diserahi menyusun pedoman Ahlussunnah Wa al-Jamaah, yang keduanya mempunyai haluan Mu'tazilah-Syi'ah.
Keterlibatan Said Aqil dan Gus Dur dalam Syi'ah bisa dilihat dari pernyataan dan seringnya bola-balik ke Iran. Kagum kepada Khomeini, dengan menyebutnya sebagai Waliyullah, Islam tidaklah jauh berbeda dengan Syi'ah, NU dan Syi'ah mempunyai kultur sama, Tahlilan, Dziba'an, cinta Ahlil Bait dll.
Said Aqil dalam makalahnya yang dipresentasikan dalam Seminar Nasional PMII di Jakarta, 8 Agustus 1995, dan di Kantor PBNU pada tanggal 19 Oktober 1996, yang banyak kami temukan dalam makalah tersebut banyak kejanggalan dan kesalahan yang amat fatal, tiga diantaranya adalah:
1. Sejarah mencatat, begitu tersiar berita Rasulullah wafat dan digantikan oleh Abu Bakar, hampir semua penduduk Jazirah Arab menyatakan keluar dari Islam. Seluruh suku-suku di tanah Arab membelot seketika itu juga. Hanya Madinah, Makkah dan Thoif yang tidak menyatakan pembelotannya. Inipun kalau dikaji secara seksama bukan karena agama, bukan didasari keimanan, tapi karena kabilah. Pikiran yang mendasari orang Makkah untuk memeluk agama Islam adalah logika, bahwa kemenangan Islam adalah kemenangan Muhammad, sedang Muhammad adalah orang Quraisy, penduduk asli kota Makkah. Dengan demikian kemenangan Islam adalah kemenangan suku Quraisy. Kalau begitu, tidak perlu murtad. Artinya tidak murtadnya Makkah itu bukan karena agama, tapi karena slogan yang digunakan Abu Bakar di Bani Saqifah, "al-A'immatu Min Quraisy", (halaman 3 alenia V).
2. a. Di masa-masa awal pemerintahan kira-kira enam tahun pemerintahan Khalifah Utsman keadaan wajar-wajar saja. Semuanya berjalan dengan baik, kemenangan terjadi dimana-mana, katakanlah sukses. Namun dimasa-masa akhir ketika usianya mulai lanjut, Utsman mulai pikun. (halaman 6 alenia I).
b. Begitupun ketika ditanya tentang pengangkatan Gubernur dan pembantu-pembantu Khalifah yang semuanya dari kalangan famili, ia tegas bahwa itu karena adanya ayat Al-Quran, "Wa Atidzal Qurba", utamakan dahulu kerabat. Ketika itu Utsman sudah pikun dan sudah selayaknya mundur. (Halaman 7 alenia I).
3. Sejak itu Mutawakkil mendapat gelar Nashirullah (pembela madzhab Ahlussunah Wa al-Jamaah) mulailah lahir Hadits "Sataftariqu Umaty"........dst, bahwa umat Islam akan terpecah menjadi 73 golongan hanya satu yang selamat. Ada lagi riwayat yang mengatakan "Kulluha Fil Jannah Illa Wahid" (semua masuk surga kecuali satu). Persoalannya, kalau kita terima versi "Kulluha Finnar Illa Wahid" timbul pertanyaan: Siapa yang satu itu? Diriwayatkan bahwa Nabi menjawab; "orang yang seperti aku dan Shahabatku" lalu siapa atau madzhab mana, partai mana yang mampu dan berhak menyatakan kami inilah seperti Rasulullah dan Shahabat-Shahabatnya. Dengan demikian Hadits ini sulit diterima keshahihannya. Yang jelas Hadits ini dilatarbelakangi oleh kondisi politik ketika Mutawwakil naik menjadi Khalifah. (Halaman 15 alenia III).
Dan komentar kami atas kejanggalan-kejanggalan dalam makalah Said Aqil yang telah kami paparkan adalah sebagai berikut:
1. Said Aqil dalam makalahnya jelas telah memvonis, bahwa penduduk Madinah, Makkah dan Thoif yang memeluk Islam dengan keimanannya, tidak lagi beragama Islam setelah wafatnya Rasulullah SAW. Sebab kata-kata "hanya Madinah, Makkah dan Thoif yang tidak menyatakan pembelotannya, ini pun kalau dikaji secara seksama, bukan karena agama, bukan didasari keimanan tetapi karena kabilah", mengandung arti, bahwa penduduk Madinah, Makkah dan Thoif keluar dari Islam hanya saja tidak menyatakan pembelotannya, yang semata-mata karena fanatisme kesukuan. Tuduhan yang sangat keji ini juga tertuju kepada Nabi Muhammad SAW.
Penilaian Said Aqil ini jelas bertentangan dengan fakta sejarah yang terekam dalam tarikh-tarikh Islam yang mu’tabar. Dan terhadap pribadi Said Aqil berlaku sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dalam Kitabul Adab dan diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Kitabul Iman.
2. Kata "Pikun" yang dialamatkan kepada Utsman bin Affan oleh Said Aqil, merupakan penghinaan dan caci maki terhadap pribadi Shahabat Utsman, Khalifah Nabi yang ketiga serta pernah menjadi menantu Rasulullah (dua kali). Perbuatan dan ucapan yang demikian ini jelas termasuk dosa besar (kabair) berdasarkan Hadits Nabi riwayat Muslim dalam bab: "Diharamkan Mencaci-Maki Shahabat".
3. Bagaimana bisa, dan memakai apa, orang semacam Said Aqil menyatakan Hadits "Sataftariqu Umaty" sulit diterima keshahihannya, bahkan sampai mengatakan Hadits tersebut dilatar belakangi politik ketika Mutawakkil menjadi Khalifah? Padahal Hadits di atas oleh Imam Turmudzi dikatagorikan Hadits yang Hasan dan shahih? Dengan demikian Said Aqil berarti memandulkan Hadits yang dinyatakan shahih Imam Turmudzi dan lainnya.
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: (تَفَرَّقَتِ اليَهُوْدُ عَلَى إِحْدَى وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً أَو اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً وَالنَّصَارَى مِثْل ذَلِكَ وَتَفَرَّقَ أُمَّتِي عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً), رواه الترمذي.
وعن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم (لَيَأْتِيَنَّ عَلَى أُمَّتِي مَا أَتَى عَلَى بَنِي إسْرَائِيْلَ حذو النَّعْل باِلنَّعْل حَتَّى أَنْ كَانَ مِنْهُمْ مِنْ أُمَّتِي أُمَّة عَلاَنِية لَكَانَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ يَصْنَع ذَلِكَ وَإِنَّ بَنِي إسْرَائِيْلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى اثْنَتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً وَتَفَرَّقَ أُمَّتِي عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِى النَّارِ إلاَّ مِلَّة وَاحِدَة ), قال : من هي يا رسول الله ؟ قال : (مَا أَناَ عَلَيْهِ وَأَصْحَابِيْ), رواه الترمذي.
Dalam menilai Shahabat Utsman Said sungguh keterlaluan dengan mengatakan sayyidina Utsman pikun, melakukan Nepotisme, menghambur-hamburkan uang, seakan Said merasa lebih mulia daripada Shahabat. Perbuatan dan ucapan Said termasuk dosa besar bahkan bisa kufur.
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسو ل الله صلى الله عليه وسلم : (لاَ تَسُبُّوْا أَصْحَابِيْ لاَ تَسُبُّوْا أَصْحَابِيْ فَوَ الَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَوْ أَنَّكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا أَدْرَكَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلاَ نَصِيْفَهُ). رواه مسلم.

Kesalahan Cara Berpikir Said Aqil
Kesalahan Said Aqil ini bukan kesalahan parsial atas produk pemikiran saja, yakni seperti kesalahan Ulama bila ada salahnya, melainkan kesalahan Said Aqil adalah kesalahan cara berpikirnya (virus otak). Dia banyak membaca karangan orang-orang Syi'ah atau orang-orang modern yang cara berpikirnya dengan pikiran ala barat dan melecehkan Islam seperti Thoha Husain orang buta yang menjadi Pendikbud di Mesir, Qosim Amin dan lain-lain, serta orang-orang Orientalis yang memang mengibarkan perang pikiran, perang sejarah, dan lain sebagainya.
Pedoman Said Aqil adalah bila orang Islam memuji orang Islam perlu diuji kebenarannya, tetapi bila mencaci sesama orang Islam (seperti mencaci dirinya sendiri) ini diterima. Kaca mata hitam yang dia pakai, sehingga sejarah kelihatan hitam semua.
Said Aqil cerdas, tapi karena banyak membaca karangannya orang-orang yang seperti di atas, maka terjangkitlah dia oleh virus Orientalis, Liberalis dan Salibis. Sebagaimana iblis itu cerdas tapi berhubung kecerdasannya terkena virus, maka sebagaimana nasib Said Aqil yang terjangkit virus sesat lagi mensesatkan.

Pola Pikir Said Aqil dan Yahudi
Said Aqil yang didukung oleh Gus Dur, memiliki pola pikir non-Islami, cara pikir yang digariskan oleh orang Yahudi dan yang tak bertuhan yang mereka bungkus dengan kata ilmiah. Ilmiah bagi mereka adalah meninggalkan keyakinan agama dengan obyektif pikiran tanpa memikirkan kebenaran, dan kebenaran bagi mereka adalah nisbi tidak ada kebenaran yang mutlak, meskipun dari Allah dan Rasul-Nya. Segalanya boleh dikritik, ditinjau ulang, dibenahi, disesuaikan dengan sosial kultural dan sosial politik. Na'udzubillah.
Kata mereka, pendapat kami benar ada kemungkinan salah, dan pendapat orang lain salah ada kemungkinan benar. Maka bila ada yang tidak cocok, tidak setuju, bahkan sampai memurtadkan, membid'ahkan, mereka akan tenang saja karena ilmiah yang nisbi itu.
Seakan urusan ilmiah adalah urusan dunia tidak ada hubungan pahala dan dosa, apalagi dengan neraka. Lupa atau mengingkari bahwa segala yang dilakukan atau yang dikatakan di dunia akan diminta pertanggung jawaban di hari kiamat nanti. Agama bagi mereka tidak ubah dengan sosial kultural atau sosial politik yang setiap saat bisa diganti dimajukan, dimundurkan, ditinjau ulang dll. (Apakah mereka kira Tuhan dan sifat-sifat-Nya juga perlu disesuaikan dengan sosial-sosial..?). Bahkan Said Aqil dengan gegabah menyimpulkan bahwa misi Islam adalah politik.
Ringkasnya, walaupun dengan al-Qur’an dan Hadits mereka tetap "Sami'na Watafakkarna, Tsuma Tabahhasna Wa Tajaddalna, Faabaina Wa Ashoina".
Inilah cara berpikir Yahudi dan orang-orang yang tak bertuhan yang punya predikat Ilmuan Internasional. Orang-orang yang ahli agama, baik para Shahabat dan lain-lain yang ‘sami'na wa atho'na’ mereka anggap tidak ilmiah, jumud, ekstrim, taqlid buta dan lain-lain, bahkan dengan pandangan yang merendahkan, baik secara terang-terangan atau implisit.
Said Aqil yang konon kabarnya adalah seorang sejarawan ternyata banyak menulis kesalahan yang fatal dalam mengungkapkan sejarah para Shahabat Rasulullah SAW sehingga cenderung bertindak gegabah dan tak selektif, meneliti mana sejarah yang benar dan yang palsu. Akibatnya Said Aqil lebih bangga bila menemukan catatan sejarah yang justru menyudutkan posisi Shahabat. Padahal, at-Thobary sendiri dalam pengakuannya hanya sekedar menulis apa yang ia dapatkan. Soal benar dan tidaknya ia tidak bertanggung jawab. Maka, sangat konyol sekali bila referensi sejarah yang belum disaring tersebut dijadikan pegangan.
ولعل من أسباب اضطراب المؤرخين المعاصرين حول أحداث الفتنة هو أنهم اعتمدوا في استقاء أحداث الفتنة على بعض كتب التاريخ ككتب الطبري دون أن يأخذوا في الاعتبار أن الطبري وغيره من المؤرخين أوردوا في كتبهم هذه إلى جانب الروايات الصحيحة العديد من الروايات الموضوعة والمكذوبة والواهية لأنهم أوردوا كل ما سمعوه وتركوا لمن يأخذ عنهم أن يميز عن طريق السند بين المكذوب والصحيح والثقة والضعيف وقد بين الطبري في مقدمة تاريخ هذا الأمر فقال:
"وليعلم الناظر في كتابنا أن اعتمادي في كل ما أحضرت ذكره فيه مما شرطت أني راسمه فيه إنما هو على ما رويت من الأخبار التي أنا ذاكرها فيه والآثار التي أنا مسندها إلى رواتها دون ما أدرك بـحجج العقول واستنباط بفكر النفوس إلا اليسير القليل منه. فما يكن في كتابي هذا من خبر ذكرناه عن بعض الماضيين مما يستنكره قارئه أن يستشنعه سامعه من أجل أنه لم يعرف له وجها من الصحة ولا معنى في الحقيقة فليعلم أنه لم يؤت في ذلك من قبلنا وإنما أتى من بعد ناقليه إلينا وأنا إنما أدينا ذلك على نحو ما أدى إلينا". (تاريخ الطبري ج1/ص7-8) . (دراسة عن الفرق ص30-31).
Maka kami sangat menyayangkan Dr. Said Aqiel bila sembarangan menukil referensi sejarah tanpa mengecek siapa sebenarnya pengarang kitab tersebut. Seperti Thoha Husain misalnya yang dinukil pada makalahnya hal. 10 adalah seorang ahli bid’ah yang tidak boleh dijadikan pegangan.
وفرقة دعت إلى الإلحاد وهم فرقة شتى كما تقدم ذكره وأزيد هنا على ما تقدم أنه منذ قامت حكومة مصطفى كمال في تركيا عملت على تشجيع الحركات الإلحاديات فألفت هناك كتب كثيرة تهدف إلى التشكيك في حقائق الأديان كلها والدعوة إلى تركها فقد نبذ الكماليون الشريعة الإسلامية برمتها من حكومتهم ومهدوا طريقا لمحو عقائد الإسلام وآدابه وعباداته من نابتة شعيهم بمنع اللغة العربية من جميع بلادهم وترجمة القرآن بما لا يؤدي حقائق معانيه من لغتهم وكتابته كغيره بالحروف اللاتينية للإجهاز على ألفاظه وأساليبه المعجزة، ومنهم طه حسين وعلي عبد الرزاق وهو من أكابرهم.
Tapi, walaupun bagaimana hebatnya ajaran Taqiyyah Syi’ah tetap yang namanya bangkai akan tercium juga. Buktinya, Khomeini yang katanya mengkomandoi revolusi Iran untuk menggulingkan Syi'ah Iran, sebenarnya yang menjadi tujuan utamanya bukanlah perjuangan merebut kekuasaan, tapi tak lain dan tak bukan adalah menyebarkan ajaran “Syi’ah Imamiyah”–nya. Apalagi bertujuan menggulingkan penguasa yang lalim. Sama sekali bukan itu tujuan Khumaini. Lihatlah nukilan di bawah ini:
لكي نتعرف على نوعية الثورة التي قام بها الخميني حتى نقول فيها رأيا فإنه يجب أن تعرف أولا أن هذه الثورة لم تكن ثورة قامت على أساس مواجهة حكومة صالحة أو طالحة، حكومة صحيحة أو خاطئة ولم تكن ثورة قامت على أساس اختلاف في النظريات السياسية أو حبا في السلطة أو غير ذلك من العوامل والمحركات التي تحدث في عالم الثورات وبخاصة في البلاد الإسلامية، إذ أن الثورة التي قام بها الإمام الخميني قامت على أساس المذهب الشيعي قامت على أساس عقيدة الإمامة والغيبة الكبرى لإمام آخر الزمان المهدي المنتظر.
وقد أوضح الإمام الخميني فكرة الإمامة والغيبة الكبرى في كتابه " ولاية الفقيه " أو "الحكومة الإسلامية". وهذا الكتاب هو رأس الأمر هنا، فهو الأساس الفكري والعقدي للثورة وفهم هذا الكتاب يستلزم أولا التعرف على المذهب الشيعي وخاصة على أسس المذهب وأصوله المتمثلة في عقيدة الإمامة. (الثورة الإيرانية ص33).
المهدي المنتظر الإمام الثاني عشر وآخر الأئمة في ذلك الزمان الذي مضى عليه ألف سنة. ويقول الخميني ؛ ويمكن أن ثمر آلاف السنوات هكذا أيضا، ومن حق الفقهاء ، أي علماء الشيعة بل من واجبهم ومن المفروض عليهم أن يسعوا إلى أن يكونوا خلفاء الإمام آخر الزمان الإمام الغائب ، أن يتملكوا زمام الحكم كممثلين للإمام وكندوبين عنه.وإذا وجد من بينهم من يتملك صلاحية الحكم نهض وتملك زمام حكم الأمة، ومن هنا تصبح طاعته واجبة ليس فقط كإمام بل كنبي وكرسول. (أصول الثورة الإيرانية في ضوء الحكومة الإسلامية ص26).
وكتب الإمام الخميني في كتابه هذا تحت عنوان ولاية الفقيه ما يلي: " وإذا نهض بأمر تشكيل الحكومة فقيه عالم عادل فإنه يلي من أمور المجتمع ما كان يليه النبي صلى الله عليه وسلم ووجب على الناس أن يسمعوا له ويطيعوا ويملك هذا الحكم من أمر الإدارة والرعاية والسياسة للناس ما كان يملكه الرسول صلى الله عليه وسلم وأمير المؤمنين عليه السلام . (الحكومة الإسلامية ص49).
وفي نفس الكتاب (ص75) يكتب الإمام الخميني فيما بعد ما يلي؛ " إن الفقهاء هم أوصياء الرسول صلى الله عليه وسلّم من بعد الأئمة وفي حال غيابهم وقد كلفوا بالقيام بجميع ما كلف الأئمة عليهم السلام بالقيام به".
كانت تلك هي الفكرة التي قامت عليها الثورة التي أتى بها الإمام الخميني ومكانته منها لست مكانة قادة الثورات بالبلدان الأخرى، أو رؤساء الحكومات في البلاد الأخرى بل هو قائم مقام إمام الشيعة الثاني عشر الإمام الغائب وهو وصي رسول الله صلى الله عليه وسلم وعلى ذلك فطاعته واجبة تماما مثل طاعة الإمام والنبي وجميع خطواته وجميع أعماله وجميع قراراته إنما تتمتع بنفس الحيثية السابقة، وذلك طبقا لأساس المذهب الشيعي لعقيدة الإمامة ونظرية الغيبة الكبرى لإمام آخر الزمان، وطبقا لأصول ونظرية ولاية الفقيه المرتبطة بزمان الغيبة الكبرى لإمام آخر الزمان. (الثورة الإيرانية ص 37).
Said Aqiel juga bukan untuk sekedar suksesi belaka. Namun, sebenarnya dia mengemban misi Syi’ah Iran ke Indonesia. Lebih tepatnya semua penduduk Indonesia (khususnya warga Nahdlatul Ulama) akan dimasukkan ke aliran Syi’ah, biar bareng-bareng masuk neraka bersama dia. Betapa kejam dan liciknya manusia bernama Said Aqiel itu. Sengaja dia duduk di atas berpakaian Pengurus Besar NU, tapi ternyata ingin menghancurkan NU dan umumnya umat Islam dengan pikiran-pikiran Syi’ahnya.
Sebagai bukti menonjol bahwa Said Aqil adalah antek Syi’ah, dia gemar mengungkap tulisan sejarah yang melecehkan para Shahabat Nabi. Sebagaimana budaya Syi’ah juga menjelek-jelekkan dan mengkafirkan para Shahabat Rasulullah SAW.
قال الخميني: لم يؤمن الشيخان أبو بكر وعمر إيمانا تابعا من القلب بل قبلا الإسلام في الظاهر فقط طمعا في الحكم والسلطة، وقد التصقا بالرسول صلى الله عليه وسلم. وتعبير "التصقا" هو تعبير الخميني- إلى أن قال - عثمان ومعاوية ويزيد جمـيعهم في درجة واحدة فهم ظالـمون ومجرمون. (الثورة الإيرانية ص73-74).


Itulah mulut kotor Khomeini, seorang tokoh yang didewa-dewakan orang Iran dan manusia yang telah rusak mata hatinya. Shahabat Abu Bakar yang telah mendapat gelar al-Shiddiq justru dikecam dan dihinanya. Dan langkah Khomeini tersebut juga ditiru oleh si Said Aqil. Katanya, “Abu Bakar tak punya integritas, Umar hanyalah putra mahkota yang berarti terpilihnya tidak lewat pemusyawaratan, tapi ditunjuk langsung oleh Abu Bakar.” Dan lebih tragis adalah nasib Sayyidina Utsman. Beliau dipikun-pikunkan oleh Said Aqil dan dituduh suka menghambur-hamburkan uang pada kerabatnya.
Di antara kesalahan Said Aqil pada Sayyidina Utsman bin Affan Ra adalah:
Pertama, dalam makalahnya no.14, Said mengatakan bahwa pada enam tahun terakhir dari kekhilafahan Utsman terjadi banyak kesalahan yang bersumber-kan dari Marwan dengan mengangkat pejabat dari golongan Bani Umayyah.
Bagaimanakah sebenarnya permasalahan tersebut? Siapakah sebenarnya Marwan? Apakah dia seorang yang tak pantas jadi pejabatnya? Dan salahkah bila kekhalifahan Sayyidina Utsman diwarnai kelompok Bani Umayyah? Atau bagaimanakah sebenarnya peristiwa tersebut? Maka, tulisan-tulisan di bawah ini akan memberi penjelasan secara gambling dan panjang lebar kepada Said Aqil yang sebenarnya belum begitu pengalaman tentang sejarah para Shahabat Rasulullah SAW.
أما مروان بن الحكم فلم يوله عثمان إلا أنه كان مشهودا له بالعدل والثقة من الصحابة والتابعين وفقهاء المسلمين. (العواصم من القواصم ص89).
صحيح أن مروان قد ارتكب بعض الأخطاء التي كانت سببا من أسباب الفتنة. (الطبقات ابن سعد ج5/ ص26).
ولكنها لم تكن كل الأسباب وإن ما ارتكبه مروان لم يكن بأمر الخليفة وموافقته وربما عن غير علم منه فمروان إذن وليس الخليفة هو الذي يتحمل مسئولية تلك الأخطاء. (دراسة عن الفرق ص38).
وأما قوله: وولي مروان أمره وألقى إليه مقاليد أموره ودفع إليه خاتمه وحدث من ذلك قتل عثمان وحدث من الفتنة بين الأمة ما حدث. فالجواب : أن قتل عثمان والفتنة لم يكن سببها مروان وحده، بل اجتمعت أمور متعددة من جملتها أمور تنكر من مروان وعثمان رضي الله عنه كان قد كبر وكانوا يفعلون أشياء لا يعلمونه بها فلم يكن آمرا لهم بالأمور التي أنكرتموها عليه بل كان يأمر بإبعادهم وعزلهم فتارة يفعل ذلك وتارة لا يفعل ذلك وقد تقدم الجواب العام.
ولما قدم المفسدون الذين أرادوا قتل عثمان وشكوا أمورا أزالها كلها عثمان حتى أنه أجابهم إلى عزل من يريدون عزله وإلى أن مفاتيح بيت المال تعطى لمن يرتضونه وأنه لا يعطي أحدا من المال إلا بمشورة الصحابة ورضاهم ولم يبق لهم طلب ولهذا قالت عائشة رضي الله عنها: مصصتموه كما يمص الثوب ثم عمدتم إليه فقتلتموه. (منهاج السنة النبوية ج6/ص 248).
ثبت في الصحيح أن رجلا أراد أن يطعن في عثمان عند بن عمر فقال: إنه قد فر يوم أحد ولم يشهد بدرا ولم يشهد بيعة الرضوان فقال ابن عمر: أما يوم أحد فقد عفا الله عنه (وفي لفظ: فر يوم أحد فعفا الله عنه، وأذنب عندكم ذنبا فلم تعفوا عنه) وأما يوم بدر فإن النبي صلى الله عليه وسلم استخلف على ابنته وضرب له بسهمه. وأما بيعة الرضوان فإنما كانت بسبب عثمان فإن النبي صلى الله عليه وسلم بعثه إلى مكة وبايع عنه بيده ويد النبي صلى الله عليه وسلم خير من يد عثمان. فقد أجاب ابن عمر بأن ما يجعلونه عيبا(ما كان منه عيبا) فقد عفا الله عنه والباقي ليس بعيب بل هو من الحسنات. وهكذا عامة ما يغاب به على سائر الصحابة هو إما حسنة وإما معفوا عنه فحينئذ فقول الرافضي: إن عثمان ولى من لا يصلح للولاية إما أن يكون هذا باطلا ولم يول إلا من يصلح وإما أن يكون ولى من لا يصلح في نفس الأمر لكنه كان مجتهدا في ذلك فظن أنه كان يصلح وأخطأ ظنه وهذا لا يقدح فيه.
وهذا الوليد بن عقبة الذي أنكر عليه ولايته قد اشتهر في التفسير والحديث والسير أن النبي صلى الله عليه وسلم ولاه على صدقات ناس من العرب فلما قرب منهم خرجوا إليه فظن أنهم يحاربونه فأرسل إلى النبي صلى الله عليه وسلم محاربتهم له فأراد النبي صلى الله عليه وسلم أن يرسل إليهم جيشا فأنزل الله تعالى: (يَاأَيّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَـيّنُوْا أَنْ تُصِـيْبُوْا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتَصْبَحُوْا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِيْنَ). (الحجرات:61).
فإذا كان حال هذا خفى على النبي صلى الله عليه وسلم فكيف لا يخفى على عثمان؟، وإذا قيل : إن عثمان ولاه بعد ذلك، فيقال: باب التوبة مفتوح وقد كان عبد الله بن سعد بن أبي سرح ارتد عن الإسلام ثم جاء تائبا وقبل النبي صلى الله عليه وسلم إسلامه وتوبته بعد أن كان أهدر دمه. وعلي رضي الله عنه يبين له من عماله ما لم يكن يظنه فيهم فهذا لا يقدح في عثمان ولا غيره. وغاية ما يقال: إن عثمان ولى من يعلم أن غيره أصلح منه وهذا من موارد الاجتهاد. أو يقال: إن محبته لأقاربه قبلته إليهم حتى صار يظنهم أحق من غيرهم أو أن ما فعله كان ذنبا. وقد تقدم أن ذنبه لا يعاقب عليه في الآخرة.
وقوله: حتى ظهر من بعضهم الفسق ومن بعضهم الخيانة، فيقال: ظهور ذلك بعد الولاية ولا على أن المولّي علم ذلك وعثمان رضي الله عنه لما علم أن الوليد بن عقبة شرب الخمر طلبه وأقام عليه الحد. وكان يعزل من يراه مستحقا للعزل، ويقيم الحد على من يراه مستحقا لإقـامة الحد عليه. (منهاج السنة النبوية ص238-241).
وإذا أخذنا هذه التهم واحدة واحدة نجد أن حب المرء لقرابته ليس مما يؤاخذ به. أما أنا لخليفة عثمان دفعه هذا الحب إلى أن يولي أقاربه أمور الدولة مع علمه بعدم كفاءتهم وصلاحهم للأمر فهذا أمر يحتاج إلى نظر:
فالوليد بن عقبة مثلا الذي اتهم الخليفة بأنه ولاه لقرابته منه نجده قد تولى بعض الأعمال لعمر رضي الله عنه، ومن ثم لا ينبغي اتهام عثمان بأنه ولاه لأنه قريب فحسب. أما قصة شرب الوليد الخمر وصلاته بالناس سكرانا فقد شكك فيها محب الدين الخطيب وحاول إثبات أنها كانت مؤامرة دبرت ضد الوليد قام بها بعض الحاقدين عليه والناقمين الذين أقام فيهم الحد وشهدوا زورا عليه نكاية به وانتقاما لأنفسهم. واستند في هذا إلى رواية أوردها الطبري في تاريخه. (العواصم من القواصم ص94).
وهذا يخالف المصادر الموثوقة التي أكدت هذه الحادثة فقد وردت إشارة إلى الحادثة في صحيح البخاري ومسلم وسنن أبي داود. وقد ذهب ابن حجر غلى أن قصة صلاة الوليد بالناس أربعا وهو سكران مشهورة مخرجة في الصحيحين وعزله عثمان بعد جلده عن الكوفة وولاها سعيد بن العاص ويقال إن بعض أهل الكوفة تعصبوا عليه فشهدوا عليه بغير الحق حكاه الطبري واستنكره بن عبد البر . (الإصابة ج3/ص637-638).
وثبوت هذه القصة ونتئجها لا يقدح في عثمان رضي الله عنه بل يؤكد عدالته وعدم محاباته لأقاربه إذ أن قرابة الوليد منه لم تمنعه من أن يتقصى الأمر، وحينما وجد شهودا شهدوا ضد الوليد قام بواجبه كأمير المؤمنين فأقام الحد عليه وعزله عن الولاية.
أما عبد الله بن سعد بن أبي السرح فقد ثبت أنه تاب من ردته وأن عثمان توسط له عند الرسول عليه الصلاة والسلام فعفا عنه وحسن إسلامه وشارك في فتوحات الإسلام في مصر وشمال أفريقيا وشهد له بالكفاءة وحسن البلاء وكان له مواقف محمودة الفتوح. ثم ولاه عثمان مصر بعد هذه التجارب، فعثمان إذن لم يوله إلا وقد ظن أنه كفؤ وجدير بالقيام بما يوكل إليه من أعمال. وقد ثبت أن ابن أبي السرح قد ارتكب بعض الأخطاء. أما أن عثمان قد أقره على ذلك وكتب إليه كتابا سريا يأمره بتأديب الثائرين من أهل مصر بعد أن أعطاهم الأمان فهذا كله كذب على الخليفة عثمان وإن صح أن الكتاب ختم بخاتمه كما يقال فربما تم هذا من غير علم الخليفة وأمره. (منهاج السنة ج3/ص188).
أما معاوية فقد كان واليا على دمشق في عهد عمر وأنه كان مشهودا له بالكفاءة وحسن السياسة وقد برزت هذه الكفاءة الإدارية والسياسية حينما ضمت إليه الأقاليم الأخرى. صحيح أن استمرار المعاوية رضي الله عنه فترة طويلة في ولاية الشام ربما كان عاملا من العوامل التي شجعته على مناوءة سلطة الدولة فيما بعد ولكن ليس هذا أمرا يؤاخذ عليه الخليفة عثمان الذي أراد أن يصلح بتوليته الشام أمر الناس.
فهؤلاء الولاة إذن لم يولهم عثمان لقرابتهم منه فحسب بل لأنهم ولاة متمرسون في شؤون إدارة الدولة وسياستها، سبق لهم أن تولوا أمر المسلمين وأثبتوا جدارة وكفاءة، وقد يقال أن هؤلاء الولاة لم يكونوا أفضل من غيرهم من صالحي المسلمين بل أن كثيرا ممن لو يولوا كانوا أسبق من هؤلاء الولاة إسلاما وأصدق جهادا وسبقا للخير. ويمكن الرد على ذلك بالقول: إن تعيين هؤلاء الولاة كان اجتهادا من الخليفة الذي رأى أنهم أولى من غيرهم وأكفأ وأنهم أصلح لسياسة المسلمين وتصريف أمور الدولة وقد يكون مخطئا في هذا الاجتهاد له أجر الإمام المجتهد، إذ ليس أحد كما يقول ابن تيمية معصوما بعد النبي صلى الله عليه وسلم بل الخلفاء وغير الخلفاء يجوز عليهم الخطأ والذنوب التي تقع منهم قد يتوبون عنها وقد تكفرها عنهم حسناتهم الكثيرة. والمهم في الأمر أنه حينما كان يتبين انحراف أحد هؤلاء الولاة لم تشفع له قرابته عند عثمان من أن يجلد حد شارب الخمر ويعزل عن الولاية كما فعل بالوليد بن عقبة كما أن هذه القرابة وحدها لم تكن مؤهلا للولاية وإلا لولى عثمان محمد بن أبي حذيفة الذين كان ربيبا لعثمان وقريبه ولكن عثمان رفض أن يوليه حينما طلب ذلك وقال له: يا بني لو كنت رضا ثم سألتني العمل لاستعملتك ولكن لست هناك. (دراسة عن الفرق ص34-35).
وأما تولية الأحداث فلم يولّ إلا رجلا سويا عدلا، وقد ولى رسول الله عتاب بن أسيد على مكة وهو ابن عشرين سنة وولّى أسامة بن زيد بن حارثة وطعن الناس في إمارته. وأما إيثاره قومه بني أمية فقد كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يؤثر قريشا على الناس ووالله لو أن مفتاح الجنة بيدي لأدخلت بني أمية عليها. (البداية والنهاية ج7/ ص187).
وروى ابن جرير من طريق محمد بن إسحاق عن عمه عبد الرحمن بن يسار أن الذي كان معه هذه الرسالة من جهة عثمان إلى مصر أبو الأعور السلمي على جمل لعثمان وذكر ابن جرير من هذه الطريق أن الصحابة كتبوا إلى الآفاق من المدينة يأمرون الناس بالقدوم على عثمان ليقاتلوه وهذا كذب على الصحابة وإنما كتبت كتب مزوره عليهم كما كتبوا من جهة علي وطلحة والزبير إلى الخوارج كتبا مزورة عليهم أنكروها وهكذا زور هذا الكتاب على عثمان أيضا فإنه لم يأمر به ولم يعلم به أيضا. (البداية والنهاية ج7/ص192).
وقد ذكر ابن جرير الطبري في تاريخه بأسانيده: أن المصريين وجدوا ذلك الكتاب مع البريد إلى أمير مصر فيه الأمر بقتل بعضهم وصلب بعضهم وبقطع أيدي بعضهم وأرجلهم وكان قد كتبه مروان بن الحكم على لسان عثمان متأولا قوله تعالى: (إِنَّمَاجَزَاءُ الَّذِيْنَ يُحَارِبُوْنَ اللهَ وَرَسُوْلَهُ وَيَسْعَوْنَ فِى الأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يَقَتَّلُوْا أَوْ يُصَلَّبُوْا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلاَفٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الأَرْضِ ذلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِى الدُّنْياَ وَلَهُمْ فِى الآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيْمٌ) (المائدة: 33), وعنده أن هؤلاء الذين خرجوا على أمير المؤمنين عثمان رضي الله عنه من جملة المفسدين في الأرض ولا شك أنهم كذلك ولكن لم يكن له أن يفتات على عثمان ويكتب على لسانه بغير علمه ويزور على خطه وخاتمه ويبعث غلامه على بعيره بعد ما وقع الصلح بين عثمان وبين المصريين على تأمير محمد بن أبي بكر على مصر بخلاف ذلك كله . (البداية والنهاية ج7/ص204).
وقال الإمام أحمد: حدثنا عبد الرحمن بن مهدي (ثنا) معاوية بن صالح من ربيعة بن يزيد عن عبد الله بن أبي قيس حدثني النعمان بن بشير قال: كتب معي عثمان إلى عائشة كتاب فدفعت إليها كتابه فحدثتني أنها سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول لعثمان: (إِنَّ اللهَ لَعَلَّهُ يُقَمِّصُكَ قَمِيْصًا فَإِنْ أرَادَكَ أَحَدٌ عَلَى خَلْعِهِ فَلاَ تَخْلَعْهُ، ثلاث مرات). قال النعمان: فقلت يا أم المؤمنين ! فأين كنت عن هذا الحديث؟، فقالت: يا بنيّ والله أنسيته. وقد رواه الترمذي من حديث الليث عن معاوية بن صالح عن ربيعة بن يزيد عن عبد الله بن عامر عن النعمان عن عائشة به. ثم قال : هذا حديث حسن غريب. ورواه ابن ماجه من حديث الفرج بن فضالة عن ربيعة بن يزيد عن النعمان فأسقط عبد الله بن عامر. (البداية والنهاية ج7/ ص198).
وأما قوله: وولى عبد الله بن سعد بن أبي سرح مصر حتى تظلم منه أهلها وكاتبه أن يستمر على ولايته سرا خلاف ما كتب الله جهرا. والجواب: أن هذا كذب على عثمان وقدحلف عثمان أنه لم يكتب شيئا من ذلك وهو الصادق البار بلا يمين وغاية ما قيل: إن مروان كتب بغير علمه وأنهم طلبوا أن يسلم إليهم مروان ليقتلوه فامتنع فإن كان قتل مروان لا يجوز فقد فعل الواجب وإن كان يجوز ولا يجب فقد فعل الجائز وإن كان قتله واجبا فذاك من موارد الاجتهاد فإنه لم يثبت لمروان ذنب يوجب قتله شرعا فإن مجرد التزوير لا يوجب القتل. وبتقدير أن يكون ترك الواجب فقد قدمنا الجواب العام. (منهاج السنة النبوية ج6/ص244).
وأخرج الترمذي والحاكم عن عائشة رضي الله عنها أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: (يَا عُثْمَان ! إنَّهُ لَعَلَّ اللهَ يَقَمِّصُكَ قَمِيْصًا فَإِنْ أرَادَكَ المُنَافِقُوْنَ عَلَى خَلْعِهِ فَلاَ تَخْلَعْهُ حَتَّى تَلْقَانِي). وأخرج الترمذي عن عثمان أنه قال يوم الدار: إن النبي صلى الله عليه وسلم عهد إليّ عهدا فأنا صابر عليه. (تاريخ الخلفاء ص142).
وأما قوله: أمر بقتل محمد بن أبي بكر، فهذا من الكذب المعلوم على عثمان وكل ذي علم بحال عثمان وإنصاف له يعلم أنه لم يكن ممن يأمر بقتل محمد بن أبي بكر ولا أمثاله ولا عرف منه قط أنه قتل أحدا من هذا الضرب،وقد سعوا في قتله ودخل عليه محمد فيمن دخل وهو لا يأمر بقتالهم دفعا عن نفسه فكيف يبتدئ بقتل معصوم الدم. وإن ثبت أن عثمان أمر بقتل محمد بن أبي بكر لم يطعن على عثمان. بل عثمان إن كان أمر بقتل محمد بن أبي بكر أولى الطاعة ممن طلب قتل مروان لأن عثمان إمام هدى وخليفة راشد يجب عليه سياسة رعيته وقتل من لا يدفع شره إلا بالقتل. وأما الذين طلبوا قتل مروان فقوم خوارج مفسدون في الأرض ليس لهم قتل أحد ولا إقامة حد وغايتهم أن يكونوا ظلموا في بعض الأمور وليس لكل مظلوم أن يقتل بيده كل من ظلمه بل ولا يقيم الحد.
وليس مروان أولى بالفتنة والشر من محمد بن أبي بكر ولا هو أشهر بالعلم والدين منه بل أخرج أهل الصحاح عدة أحاديث عن مروان وله قوله مع أهل الفتيا واختلف في صحبته. ومحمد بن أبي بكر ليس بهذه المنزلة عند الناس ولم يدرك من حياة النبي صلى الله عليه وسلم إلا أشهرا قليلة من ذي القعدة عام حجة الوداع. ومروان من أقران ابن الزبير فهو قد أدرك حياة النبي صلى الله عليه وسلم ويمكن أنه رآه عام فتح مكة أو عام حجة الوداع. (منهاج السنة النبوية ج6/ص245).
وأما قوله: ولى معاوية الشام فأحدث من الفتن ما أحدثه. فالجواب: أن معاوية إنما ولاه عمر بن الخطاب رضي الله عنه لما مات أخوه يزيد بن أبي سفيان ولاه عمر مكان أخيه واستمر في ولاية عثمان وزاده عثمان في الولاية وكانت سيرة معاوية مع رعيته من خيار سير الولاية وكان رعيته يحبونه. وقد ثبت في الصحيح عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: وخيار أئمتكم الذين تحبونهم ويحبونكم وتصلون عليهم ويصلون عليكم وشرار أئمتكم الذين تبغضونهم ويبغضونكم وتلعنونهم ويلعنونهم. (منهاج السنة ج6/ص246).
وأما قوله: إنه نفى أبا ذر إلى الربذة وضربه ضربا وجيعا مع أن النبي صلى الله عليه وسلم قال في حقه: ما أقلت الغبراء ولا أظلت الخضراء على ذي لهجة أصدق من أبي ذر، وقال: إن الله أوحى إليّ أنه يحب أربعة من أصحابي وأمرني بحبهم. فقيل له: من هم يا رسول الله ؟، قال: علي سيدهم وسلمان والمقداد وأبو ذر. فالجواب: أن أبا ذر سكن الزبذة ومات بها السبب ما كان يقع بينه وبين الناس فإن أبا ذر رضي الله عنه كان رجلا صالحا زاهدا وكان من مذهبه أن الزهد واجب. وأن ما أمسكه الإنسان فاضلا عن حاجته فهو كنز يكوى به في الناس. واحتج على ذلك بما لا حجة فيه من الكتاب والسنة. (وَالَّذِيْنَ يَكْنِزُوْنَ الذَّهَبَ وَالفِضَّةَ وَلاَ يُنْفِقُوْنَهَا فِي سَبِيْلِ اللهِ) (التوبة : 34). وجعل الكنـز ما يفضل عن الحاجة واحتج بما سمعه من النبي صلى الله عليه وسلم وهو أنه قال: يا أبا ذر ما أحب أن لي مثل أحد ذهبا يمضي عليه ثالثه وعندي منه دينار إلا دينارا أرصده للدين. وأنه قال الأكثرون هم الأقلون يوم القيامة إلا من قال بالمال هكذا وهكذا. ولما توفي عبد الرحمن بن عوف وخلف مالا جعل أبو ذر ذلك من الكنز الذي يعاقب عليه وعثمان يناظره في ذلك حتى دخل كعب ووافق عثمان فضربه أبو ذر وكان قد وقع بينه وبين معاوية بالشام بهذا السبب. وقد وافق أبا ذر على هذا طائفة من النساك كما يذكر عن عبد الواحد بن زيد ونحوه ومن الناس من يجعل الشبلى من أرباب هذا القول.
وأما الخلفاء الراشدون وجماهير الصحابة والتابعين فعلى خلاف هذا القول فإنه قد ثبت في الصحيح عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: ((لَيْسَ فِيْمَا دُوْنَ خَمْسَةِ أَوْسُقٍ صَدَقَةٌ وَلَيْسَ فِيْمَا دُوْنَ خَمْسِ ذَوْدٍ صَدَقَةٌ وَلَيْسَ فِيْمَا دُوْنَ خَمْسِ أوَاقٍ صَدَقَةٌ)). فنفى الوجوب فيما دون المائتين ولم يشترط كون صاحبها محتاجا إليها أم لا.
وقال جمهور الصحابة: الكنز هو المال الذي لم تؤد حقوقه وقد قسم الله تعالى المواريث في القرآن ولا يكون الميراث إلا لمن خلف مالا . وقد كان غير واحد من الصحابة له مال على عهد النبي صلى الله عليه وسلم من الأنصار بل ومن المهاجرين وكان غير واحد من الأنبياء له مال.
وكان أبو ذر يريد أن يوجب على الناس ما لم يوجب الله عليهم ويذمهم على ما لم يذمهم الله عليه مع أنه مجتهد في ذلك مثاب على طاعته صلى الله عليه وسلم كسائر المجتهدين من أمثاله. وقول النبي صلى الله عليه وسلم ليس فيه إيجاب إنما قال: (مَا أُحِبُّ أَنْ يَمْضِيَ عَلَيَّ ثاَلِثُهُ وَعِنْدِي مِنْهُ شَيْءٌ)، فهذا يدل على استحباب إخراج ذلك قبل الثالثة لا على وجوبه. وكذا قوله : (المُكثِرُوْنَ هُمُ المقلوْنَ)، دليل على أن من كثر ماله قلت حسناته يوم القيامة إذا لم يكثر الإخراج منه، وذلك لا يوجب أن يكون الرجل القليل السحنات من أهل النار إذا لم يأت كبيرة ولم يترك فريضة من فرائض الله.
وكان عمر بن الخطاب رضي الله عنه يقوّم رعيته تقويما تاما فلا يعتدي لا الأغنياء ولا الفقراء. فلما كان في خلافة عثمان توسع الأغنياء في الدنيا حتى زاد كثير منهم على قدر المباح في المقدار والنوع وتوسّع أبو ذر في الإنكار حتى نهاهم عن المباحات. وهذا من أسباب الفتن بين الطائفتين.
فكان اعتزال أبي ذر لهذا السبب ولم يكن لعثمان مع أبي ذر غرض من الأغراض. وأما كون أبي ذر من أصدق الناس فذاك لا يوجب أنه أفضل من غيره بل كان أبو ذر مؤمناضعيفا كما ثبت في الصحيح عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: (يَا أبَا ذَرٍّ إنِّي أرَاكَ ضَعِيْفًا وَإنِّي أُحِبُّ لَكَ مَا أُحِبُّ لِنَفْسِي, المُؤْمِنُ القَوِيّ خَيْرٌ وَأحبّ إلَى اللهِ مِنَ المُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ وَفِى كُلّ خَيْر). وأهل الشورى مؤمنوك أقوياء وأبو ذر وأمثاله مؤمنون ضعفاء. فالمؤمنون الصالحون لخلافة النبوة كعثمان وعلي وعبد الرحمن بن عوف أفضل من أبي ذر وأمثاله . والحديث المذكور بهذا اللفظ الذي ذكره الرافضي ضعيف بل موضوع وليس له إسناد يقوم به . (منهاج السنة النبوية ج6/ ص270-276)
وأما نفي أبي ذر رضي الله عنه إلى الربذة فقد ثبت ولكن لم يكن بفعل عثمان بل باختيار أبي ذر الذي آثر أن يبتعد ويعتزل حينما وقع بينه وبين الناس ما وقع بسبب بعض آرائه. ويؤكذ هذا ما أورده البخاري في صحيحه عنزيد بن وهب قال: مررت بالربذة فإذا أنا بأبي ذر قلت: ما أنزلك منزلك هذا ؟، قال: كنت بالشام فاختلفت أنا ومعاوية في (وَالَّذِيْنَ يَكْنِزُوْنَ الذَّهَبَ وَالفِضَّةَ وَلاَ يُنْفِقُوْنَهَا فِى سَبِيْلِ اللهِ) (التوبة:34)، فقال معاوية: نزلت في أهل الكتاب، فقلت: نزلت فينا وفيهم. وكان بيني وبينه في ذاك فكتب إليّ عثمان رضي الله عنه يشكوني. فكتب إليّ عثمان أن أقدم المدينة فقدمتها فكثر عليّ الناس حتى كأنهم لم يروني قبل ذلك فذكرت ذلك لعثمان، فقال: إن شئت تنحيت فكنت قريبا. فذاك الذي أنزلني هذا المنزل ولو أمّروا عليّ جيشا لسمعت وأطعت.
وروى ابن سيرين قال: قدم أبو ذر المدينة فقال عثمان: كن عندي تغدو عليك وتروح اللقاح. قال: لا حاجة لي في دنياكم، ثم قال: ائذن لي حتى أخرج إلى الربذة، فأذن له فخرج. (صفوة الصفوة ج1/ ص596).
ويؤيد هذا أن أبا ذر لم يكن يحمل على الخليفة شيئا وقد أورد ابن سعد أن ناسا من أهل الكوفة قالوا لأبي ذر وهو بالربذة: يا أبا ذر فعل بك هذا الرجل وفعل فهل أنت ناصب لنا راية (يعني فنقاتله)، فقال: يا أهل الإسلام لا تعرضوا على ذاكم ولا تذلوا السلطان فإنه من أذل السلطان فلا توبة له والله لو أن عثمان صلبني على أطول خشبة أو أطول حبل لسمعت وأطعت وصبرت وأحتسبت ورأيت أن ذاك خير لي ولو سيرني ما بين الأفق إلى الأفق أو قال ما بين المشرق والمغرب لسمعت وأطعت وصبرت وأحتسبت ورأيت أن ذاك خير لي ولو ردني إلى منزلي لسمعت وأطعت وصبرت وأحتسبت ورأيت أن ذاك خير لي. (دراسة عن الفرق ص39-40).
كتب إليّ السري يذكر أن شعيبا حدثه عن سيف عن عطية عن زيد الفقهي، قال: لما ورد ابن السوداء الشام لقي أبا ذر، فقال: يا أبا ذر ألا تعجب إلى معاوية يقول: المال مال الله ألا أن كل شيء لله كأنه يريد أن يحتجه دون المسلمين ويمحو اسم المسلمين. فأتاه أبو ذر فقال: ما يدعوك إلى أن تسمى مال المسلمين مال الله ؟، قال: يرحمك الله يا أبا ذر، ألسنا عباد الله والمال ماله والخلق خلقه والأمر أمره ؟، قال: فلا تقله، قال: فإني لا أقول أنه ليس لله ولكن سأقول مال المسلمين.
ودخل عليّ عثمان فقال: يا أبا ذر ما لأهل الشام يشكون ذربك، فأخبره أنه لا ينبغي أن يقال: مال الله ولا ينبغي للأغنياء أن يقتنو مالا، فقال: يا أبا ذر عليّ أن أقضي ما عليّ وآخذ ما على الرعية ولا أجبرهم على الزهد وأن أدعوهم إلى الاجتهاد والاقتصاد. قال: فتأذن لي في الخروج فإن المدينة ليست لي بدار، فقال: أوتستبدل بها إلا شرا منها، قال: أمرني رسول الله صلى الله عليه وسلم أن أخرج منها إذا بلغ البناء سلعا، قال: فانفذ لما أمرك به، قال: فخرج حتى نزل الربذة فخط بها مسجدا وأقطعه عثمان صرمة من الإبل وأعطاه مملوكين وأرسل إليه أن تعاهد المدينة حتى لا ترتد أعرابيا ففعل. وكتب إليّ السري عن شعيب عن سيف عن محمد بن عون عن عكرمة عن ابن عباس قال : كان أبو ذر يختلف من الربذة إلى المدينة مخافة الأعرابية وكان يحب الوحدة والخلوة. (تاريخ الطبري ج2/ص615-616). و (الكامل لابن الأثير ج3/ ص11).
ثم خرج على من عنده وخرج عثمان على أثره فجلس على المنبر ثم قال: أما بعد؛ فإن لكل شيء آفة، ولكل أمر عاهة وإن آفة هذه الأمة وعاهة هذه النعمة عيابون طعانون يرونكم ما تحبون ويسترون عنكم ما تكرهون يقولون لكم ويقولون أمثال النعام، يتبعون أول ناعق أحب مواردهم إليهم البعيد لا يشربون إلا نفصا ولا يردون إلا عكرا لا يقوم لهم رائد وقد أعييتهم الأمور. إلا فقد والله عبتم عليّ على ما أقررتم لابن الخطاب بمثله ولكنه وطئتم برجله وضربكم بيده وقمعكم بلسانه فدنتم له على ما أحببتم وكرهتم ولنت لكم وأوطأتكم كتفي وكففت يدي ولساني عنكم فاجترأتم عليّ أما والله لأنا أعز نفرا وأقرب ناصرا وأكثر عددا وأحرى إن قلت هلم أتى إليّ , ولقد عددت لكم أقرانا وأفضلت عليكم فصولا، وكشرت لكم عن نابي وأخرجتم مني خلقا لم أكن أحسنه ومنطقا لم أنطق به فكفوا عني ألسنتكم وعيبكم وطعنكم ولاتكم فإني كففت عنكم من لو كان هو الذي يكلمكم لرضيتم منه بدون منطقي هذا. ألا فما تفقدون من حقكم ؟، والله ما قصرت عن بلوغ ما بلغ من كان قبلي. ولم تكونوا تختلفون عليه فقام مروان بن الحكم فقال: إن شئتم حكمنا والله ما بيننا وبينكم السيف نحن وأنتم والله كما قال الشاعر:
فرشنا لكم أعراضنا فنبت بكم  مغارسكم تبنون في دفن الثرى
فقال عثمان: أسكت لأسكت دعني وأصحابي ما منطقك في هذا ؟ ألم أتقدم إليك أن لا تنطق ؟ فسكت مروان ونزل عثمان عن المنبر فاشتد قوله على الناس وعظم وزاد تألبهم عليه. (الكامل لابن الأثير ج3/ ص44-45).
Dari data-data di atas dapat dicatat beberapa kesalahan Said Aqil di antaranya adalah sebagai berikut.
Sayyidina Utsman dalam menjalankan pemerintahannya sama sekali tidak didikte oleh Marwan bin Hakam. Justru Marwan mendapat amarah dari Khalifah Utsman manakala hendak campur tangan urusan beliau dalam menangani para demonstran. Ini suatu bukti bahwa walaupun Sayyidina Utsman sudah tua namun tak bersedia dicampuri pihak lain dalam melaksanakan amanat kekhalifahannya. Entah sumber dari mana yang mendikte Said Aqil untuk melontarkan tuduhan keji pada sayyidina Utsman sampai mengatakan bahwa, “pada masa ini (6 tahun terakhir) khalifah Utsman sudah mulai usia senja (harom) sehingga hampir semua urusan pemerintahan banyak didikte oleh sekretarisnya, Marwan bin Hakam.”
Mungkin Marwan telah banyak melakukan kesalahan dalam masa pemerintahan sayyidina Utsman serta manuver dan sepak terjang politiknya banyak merugikan dan berdampak terpecah-belahnya ummat Islam sehingga menjadikan tidak wibawa dan lemahnya kekuatan ummat Islam dimata musuh-musuh Islam, diantara kesalahannya adalah:
1. Mengobarkan pemberontakan terhadap pemerintahan Utsman dan merusak gagasan islah antara Utsman dan para pemberontak yang telah dicanangkan oleh para tokoh shahabat.
2. Memalsukan suratnya Utsman RA yang ditujukan kepada Gubernur Mesir, Ibnu Abi Saroh, yang isinya agar membunuh penduduk Mesir.
3. Memprovokasi para pemberontak untuk membunuh shahabat Ali RA.
4. Melaknat shahabat Ali RA.
5. Membunuh shahabat Tholhah bin Ubaidillah.
6. Marwan bersama anaknya, Abdul Malik, memberitahukan tempat-tempat persembunyian penduduk Madinah kepada pasukan Yazid sehingga menjadi penyebab terbunuhnya penduduk Madinah di tanah Harroh.
Tapi, hal itu bukanlah merupakan satu-satunya penyebab timbulnya kekacauan dan pemberontakan. Sebab utamanya adalah munculnya isu-isu negatif yang ditiupkan oleh orang Yahudi bernama Abdullah bin Saba’. Dan jikalau Said Aqil mengingkari adanya Abdullah bin Saba’ sehingga menganggapnya sebagai tokoh fiktif, maka itu adalah suatu pertanda bahwa dia (Said Aqil) benar-benar terpengaruh dengan kebohongan pemikiran Syi'ah. Karena, ath-Thobari, al-Kamil dan al-Bidayah telah memuatnya. Sungguh memalukan sekali kalau Said Aqil malah tak mengetahuinya. Inilah akibatnya bila mata hati telah rusak dan teracuni ajaran sesat Syi’ah. Buktinya, Said Aqil ikut menghadiri pertemuan “Peringatan Arba’in” di Malang. Dan di sana dia mengaku terus terang sebagai gedibal Syi’ah. Demikian pula dalam pertemuan “Peringatan Karbala” yang diadakan pengikut-pengikut Syi’ah di Jakarta, dia juga ikut mendatanginya.
Sungguh suatu hal yang sangat ganjal sekali, mengapa peristiwa di atas lepas dari pantauan Said Aqil, mengapa dia tak mampu mengatakan bahwa sumber fitnah di masa akhir kekhalifahan sayyidina Utsman adalah berita bohong yang direkayasa Abdullah bin Saba’. Hal ini layak dijadikan sebagai bahan pertanyaan atas kebenaran pengakuan Said Aqil. Mestinya kalau dia seorang yang jujur dan mengemban amanat ilmiyah juga mengungkapkan catatan sejarah di atas. Sehingga tidak hanya memilih karangan manusia tak bertanggung jawab (baca: antek Syi’ah) yang menyudutkan Sayyidina Utsman maupun Marwan. Padahal sebenarnya Marwan bukanlah seorang yang pantas untuk dijadikan satu-satunya kambing hitam terhadap kasus kudeta yang melanda kekhalifahan Sayyidina Utsman bin Affan. Dia (Marwan), dalam pandangan para tokoh Shahabat, Tabi’in dan Fuqohaul Ummah adalah seorang yang adil dalam meriwayatkan Hadits. Maka apabila ada cerita atau fakta sejarah yang mendiskreditkan Marwan saja dengan menafikan sepak terjang Abdullah bin Saba', perlu di teliti kebenarannya atau dengan suatu penakwilan yang tepat, tidak asal ngawur dan serampangan, membabi buta.
Perlu jadi tambahan pelajaran bagi Said Aqil yang pura-pura tidak mengenal ilmu Hadits bahwa dengan adanya fakta di atas Marwan bin Hakam bukanlah orang yang pantas untuk dijadikan bahan kecaman maupun melontarkan kesalahan. Di samping dia (Marwan) terbukti membela Sunnah Rasul sebagaimana dalam riwayat Imam Ahmad bin Hambal juga diakui oleh kalangan ahli Hadits. Bahkan beliau adalah sebagai guru dari para tokoh ahli Hadits dari kalangan Tabi’in, di antaranya adalah Imam Said ibn Musayyab yang merupakan “Ra'su Ulama al-Tabi’in” (ketua ulama tabi’in). Begitu juga Imam al-Laits bin Said (tokoh ulama Mesir), Imam Abdurrozaq (tokoh ulama Yaman) dan lainnya juga mengambil riwayat dari Marwan bin Hakam. Ini suatu syahadah (baca: bukti kuat) bahwa nama Marwan sangatlah harum dan terhormat di kalangan para ulama Ahli Hadits. Dan perlu diingat bahwa tidak sembarang orang diakui dan diterima riwayatnya oleh para ahli Hadits kecuali setelah lewat seleksi yang ketat dan persyaratan yang rumit. Hanya orang adil dan benar-benar tsiqoh-lah yang tercatat sebagai rawi-rawi Hadits. Apalagi jikalau orang tersebut adalah guru dari pemimpin ulama tabi’in, maka hal itu sudah lebih dari cukup sebagai bukti akan keutamaan kehormatannya. Untuk lebih mempertajam masalah ini, haruslah diketahui oleh Said Aqil bahwasanya para ulama sampai mengarang kitab “al-Jarhu wa al-Ta’dil” adalah karena banyaknya bermunculan manusia-manusia fasiq dan pendusta yang tak bertanggung jawab dalam menyampaikan berita yang diterima maupun yang disampaikan. Maka, para Ulama sunnah bangkit untuk mendata orang yang dapat diterima riwayatnya (baca: orang adil) dengan yang tertolak riwayatnya. Lebih jelasnya, Imam al-Hafidz Ahmad ibn Hajar al-‘Asqalaniy mengatakan:
Terbilangnya Marwan bin Hakam sebagai Fuqaha’ tentunya menjadi isyarat bagi siapa saja yang menguak sepak terjang dan kiprah Marwan dalam gelanggang politik untuk lebih mengedepankan kaca mata Husnudzdzon dari pada mengklaim-nya sebagai sumber malapetaka dan fitnah. Apalagi jikalau ternyata Marwan terbukti tidak bersalah, maka sangat gegabah sekali bila Said Aqil membesar-besarkan kesalahan yang belum tentu terbukti tersebut. Ini suatu bukti kesalahan Said Aqil.
Seperti halnya peristiwa yang paling disoroti Said Aqil adalah surat palsu yang menjadikan marahnya demonstran Mesir. Seandainya memang benar surat tersebut dari Marwan, itupun belum pantas dijadikan alasan untuk merendahkan martabat Sayyidina Utsman atas manuver politik Marwan. Sebab, sebagaimana yang tertulis dalam al-Bidayah wa al-Nihayah juz; 7 hal. 204 (lihat no.8 dalam makalah ini) adalah berdasarkan ayat;
(إِنَّمَاجَزَاءُ الَّذِيْنَ يُحَارِبُوْنَ اللهَ وَرَسُوْلَهُ وَيَسْعَوْنَ فِى الأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يَقَتَّلُوْا أَوْ يُصَلَّبُوْا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلاَفٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الأَرْضِ ذلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِى الدُّنْياَ وَلَهُمْ فِى الآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيْمٌ). (المائدة : 33).
“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka memperoleh siksaan yang besar.” (QS. Al-Maidah:33)
Dan memang para demonstran Mesir yang berdatangan ke Madinah untuk meminta ganti gubernurnya (Abdullah bin Sa'd’ bin Abi Sarh) adalah kaum Khawarij yang berbuat kerusakan di bumi. Maka sudah pantaslah bila Marwan dengan meminjam kekuasaan khalifah Utsman mengirim surat rahasia kepada gubernur lama (Ibnu Abi Sarah) untuk membasmi manusia-manusia durjana tersebut. Tindakan itu adalah suatu bukti ketajaman mata politik Marwan yang memang telah berhak untuk ijtihad. Sebab, mungkin saja dalam pandangannya kalau tidak dengan cara demikian tentunya tak akan mungkin membasmi orang-orang yang selalu bikin ribut. Karena siapa pun tahu bahwa khalifah Utsman adalah seorang khalifah yang bersikap lembut dan tak suka kekerasan. Maka, seandainya siasat politik tersebut diusulkan pada khalifah Utsman tentu ditolaknya. Mungkin logika politik yang demikianlah yang mengilhami Marwan untuk melaksanakan kehendaknya mem-basmi kaum Khawarij.
ثم دخلت سنة 35 وفيها مقتل عثمان بن عفان رضي الله عنه. وكان السبب في ذلك أن عمرو بن العاص حين عزله عثمان عن مصر ولى عليها عبد الله بن سعد بن أبي سرح وكان سبب ذلك أن الخوارج من المصريين كانوا محصورين(1) من عمرو بن العاص فجعلوا يعملون عليه حتى شكوه إلى عثمان لينزعه عنهم ويولي عليهم من هو ألين منه فلم يزل ذلك دأبهم حتى عزل عمرا عن الحرب وتركه على الصلاة وولى على الحرب والخراج عبد الله بن سعد بن أبي سرح. ثم سعوا فيما بينهما بالنميمة فوقع بينها حتى كان بينهما كلام قبيح فأرسل عثمان فجمع لابن أبي سرح جميع عمالة مصر خراجها وحربها وصلاتها وبعث إلى عمروا يقول له: لا خير لك في المقام عند من يكرهك فاقدم إليّ، فانتقل عمرو بن العاص إلى المدينة. (البداية والنهاية؛ ج7/ ص186).
Dari data di atas, terlihat jelas bahwa demonstran Mesir yang menuntut khalifah Utsman untuk mengganti gubernurnya adalah orang-orang brengsek yang senang bertualang dalam gelanggang politik. Semakin dituruti kemauannya maka, mereka semakin berani dan menginjak-injak kebijaksanaan pemerintah yang sah (khalifah Utsman). Lihat saja dalam khutbah sayyidina Utsman:
وقام عثمان فحمد الله وأثنى عليه، وقال: كل ما أشرتم به عليّ قد سمعت ولكل أمر باب يؤتى منه إن هذا الأمر الذي يخاف على هذه الأمة كائن وإن بابه الذي يغلق عليه فيكفكف به اللين والمؤاتاة والمتابعة إلا في حدود الله تعالى ذكره التي لا يستطيع أحد أن يبادي بعيب أحدهما فإن سده شيء فرفق فذاك والله ليفتحن وليست لأحد عليّ حجة حق. وقد علم الله أني لم آل الناس خيرا ولا نفسي ووالله ان رجى الفتنة لدائة فطوبى لعثمان إن مات ولم يحركها. كفكفوا الناس وهبوا لهم حقوقهم واغتفروا لهم وإذا تعوطيت حقوق الله فلا تدهنوا. (تاريخ الطبري ج2/ ص648).
Dan ada lagi fakta yang lebih jelas bahwa sebenarnya surat tersebut tidaklah dari kalangan pemerintahan (baik khalifah Utsman maupun Marwan), namun sengaja direkayasa oleh para demonstran yang sengaja hendak menggulingkan pemerintahan yang sah. Buktinya, mereka para demonstran Mesir, Kufah dan Bashrah mengapa sama-sama kembali ke Madinah setelah mereka hendak kembali ke negaranya? Ini tentu ada fihak ketiga yang mendalangi dan berdiri di belakang mereka. Siapa orangnya, tak sulit untuk ditebak. Siapa lagi kalau bukan Abdullah bin Saba’, tokoh Yahudi yang telah menebarkan isu politik di antara para demonstran sehingga mereka ramai-ramai berdatangan ke Madinah untuk menggugat Khalifah Utsman. Dialah sebenarnya biang keladi utama timbulnya segala kekacauan di akhir masa pemerintahan Sayyidina Utsman. Hasutannya begitu tajam dan mengena. Sehingga dengan jargon bahwa Ali-lah yang lebih berhak menjadi khalifah dan Utsman telah merebutnya, orang-orang yang bodoh akhirnya termakan rekayasa politik yang kotor tersebut. Demikian pula orang yang tak kenal sejarah juga akan termakan hasutan Said Aqiel, padahal dia tak lebih sebagai penjual berita yang ingin mengeruk keuntungan pribadi dengan menjual nama dan kehormatan shahabat. Sungguh kasihan sekali orang yang mengidolakan antek Syi'ah dan syetan tersebut. Kami juga pencinta shahabat Ali RA, tapi bukan Rafidloh yang menolak dan tidak mengakui kekhalifahan Abu Bakar, Umar, dan Utsman seperti yang mereka lakukan.
Dengan gaya diplomasi yang sok manthiqnya dia (Said Aqiel) memutar balikkan fakta dan menyelidiki “Ahlussunah wal Jama’ah” yang sebenarnya. Padahal maksudnya ingin menghan-curkan “Aqidah Ahlussunah wal Jama’ah”. Semoga Allah memberi hidayah kepada Said Aqil dan cukong-cukongnya.
وهكذا تفاقمت الفتنة وجمعت عناصرهامن الاقاليم والامصاركالكوفة ومصروالبصرة يبتون في الظاهر بعض الظلامات والشكاوي من الولاه إلى الخليفه ويخططون في الباظن للقضاء على الخليفلة الإسلامية.وقدشعركبارالصحابة بالحطرحينماتوافدت جموعالدهماء الى المدينة فحاولوا تهدءة التاءرين من الخليفة ان يستمع إلى شكايا اتهموا المظالم التى زعموها,بعدأن استمع اليهم بن يردالحق إلى مضابه وأن يقيم العدل وينصف المظلوم وأن يختارلأمرة المسلمين من يرضونه ويرضى الله تعالى, وبهذاهدأت الأحوال وتفرقت الجموع قافلة إلى الأمصارولكن لم بلبت ان عادت مرة أخرى مدعيه أن الخليفة عثمان قد نقض العهد الذي قطعه على نفسه وأنه كاتب عامله على مصر سرا يأمره أن يؤدب المتطلمين بدلا من أن ينصفنهم وقد أشرنا من قبل إلى أن قصة الكتاب المزعوم ونسبتها إلى عثمان مجرد افتراء عليه ومما يؤكد اختلاق هذه القصة والمؤمراة التي وراءها ما أشار إليه على رضي الله عنه حيثما خاطب هؤلاء الخارجين قائلا.
" كيف علمتم يا أهل الكوفة ويا أهل البصرة بما لقي أهل امصر وقد سرتم مراحل ثم طويتم عنا، هذا والله أمر أبرم بالمدينية". ويذكر ابن كثير أن بعض الصحابة قالوا للخارجين عند عودتهم "كيف علمتم بذلك (أي الكتاب) من أصحابكم وقد افترقتم وصار بينكم مراحل؟، إنما هذا أمر اتفقتم عليه".
فلما لم يجد الخارجون مبررا مقنعا قالوا: صفوة على ما أردتم لا حاجة لنا في هذا الرجل ليعتزلنا ونحن نعتزله. (ص44).
Dan sebagai akhir dari tulisan ini perlu di renungkan firman Allah SWT. dalam kitab suci Al-Qur’anul Karim:
(أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْديهِ مِنْ بَعْدِ اللهِ أَفَلاَ تَذَكَّرُوْنَ). (الجاثية : 23).
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah Subhanahu Wata'ala membiarkannya sesat berdasarkan ilmunya dan Allah Subhanahu wa ta'ala telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatan-nya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk setelah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS. AL-Jatsiah: 22).
Sungguh memalukan perkataan Said Aqil. Inilah akibatnya bila mata hati telah rusak dan teracuni ajaran sesat Syi’ah. Buktinya, Said Aqil ikut menghadiri pertemuan “Peringatan Arba’in” di Malang dan Surabaya dengan pidatonya yang penuh semangat dan menggebu-nggebu. Dan di sana dia mengaku terus terang sebagai agen Syi’ah. Demikian pula dalam pertemuan “Peringatan Karbala” yang diadakan pengikut-pengikut Syi’ah di Jakarta, dia juga ikut mendatanginya.
Said juga pernah mengusulkan, bahwa sebaiknya Departemen Agama (Depag) dihapus-kan, sebab keberadaannya itu hanya akan mengkotak-kotak agama Islam di Indonesia. Menurutnya, Depag hanya ada di Indonesia dan Israil. Kata Said ketika menjadi pembicara tunggal diskusi Pluralitas agama di Unika Widya Mandala, Kamis 9 Juli 1998. selanjutnya Said mengatakan mengenai mereka yang mengatakan non-muslim itu kafir, padahal tidak pernah Al-Quran menyatakan agama lain itu kafir. Justru orang yang memper-mainkan agama itu kafir.
Itulah fenomena kang Said, Katib Aam PBNU, orang yang berani menghina Allah, Rasulnya, mengkritisi bahkan menghina Shahabat Nabi. Yang pernah dikafirkan oleh empat belas kyai karena dengan lancang berani mengkafirkan imam Ghozali dalam disertasinya untuk meraih gelar doktor di Universitas Ummul Quro Makkah, dia juga mencari makan kepada orang kristen dengan menjadi Penasehat Angkatan Muda Kristen Republik Indonesia, juga sebagai agen Syi'ah di Indonesia. Dia juga tanpa canggung berkhotbah dalam acara misa Kristiani di sebuah gereja di Surabaya. Dengan background belakangnya berupa salib patung Yesus dalam ukuran yang cukup besar. Beritanya pun dimuat majalah aula milik warga NU. Dia juga pernah melontarkan gagasan pluralnya, yaitu merencanakan pembangunan gedung bertingkat, dengan komposisi lantai dasar akan diperuntukkan sebagai masjid bagi umat Islam, sedangkan lantai tingkat satu diperuntukkan sebagai gereja bagi umat kristiani, lantai tingkat dua diperuntukkan sebagai pura bagi penganut Hindu, demikian dan seterusnya.
Apa kang Said rela seandainya penyakit AIDS (diagnosis Gonore) yang disebabkan gonta-ganti pasangan dalam melakukan hubungan seksual karena melakukan nikah Mut'ah yang mereka halalkan itu menimpa putra-putrinya......?!!!
Ingat pengaduan seorang pasien AIDS, perempuan berjilbab, mahasiswi dari Pekalongan yang kost di wisma Fathimah jalan Alex Kawilarang 63 Bandung kepada Dokter Hanung, seorang dokter spesialis kulit dan kelamin dari kota Bandung, kota dimana kang Jalal (Jalaludin Rahmat) gembong Syi'ah di Indonesia bertempat tinggal.
Perempuan tadi menganggapnya bahwa kehidupan yang selama ini dijalani sudah sesuai dengan Syari'at Islam sesuai dengan keyakinannya. Perempuan tadi baru tahu, bahwa petualangan seks yang selama ini dia lakukan yang disebabkan nikah mut'ah itu beresiko dengan panyakit kelamin (gonore) yang sangat mengerikan, dan ini akan terus terjadi pada generasi-generasi umat Islam penganut aliran Syi'ah. [ ]
Di Iran sendiri, sebagai negara yang mayoritas Syi'ah, akibat dari legalnya nikah mut'ah, dikabarkan setiap bulannya 82 meninggal akibat terserang penyakit AIDS, pernyataan tersebut dari Muhammad Azmudeh, Dirjen Departemen Penyakit Menular, Kementerian, Kesehatan Iran juga mengatakan bahwa 283 orang termasuk 35 wanita diketahui telah terinfeksi virus yang mematikan itu. Bahkan pada bulan November tahun 1991 warga Iran yang sudah positif terserang penyakit HIV sudah sampai 5000 orang. Kata wakil Menteri Kesehatan Iran, Husein Malik Afzall.
Dalam rangka untuk mengetahui hakekat Syi'ah, LPPI (Lembaga Penelitian dan Pengkajian) mengadakan seminar sehari, pada hari Ahad tanggal 21 September 1997/ 19 Jumadil Awal 1418. yang di antaranya dalam rangka menjaga stabilitas masyarakat bangsa dan negara Indonesia, seminar merekomendasikan:
1. Mendesak Pemerintah Republik Indonesia cq. Kejaksaan Agung RI. Agar segera melarang paham Syi'ah di wilayah Indonesia. Karena selain telah meresahkan masyarakat, juga merupakan suatu sumber destabilisasi kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Karena tidak mungkin Syi'ah akan loyal pada pemerintah karena pada ajaran Syi'ah tidak ada konsep musyawarah melainkan keputusan mutlak dari Imam, dan karena Syi'ah berkeyakinan bahwa kekuasaan selain Imam-imam mereka adalah ilegal.
2. Memohon Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan seluruh jajaran pemerintah yang terkait agar bekerjasama dengan MUI dan Balitbang Depag RI agar segera meneliti buku-buku yang berisi paham dan melarang peredarannya di Indonesia.
3. Mendesak kepada pemerintah Indonesia cq. Menteri Kehakiman RI agar segera mencabut kembali izin semua yayasan Syi'ah atau yang mengembangkan ajaran Syi'ah di Indonesia, seperti:
o Yayasan Muthahhari Bandung.
o Yayasan Al-Muntazhar Jakarta.
o Yayasan Al-Jawad Bandung.
o Yayasan Mulla Shadra Bogor.
o Yayasan Pesantren YAPI Bangil.
o Yayasan Al-Muhibbin Probolinggo.
o Yayasan Pesantren Al-Hadi Pekalongan.
o Yayasan Pesantren Asshodiq Bondowoso.
4. Mengajak kepada seluruh masyarakat Islam Indonesia agar senantiasa waspada terhadap aliran Syi'ah, karena paham Syi'ah kufur serta sesat menyesatkan.
5. Menghimbau kepada segenap kaum wanita agar menghindarkan diri dari praktek nikah mut'ah (kawin kontrak) yang dilakukan dan dipropaganda-kan oleh pengikut Syi'ah.
Bagaimana masyarakat tidak resah, kalau anak-anak gadisnya, mahasiswi-mahasiswi di berbagai kota dan bahkan wanita secara umum terancam bahaya penyakit kelamin bahkan AIDS yang sangat berbahaya gara-gara ajaran yang menurut Islam adalah ajaran kufur yang bejat dan binatang.
***


Sholahuddin Wahid

S
holahuddin Wahid, pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang yang merupakan adik kandung Gus Dur ini juga tak kalah jauh sepak terjangnya dengan Gus Dur dalam membela aliran sesat dan kedekatannya dengan orang-orang non muslim, hanya saja beda gayanya. Dalam kasus pembelaannya terhadap Ahmadiyah, Gus Sholah -yang mantan anggota komnas HAM- itu mengatakan bahwa Negara tidak boleh merujuk fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI), Negara itu rujukannya UUD 1945 dan undang-undang. Hal itu dikatakan di sela-sela seminar mengenai jaminan perlindungan hukum dan Hak Asasi Manusia untuk kebebasan beragama dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya, di hotel Sultan. Gus Sholah juga pernah menjadi juri perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia (Peradah Indonesia) bersama Pendeta Nathan Setiabudi dan Ngakan Putu Putra dalam acara Peradah Indonesia menganugerahkan Peradah Award, Juni 2009.
Diantara yang diberi anugerah adalah mendiang Pramoedya Ananta Toer, tokoh sastrawan Lekra (lembaga milik PKI) yang berideologi komunis dengan cara dituangkan dalam tulisan-tulisannya sehingga pemerintah melarang buku-bukunya untuk dibaca.
Sedangkan media yang dimenangkan justru media yang plural, yakni majalah Tempo. Sedangkan dari Islam yang dimenangkan dan dianugerahi dengan penghargaan MPU Peradah 2009 adalah tokoh yang mengusung paham pluralisme agama, yakni Syafi'i Ma'arif, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah.
***




Ahmad Bagja

A
hmad Bagja, salah satu senior pengurus PBNU yang lahir di Kuningan ini juga pernah mendukung aliran sesat di Indonesia yaitu LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia), dalam dukungannya terhadap LDII, dia mengirimkan surat kepada MUI tertanggal 17 Agustus 2001, yang sudah menfatwakan aliran tersebut sesat, walaupun MUI tidak pernah menggubrisnya. Bahkan MUI mengeluarkan rekomendasi dari Munas ulama 2005 yang isinya LDII itu aliran sesat dan sangat meresahkan masyarakat disejajarkan dengan aliran Ahmadiyah.
Majlis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan rekomendasi mengenai aliran sesat LDII: MUI dalam musyawarah Nasional VII di Jakarta tanggal 21-29 Juli 2005, merekomendasikan bahwa aliran sesat seperti Ahmadiyah, LDII dan sebagainya agar ditindak tegas dan dibubarkan oleh pemerintah. Bunyi teks rekomendasi itu sebagai berikut:
"Ajaran sesat dan pendangkalan akidah. MUI mendesak pemerintah untuk bertindak tegas terhap munculnya berbagai ajaran sesat yang menyimpang dari ajaran Islam, dan membubarkannya karena sangat meresahkan masyarakat, seperti Ahmadiyah, LDII, dan sebagainya. MUI supaya melakukan kajian secara kritis terhadap paham Islam Liberal dan sejenisnya, yang berdampak pada pendangkalan akidah, dan segera menetapkan fatwa tentang keberadaan paham tersebut. Kepengurusan MUI hendaknya bersih dari aliran sesat dan paham yang dapat mendangkalkan akidah. Mendesak kepada pemerintah untuk mengaktifkan Bakorpakem dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya baik di tingkat pusat maupun daerah."( )
***


Masdar Farid Mas'udi

M
asdar Farid Mas'udi, Tokoh NU yang menjabat menjadi Wakil Katib Am Syuriah PBNU dan anggota Komisi Fatwa MUI ini lahir di Porwokerto 18 September 1954 pernah belajar di Pesantren Kyai Khudhori Tegalrejo Magelang Jawa Tengah 1966-1069 dan nyantri di pondok asuhan Kyai Ali Ma'shum Krapyak Yogyakarta 1969-1975. Dia juga menjabat sebagai Direktor Penghimpunan Pengembangan Pesantrten dan Masyarakat (P3M) dan juga menjadi anggota Komisi Ombudsman Nasional (KON) dan pengasuh Pondok Pesantren Al-Bayan Cibadak Sukabumi. Pendidikannya diakhiri di Fakultas Syari’at IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 1979. Bukunya Agama dan Keadilan: Risalah Zakat (Pajak) dalam Islam (1991) merupakn buku paling orisinil dan provokatif di antara buku-buku yang ditulis oleh orang NU dalam waktu yang lama. Buku lainnya adalah Islam dan Hak-hak reproduksi Perempuan. Penggagas kitab Fiqih kontekstual dan Pemred Jurnal pesantren. Aktif manulis di berbagai media massa nasional dan sering menjadi narasumber seminar baik lokal, regional maupun internasional.[ ]
Dalam buku wajah Liberal Islam di Indonesia ia jadi kontributor dalam bentuk wawancara yang diberi judul: Keadilan dulu baru potong tangan. Dalam buku Ijtihad Islam liberal ia juga menyumbang pendapat dalam tulisan yang berjudul "Waktu Pelaksanaan Haji Perlu Ditinjau Ulang". Artikel terakhir inilah (yang pernah dimuat harian Republika pada tanggal 6 dan 13 Oktober 2000 dengan judul “Keharusan meninjau kembali Waktu Pelaksanaan Haji” dan juga dimuat di Media Indonesia, situs Islamlib. com dan koran Jawa Pos) yang membuat heboh karena menurut Masdar pelaksanaan haji tidak hanya terbatas pada 5 hari efektif (dari tanggal 9-13 Dzulhijjah) saja, sebagaimana yang berlangsung selama ini. Menurut Masdar, Haji sah dilakukan sepanjang waktu tiga bulan (Syawal Dzulqa'dah dan Dzulhijjah) sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran surat Al-Baqarah 2 ayat 197: "Al-hajju Asyhurum Ma'lumat" (waktu haji adalah beberapa bulan yang sudah malum). Sedangkan mengenai Hadits "Al-Hajju Arofah" (haji adalah Arafah), menurut Masdar janganlah Al-Quran dikorbankan untuk Hadits tersebut. [ ]
Masdar, sebagai tokoh PBNU dan stafnya, Zuhairi Misrawi, alumni jurusan aqidah Filsafat Al Azhar, yang pernah mengatakan bahwa sholat tidak wajib, dua sosok nyleneh, aneh bin ajaib yang tergabung dalam tim sembilan penulis buku FLA (Fiqih Lintas Agama) pimpinan Nurcholish Majid direktur Paramadina diancam mati oleh Presiden PPMI (Persatuan Pelajar Mahasiswa Indonesia) di Mesir. Ancaman mati yang mengakibatkan batalnya acara "Pendidikan Islam Emansipatoris" yang akan Masdar selenggarakan untuk mahasiswa Indonesia di Mesir 7-8 Februari 2004. Sebelum acara berlangsung, berita pun telah ramai di milis insit di Malaysia. Bahwa Masdar yang dikenal ingin mengubah waktu pelaksanaan ibadah haji agar ritual pokoknya jangan hanya di bulan Dzulhijjah tapi bisa kapan saja selama tiga bulan itu telah bertandang ke Mesir untuk menggarap mahasiswa Indonesia. Di tengah kemelut persoalan haji, mulai di tanah air sampai pada tingkat pelaksanaannya di tanah suci, yang tak kunjung usai, khususnya setelah tragedi Mina terbaru (2004) yang menelan korban 244 orang, berbagai ide dilontarkan. Di antara yang menarik untuk dikaji dan diskusikan, apa yang disampaikan oleh Masdar F. Mas'udi, Katib Syuri'ah PBNU dan anggota komisi Fatwa MUI, seputar peninjauan ulang kembali waktu-waktu pelaksanaan ibadah haji dan dipasarkan oleh Ulil Absor Abdalla dalam tulisanya di Media Indonesia, Selasa 3 Februari 2004.
Latar belakang pendapat Masdar adalah karena masyaqat dan kesulitan yang sudah luar biasa tingkatannya, yang saat ini dialami oleh jamaah haji. Padahal menurutnya, agama itu mudah dan memberi kemudahan. Juga ia berpendapat bahwa waktu haji tidak sesempit yang dipahami selama ini. Meskipun Nabi SAW melaksanakan haji pada tanggal 9-13 Dzulhijjah namun di dalam Al-Quran ditetapkan waktu haji selama tiga bulan. Dengan demikian, prosesi haji tidak harus pada Lima hari tersebut di bulan Dzulhijjah. Pendapat tersebut tentu menuai protes dan kecaman berbagai kalangan karena orang menganggap janggal dan aneh.
Katib Syuriah PBNU dan juga anggota Komisi Fatwa MUI itu juga tidak malu-malu lagi membela perzinaan. Di antaranya dia menyiarkan, "kalau toh laki-laki nekat berzina dengan pelacur, maka hendaknya pakai kondom".
Menurut Masdar, sebaiknya kampanye kondom dilakukan tidak secara terbuka di media umum. Yang penting bagaimana menjangkau kaum pria yang tidak bisa menahan hajat seksualnya dan tetap nekat berhubungan seks dengan pekerja seks komersial agar mau menggunakan kondom sehingga tidak menularkan HIV kepada istrinya.
Masdar atas nama kekatiban Syuriyah PBNU juga pernah membuat pernyataan pembelaan terhadap Ulil atas tulisannya yang kontroversial dan ketika FUUI melalui juru bicaranya, KH. Athian Ali Muhammad Da'i, mengeluar fatwa hukuman mati kepada Ulil atas tulisannya "Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam" yang dimuat di Kompas 18 November 2002. [ ]
Pernyataan tertanggal 27 Desember 2002 yang ditandangani oleh Masdar, Katib Syuriyah PBNU tersebut di antaranya:
1. Mereka tidak percaya bahwa apa yang diucapkan Ulil bermaksud menghina Allah, Rasulnya ataupun agama Islam. Tuduhan itu sangat berlebihan dan tidak mendasar.
2. Ancaman untuk mencelakakan seorang secara fisik hanya karena pendapat yang dikemukakan secara mendasar harus ditolak. Karena di samping melawan prinsip kebebasan berpikir untuk mencari kebenaran yang dijamin oleh norma-norma universial, sikap seperti itu juga mencerminkan absolutisme dan kesewenang-wenangan yang tidak pernah bisa dibenarkan oleh Islam.
3. Untuk memberikan manfaat yang lebih besar kepada umat dan sekaligus menghindari kesalah pahaman yang tidak perlu kami menganjurkan kepada saudara Ulil untuk melanjut-kan proyek gagasannya dengan elaborasi yang lebih utuh dan komprehensif serta didukung argumen yang kokoh baik dalil Naqli maupun Aqli. Terutama atas sejumlah kata kunci (key words) yang memang rentan dengan kesalah pahaman.
4. Menyadari bahwa tidak ada pikiran manusia yang mutlak benar, termasuk gagasan saudara Ulil dengan proyek Islibnya, maka kami pun menghormati hak saudara-saudara kami yang tidak sependapat untuk mengkritik atau melawannya bahkan kalau perlu sekeras-kerasnya, asal dengan pendapat juga bukan ancaman, dalam proses adu argument (dialog) yang santun, berkualitas dan mencerdaskan.
Pembelaan juga datang dari Dawam Raharjo, ditayangkan salah satu stasiun TV swasta (Metro TV), Senin malam 23 Desember 2002. Dawam yang telah dikecam oleh para ulama Indonesia dan Luar negeri karena menghadirkan penerus nabi palsu Ahmadiyyah, Tahir Ahmad, dari London ke Jakarta tahun 2000 masa pemerintahan Gus Dur ini sok menasehati para ulama, agar berhati-hati dalam berfatwa. Pembelaan itu diucapkan di samping Ulil saat berbicara di Metro TV. Sementara Dawam sendiri tidak bisa/mampu menjawab semprotan KH. Athi'an dari Bandung (lewat telepon) yang mempersoalkan Dawam Raharjo menyebut Al-Quran itu filsafat.

Ulil Abshar Abdalla

U
lil Abshar Abdalla, lahir dan tumbuh di lingkungan pesantren. Pria kelahiran Pati Jawa Tengah,11 Januari 1967 itu sejak kecil sudah mengenyam pendidikan pondok pesantren setelah lulus Madrasah di Desa kelahirannya. Ayahya, Kyai Abdullah Rifa'i pengasuh pondok pesantren Mansajul Ulum Pati, tempat Ulil menimba ilmu. Setelah itu, Pendidikan menengahnya diselesaikan di Madrasah Mathali'ul Falah, Kajen, Pati, Jawa Tengah yang diasuh KH. M. Ahmad Sahal Mahfudz (Ro'is Am PBNU 1999–2004 dan 2004–2009). Pernah kuliah di Fakultas Syari’at Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA), Jakarta dan sempat mengenyam pendidikan di STF (Sekolah Tinggi Filsafat) Driyarkara, Jakarta.
Dia aktif di beberapa lembaga, Ketua Lakpesdam (Lembaga dan Kajian dan Pengembangan Sumber Daya manusia) Nahdlatul Ulama, Jakarta, Direktur Progam Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), Penasehat Ahli harian Duta Masyarakat, Koordinator Jaringan Islam Liberal (JIL), Direktur Freedom Institut, Jakarta.
Sebagai pendiri dan koordinator Jaringan Islam Liberal yang sering menyuarakan Liberalisasi tafsir Islam, Ulil menuai banyak kritik. Atas kiprahnya dalam mengusung gagasan pemikiran Islam liberal itu, Ulil disebut sebagai pewaris pembaharu pemikiran Islam, Gus Dur dan Nurcholish Madjid.
Pada awalnya, Ulil dikenal sebagai intelektual muda NU. Pernah menjabat ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Nahdlatul Ulama, Jakarta; kemudian ia aktif di Institut Studi Informasi (ISAI), Jakarta. Namanya jadi pembicaraan banyak orang ketika ia mendirikan Jaringan Islam Liberal (JIL) kelompok ini lantang menyuarakan Pluralisme dan bertujuan menyebarkan gagasan Islam Liberal seluas-luasnya, yakni Islam yang menekankan kebebasan pribadi dan pembebasan dari struktur sosial-politik yang melindas.
Dalam memimpin JIL Ulil sering dianggap melecehkan Islam, dinilai mengajarkan kesesatan terhadap masyarakat. Paham Liberalisme yang dianutnya dianggap sebagai produk Barat. Terlebih karena organisasi yang dipimpinnya dibiayai oleh lembaga-lembaga dari luar negeri. Pihak JIL tidak keberatan dan mengakui bahwa JIL dibiayai The Asia Fondation dan sumber-sumber domestik Eropa dan Amerika. Tak Cuma kritik artikelnya dalam sebuah surat kabar berjudul "Menyegarkan Kembali Pemikiran Islam" yang dimuat di Harian Kompas 18 Nopember 2002 dipandang oleh Forum Ulama Umat Islam (FUUI) mendiskreditkan Islam. Gara-gara artikel itu, Ulil divonis mati oleh FUUI.
Vonis mati itu tak membuat Ulil goyah pada pemikiran dan gagasan-gagasannya. Soal pernika-han beda agama, misalnya ia tidak menentangnya. Bahkan ketika ia ditantang apakah akan memper-bolehkan jika hal itu terjadi pada anaknya sendiri, ia mengatakan dengan berat hati akan mengizin-kannya.
Saat ini, pada bulan Agustus 2009 direktur Freedom Institute Jakarta itu telah meraih gelar S2 sekaligus S3 bidang perbandingan agama setelah empat tahun kuliah di Universitas Boston, Amerika Serikat, dan mencalonkan diri sebagai kandindat ketua PBNU dalam Muktamar NU ke-32 di Makassar Sulawesi Selatan. (sumber: PDAT)
Jika kita bicara Ulil Absar Abdalla, pikiran kita langsung tertuju dengan JIL (Jaringan Islam Liberal). Meskipun pada saat ia tengah mengambil program doktor di Boston dan melepaskan jabatan sebagai kordinaor JIL, namun nama itu masih melekat pada dirinya karena memang ialah yang mendirikan dan membesarkan lembaga itu.
Berikut ini kutipan wawancara dengannya dalam situsnya perihal seluk-beluk JIL atau biasa juga disebut Islib (Islam liberal).
Red: Apa itu Islam Liberal?
Ulil: Islam Liberal adalah suatu bentuk penafsiran tertentu atas Islam dengan landasan :
1. Membuka pintu ijtihad pada dimensi Islam. Islam Liberal percaya bahwa ijtihad atau penalaran rasional atas teks-teks keislaman adalah prinsip utama yang memungkinkan Isam terus bisa bertahan dalam segala cuaca. Penutupan pintu ijtihad, baik secara terbatas atau secara keseluruhan, adalah ancaman Islam itu sendiri, sebab dengan demikian Islam akan mengalami pembusukan. Islam Liberal percaya bahwa ijtihad bisa diselenggarakan dalam semua segi, baik segi Muamalah (Interaksi sosial), Ubudiyyah (ritual) maupun Ilahiyah (teologi).
2. Mengutamakan semangat religioetik bukan makna literal teks. Ijtihat yang dikembangkan oleh Islam Liberal adalah upaya menafsirkan Islam berdasarkan semangat religioetik Al-Quran dan sunah Nabi, bukan menafsirkan Islam semata-mata berdasarkan makna literal teks. Penafiran yang literal hanya akan melumpuhkan Islam. Dengan penafsiran yang berdasarkan semangat religioetik, Islam akan hidup berkembang secara kreatif menjadi bagian dari peradaban kemanusiaan universal.
3. Mempercayai kebenaran yang relatif, terbuka dan plural. Islam Liberal mendasarkan diri pada gagasan tentang kebenaran (dalam penafsiran keagamaan) sebagai sesuatu yang relatif. Sebab sebuah penafsiran adalah kegiatan manusiawi yang terkungkung oleh konteks tertentu, terbuka. Karena setiap bentuk penafsiran mengandung kemungki-nan salah, selain kemungkinan benar, plural, sebab penafsiran keagamaan dalam satu dan lain acara adalah cermin dari kebutuhan seorang penafsir di suatu masa dan ruang yang terus berubah-ubah.
4. Memihak pada yang minoritas dan tertindas. Islam Liberal berpijak pada penafsiran Islam yang memihak kepada kaum minoritas yang tertindas dan dipinggirkan. Setiap struktur sosial-politik yang mengawetkan ketidakadilan atas yang minoritas adalah berlawanan dengan semangat Islam. minoritas di sini dipahami dalam maknanya yang luas, mencakup minoritas agama, etnik, ras, gender, budaya, politik dan ekonomi.
5. Meyakini kebebasan beragama. Islam Liberal meyakini bahwa urusan beragama dan tidak beragama adalah hak perorangan yang harus dihargai dan dilindungi. Islam Liberal membenarkan penganiayaan (persekusi) atas suatu pendapat atau kepercayaan.
6. Memisahkan otoritas duniawi dan ukhrowi, otoritas keagamaan dan politik. Islam Liberal yakin bahwa kekuasaan keagamaan dan politik harus dipisahkan. Islam Liberal menentang negara agama (teokrasi). Islam Liberal yakin bahwa bentuk negara yang sehat bagi kehidupan agama dan politik adalah negara yang memisahkan kedua wewenang tersebut. Agama adalah sumber inspirasi yang dapat mempengaruhi kebijaksanaan publik, tetapi agama tidak punya hak suci untuk menentukan segala bentuk kebijakan publik. Agama berada di ruang privat, dan urusan publik harus diselengga-rakan melalui proses konsesus.
Red: Mengapa disebut Islam Liberal?
Ulil: Nama "Islam Liberal" mengembangkan prinsip-prinsip yang kami anut, yaitu Islam yang menekankan kebebasan pribadi dan pembebasan dari struktur sosial-politik yang menindas. ”Liberal" di sini bermakna dua; kebebasan dan pembebasan. Kami percaya bahwa Islam selalu dilekati kata sifat, sebab pada kenyataanya Islam ditafsirkan secara berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan penafsir-nya. Kami memilih jenis tafsir, dan dengan demikian satu kata sifat terhadap Islam, yaitu "Liberal". Untuk mewujudkan Islam Liberal, kami bentuk Jaringan Islam Liberal (JIL).
Red: Mengapa Jaringan Islam Liberal?
Ulil: Tujuan utama kami adalah menyebarkan gagasan Islam Liberal seluas-luasnya kepada masyarakat. Untuk itu kami memilih bentuk jaringan, bukan organisasi kemasyarakatan, maupun partai politik. JIL adalah wadah yang longgar untuk siapa saja yang memiliki aspirasi dan kepedulian terhadap gagasan Islam Liberal.
Red: Apa misi JIL?
Ulil: Pertama, mengembangkan penafsiran Islam yang Liberal sesuai dengan prinsip-prinsip yang kami anut, serta menyebarkannya kepada khalayak seluas mungkin.
Kedua, mengusahakan terbukanya ruang dialog yang bebas dari tekanan konservatisme. Kami yakin, terbukanya ruang dialog akan memekarkan pemikiran dan gerakan Islam yang sehat.
Ketiga, mengupayakan terciptanya struktur sosial dan politik yang adil dan manusiawi.
Red: Apa Kegiatan Pokok JIL?
Ulil: Di samping itu, dipublikasikan, juga beberapa kegiatan pokok Jaringan Islam Liberal yang sudah dilakukan, di antaranya:
1. Sindikasi penulis Islam Liberal
Maksudnya adalah mengumpulkan tulisan sejumlah penulis yang selama ini dikenal (atau belum dikenal) oleh publik luas sebagai pembela Pluralisme dan Inklusivisme. Sindikasi ini akan menyediakan bahan-bahan tulisan yang baik. Dengan adanya "otonomi daerah", maka peran media lokal makin penting, dan suara-suara keagamaan yang toleran juga penting untuk disebarkan melalui media masa daerah ini. Setiap minggu, akan disediakan artikel dan wawancara untuk koran-koran daerah.
2. Talk-show di Kantor berita Radio 68 H.
Talk-Show ini akan mengundang sejumlah tokoh yang selama ini dikenal sebagai "pendekar Pluralisme dan Inklusivisme" untuk berbicara tentang isu sosial keagamaan di tanah air. Acara ini akan diselenggarakan setiap minggu, dan disiarkan melalui siaran Radio Namlapanha di 40 Radio, antara lain; Radio Namlapanha Jakarta, Radio Smart (Menado), Radio DMS (Maluku), Radio UNISI (Yogyakarta), Radio PTPN (Solo), Radio MARA (Bandung), Radio Prima FM (Aceh).
3. Penerbitan Buku.
JIL berupaya menerbitkan buku-buku yang bertemakan Pluralisme dan Inklusivisme agama, baik berupa terjemahan, kumpulan tulisan, maupun penerbitan ulang buku-buku lama yang masih relevan dengan tema-tema tersebut. Saat ini JIL sudah menerbitkan buku kumpulan artikel, wawancara, dan diskusi yang diselenggarakan oleh JIL, berjudul wajah Liberal Islam di Indonesia.
4. Penerbitan Buku Saku.
Untuk kebutuhan pembaca umum, JIL menerbitkan Buku Saku setebal 50-100 halaman dengan bahasa renyah dan mudah dicerna. Buku Saku ini akan mengulas dan menanggapi sejumlah isu yang menjadi bahan perdebatan dalam masyarakat. Tentu, tanggapan ini dari perspektif Islam liberal. Tema-tema itu antara lain: jihad, penerapan syariat Islam, jilbab, penerapan ajaran "memerintahkan yang baik, dan mencegah yang jahat" (amar ma'ruf nahi mungkar), dll.
5. Website IslamLib.com.
program ini berawal dari dibukanya milis Islam Liberall (islamLiberal @yahoogrups.com) yang mendapat respon positif. Ada beberapa anggota umtuk meluaskan milis ini ke dalam bentuk website yang bisa diakses oleh semua kalangan. Sementara milis akan tetap dipertahankan untuk kalangan terbatas saja. Semua produk JIL (sindikasi media, talk show radio, dll) akan dimuat dalam website ini. Web ini juga akan memuat setiap perkembangan berita, artikel, atau apapun yang berkaitan dengan misi JIL.
6. Iklan Layanan Masyarakat.
Untuk menyebar-kan visi Islam Liberal, JIL memproduksi sejumlah Iklan Layanan Masyarakat (Publik Service Adver-tisement) dengan tema-tema seputar Pluralisme, penghargaan atas perbedaan dan pencegahan konflik sosial. Salah satu iklan yang sudah diproduksi adalah iklan berjudul "Islam Warna-Warni".
7. Diskusi Keislaman.
Melalui kerjasama dengan pihak luar (Universitas, LSM, kelompok mahasiswa, pesantren dan pihak-pihak lain). JIL menyeleng-garakan sejumlah diskusi dan seminar mengenai keislaman dan keagamaan secara umum. Termasuk dalam kegiatan ini adalah diskusi keliling melalui kerjasama yang diadakan dengan kelompok-kelompok mahasiswa di sejumlah Universitas Diponegoro Semarang, Institut Pertanian Bogor, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dll. Sumber: Tokoh Indonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia).
Beberapa komentar Ulil, baik di media massa, buku, maupun seminar-seminar sering menghebohkan kalangan Islam, di antaranya:
"Menurut saya, tidak ada yang disebut hukum Tuhan dalam pengertian seperti dipahami kebanyakan oarang Islam. misalnya hukum Tuhan tentang pencurian, jual-beli, pernikahan, pemerintahan dan lain-lain" (Kompas, 18 November 2002)
"Rasul Muhammad adalah tokoh historis yamg harus dikaji dengan kritis (sehingga tidak hanya menjadi mitos yang dikagumi saja, tanpa memandang aspek-aspek beliau sebagai manusia yang banyak kekurangannya)" (Kompas, 18 November 2002)
"Islam seperti yang dikemukakan Cak-Nur dan sejumlah pemikir lain adalah 'nilai generis' yang bisa ada Kristen, Hindu, Budha, Khonghucu, Taoisme,......bisa jadi, kebenaran "Islam" ada dalam filsafat Marxisme" (Kompas, 18 November 2002)
"Mengajukan syariat Islam menjadi solusi atas semua masalah adalah bentuk kemalasan berpikir, atau lebih parah lagi, merupakan cara untuk lari dari masalah, bentuk eskapisme dengan memakai alasan hukum Tuhan." (Kompas, 18 November 2002)
"Tulisan saya sengaja provokatif, karena saya berhadapan dengan audiens yang juga provokatif, dalam istilah balaghahnya musyakalah. Dari segi substansi, saya tidak menyesali tulisan saya. Mungkin saya mengevaluasi cara saya yang kurang tepat." (Gatra, 21 Desember 2002)
"Semua agama sama. Semuanya menuju ke jalan kebenaran. Jadi, Islam bukan yang paling benar. Pemahaman serupa terjadi di Kristen selama berabad-abad. Tidak ada jalan keselamatan di luar gereja. Baru pada 1965 masehi, Gereja Katholik di Vatikan merevisi paham ini. Sedangkan Islam, yang berusia 1423 tahun dari hijrah Nabi, belum memiliki kedewasaan sama dengan Katholik." (Gatra, 21 Desember 2002)
"Larangan nikah beda agama bersifat konteks-tual, pada zaman Nabi, umat Islam sudah bersaing untuk memperbanyak umat. Nah, saat ini Islam sudah semilyar lebih, kenapa harus kawin dengan yang di dalam Islam. Islam sendiri sebenarnya sudah mencapai kemajuan kala itu, memperbolehkan laki-laki kawin dengan ahli kitab. Ahli kitab hingga saat ini masih ada. Malah, agama-agama selain Nasrani dan Yahudi pun bisa disebut dengan ahli kitab. Kawin beda agama hambatannya bukan teologi, melainkan sosial." (Gatra, 21 Desember 2002)
"Negara sekuler lebih unggul daripada negara Islam ala fundamentalis, sebab negara sekuler bisa menampung energi keshalehan dan kemaksiatan sekaligus." (Tempo edisi 19-25 November 2002)
"Larangan kawin beda agama, dalam hal ini antara perempuan Islam dengan laki-laki non-Islam, sudah tidak relevan lagi." (Kompas, 18 November 2002)
"Tapi, bagi saya, all scriptures are miracles, semua kitab suci adalah mukjizat" (Jawa Pos, 11 Januari 2004)
"Agama tidak bisa "seenak udelnya" sendiri masuk ke dalam bidang-bidang itu (kesenian dan kebebasan berekspresi) dan memaksakan sendiri standarnya kepada masyarakat. Agama hendaknya tahu batas-batasnya." (pengantar Buku: Mengebor Kemunafikan Inul, Seks dan kekuasaan) [ ]
Fatwa mati atas kelancangan mulut Ulil tidak membuatnya bertaubat. Tidak sadarkah Ulil, bahwa dia akan mati, sedangkan seluruh perbuatannya akan dipertanggung jawabkan? Pembela kebenaran hendaknya tidak terpikat kepada kebathilan yang terkadang terasa indah dan menggiurkan. Apalagi mendukungnya. Kewajiban umat adalah mem-berantas kemungkaran. Sedang kemungkaran terbesar adalah perusakan agama.


KH. Musthofa Bisyri

Ngawurnya A. Musthofa Bisyri dalam Membela Ahmadiyah
M
asih ingat pembela goyang ngebor Inul Daratista? Tetapi yang khas membela dengan lukisan yang melecehkan dzikir, berjudul "Dzikir Bersama Inul" itu hanya satu yaitu Ah. Musthofa Bisyri.
Kemudian disaat kaum Sepilis (Sekularisme, Pluralisme, Liberalisme) disengat MUI dengat fatwanya tentang haramnya Sepilis dalam Munasnya yang ke-VII di Jakarta. Juli 2005 M. muncul pula Ah. Musthofa Bisyri mertua dedengkot JIL, Ulil Abshar Abdalla ini dengan suara aneh, membela Sepilis dengan menghantam fatwa MUI.
Belakangan disaat gonjang-ganjing Ahmadiyah yang direkomendasikan Bakor Pakem Kejakung 16 April 2008 M agar Ahmadiyah menghentikan kegiatannya karena terbukti menyimpang dari pokok-pokok ajaran Islam, maka Ah. Musthofa Bisyri pun bertandang untuk membela Ahmadiyah. Diantaranya Ah. Musthofa Bisyri menulis di Koran Indo Pos, Rabo, 23 april 2008 M berjudul "Yang Sesat dan Yang Ngamuk" berisi pembelaan terhadap Ahmadiyah, aliran yang sesat yang punya nabi palsu bernama Mirza Ghulam Ahmad.
Untuk mendapatkan gambaran bagaimana Ah. Musthofa Bisyri dalam menghadapi masalah yang berkaitan dengan Islam, mari kita tengok diantara ungkapan Ah. Musthofa Bisyri ketika diwawancarai untuk menanggapi sebelas fatwa hasil Munas VII Majlis Ulama Indonesia (MUI) akhir bulan Juli 2005 M.
Red: Bagaimana pandangan anda tentang haramnya Sekularisme, Pluralisme, Liberalisme agama..?
MB: Paham itu ‘kan gagasan (ide) dan ‘isme’ itu pemikiran. Saya kira, menghukumi pemikiran, selain tidak lazim, juga sia-sia. Itu sama saja melarang orang berpikir. Mestinya pemikiran harus dilawan dengan pemikiran juga. Kecuali pemikiran itu diejawentahkan dalam tindakan yang merusak dan merugikan orang banyak. Kalau sudah demikian, yang berwenang mengambil tindakan adalah pemerintah.
Jadi, kalau pemikirannya sendiri, gagasan-gagasan, tidak bisa diharamkan. Kalau sampeyan punya gagasan mau menzinahi bintang film, tidak apa-apa. (Novriantoni dari Kajian Islam Utan Kayu (KIUK) mewancarai pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Rembang, KH. Ah. Musthofa Bisyri, Kamis, 4 Agustus 2005 M mengenai dampak fatwa MUI tersebut).
Itulah ungkapan Ah. Musthofa Bisyri, dalam rangka membela Sepilis dia berani berkata:
"Kalau sampeyan punya gagasan akan menzinahi bintang film, ia baru haram kalau anda laksanakan, Kalau masih gagasan, tidak apa-apa".
Perkataan Ah. Musthofa Bisyri itu coba kita bandingkan dengan sabda Nabi Muhammad SAW:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ مَا رَأَيْتُ شَيْئًا أَشْبَهَ بِاللَّمَمِ مِمَّا قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ حَظَّهُ مِنْ الزِّنَا أَدْرَكَ ذَلِكَ لَا مَحَالَةَ فَزِنَا الْعَيْنَيْنِ النَّظَرُ وَزِنَا اللِّسَانِ الْمَنْطِقُ وَالنَّفْسُ تَمَنَّى وَتَشْتَهِي وَالْفَرْجُ يُصَدِّقُ ذَلِكَ وَيُكَذِّبُهُ. رواه ابو داود
Dari Hadits shohih ini maka benarlah sabda nabi Muhammad SAW dan dustalah Ah. Musthofa Bisyri yang berani mengatakan: "Kalau sampeyan punya gagasan akan menzinahi bintang film, ia abaru haram kalau anda laksanakan, Kalau masih gagasan, tidak apa-apa". Kalau ia mau berpikir, sedikit saja, tentu akan tahu, misalnya orang menulis-nulis atau menyiarkan kepada umum bahwa mencuri harta orang atau istri orang itu boleh-boleh saja, karena harta dan istri itu ibarat rumput, siapa saja boleh mengambil dan menggunakannya. Gagasan yang disiarkan kepada umum itu apakah tidak apa-apa selagi belum dipraktekkan? apakah itu tidak boleh dihukumi haram, tidak boleh dilarang karena baru berupa gagasan yang diedarkan, belum dilaksanakan?apakah baru salah ketika dilaksanakan dengan menzinahi istri tuan? Kalau baru gagasan berupa bujukan untuk menzinahi istri tuan, maka walau disiarkan bolehnya menzinahi tidak tuan apa-apakan, asal tidak tidak dilakukan zina betulan, baru penyebaran bolehnya dizina?
Yang dilakukan kaum Sepilis bukan sekedar gagasan terpendam dalam bathin yang tidak dikeluarkan dan tidak disiarkan. Tetapi adalah gagasan-gagasan busuk yang menjerumuskan dan merusak aqidah Islam diwujudkan dalam propaganda luar biasa lewat aneka sarana.
Perkataan dusta Ah. Musthofa Bisyri itupun masih pula untuk menohok fatwa MUI yang mengharamkan sepilis demi membela mereka yang merusak aqidah Islam itu.
Rupanya bukan angan-angannya yang jorok, namun angan-angan itupun diwujudkan dengan nyata yaitu membela Inul Daratista yang dipersoalkan umat karena ulahnya yang erotis, pembelaan Ah. Musthofa Bisyri itu diwujudkan dengan membuat lukisan yang dinamai "Berdzikir Bersama Inul" sebuah bentuk pembelaanya atas Inul, yaitu berupa lukisan perempuan berjoget goyang-goyang dengan menonjolkan pantatnya ditengah lingkaran lelaki yang berdzikir.
Demikianlah adanya, Ahmadiyah dibela, sepilis dibela, goyang maksiat juga dibela, sedang fatwa MUI dibantah-bantah sekenanya.
***


Abdul Muqsith Ghozali

A
bdul Muqsith Ghozali, lahir di Situbondo Jawa Timur pada tanggal 7 Juni 1971. ia menyelesaikan pendidikan S2-nya di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Sekarang menempuh Program Pasca Sarjana S3 di perguruan tinggi yang sama. Peneliti pada The Religious Reform Project (RePro) Jakarta, juga sebagai dosen UIN Jakarta dan YPK universitas Paramadina Jakarta. Nama Abdul Muqsith Ghozali mencuat ketika menjadi konsultan dan pengasuh rubrik Fiqih Majalah Syi'ah Jakarta karena fatwa-fatwanya yang dinilai kontroversial. Ia tercatat sebagai dewan pengasuh pondok pesantren Zainul Huda Arjasa Sumenep Madura. Koordinator Kajian Jaringan Islam Liberal ini aktif menulis dipelbagai Koran nasional seperti Media Indonesia, koran Tempo, Indo Pos, Kompas dan Suara Pembaruan. Ia juga menulis dipelbagai jurnal seperti Tashwirul Afkar (Lakpesdam NU, Jakarta) jurnal dialoq (Litbang Depag RI) jurnal Jauhar (Pasca Sarjana UIN Jakarta) dan lain-lain. Menjadi kontributor dan editor sejumlah buku-buku Islam Liberal diantaranya: Ijtihad Islam Liberal (penyunting) (Jakarta, JIL, Juni 2005) dan Menjadi Indonesia: 13 Abad Eksistensi Islam di Nusantara (Bandung, Mizan 2006)
Pandangan Abdul Muqsith Ghozali tentang Islam sangat liberal dan pluralis, pendapat-pendapatnya yang cukup berani dapat dilihat di Rubrik Konsultasi Fiqih Majalah Syir'ah. Hamper setiap fatwanya di Majalah tersebut menyulut kontroversi dan tidak sama dengan mainstream Islam selama ini. Salah satunya ketika ia ditanya seorang muslimah yang berpacaran dengan pemuda Katholik dan bermaksud melanjutkan hubungannya ke gerbang pernikahan, apakah hukumnya menurut Islam pernikahan wanita muslimah dengan pria non-muslim, Abdul Muqsith menjawab:
"Menurut saya, pernikahan tersebut (perempuan muslimah dengan laki-laki Katholik) tetap sah dengan berlandaskan kepada dua argumen berikut:
Pertama, tidak dijumpai dalam al- Quran sebuah dalil yang secara tegas (Sharih) melarang seperti itu. Sementara perihal atas pernikahan perempuan muslimah dengan laki-laki non-muslim justru berada dilingkungan buku-buku tafsir al-Quran dan tidak didalam al-Quran itu sendiri. Hemat saya, ketidaan dalil yang melarang itu adalah dalil bagi bolehnya pernikahan tersebut. Dalam bahasa ushul Fiqih dikatakan: "Adamud Dalil Huwa Addalil (Tidak Ada Dalil Adalah Sebuah Dalil)".
Kedua, al-Qur’an sendiri sesungguhnya tidak perlu secara verbal berbicara secara legalitas pernikahan itu. Paparan al Quran mengenai kebolehan pernikahan antara laki-laki muslim dengan perempuan ahli kitab sudah dipandang cukup bagi bolehnya pernikahan perempuan muslimah dengan laki-laki ahli kitab. Inilah yang dalam gramatika bahasa arab disebut dengan "Min Bab Al Iktifa'".
Dengan dua argument diatas maka pandangan ulama yang mengharamkan pernikahan anatara perempuan muslimah dengan laki-laki non muslim dengan berlandaskan al Quran dapat dipatahkan. Karena al Quran sendiri tidak melarangnya secara tegas, tidak seperti tegasnya al Quran melarang umat Islam baik laki-laki maupun perempuan untuk menikah dengan laki-laki atau perempuan musyrik. (Majalah Syi'ah No. 20. III/ Juli 2003 Hal. 42-43)
Pendapat ini jauh berbeda dengan Fiqih Islam yang selama berabad-abad ini melarang wanita muslimah menikah dengan pria non-muslim.
Di edisi yang lain, masih di Majalah dan rubrik yang sama, seorang ibu bertanya perihal anaknya yang berencana akan pindah agama meninggalkan Islam. Sang anak yang duduk dibangku kuliah sudah tidak betah dalam Islam karena termakan oleh isu terorisme akhgir-akhir ini. Ibu tersebut menanyakan: "Bagaimana pandangan Fiqih Islam menyangkut perpindahan agama".
Menjawab pertanyaan hukum murtad tersebut, Abdul Muqsith Ghozaly mengemukakan tiga ayat al Quran, yaitu, "Bagimu agamamu bagiku agamaku" (QS. Al Kafirun: 6) "Barangsiapa yang ingin beriman maka berimanlah dan barangsiapa yang ingin kafir maka kafirlah" (QS. Al Kahfi: 29) "Tidak ada paksaan didalam urusan agama" (QS. Al Baqarah: 256). Setelah mengutip ayat tersebut, Abdul Muqsith Ghozaly menjelaskan: "Ayat-ayat diatas cukup jelas bahwa manusia itu tidak dipaksa untuk memeluk suatu agama dan keluar dari agamanya. Tuhan memmberi kebebasan penuh kepada manusia untuk beriman atau tidak beriman, beragama Islam atau tidak. Kalau tuhan saja tidak memaksa seluruh hamba-hambanya untuk beriman kepada-Nya, maka lebih-lebih orang tua terhadap anaknya". Kemudian Abdul Muqsid menyimpulkan, "namun sekiranya dia telah berketatapan hati untuk pindah ke agama lain makia tidak ada pilihan lain kecuali bahwaibu mesti mengikhlaskan kepergiannya ke agama lain itu. Sesuai dengan perintah Al-Quran di atas, tidak boleh ada paksaan menyangkut masalah agama". (Majalah Syir'ah no. 39 hal. 84-85).
"Nasihat" Abdul Muqsith kepada ibu tentu bertentangan dengan firman Allah, "Hai orang-orang yang beriman, periharala dirimu dan keluargamu dari api neraka yang api bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar, keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan". (QS. Qt-Tahrim: 6)
***


KH. Husein Muhammmad

K
H. Husen Muhammmad. Lahir di Cirebon, 9 Mei 1953. setelah menyelesaikan studinya di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri Jawa Timur (1973) dia melanjutkan ke Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur'an (PTIQ) di Jakarta. Setelah itu ia melanjutkan belajar di al-Azhar Kairo, Mesir. Pada tahun 1983 ia kembali ke Indonesia dan memimpin Pondok Pesantren Darut Tauhid Arjawinangun, di Cirebon Jawa Barat sampai sekarang.
Husen Muhammad aktif di berbagai kegiatan diskusi dan seminar keislaman. Terakhir, dia aktif dalam seminar-seminar yang memperbincangkan seputar agama dan gender serta isu-isu perempuan lain. Ia juga menulis di sejumlah media massa dan menerjemahkan sejumlah buku. Menjadi kontributor Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR). Selain menjadi direktur pengembangan wacana di LSM "RAHIMA." Ia juga aktif di Puan Amal Hayati, bersama teman-temannya di Cirebon mendirikan Klub Kajian Bildung.
Bukunya berjudul “Fiqih Perempuan-Refleksi Kiayi atas Wacana Agama dan Gender” diterbitkan oleh LkiS tahun 2007 (cet. 2) bekerja sama dengan The Ford Foundation dan Rahima.
Sebagai orang yang sangat concern terhadap masalah gender, di banyak tulisannya kelihatan sekali ia membela kaum hawa, terutama sedikitnya peran mereka dalam ruang publik. Dalam tulisannya di situs Islamlib.com berjudul partisipasi Politik Perempuan ia menulis, "Sayangnya sekarang partisipasi politik perempuan mengalami proses degradasi dan reduksi secara besar-besaran. Ruang aktifitas perempuan dibatasi hanya pada wilayah domestik dan diposisikan secara subordinat. Pembatasan ini tak hanya terbaca dalam buku-buku pelajaran, tetapi juga muncul dalam realitas sosial. Sejarah politik Islam sejak Nabi SAW wafat dan masa Khulafa al-Rosyidun sampai pada abad 20 tak banyak menampilkan tokoh perempuan untuk peran-peran publik."
"Secara umum alasan yang digunakan adalah bahwa perempuan dipndang sebagai pemicu hubungan seksual yang terlarang dan kehadiran mereka ditempat umum dipandang sebagi sumber godaan ("fitnah") dan menstimulasi konflik sosial. Persepsi tendensius ini menuju pada sumber-sumber otoritatif Islam (al-Qur'an dan Hadist) yang dibaca secara harfiah dan konservatif. Untuk kurun yang panjang pandangan interperatif yang diskriminatif ini diterima secara luas bahkan oleh sebagian kaum muslimin hari ini."
‘Perjuangan’ Husein Muhammad menegakkan kesetaraan gender terlihat dari pembelaannya terhadap pendapat Dr.Amina Wadud, wanita dari Amerika Serikat yang menjadi imam Sholat Jum'at (sekaligus khotib bagi kaum pria di gereja Anglikan Manhattan, New York,AS). Ketika diwawancarai oleh Ulil Abshor Abdalla dari JIL (dapat dilihat di dalam situs Islamlib.com bertajuk "Perempuan Boleh Mengimami Laki-laki"), Husein Muhammad mengatakan, "Saya tidak hanya menulis soal itu dalam buku Fiqih perempuan, tapi juga sering menyampaikannya di pelbagi forum. Sejauh ini pandangan saya cukup jelas: perempuan dibolehkan menjadi imam Shalat bagi siapa saja, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Saya tidak setuju dengan pernyataan bahwa didalam hukum Islam, perempuan tidak dibolehkan menjadi imam laki-laki. Persoalannya menurut saya tidak seperti itu. Pernyataan itu bagi saya hanyalah pandangan mainstream ulama saja."
Pada bagian lain ia mengatakan, “Saya kira, Amina Wadud sudah berani melakukan perlawanan simbolik terhadap tradisi yang sudah mapan dalam kontruksi hukum Islam. Lantas, mengapa kita tidak menerapkannya di Indonesia? Saya kira, kita masih melihat konteks situasi dan kondisi yang berlangsung di negeri ini. Ketika mempraktikkan itu, apakah tidak akan muncul perpecahan yang luar biasa? Saya kira, soal itu juga dipikirkan lebih lanjut. Makanya, disinilah letak pentingnya pengondisian terlebih dahulu. Pengondisian itu bisa dilakukan dengan menyebutkan atau mengungkap wacana fikih atau pendapat yang membolehkan imam perempuan."
Husein Muhammad bersama beberapa tokoh juga pernah membuat kelompok Forum Kajian Kitab Kuning (FK3) yang cukup menghebohkan karena menerbitkan buku berjudul "Wajah Baru Relasi Suami-Istri, Telaah kitab 'Uqudu al-Dulujayn” karya Imam Nawawi al-Banteni, seorang ulama' terkenal yang dijuluki 'Sayyid Ulama Hijaz'. Buku yang selama ini dijadikan acuan di pesantren-pesantren, khususnya pesantren NU dikritik karena banyak Hadits yang dianggap FK3 dhoif. Selain Husein Muhammad, dibuku tersebut ada nama Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, Masdar F. Masudi, Lies Marcus, dan sebagainya.
Buku ini mendapatkan tanggapan keras dari ulama Jawa Timur yang akhirnya membuat kajian serupa yaitu Forum Kajian Islam Tradisional (FKIT) Pasuruan berada dibawah Rabithatul Ma'ahid Islamiyah (RMI), Cabang Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Forum ini juga menelorkan sebuah buku tanggapan hasil kajian mereka berjudul "Menguak Kebatilan dan Kebohongan Sekte FK3". RMI adalah organisasi ikatan pondok pesantren di bawah naungan Organisasi Nahdhatul Ulama (NU). Buku ini hasil kajian ilmiah Forum Kajian Islam Tradisional Pasuruan (FKIT), yang beranggotakan kyai-kyai muda dari berbagai pesantren, seperti Abdul Halim Mutamakkin, Muhibbul Aman Ali, HA Baihaqi Juri, M. Idrus Ramli, dan sebagainya.
Apa yang dikritik dari buku misalnya tentang penilaian FK3 tentang Hadits "barangsiapa yang meniru-niru suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka." Terhadap Hadits ini, FK3 menulis, “Jalur Hadits ini dho'if sebagaimana ditetapkan oleh al-Sakhowi dalam kitab "al-maqosid al-hasanah.” Pendapat itu dijernihkan oleh FKIT, dengan menyebutkan, bahwa al-Albani dalam “Irwa' al-Gholil Fi Takhriji Ahadits Manar al-Sabil" (Hadits no 1269), menyatakan Hadits itu shohih. Kata-kata Sakhowi juga dipotong. Aslinya meruppakan ungkapan al-Munawi dalam Faidh al-Qodir, yang berbunyi, "al-Sakhowi berkata: Sanad Hadits Ibnu Umar dho'if akan tetapi memiliki beberapa syahid. Ibnu Taimiyah berkata bahwa sanadnya jayyid, dan Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari, sanadnya hasan." FK3 memilih komentar al-Sakhowi karena menilai sanadnya dho'if, dan tidak ingin menggunakan Hadits itu.
Contoh lain, adalah sebuah Hadits tentang larangan berkholwat (berdua-duaan) antara laki-laki dan wanita, yang dikatakan FK3 sebagai Hadits dho'if. Padahal, ada Hadits lain dengan makna yang sama yang Shohih. Tetapi hal ini tidak disebutkan FK3. Contoh lain adalah soal kepemimpinan laki-laki terhadap wanita sesuai ayat 34 Surat an-Nisa', "Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian harta mereka."
FK3 menulis komentar tentang ayat ini bahwa: "Mayoritas ulama Fiqih dan tafsir berpendapat bahwa qiwamah (kepemimpinan) hanyalah terbatas pada laki-laki dan bukan pada perempuan, karena laki-laki memiliki keunggulan dalam mengatur, berpikir, kekuatan fisik dan mental." Kata-kata FK3 itu dikritik FKIT, dengan disebutkan, bahwa sebenarnya tidak ada perbedaan diantara ulama Fiqih dan tafsir tentang kepemimpinan laki-laki dalam rumah tangga termasuk dalam kepemimoinan negara (imamah). Dan masih banyak lagi polemik masalah gender yang dibahas di kedua buku ini.
Sebagai pimpinan pondok pesantren yang bergelar Kiai Haji, Husen Muhammad banyak dijadikan rujukan Fiqih golongan Islam liberal untuk mendapatkan dalil-dalil dari al-Qur'an dan Hadits.
***


Nasaruddin Umar

P
rof. Dr. H. Nasaruddin Umar, MA. Lahir di Ujung-Bone, 23 Juni 1959, menyelesaikan S1 di IAIN Alauddin Makassar dan melanjutkan pendidikan pasca sarjana hingga memperoleh gelar doktor di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. dia tercatat sebagai salah satu senior Islam Liberal di Indonesia yang mengusung ide Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme agama.
Selain sebagai dosen di Fakultas Ushuluddin pasca sarjana IAIN Jakarta dan pembantu Rektor III IAIN Jakarta juga sebagai dosen di berbagai perguruan tinggi seperti Universitas Indonesia dan Universitas Paramadina. Jabatan formal terakhir sebagai Dirjen Bimas Islam Departemen Agama RI.
Berbagai pekerjaan dan jabatan telah ia geluti, antara lain: sebagai sekjen Lembaga Study Ilmu-ilmu Kemasyarakatan (LSIK), Staf pengajar program Pasca Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta 1997 sampai sekarang, Anggota Majlis Ulama Indonesia (MUI), 2000-2004, Katib Aam PBNU 2003-2008, Anggota The UKA Indonesia Advisory Team, yang didirikan PM Tony Blair dan presoden SBY, 2005-2008, guru besar Tafsir al-Quran fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah, Januari 2002, dan lain-lainnya.
Dalam menyelesaikan program doktoralnya, ia telah melakukan Vissiting Student for Ph.D program, di McGill University, Montreal, Canada (1993-1994), Vissting Student for Ph.D program di Leiden University Nedherlands (1994-1995), setelah selesai ia mendapat undangan sebagai Vissiting Scholar di Shopia University Tokyo (2001), Vissiting Scholar di SAOS, University Of London (2001-2002), Vissiting Scholar di Georgetown University, Washington DC (2003-2004).
Beberapa karya tulis dan buku tentang Islam dan feminisme sudah banyak diterbitkan diantaranya: Paradigma Baru Teologi Perempuan (Fikahati Aneska, Jakarta, 2002), Bias Gender dalam Penafsiran Kitab Suci (Fikahati, 2000), Argumen Kesetaraan Gender: Perspektif Al-Qur'an (Paramadina, 1999), Agama dan Seksualitas dan beberapa karya lain tersebar di beberapa media masa dan jurnal ilmiah hingga sekarang dikenal sangat konsisten sebagai pakar feminisme dalam Islam.
Gelar akademik tertinggi sebagai guru besar dalam bidang ilmu tafsir Fakultas Ushuluddin IAIN Syarif Hidayatullah diperoleh pada tanggal 12 Januari 2002 dengan judul pidato ilmiah "Bias Gender dalam Penafsiran Al-Qur'an".
Nasaruddin Umar adalah ilmuwan yang rajin melakukan riset tentang perempuan di dalam teks-teks suci agama. Bahkan ia pernah melakukan riset pustaka selama satu tahun lebih di perpustakaan universitas di Inggris dan Amerika. Seperti diwawancarai oleh Jaringan Islam Liberal (JIL) dan dimuat di situsnya, menurut Pak Nas, demikian panggilan akrabnya, "Semua kitab suci bias gender!".
Pengakuannya tentang aktivitas kajian perempuan dalam kitab suci tersebut dia katakan, ''Kajian saya mungkin juga tidak terlalu serius, hanya saja tetap konsisten . Artinya apa yang saya katakan tentang kitab suci, dari dulu sampai sekarang tetap pada pendirian semula. Tapi saya akan terus meneliti dan meneliti lagi untuk mengetahui apakah temuan saya -yang akan diperkenalkan kepada masyarakat- mengandung kelemahan, perlu direvisi, dan sebagainya. Di Inggris kemarin, saya mencoba meneliti kitab Talmud, dan kitab-kitab sumber Yahudi lainnya. Di SOAS Univercity of London, literatur-literatur, khususnya tentang Yahudi sangat bagus. Menurut saya kajian literatur Yahudi ini penting untuk menunjang kajian saya tentang perempuan."
Pembelaan Pak Nas terhadap perempuan terlihat dalam kasus poligami. Bahkan ketika ramai-ramai kasus Aa' Gym melakukan poligami, Nasaruddin yang setelah menjadi Dirjen Bimas Islam Depag jarang berkomentar akhirnya mengeluarkan pernyataannya juga. Ia pengulang kata-kata yang pernah di muat dalam wawancara di atas, "Jadi ada masa transisi yang digagas Islam sebagaimana juga persoalan poligami tadi. Yaitu transisi bagaimana Islam membebaskan umatnya dari masyarakat poligami. Dulu ada orang Arab yang punya istri sepuluh, lalu Nabi mensyaratkan untuk memilih empat diantara mereka kalau mau masuk Islam. Kalau Nabi mengatakan untuk memilih satu saja, tentu terlalu drastis."
Selain tentang perempuan, ada beberapa pendapat Nasaruddin Umar yang perlu dicatat, salah satu tentang pengertian Nabi yang "ummi". Pendapat tersebut dapat dijumpai pada sebuah artikel yang ditulis pada edisi September 2005 majalah az-Zikra tentang definisi "ummi" bagi Nabi Muhammad SAW. Menurut Nasaruddin Umar, "ummi" bukanlah berarti "tidak dapat membaca dan menulis," sebagaimana yang dipahami para ulama Islam selama ini. Tapi, tulisnya, makna "ummi" yang benar ialah yang disebutkan dalam bahasa Ibrani, yakni "pribumi" (native).
Kata Nasaruddin Umar, Profesor ilmu Tafsir di Universitas Islam Negeri Jakarta yang pernah mengatakan perlunya rekontruksi tafsir ayat soal poligami itu berkata, "Saya cenderung memahami kata ummi dalam arti pribumi, mengingat suku dan keluarga Nabi Muhammad tidak termasuk golongan pembaca kitab. Yang masyhur sebagai pembaca kitab (Qori') pada waktu itu ialah komunitas Yahudi dan Nashrani. Mereka bukan warga native di dunia Arab. Jika pemahaman kita seperti ini, Nabi Muhammad tentu bukan sosok yang belum menganut paham salah satu kitab suci. Karenanya ia dipilih tuhan untuk menjadi Nabi dan Rasul. Orang secerdas Nabi sulit dipahami sebagai orang yang buta huruf atau orang yang tidak diperkenankan untuk membaca dan menulis.
Dari biografi diatas, tidak salah lagi, bahwa Nasaruddin umar adalah agen Liberalisme Islam di Indonesia. Untuk ukuran Indonesia, bisa dikatakan Nasaruddin umar adalah "Mbah-nya" kalangan feminis yang berhasil menyusup atau disusupkan ke Departemen Agama untuk mengegolkan berbagai agenda Liberalisme, satu diantaranya adalah penghapusan syari'at poligami.
***


Alwi Abdurrahman Shihab

A
lwi Abdurrahman Shihab, penampilan mantan Menko Kesra Kabinet Indonesia Bersatu ini simpatik, gagah, tenang dan cerdas. Peraih dua gelar doktor ini juga seorang politisi yang elegan dan bermartabat. Nahdliyyin ini seorang ahli Islam pertama yang duduk dalam Board of Truste pada Centre for The Study of Word Relegions. Ia sudah teruji menampilkan sosoknya sebagai diplomat andal saat menjabat Menlu.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mempercayainya menjabat Menko Kesra KIB, 20 Oktober 2004. Setahun kemudian, tepatnya 5 Desember 2005, sehubungan reshuffle kabinet, dia digantikan Ir. Abu Rizal Bakri. Alwi kemudian dipercayai sebagai utusan khusus untuk Negara-negara Timur Tengah, termasuk Organisasi Konferensi Islam.
Saat baru diangkat menjabat Menko Kesra KIB, sempat terjadi perdebatan tentang keberadaan fungsionaris DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang merangkap jabatan di Kabinet Indonesia Bersatu, rapat pleno DPP PKB yang digelar Selasa Malam 26 Oktober 2004, memutuskan, Ketua Umum PKB Alwi Shihab dan Ketua PKB Saifullah Yusuf diberhentikan dari jabatannya.
Persamaan visi dan misi membuatnya dekat dengan Gus Dur. Karena kedekatannya, bahkan ia dicap sebagai loyalis Gus Dur. Ia memang orang yang setia kawan. Maka tak heran bila ketika Gus Dur menjabat presiden, mantan pengajar di Harvard Divity School, dan di Auburn Theological Seminary of New York, ini diangkat menjadi Menteri Luar Negeri. Bahkan menjadi salah seorang menteri yang paling sering bersama Gus Dur. Tidak hanya saat Gus Dur berkunjung ke luar negeri, tetapi juga ketika berkunjung ke berbagai tempat di dalam negeri. Sehingga ia dijuluki sebagai Menlu yang banyak mengurusi masalah dalam negeri.
Ia juga sering menerjemahkan berbagai pernyataan Gus Dur yang mengundang kontroversi. Termasuk ketika Gus Dur melontarkan rencana membuka dagang RI-Israel. Alwi Shihab yang ketika itu menjabat Menlu, adalah orang yang menjadi paling sibuk. Ia harus menangani po kontra tentang rencana itu.
Di antaranya, ketika sekitar dua ratusan massa Generasi Muda Komite Indonesia untuk Solidaritas Dunia Islam (KISDI), mendatangi kantor Deplu dan meneriakkan supaya Alwi mundur bila ia tidak sanggup melawan tekanan Zionis atau beking-nya. Protes dan penolakan yang sama juga datang dari Gerakan Pemuda Islam (GPI) dan Pengurus Besar Pelajar Islam, serta dari ketua KISDI Ahmad Sumargono.
Pada beberapa kesempatan, peraih gelar doktor di Universitas Ain Syams, Mesir, dan Universitas Temple, AS, itu menjelaskan bahwa rencana pembukaan hubungan dagang dengan Israel semata-mata untuk kepentingan bangsa, untuk pemulihan ekonomi. Dalam pertemuan dengan pengurus kamar dan industri (Kadin) pusat, Alwi mengatakan, "Pemulihan ekonomi harus kita capai dengan segala cara. Tetapi bukan dengan menjual prensip-prinsip kita."
Sebenarnya permasalahannya adalah bahwa Gus Dur memiliki sebuah pemikiran yang memprioritaskan pemulihan ekonomi sangat erat hubungannya dengan pihak Barat. "Dan, bagi Gus Dur dengan membuka hubungan dagang dengan Israel, ia mau menunjukkan bahwa Indonesia adalah sebuah Negara yang tidak membedakan bangsa dan etnis dalam rangka agenda economy recovery dan tataran perdagangan dunia.”
Menurutnya, dengan kebijakan tersebut, Gus Dur ingin membuka sebuah wacana bahwa ternyata beberapa Negara-negara Arab dan Islam sudah membuka hubungan dagang dengan Israel. Juga, toh tanpa kita buka kantor, hubungan dagang dengan kita sudah ada.
Tapi bukan hubungan diplomatik. Sebab hubungan diplomatik itu bersangkut-paut dengan politik. Tetapi hubungan dagang atau ekonomi. Sehingga diharapkan ada investasi masuk, tanpa mengorbankan prinsip dasar terhadap perjuangan bangsa Palestina.
Ayah tiga anak ini meyakinkan bahwa rencana itu sama sekali tidak mengurangi prinsip-prinsip dasar Indonesia dalam memperjuangkan hak-hak bangsa Palestina. Menurutnya, hubungan itu sebatas hubungan dagang saja, tidak sampai hubungan diplomatik. Karena Israel belum memberikan hak-hak yang seharusnya diberikan kepada Palestina.
Ia memang kelihatan cukup fasih dan tidak kenal kompromi membahasakan kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid. Hal itu tidak semata-mata disebabkan kedekatannya secara pribadi dengan Gus Dur. Namun, karena ia melihat ada nilai-nilai positif secara ekonomi bisa dipetik. Dalam pandangannya, Israel itu mempunyai lobi yang kuat di Barat. Sehingga diharapkan dengan hubungan dagang ini bisa membuat investor Barat melirik Indonesia.
Persamaan visi dan kedekatannya dengan Gus Dur semakin teruji, ketika Gus Dur mendapat serangan politik dahsyat dari Pansus Buloggate yang melahirkan interpelasi I dan II untuk memaksa Gus Dur turun tahta. Ketika Gus Dur melakukan perlawanan dengan mengeluarkan dekrit membubarkan DPR dan MPR yang telah menjadwalkan Sidang Istimewa meminta pertanggungjawaban presiden, Alwi tetap setia di belakang Gus Dur.
Sehingga ketika Mathori Abdul Djalil dipecat Gus Dur dari jabatan Ketua Umum DPP PKB, Alwi ditunjuk menggantikannya sebagai pejabat sementara sampai kemudian diselenggarakan muktamar. Dalam Muktamar PKB itu Alwi terpilih dan dikukuhkan sebagai Ketua Umum PKB. Sehingga muncul dua DPP PKB, yakni PKB Kuningan (Alwi Shihab-Gus Dur) dan PKB Batu Tulis (Mathori). Karena sehari sebelumnya, Mathori Abdul Djalil juga menyelenggarakan Muktamar yang mengukuhkannya sebagai ketua umum.
Penulis buku Muhammadiyah Movement and Controversy with Christian Mission (Membendung Arus, 1998) ini bilang, untuk kelompok yang nasionalis saat ini tidak hanya PDI-P tetapi masih banyak lagi. "Dengan PDI-P memungkinkan, dengan Golkar juga memungkinkan, dengan PAN sebenarnya juga tidak mustahil, karena sebenarnya kita sama-sama berorientasi kebangsaan juga. Itupun berdasarkan kesediaan partai-partai lain. Yang jelas, kita tidak ingin menerapkan Syari’at Islam."
Adik kandung mantan Menteri Agama Quraish Shihab ini menyelesaikan pendidikan sarjananya bidang akidah filsafat Institute Agama Islam Negeri (IAIN) Ujungpandang tahun 1986. pada saat yang hampir bersamaan ia meraih gelar Master dari Universitas Al-Azhar, Mesir. Master yang lainnya diperoleh dari Universitas Temple, Amerika Serikat tahun 1992.
Di kalangan cendekiawan dan pemikir Islam AS, nama Alwi tidak asing. Pria yang menghabiskan masa kecilnya di Makassar, Malang, dan Cairo ini, salah seorang ahli Islam pertama yang duduk dalam Board of Trustee pada Centre for The Study of World Religions, lembaga pengkajian yang berafiliasi dengan Harvard Divity School.
Penulis buku Inclusive Islam (Islam Inklusif, 1997) ini juga bicara tentang radikalisme agama, termasuk dalam dunia Islam. "Kita adalah satu-satunya partai yang memiliki otoritas keagamaan yang dapat mengkonter radikalisme ini," katanya. Hal ini, menurutnya, mendapat simpatik dan dukungan dari mereka yang merasa terganggu dengan hadirnya radikalisme agama di dunia termasuk Indonesia.
Dalam suatu acara silaturrahmi warga NU dan PKB di aula kantor NU Jember, Alwi Shihab meminta berhati-hati terhadap berkembangnya Islam radikal, menyusul banyaknya pengeboman yang dilakukan kelompok Islam radikal itu.
Menurutnya, umat Islam warga Nahdliyyin dan para ulama wajib membendung kekuatan mereka agar tidak merusak Islam itu sendiri. Ia mengakui, ajaran Islam radikal pada prinsipnya berniat baik untuk memurnikan ajaran Islam dari pengaruh-pengaruh luar, selain diajarkan Rasulullah. Namun, lanjut dia, dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat di Indonesia, mereka yang beraliran Islam radikal itu, ternyata dalam memahami ajaran Rasulullah sangat literlek yang melahirkan pandangan yang keras.
"Akibatnya, mereka sering bersikap memberontak bila menghadapi perilaku manusia yang tidak cocok dengan ajaran yang mereka pahami," katanya.
Padahal, menurutnya, meski di Indonesia, warga Indonesia yang mayoritas beragama Islam, namun pada kenyataannya orang Islam yang benar-benar menjalankan akidah dan akhlak Rasulullah baru 20 persennya. "Pertanyaannya apakah kemudian mereka harus dipaksa? Padahal Islam dalam mensyiarkan selalu bertahap sesuai kemampuan manusia itu sendiri," katanya.
Untuk itulah, pihaknya sepakat untuk tidak memasukkan syariah Islam kedalam konstitusi yang berakibat akan menjadi undang-undang. Sebab, apabila Syari’at Islam masuk dalam undang-undang Negara, konsekuensinya terhadap siapa pun yang melanggar akan dikenakan sangsi. (Sumber: tokohindonesia.com, Ensiklopedi Tokoh Indonesia)
Pandangan Alwi tentang pluralisme dapat dilihat dalam bukunya Islam Inklusif. Dalam buku tersebut ia menyatakan, "Prinsip lain yang digariskan oleh al-Qur'an, adalah pengakuan eksistensi orang-orang yang berbuat baik dalam setiap komunitas beragama, dan, dengan begitu, layak memperoleh pahala sari Tuhan. Lagi-lagi ide mengenai pluralisme keagamaan dan menolak eksklusivisme. Dalam pengertian lain, ekskusivisme keagaamaan tidak sesuai dengan semangat al-Qur'an. Sebab al-Qur'an tidak membeda-bedakkan antara satu komunitas dari yang lain." (Alwi Shihab, Islam Inklusif: Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama, Mizan, Bandung, 1997, hal. 108-109)
***




Abdul A'la

A
bdul A'la, lahir di Sumenep, Madura pada tanggal 5 September 1975. Ia pernah nyantri di Pondok Pesantren An-Nuqoyah Buluk-Buluk Sumenep dan Pesantren Tebu Ireng Jombang. Madrasah Ibtidaiyah dan Mu'alliminnya ditempuh di an-Nuqoyah. Abdul A'la lalu melanjutkan kuliah di Jurusan Sastra Arab Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel, Surabaya. Ia menempuh pendidikan di Program megister dan doktoralnya di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan konsentrasi pemikiran Islam dan selesai pada tahun 1999 karya tulis yang dihasilkan diantaranya: Melampaui Dialog Agama diterbitkan oleh Kompas, Dari Neomodernisme ke Islam Liberal, diterbitkan oleh Paramadina Jakarta. Ia juga menyumbang tulisan Pluralisme dan Islam Indonesia ke Depan: Agama Sebagai Tantangan dalam Sururin, Nilai-Nilai Pluralisme dalam Islam: Bingkai Gagasan yang Berserak diterbitkan Nuansa bekerja sama dengan Ford Foundation dan Fatayat NU, juga di buku Ijtihad Islam Liberal (JIL, Jakarta) berjudul Eliminasi Politisasi dalam Pilpres.
Pandangan Abdul A'la tentang pluralisme dapat dilihat di dalam tulisan-tulisannya, salah satunya dalam artikelnya "Pluralisme dan Islam Indonesia ke Depan: Agama Sebagai Tantangan." Tulisnya, "Sejatinya, pluralisme memiliki landasan teologis yang cukup kokoh dalam nilai-nilai dan ajaran Islam. Al-Qur'an semisal ayat 13 surat al-Hujurot dan khutbah Rasul SAW dalam haji Wada' mencerminkan secara utun tentang pandangan Islam mengenai pluralisme.”
Dalam artikel yang sama, Abdul A'la menilai bahwa masyarakat di luar hegemoni Eropa dan Amerika Serikat, khususnya sebagian kaum Muslimin merasa kehilangan identitas sehingga menjadikan agama untuk mengembalikan identitas mereka. Namun agama (Islam) yang dipegang adalah agama yang telah mengalami reduksi. Ia mengutip Charles Kimball yang menyebut istilah corrupted religion yang tanda dan cirinya adalah klaim kebenaran yang absolut, kepenganutan yang membuta, pengembangan the ideal time, tujuan menghalalkan segala cara dan deklarasi 'perang suci'.
Selanjutnya ia menulis, "Konkretnya, munculnya keberagaman parsial tersebut terkait dengan upaya mereka untuk melakukan semacam justifikasi atas perlawanan mereka terhadap segala sesuatu yang dianggap ancaman bagi mereka. Untuk itu, sumber agama dalam teks-teks suci dipahami hanya sepotong-potong, tekstual dan literalistik. Teks-teks suci atau dan Sunnah Nabi yang sejatinya bersifat metahistoris dan mengandung teks dan konteks dipahami secara tekstual semata, serta dipotong dari nilai dan ajarannya yang bersifat perennial transformatif dan mencerahkan kehidupan."
"Secara umum keberagaman parsial itu muncul dari pandangan-pandangan yang dipegang sebelumnya, presuppositional standpoints, yang dimasukkan ke dalam dirinya oleh masyarakat dan pengalamannya, dan pada gilirannya membentuk visi dan misi tentang bagaimana dunia ini telah dan seharusnya ditata. Kelompok ini mengembangkan suatu sistem pemikiran rasionalistik untuk membentengi dogma-dogma konservatif mereka yang ditumpukan pada teks-teks suci yang disusun dan ditafsir secara sistematis dan rasionalistik sehingga sumua teks suci tampak mendukung dogma-dogma mereka."
Kalimat terakhir tersebut mengutip tulisan Lones Rahmat yang berjudul "Konflik Interpelasi Kitab Suci Kristen" di Harian Kompas, 1 Pebruari 2002 yang pensifatan tersebut ditujukan ke kaum Kristen. Oleh Abdul A'la sifat-sifat tersebut dilekatkan kepada kaum fundamentalis Islam.
***



Ahmad Sahal

A
hmad Sahal, dia pernah mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Futuhiyyah, Mranggen, Demak dan Al-Falah, Ploso, Mojo, Kediri serta setahun kuliah di fakultas Syariah IAIN Yogyakarta dan jurusan Akidah Filsafat Fakultas Usuluddin IAIN Jakarta. Ia menamatkan kuliah di STF Driyakara, Jakarta.
Ahmad Sahal termasuk pelopor Islam Liberal Indonesia bersama Ulil Abshar Abdalla, Luthfi Assyaukani, Ihsan Ali Fauzi, Hamid Basyaib dan Saiful Mujani. Bermula dari diskusi yang sebagaimana mereka katakan tentang pembaharuan pemikiran Islam, maka lahirlah wadah yang bernama Jaringan Islam Liberal (JIL) pada bulan Maret 2001.
Setahun kemudian muncullah buku Wajah Liberal Indonesia, yang dapat dikatakan merepresentasikan kehadiran JIL.
Tulisan pertama (di luar kata pengantar dan pendahuluan) pada buku tersebut dibuka oleh tulisan Ahmad Sahal berjudul "Umar bin Khattab dan Islam Liberal". Dalam tulisan tersebut ia menyebut bahwa titik berangkat dari Islam Liberal adalah aliran ra'yu (penalaran rasional).
Selanjutnya ia mengatakan, "Titik yang saya maksud adalah tiga hal: Pertama, nash (al-Qur'an dan Sunnah) tidak mengatur kehidupan secara total karena yang terpenting bukanlah ketentuan teknis dalam bunyi harfiyah nash yang mencakup seluruh kehidupan melainkan prinsip moralitas universal yang menjadi maqasid al-syariah-nya. Rincian teknis adalah suatu yang situasional sementara moralitas universal berlaku abadi.
Kedua, pandangan Ra'yu yang memberi peran utama pada akal dengan sendirinya akan menghargai kemajemukan manusia karena konteks histories yang melatarinya juga majemuk. Tafsir kontekstual menjadi penting di sini dan kearaban yang merupakan konteks lokal Nabi tidak diletakkan dalam posisi yang bisa melintasi ruang dan waktu. Yang menarik, tafsir kontekstual semacam ini sudah dipraktekkan Abu Hanifah ketika ia sebagai orang Persia, membolehkan orang Shalat membaca Fatihah dalam bahasa Persia atau bahasa lokal lainnya.
Ketiga, Nash selalu merupakan nash yang ditafsirkan. Bahkan pemahaman harfiah pun salah satu bentuk tafsir juga. Dan tafsir selau bersifat relatif. Kita tidak bisa mengklaim bahwa makna yang kita petik dari nash yang mutlak dengan sendirinya bernilai mutlak juga, karena toh itu merupakan produk penafsiran manusia yang juga juga tidak mutlak, yang kontingen. Begitulah, kita tidak bisa mengklaim hanya Islam kita yang benar karena yang kita yakini sebagai Islam tidak lain adalah tafsir kita tentang Islam. Tidak bisa lain dari itu. Dan berhubung tafsir itu sendiri beragam maka mau tidak mau Islam juga akan beragam."


M. Luthfi As-Syaukanie

M
uhammad Luthfi As-Syaukanie, adalah pengajar sejarah pemikiran Islam di Universitas Paramadina, Jakarta dan Executive Director of the Religious Reform Project (Repro), Jakarta. Dia mendapatkan gelar PhD-nya di Islamic Studies pada the University of Melbourne, Australia.
Luthfi mempublikasikan artikelnya di dalam berbagai jurnal dan majalah termasuk The Copenhagen Journal of Asian Studies, Ulumul Qur'an, Tempo, Kompas, dan Media Indonesia. Ia juga berkontribusi dalam penulisan dua ensiklopedi dengan memasukkan sekitar 50 entri dalam dua ensiklopedi tersebut yaitu Ensiklopedi Tematis Dunia Islam terdiri dari 7 jilid terbitan Jakarta: ichtiar baru van hoeve, 2002 dan Ensiklopedi Islam untuk pelajar terdiri dari 6 jilid terbitan Jakarta: ichtiar baru van hoeve, 2001.
Karya monumental luthfi adalah sebagai penyunting buku Wajah Liberal Islam di Indonesia (Jakarta; Jaringan Islam Liberal, 2002). Buku inilah yang merupakan propaganda pertama Islam liberal Islam di Indonesia. Luthfi termasuk penggagas dan tokoh muda jaringan Islam liberal bersama Ulil Abshar dan Ahmad Sahal. Dalam makalahnya berjudul Wacana Islam Liberal di Timur Tengah yang di sampaikanya di Teater Utan Kayu, Jakarta Rabu 21 Februari 2001, ia menyatakan agenda Islam liberal di Indonesia. Katanya, "Saya melihat, paling tidak ada empat agenda utama yang jadi payung bagi persoalan-persoalan yang dibahas oleh para pembaru dan intlektual muslim selama ini. Yakni agenda politik, agenda toleransi agama, agenda emansipasi wanita dan agenda kebebasan berekspresi. Kaum muslimin dituntut melihat keempat agenda ini dari perspektif mereka sendiri dan bukan dari perspektif masa silam yang lebih banyak memunculkan kontradiksi ketimbang penyelesaian yang baik. Agenda pertama adalah agenda politik. Yang dimaksud dengan agenda ini adalah sikap politik kaum muslimin dalam melihat sistem pemerintahan yang berlaku. Secara teologis, persoalan ini boleh dibilang sudah selesai, khususnya setelah para intelektual muslim semacam Ali Abdul Raziq, Ahmad Kholafallah (Mesir), Mahmud Taqelani (Iran), dan Nurcholish Madjid (Indonesia), menganggap persoalan tersebut sebagai persoalan ijtihadi yang diserahkan sepenuhnya kepada kaum muslimin…."
Tentang pendirian Jaringan Islam Liberal ia pernah menyatakan dalam situs Islamlib.com yang diposting pada tanggal 13 Maret 2001, "Saya melihat bahwa mayoritas umat Islam yang ada sekarang adalah Islam ortodoks, baik dalam wajahnya yang fundamentalis (dalam sikap politik) maupun konservatif (dalam pemahaman keagamaan). Islam datang sebagai sebuah bentuk protes dan perlawanan terhadap dominasi itu. Ketika kita mengatakan 'bebas dari' dan 'bebas untuk', kita memprosisikan diri menjadi seorang 'Protestan' yang berusaha mencari hal-hal yang buruk. Saya membayangkan semangat Protetanisme itu adalah semangat yang seluruhnya bersifat positif seperti yang dijelaskan dengan sangat bagus oleh Weber. Dalam bayangan saya, 'Islam Liberal' adalah sebuah gerakan reformasi (bukan dalam pengertian mahasiswa, tapi pengertian semangat Protestanisme klasik) yang berusaha memperbaiki kehidupan umat Islam, baik yang menyangkut pemahaman keberagaman mereka maupun persoalan lain."
Beberapa komentarnya yang lain dinilai kalangan ‘cukup berani’:
"Sebagian besar kaum muslimin meyakini bahwa al-Qur'an dari halaman pertama hingga terakhir merupakan kata-kata Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad secara verbatim, baik kata-katanya (lafdhan) maupun maknanya (ma'nan)….." (Merenungkan Sejarah al-Qur'an dalam Ijtihad Islam Liberal, 2005, hal. 1)
"Keyakinan semacam itu sesungguhnya lebih merupakan formulasi dan angan-angan teologis (al-khoyal al-dini) yang dibuat oleh para ulama sebagai bagian dari formulasi doktrin-doktrin Islam. Hakikat dan sejarah penulisan al-Qur'an sendiri sesungguhnya penuh dengan berbagai nuansa yang delicate (rumit) dan tidak sunyi dari perdebatan, pertentangan, intrik (tipu daya) dan rekayasa." (Merenungkan Sejarah al-Qur'an dalam Ijtihad Islam Liberal, 2005, hal. 1)
Seorang fideis muslim, misalnya, bisa merasa dekat kepada Allah tanpa melewati jalur Shalat karena ia bisa melakukannya lewat meditasi atau ritus-ritus lain yang biasa dilakukan dalam persemedian spiritual. Dengan demikian, pengalaman keagamaan hampir sepenuhnya independen dari aturan-aturan formal agama. Pada gilirannya, perangkat dan konsep-konsep agama seperti kitab suci, Nabi, Malaikat, dan lain-lain tak terlalu penting lagi karena yang lebih penting adalah bagaimana seseorang bisa menikmati spiritualitas dan mentransendenkan dirinya dalam lompatan iman yang tanpa batas itu." (Kompas, 3/9/2005)
"Beranikah kita menggunakan hasil pemahaman kita sendiri sendiri berhadapan dengan pandangan-pandangan di luar kita? Misalnya berhadapan dengan Sayyid Qutb, al-Banna, Qordhowi, Nabhani, Rashid Ridha, Muhammad bin Abdul Wahhab, Ibn Taymiyyah, al-Ghozali, Imam Syafi'I, al-Bukhori, para Shahabat, dan bahkan bisa juga Nabi Muhammad sendiri." (www.Islamlib.com)
***




Muhammad Jadul Maula

M
uhammad Jadul Maula, lahir di Pekalongan, 3 September 1969. Ia pernah mengenyam pendidikan di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Universitas Sanata Darma Program Religi dan Budaya di Yogyakarta. Muhammad Jadul Maula atau yang lebih akrab disapa dengan Kang Jadul mencuat namanya karena memimpin organisasi kemasyarakatan dan keagamaan LkiS, Lembaga Kajian Islam dan Sosial di Yogyakarta yang berkantor di Jl. Pura I/01 Sorowajan Yogyakarta 55198 Telp/Fak. 0274-524901.
LkiS menjadi organisasi yang diperhitungkan karena banyak menerbitkan buku-buku Islam kiri dan masalah-masalah liberalisme, pluralisme. Lembaga itu adalah salah satu dari banya lembaga yang dibiayai oleh Asia Foundation terutama dalam penerbitan buku.
Pemikiran Kang Jadul, tidak terlalu menyolok soal pluralisme. Terakhir, ia berusaha mengangkat konsep wihdatul wujud sebagai jati diri Islam Indonesia dalam menghadapi tantangan modernisasi. Bahkan ia tidak setuju dengan JIL yang mengimpor Islam barat sama seperti ketidak-setujuannya dengan Hizbuttahrir yang mengimpor Islam Timur Tengah. Katanya dalam sebuah wawancara yang dimuat di situs LkiS.or.id:
"…Menurut saya dibutuhkan jawaban-jawaban yang bisa menjawab di satu sisi soal kontemporer ini tapi di sisi yang lain mesti berakar pada karakter Islam Indonesia. Ini yang menjadi tantangan. Misalnya jawaban langsung HAM, gerakan HAM. Ini problematic. Kita berkenalan dengan Islam dan HAM itu kan masih butuh soal bagainmana mengaitkan HAM dalam konteks keindonesiaan, bagaiman sosialisasi gerakan HAM agar tidak menjadi alienasi baru. Bagi Islam Indonesia seolah itu hal yang baru. Memakai analisa Marxis misalnya tidak menyelesaikan soal. Jadi masalah impor obatnya juga impor, JIL juga begitu, membawa impor Islam Barat untuk melawan Islam Timur Tengah. Hizbuttahrir itu impor. Nah, waktu diskusi di LkiS saya menawarkan kita menulis ulang sejarah wihdatul wujud untuk ditempatkan sebagai bagian dari sebuah pencarian. Ini salah satu problem metodologi. Dalam pengembangan penulisan kita masih belum bertemu ta'sis, asrutadwinnya, itu titik tolaknya dari mana? Sejarahnya seperti apa? Dan dasar pemikirannya yang seperti apa? Nah saya mengahukan satu tesis, kita perlu mempertimbangkan wihdatul wujud ini, penulisan sejarah wihdatul wujud dan tempatnya dalam pembentukan karakter Islam Indonesia.
Dalam penulisan sejarah wihdatul wujud ini, kita harus keluar dari konstruksi mapan selama ini. Sejarah wihdatul wujud di Indonesia ini kan seolah-olah sejarah kekafiran, sejarah penyimpangan, fase murtad atau pantheisme, sejarah tentang bid'ah atau sejarah tentang gerakan anti syariat. Di dunia akademik wihdatul wujud dibicarakan hanya tentang filsafat, soal filsafat hidup atau jaringan sufisme, wacana sufisme dan seterusnya. Belum ada satu upaya untuk mensistesiskan itu menguji dalam kasus peranan wihdatul wujud ini di Indonesia.
Menurut saya, ini menarik untuk konteks Indonesia. Jadi dikala abad 13 sampai 14 peradaban Islam Arab itu hancur, rusak, lalu peradaban lari kedua tempat. Yang selama ini disorot peradaban itu lari ke Barat dalam bentuk humanisme, pencerahan, tapi humanisme ini juga berkembang sampai ke Indonesia pada abad ke-14 itu juga. Bedanya kalau humanisme di Barat berkembang melalui penemuan rasio pencerahan dalam arti penemuan model Descartes, "aku berpikir maka aku ada." Jadi manusia adalah akalnya. Di Indonesia, pada saat itu berkembang humanisme insan kamil dan kalau dirumuskan begini, "Karena semuanya tak ada, karena alam tak ada dan yang ada hanyalah tuhan, maka aku adalah Tuhan," kira-kira begitu. Jadi, temanya sama tentang pembentukan manusia melawan mitos, melawan mistifikasi. Kalau di Barat melawan mistik melaui akal tapi kalau di sini justru melawan mistik melalui proses pembentukan manusia.
Misalkan manusia ada indera, indera di dalamnya ada akal, akal dibongkar di dalamnya ada nafsu-nafsu, ada nafsu muthmai'innah, di belakangnya ada roh idlofi sampai haqiqotul hakikat terus sampai haqiqot al-muhammadiyah. Inikah ilmu Tuhan yang abadi, ilmu segala ilmu itu di sini di nur Muhammad yang kemudian menjadi sumber penciptaan dunia, sumber penciptaan manusia dan nur Muhammad ini ada di manusia, di dalam manusia sehingga manusia menjadi jembatan bejana Tuhan melihat alam dan alam bertemu Tuhan. Kita tahu inikan sumbernya dari Ibnu Arabi. Ibnu Arabi merupakan satu titik penting sistematisasi paham ini yang kemudian menjadi sumber rujukan paham ini ke Persia dan kemudian nusantara."
***



Fathimah Utsman

F
athimah Usman adalah dosen Fakultas Usuluddin IAIN Walisongo, Semarang. Lahir 5 Agustus 1955 tepatnya di kampong Kemuning, Lirboyo Kediri Jawa Timur. Masa kecil dan mudanya sekolah di SDN dan Madrasah Wajib Belajar (MWB) Lirboyo, lalu PGAN 6 tahun serta sibuk pula sebagai 'santri nglajo' di Pondok Pesantren Lirboyo. Lulus sarjana muda dari IAIN Walisongo Semarang. Kemudian mengambil program Pasca Sarjana di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
Istri dari Prof. DR. Amin Syukur ini menulis di berbagai harian umum yang terbit di Jawa Tengah dan nasional dalam berbagai persoalan agama dan kemasyarakatan, serta tentang pemberdayaan perempuan. Dia juga aktif di berbagai organisasi seperti Pusat Studi Gender IAIN Walisongo Semarang, Majelis Ulama Indonesia Jawa Tengah dan KORPRI Jawa Tengah.
Beberapa penelitian juga pernah ia lakukan, antara lain tentang: Kehidupan Beragama Para Pekerja Seks Komersial di kota Semarang, Hati Nurani Manusia dalam Pandangan al-Ghazali, dan Konsep Cinta Sejati Para Sufi. Bukunya tentang pluralisme berjudul Wahdat al-Adyan-Dialog Pluralisme Agama (LkiS).
Pendapat Fathimah tentang pluralisme dapat dilihat di dalam bukunya Wahdat al-Adyan-Dialog Pluralisme Agama (LkiS). Ia banyak mengutip pendapat-pendapat al-Hallaj, pencetus paham wahdatul wujud (menunggaling kawulo gusti). Di dalam buku tersebut dikatakan, "konsep wahdat al-adyan yang pernah dilontarkan oleh al-Hallaj secara eksplisit menyalahkan keyakinan yang menuntut kebenaran (truth claim) agama sendiri. Maka Wahdat al-Adyan sama artinya dengan konsep pluralisme beragama yakni merupakan konsep yang sangat fair dan respect terhadap umat beragama lain, karena terasa sama sekali tidak ada jarak antara mereka. Di sini semua agama diakui setara, sejajar dan memiiki hak dan kesempatan yang sama di muka bumi." (hal. 128)
Selanjutnya ia menulis:
"Adapun kebenaran yang bersifat esensial, absolut, universal dan metahistoris, ada titik temu (common platform) yang sungguh-sungguh dan akan dicapai. Dalam bahasa al-Qur'an disebut dengan istilah kalimatin sawa' (suatu kata [ketetapan] yang sama), sebagaimana yang tertera dalam al-Qur'an surat Ali Imron (3) ayat 64. Dalam pandangan al-Hallaj pada dasarnya agama-agama memiiki Tuhan yang sama, itulah titik temu." (hal. 129)
***




Hamid Basyaib

H
amid Basyaib, adalah aktifis Jaringan Islam Liberal dan aktif di Yayasan Aksara. Alumnus Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini pernah mengawaki Majalah Umat. Sekarang aktif di Yayasan Aksara ini juga aktif di Penerbit Alfabet, Jakarta. Ikuta merintis berdirinya Jaringan Islam Liberal bersama Ulil Absar Abdalla, Ihsan Ali Fauzi, Ahmad Sahal, dan Saiful Mujani. Juga ikut merintis berdirinya The Indonesian Institute Jakarta. Ia aktif menulis tentang Islam Liberal di situsnya Islamlib.com sejak tahun 2002 hingga sekarang. Selain menulis buku, ia juga menjadi kontributor pada buku Ijtihad Islam liberal (2005) dengan tulisan berjudul Ke Turki Kita Mengaji.
Sebagai seorang sekularis, liberalis, dan pluralis, tulisan-tulisannya jelas sekali terlihat membela-bela ide-ide tersebut. Tulisannya di situs Islamlib.com tanggal 11 Desember 2006 berjudul "Negara Madinah" dan sekularisme menafikan pemerintahan Islam awal generasi nabi dan menyanjung system sekuler (kata Negara Madinah diberi tanda kutip karena ia tidak mengakuinya pernah ada). Tulisnya:
"Apa yang disebut 'Negara Madinah' itu tidak ada. Penyebutan itu adalah tafsir generasi belakangan, bukan merupakan pemahaman orang-orang yang hidup semasa dengan Nabi Muhammad, apalagi dideklarasikan oleh Nabi sendiri.
Tidak mungkin Madinah disebut Negara (dalam pengertian modern). Madinah di masa Nabi kurang lebih 'zona bebas’. Penduduknya pun hanya ribuan orang. Dalam kelangkangan sebuah imperium Arab, dua ‘super power’ yang bersaing –Byzantium dan Sasaniah- rupanya tak kunjung mampu mengekspresikan kekuasaan mereka ke Jazirah Arab.
Lagi pula tampaknya tak ada gunanya bagi kedua kekuatan utama itu untuk menjamah Madinah, yang nyaris tak menghasilkan sumber daya alam yang berarti. Masyarakat Madinah waktu itu terdiri dari sejumlah komunitas, terdiri atas tiga kabilah Yahudi, sedikit warga Kristen, warga asli yang baru memeluk Islam (dengan dua suku utama: Aus dan Khazraj), ditambah beberapa puluh orang imigran Makkah rombongan Nabi (ada yang menyebut jumlahnya hanya 70 orang, karena itu mereka cukup mudah disebar dan ditumpangkan sementara ke rumah-rumah warga asli). Sementara kaum Badui tinggal di luar perkampungan, nomaden di hamparan padang pasir, dan menempati strata terendah dalam sistem kasta Arab sehingga, misalnya, tak punya nama keluarga.
Komunitas muslim waktu itu sedang dalam taraf mencari bentuk; mencoba membangun sebuah komunitas yang rapi dan beradab. Komunitas baru ini unggul dibanding kaum Badui pagan (bukan terutama dibanding warga Kristen dan komunitas Yahudi yang akan diusir). Mereka memiliki ajaran agama, punya konsep tentang Tuhan yang komperehensif dan elaboratif. Ini merupakan suatu yang sama sekali baru dalam konteks arab.
Nabi yang sangat cerdas dan berwawasan stretegis itu mulai memberi macam-macam tawaran dalam konteks tata krama bermasyarakat. Kadang dia mengoreksi dengan tegas kebiasaan-kebiasaan yang menurut dia tak cocok dengan ide masyarakat baru yang sedang dia coba bangun; kadang dia harus berkompromi ketika para muallaf itu bersikeras dengan cara-cara lama mereka sendiri.
Dalam usia beranjak tua, Nabi mengelola dinamika sosial Madinah dengan memeras otak sekeras-kerasnya dari hari ke hari, seperti misalnya direkam oleh al-Qur'an. Ia terus mengintip peluang perbaikan, sambil menangkis serangan teologis yang gencar terutama dari tokoh-tokoh Yahudi, yang merasa sebagai senior spiritual yang mengantungi ajaran luhur yang sudah sangat mapan dan jauh lebih tua.
Nabi pun dengan cerdik memanfaatkan adat-adat lokal yang positif guna mendukung desain sosial barunya. Bagaimana pun adat lokal madinah harus ia pelajari dengan cepat, karena beberapa hal berbeda dari adat Makkah yang jauh lebih dikenalnya.
Jadi, jelas bahwa Nabi tidak bisa disebut sebagai kepala Negara. Bukan hanya dia tidak punya jabatan itu secara resmi; beliau pun, karena itu, tidak punya para pembantu formal seperti menteri, gubernur, bupati dan sebagainya. Fakta bahwa Madinah tidak pernah berstatus Negara makin diperkuat oleh sejarah kemudian. Di masa khalifah Ali, ia memindahkan pusat ‘pemerintahan’ ke Kufah; dan di masa modern, sampai hari ini, Madinah pun hanya merupakan salah satu kota dari kerajaan Arab Saudi.
Kalau Nabi sesekali mengirim misi ke luar Madinah, ketika komunitas baru itu mulai menguat, itu sama sekali bukan seperti misi diplomatic seperti yang kita kenal sekarang (atau bahkan seperti utusan-utusan politik dan bisnis raja-raja Cina, Byzantium dan Persia kuno). Nabi mengutus beberapa anggota komunitas terutama untuk menyebarkan kabar gembira dari langit-sebutlah, dalam peristilahan sekarang, “dakwah”.
Dia mencoba membujuk dan meyakinkan komunitas-komunitas di sekitar Madinah bahwa ada ajaran-ajaran baru yang niscaya akan membuat hidup mereka lebih baik. Kadang utusan-utusan itu sukses, kadang gagal -biasa saja, seperti kita menawarkan ide-ide baru pada orang-orang yang biasanya bereaksi pertama dengan menolak atau meragukannya.
Sedangkan sekularisme adalah sebuah wawasan, pandangan atau pendekatan (approach) terhadap dunia; sebuah world-view atau weltanchoung. Intinya, gagasan bahwa serba serbi urusan di dunia yang fana ini (system politik, system ekonomi, system hukum, kesenian, ilmu, teknologi, dan sebagainya) sebaiknya ditangani oleh manusia sendiri. Urusan dunia tidak boleh –karena memang tidak bisa, tidak perlu dan kontraproduktif- diurus dengan minta bantuan pada sesuatu yang berada di luar dunia ini (sebagian agama menyebutnya sebagai Tuhan- dengan variasi konsep masing-masing- sebagian lagi menamainya "kekuatan supranatural", "kesadaran kosmis", dan sebagainya).
Bentuk sekularisme pun bervariasi. Yang ekstrim misalnya adalah komunisme, yang membenci Tuhan; sebab bagi mereka apa yang disebut Tuhan itu sendiri itu tidak ada. Mereka memburu setiap warga Negara yang menyembah Tuhan, bahkan kalaupun penyembahan itu dilakukan secara pribadi dan tak ada hubungannya dengan stabilitas politik dan ekonomi.
Uni Soviet dulu rajin melakukan razia-razia semacam itu terhadap agama-agama yang terus bertahan hidup di sana, termasuk Islam yang dianut berpuluh-puluh juta warga. Rezim Republik Rakyat Cina, yang sistem ekonominya makin kapitalistis tapi sistem politiknya tetap komunis, sampai hari ini memburu para pemimpin dan pengikut Falun Gong, gerakan sosial-budaya yang dikualifikasi sebagai agama.
Yang lebih lunak dan lazim adalah sekularisme dalam arti pemisahan antara negara dan agama. Urusan negara tidak boleh dicampuri oleh agama dan sebaliknya. Tapi setiap warga negara, bahkan secara berkelompok dan terbuka, dipersilahkan seleluasa mungkin untuk beribadah dan mengamalkan apa yang mereka yakini (tentu di luar wilayah kenegaraan). Justru dalam hal ini Negara seratus persen diharamkan mencampuri otonomi penuh agama itu.
Dalam praktiknya, teori pemisahan agama dan negara tersebut biasanya tak sepenuhnya dijalankan. Selalu ada celah hukum di antara kedua wilayah itu, yang sering diperlebar pula oleh 'kaum negara' maupun kaum agama, demi kepentingan masing-masing.
***


Sumanto Al-Qurtuby

S
umanto al-Qurtuby, lahir pada tanggal 10 Juli 1975 di sebuah desa terpencil desa Manggas, kecamatan Bandar, kabupaten Batang, Jawa Tengah. Lulus dari IAIN Walisongo tahun 1999. semasa remaja pernah nyantri di PP Sabilul Hidayah dan Futuhiyah Semarang. Sejak tahun 2000 terperangkap Progam Pasca Sarjana Sosiologi Universitas Satya Wacana, Salatiga dan lulus pada tanggal 9 Januari 2003 dengan tesis peranan Cina Dalam Proses Penyebaran Islam di Jawa Abad XV dan XVI. Tesis ini kemudian menjadi sebuah buku berjudul “Arus Cina Islam Jawa Bongkar Sejarah atas Peranan Tionghoa dalam Penyebaran Islam di Nusantara Abad XV dan XVI”. Buku ini terbit atas kerja sama Inseal Press-Ahimsa Karya-Press Yogyakarta, 2003.
"Romo Manto" alias "Wirosableng dari Alas Roban", demikian ia biasa disapa komunitas kecil Justisia. semasa mahasiswa pernah menjabat sebagai pemimpin majalah Justisia di IAIN Sunan Walisongo Semarang selama 3 periode. Pelopor lembaga ILHAM (Institute Lintas Humaniora dan Islam) di Semarang. Bekas redaktur agama tabloid Cina Nurani Bangsa. Kumpulan tulisannya diterbitkan dalam sebuah buku antara lain: Kyai Sahal Mahfudz Era Baru Fiqih Indonesia (Yogyakarta, 1999), Kritik Nalar NU (Jakarta, 2001), Pluralitas Agama: Kerukunan dalam Keragaman (Kompas, 2001), Agama dan Permasalahan Sosial: Mencari Jalan Keluar (Yogyakarta, 2001), Tantangan Demokratisasi di Pedesaan Jawa (Forsa, 2002). Saat ini aktif sebagai Koordinator Program di Lakspesdam NU Jawa Tengah, Jaringan Islam Liberal, Jaringan Emansitoris di P3M sebagai penyokong ide.
Bukunya "Lubang Hitam Agama" cukup menohok berbagai kalangan umat Islam. Simak saja isinya, "Di sinilah maka tidak terlalu meleset jika dikatakan, al-Qur'an, dalam batas tertentu, adalah ‘perangkap’ yang dipasang bangsa Quraisy (a trap of Quraisy)."
“Maka penjelasan mengenai al-Qur'an sebagai "Firman Allah" sungguh tidak memadai justru dari sudut pandang internal, yakni proses kesejarahan terbentuknya teks al-Qur'an (dari komunikasi lisan ke komunikasi tulisan) maupun aspek material dari al-Qur'an sendiri yang dipenuhi ambivalensi. Karena itu tidak pada tempatnya, jika ia disebut "kitab suci" yang disakralkan, dimitoskan. Dengan demikian, wahyu sebetulnya ada dua: ‘wahyu verbal’ (‘wahyu eksplisit’ dalam bentuk redaksional bikinan Muhammad) dan ‘wahyu non verbal’ (‘wahyu implisit’ berupa konteks sosial waktu itu).” (Jurnal Justisia, edisi 77/2005, cover text: MELAWAN HEGEMONI WAHYU: Upaya Meneguhkan Otoritas Akal)
Jika kelak di akhirat, pertannyaan di atas diajukan kepada Tuhan, mungkin Dia hanya tersenyum simpul. Sambil menunjukkan surga-Nya yang maha luas, di sana ternyata telah menunggu banyak orang antara lain, Jesus, Muhammad, Shahabat Umar, Ghandi, Luther, Abu Nawas, Romo Mangun, Bunda Teresa, Udin, Baharudin Lopa, dan Munir." (Sumanto al-Qurtuby, Lubang Hitam Agama, Rumah Kata, Yogyakarta,2005, hal. 45)
"Maka, penjelasan mengenai al-Qur'an sebagai "Firman Allah" sungguh tidak memadai justru dari sudut pandang internal, yakni proses kesejahteraan terbentuknya teks al-Qur'an (dari komunikasi lisan ke komunikasi tulisan) maupun aspek material dari al-Qur'an sendiri yang dipenuhi ambivalen. Karena itu tidak pada tempatnya, jika ia disebut "Kitab Suci" yang disakralkan, dimitoskan."
Sumanto sukses membawa rekan-rekannya di Jurnal Islam Justisia (IAIN Semarang) menuju Islam yang sangat liberal. Terbukti dengan keluarnya sebuah buku yang sangat kontroversial berjudul Indahnya Kawin Sesama Jenis: Demokratisasi dan Perlindungan Hak-hak Kaum Homoseksual, (Semarang: Lembaga Studi Sosial dan Agama/eLSA, 2005)
Dalam buku ini ditulis strategi gerakan yang harus dilakukan untuk melegalkan perkawinan homoseksual di Indonesia, yaitu:
1. mengorganisir kaum homoseksual untuk bersatu dan berjuang merebut hak-haknya yang telah dirampas oleh Negara,
2. memberi pemahaman kepada masyarakat bahwa apa yang terjadi pada diri kaum homoseksual adalah sesuatu yang normal dan fithrah, sehingga masyarakat tidak mengucilkannya bahkan sebaliknya, masyarakat ikut terlibat mendukung setiap gerakan kaum homoseksual dalam menuntut hak-haknya,
3. melakukan kritik dan reaktualisasi tafsit keagamaan (tafsir kisah Luth dan konsep pernikahan) yang tidak memihak kaum homoseksual,
4. menyuarakan perubahan UU Perkawinan No. 1/ 1974 yang mendefinisikan perkawinan harus laki-laki dan perempuan. (hal. 15)
Seorang penulis dalam buku ini, misalnya menyatakan, bahwa pengharaman nikah sejenis adalah bentuk kebodohan umat Islam generasi sekarang karena ia hanya memahami doktrin agamanya secara given, taken for granted, tanpa ada pembacaan ulang secara kritis atas doktrin tersebut. Si penulis kemudian mengaku bersikap kritis dan curiga terhadap motif Nabi Luth dalam mengharamkan homoseksual, sebagaimana diceritakan dalam al-Qur'an dalam surat al-A'raf: 80-84 dan Hud: 77-82. Semua itu, katanya, tidak lepas dari faktor kepentingan Luth itu sendiri, yang gagal menikahkan anaknya dengan dua laki-laki, yang kebetulan homoseks.
Ditulis dalam buku ini sebagai berikut:
"Karena keinginan untuk menikahkan putrinya tidak kesampaian, tentu Luth amat kecewa. Luth kemudian menganggap kedua laki-laki tadi tidak normal. Istri Luth bisa memahami keadaan laki-laki tersebut dan berusaha menyadarkan Luth. Tapi, oleh Luth, malah menganggap istri yang melawan suami dan dianggap mendukung kedua laki-laki yang dinilai Luth tidak normal. Kenapa Luth menilai buruk terhadap kedua laki-laki yang kebetulan homo tersebut? Sejauh yang saya tahu, al-Qur'an tidak memberi jawaban yang jelas. Tetapi kebencian Luth terhadap kaum homo disamping karena faktor kecewa karena tidak berhasil menikahkan kedua putrinya juga karena anggapan Luth yang salah terhadap kaum homo." (hal. 39)
Dikatan juga dalam buku ini:
"Luth yang mengecam orientasi seksual sesama jenis mengajak orang-orang di kampungnya untuk tidak mencintai sesama jenis. Tetapi ajakan Luth ini tak digubris mereka. Barangkat dari kekecewaan inilah kemidian bencana alam itu direkayasa. Dalam al-Qur'an maupun Injil, homoseksual dianggap sebagai faktor utama penyebab dihancurkannya kaum Luth, tapi ini perlu dikritisi…saya menilai bencana alam tersebut ya bencana alam biasa sebagaimana gempa yang terjadi di beberapa wilayah sekarang. Namun karena pola pikir masyarakat dulu sangat tradisional dan mistis lantas bencana alam tadi dihubungkan dengan kaum Luth…ini tidak rasional dan terkesan mengada-ngada. Masa’, hanya faktor ada orang yang homo, kemudian bencana alam. Sementara Belanda dan Belgia misalnya, banyak orang homo nikah formal….tapi kok tidak ada bencana apa-apa." (hal. 41-42)
Tentu saja tafsiran dalam buku tersebut bertentangan dengan ayat al-Qur'an yang memuliakan Nabi Luth sebagai utusan Allah. Tentang kidah Luth sendiri, al-Qur'an sudah memberikan gambaran jelas bagaimana terkutuknya kaum Nabi Luth yang merupakan pelaku homoseksual ini.
Dan (Kami juga Telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia Berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?"
Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu Ini adalah kaum yang melampaui batas.
Jawab kaumnya tidak lain Hanya mengatakan: "Usirlah mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri."
Kemudian kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali isterinya; dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan).
Dan kami turunkan kepada mereka hujan (batu); Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu. (QS. Al-A'raf: 81-84)
***


Zuhairi Misrawi, Lc

Z
uhairi Misrawi, Lc, lahir pada tanggal 5 Februari 1977 di ujung timur pulau Garam Sumenep Madura. Setelah menyelesaikan SD di kampungnya ia meneruskan studi di pesantren TMI al-Amien, Preduan, Sumenep, Madura di bawah asuhan KH. M. Idris Jauhari. Di pondok inilah ia mengenal dunia tulis menulis sebagai redaktur majalah dinding SUASA, dan redaktur majalah QOLAM. Kemudian ia melanjutkan pendidikan di jurusan Aqidah Filsafat di Fakultas Ushuluddin Universitas al-Azhar Kairo Mesir, 1995.
Selama menjadi mahasiswa ia aktif di dunia tulis menulis sebaai redaktur mahasiswa TEROBOSAN, Pimred jurnal OASE, pimred bulletin INFORMATIKA. Ia juga aktif di lembaga filsafat Mesir yang dipimpin Hasan Hanafi dan mengikuti forum pemuda muslim sedunia (al Muasykar al Alamy Lissyabab la Islami) di Alexandria Mesir. Akhir tahun 2000 ia kembali ke tanah air dan aktif di lembaga kajian dan pengembangan SDM (Lakpesdam NU) sebagai koordinator kajian dan penelitian serta bersama anak-anak muda NU lainnya menggarap Jurnal Pemikiran Tashwirul Afkar. Kini aktif di Himpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat P3M sebagai Koordinator Program Islam Emansipatoris. Bersama anak muda NU di Jakarta ia mendirikan Lembaga Studi Islam Progresif (LSPI) sebagai wadah dialog pemikiran keislaman. Ia menulis sangat produktif di media masa nasional yaitu Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Republika, Suara Pembaharuan, Gatra, dan Jawa Pos. Karya-karya yang sudah diterbitkan antara lain Dari Syariat menuju Maqoshid Syariat (2003), Fiqih Lintas Agama (2004), Doktrin Islam Progresif (2005), Islam Melawan Terorisme (2004), Menggugat Tradisi (2004).
Zuhairi termasuk anak muda yang aktif menyuarakan liberalisme dan pluralisme agama. Atas pendapatnya yang cukup 'keras' tersebut ia sempat diancam mati ketika akan menyampaikan seminar di almamaternya di Mesir. Seperti yang di muat di majalah Gatra edisi 14, tanggal 20 Desember 2004. Waktu itu Zuhairi Misrawi dan Masdar F. Mas'udi dari Pengurus Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) bekerja sama dengan kekatiban Syuriah PB NU, Organisasi siswa setempat, Sanggar Strategi TEROBOSAN akan menghadiri seminar bertajuk "Pendidikan dan Bahtsul Masail Islam Emansipatoris" di hotel Sonesta, Kairo. Namun di lobi hotel mereka diancam mati oleh Limra Zainuddin, Presiden Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) Mesir. Mereka menolak kegiatan tersebut karena lontaran Zuhairi yang dianggap meresahkan masyarakat.
Menurut Limra, "Pernyataan Zuhairi tentang Shalat tidak wajib. Dan permasalahan mudlim menikahi wanita musyrik. Juga pendapat Masdar tentang haji." PPMI meminta Duta Besar RI untuk Mesir meniadakan acara yang digelar Zuhairi Misrawi selaku Koordinator Program Islam Emansipatoris P3M. Sebelumnya juga terdapat surat penolakan dari ICMI dan NU Mesir. Dalam surat ICMI yang dilayangkan ke Dubes tersebut disebutkan bahwa Zuhairi sebagai sosok yang menimbulkan kontroversi karena pernah menyatakan Shalat tidak wajib. Sedangkan surat NU Mesir menyatakan bersedia bekerja sama menyelenggarakan acara tersebut dengan catatan tidak menampilkan Zuhairi sebagai pembicara. Zuhairi dinilai memiliki resistensi kuat di kalangan mahasiswa Indonesia di Kairo.
PPMI malah secara khusus menulis surat kepada Zuhairi yang dinilai sering mengusik ketenangan umat dalam menjalankan Syari’at. Zuhairi sendiri menyangkal pernah mengatakan Shalat tidak wajib. "Saya hanya mengkritik Shalat yang tidak memiliki efek sosial bagi perbaikan masyarakat. Shalat jalan tapi korupsi juga jalan."
Zuhairi aktif menulis artikel tentang pluralisme di berbagai media. Salah satunya ia menulis di harian Republika pada hari Jumat, 08 Desember 2006 berjudul Pluralisme Berbasis al-Qur'an. Ditulis dalam artikel tersebut, "Dalam surat al-Baqoroh: 62 secara eksplisit disampaikan, bahwa umat agama-agama lain akan masuk surga. Orang-orang yang beriman, Yahudi, Kristen dan kaum Shabi'ah adalah mereka yang dijanjikan surga. Di hari kemudian nanti mereka tidak akan takut dan tidak akan bersedih.
Ada yang berpendapat, bahwa ayat tersebut diabrogasi (mansukh) oleh ayat lain, diantaranya oleh QS. Ali Imran: 85, yang berbunyi bahwa agama yang hanya diterima adalah Islam. Artinya, bahwa hanya Islam sebagai agama yang paling benar di sisi-Nya.
Namun pandangan tersebut dapat dijawab dengan dua hal: pertama, bahwa ayat yang mempunyai redaksi yang sama disebutkan sebanyak tiga kali. Dua ayat menjelaskan bahwa orang-orang yang beriman, Yahudi, Kristen, dan Shabi'an akan diganjar oleh Tuhan atas iman dan amal salehnya. (QS. Al-Baqoroh: 62 dan QS. Al-Maa'idah: 69). Sedangkan satu ayat lainnya menambahkan selain orang-orang muslim, Kristen, Yahudi, dan Shabi'an, orang-orang majusi juga dijanjikan surga. (QS. Al-Hajj: 17)
Kedua, alasan tentang abrogasi terhadap ayat tersebut dengan sendirinya terbantahkan. Karena penyebutan ayat selama tiga kali di surat yang berbeda menunjukkan kekuatan sebuah pesan. Imam al-Qurtubi dalam al-Jami' li Ahkam al-Qur'an, membenarkan bahwa pendapat ada pendapat yang menyebutkan ayat tersebut diabrogasi, tetapi ada pendapat lain yang menyatakan bahwa ayat tersebut tidak diabrogasi oleh Ali Imran: 85. Dari sini dapat dipahami, ada hikmah yang tersembunyi di balik ayat tersebut, yaitu membangun toleransi di antara umat beragama.
Kedua pandangan tersebut dapat menguatkan pendapat, Tuhan mempunyai kehendak dan mekanisme sendiri untuk memberikan pahala yang sesuai dengan apa yang dilakukan oleh hamba-Nya. Dalam ayat lain disebutkan, bahwa Tuhan lebih tahu tentang hamba-Nya yang sesat dan yang mendapatkan petunjuknya (QS. An. Nahl: 125). Dengan demikian, tidak ada satupun yang mampu menentukan orang lain sesat dan benar, kecuali Allah SWT."
Artikel Zuhairi tersebut mendapat tanggapan dari DR. Syamsuddin Arif, Doktor Pemikiran Islam, ISTAC, Kuala Lumpur Malaysia yang menulis artikel di harian yang sama pada hari Jumat, 15 Desember 2006 berjudul (Mis)interpretasi 'Ayat Pluralisme'. Syamsuddin menulis, "Untuk memperoleh pemahaman yang jujur dan perihal 'ayat pluralisme' itu semestinya kita tidak mengabaikan konteks siyaq, sibaq, serta lihaq ayat tersebut.
Pertama, Mari kita perhatikan ayat-ayat yang mendahuluinya, setidaknya mulai ayat 41 hingga 68. Secara eksplisit Tuhan mengecam sikap dan perilaku kalangan Ahlul Kitab yang ingkar dan ‘lain di mulut lain di hati’, gemar memelintir kebenaran, menuruti hawa nafsu, mempermainkan agama dan menimbulkan permusuhan. Selanjutnya mari kita lihat ayat-ayat yang mengikutinya, terutama ayat 78 hingga 86 surat al-Maaidah yang menjadi konteks Lihaq 'ayat pluralisme' tersebut.
Dinyatakan di sana bahwa mereka yang kufur dari kalangan Bani Israil telah dikutuk karena selalu durhaka dan melampaui batas, membiarkan kemungkaran terjadi, menjadikan orang tak beriman sebagai pelindung mereka. Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada Nabi (Musa) dan kepada apa yang diturunkan kepadanya niscaya mereka tidak meminta perlindungan kepada orang-orang tersebut, namun mayoritas mereka memang fasik.
Akan kamu dapati orang yang paling memusuhi kaum beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Sedang yang paling dekat dan bershahabat ialah orang-orang Nasrani, karena diantara mereka ada pendeta-pendeta dan rahib-rahib, juga mereka tidak angkuh. Bila mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasulullah, mata mereka berkaca-kaca terharu oleh kebenaran yang telah mereka, seraya berkata, "Ya Tuhan kami, kami Telah beriman, Maka masukkanlah kami dalam daftar orang-orang yang menjadi saksi. Bagaimana kami tidak akan beriman kepada Allah dan kebenaran yang datang kepada kami, wong kami ingin agar Tuhan memasukkan kami ke dalam golongan orang-orang yang saleh?" Maka Allah memberi mereka pahala untuk perkataan yang mereka ucapkan, yaitu surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, kekal abadi di sana. Demikianlah balasan bagi orang baik. Adapun mereka yang kafir dan mendustakan mendustakan ayat-ayat Allah jelas bakal menjadi penghuni neraka.
Dari sini jelas sekali bahwa umat Yahudi dan Nasrani disanjung apabila mereka mau beriman kepada Nabi Muhammad dan ajaran yang dibawanya, tetapi dikecam jika tidak beriman, durhaka, dan bertindak melampaui batas. Ahlul Kitab yang beriman masuk Islam dijanjikan pahala dua kali lipat, ujar Rasulullah dalam sebuah Hadits shahih. Sebaliknya, Ahlul Kitab yang kepadanya telah sampai panggilan untuk beriman dan memeluk Islam tetapi enggan menyambutnya maka sulit baginya untuk terhindar dari api neraka (HR. Muslim No. 153). Sekarang marilah kita menggunakan pendekatan sola scriptura (ajaran) untuk menjawab sejumlah persoalan terkait.
Pertanyaan pertama yang mengemuka terkait 'ayat pluralisme' itu ialah apa maksud ungkapan "siapa yang beriman diantara mereka?" jawaban dan perincian rukun iman beserta indikatornya kita temukan dalam surat al-Baqarah: 285, Ali Imran: 171-173, an-Nisa': 162, al-A'raf: 175, al-Anfal: 2-4, dan 74, at-Taubah: 13, al-Mu'minun: 2-9, an-Nur: 62, al-Hujura: 15, dan al-Hadid: 19.
Kedua, apakah Ahlul Kitab Yahudi maupun Nasrani juga beriman? Menurut al-Qur'an mayoritas mereka tidak beriman. Ini karena mereka mendustakan Nabi Muhammad dan wahyu yang diturunkan kepadanya, menolak Syari’atnya, enggan masuk Islam. Itulah sebabnya mengapa Allah menegur dan mengecam mereka (al-Baqarah: 89-93, an-Nisa': 47, dan an-Nisa': 171). Namun demikian tidak semua Ahlul Kitab itu kafir. Ada sebagian kecil dari mereka yang beriman kepada Rasulullah SAW dan memeluk Islam (Ali Imran 110-115 dan 199, juga al-Ankabut 47)
Selanjutnya, meski telah menyatakan diri beriman dan masuk Islam, mereka tentu akan diuji Tuhan (al-Ankabut 1-2). Dalam hal ini posisi mereka sama dengan orang muslim lainnya yang juga mengaku beriman dan perlu ujian. Mengapa demikian? Karena banyak orang mengaku Islam dan beriman di mulut saja sehingga menipu dirinya sendiri (al-Baqarah 8-9, dan al-munafiqun 1). Ada juga yang menyatakan diri berislam dan beriman, tetapi baru sampai tahap minimal, di mulut dan di hati, tapi praktiknya belum (al-Hujurat:14). Bahkan perbuatan maksiatnya jalan terus, sehingga disebut fasiq (al-Maaidah 49).
Ketiga, apa yang dimaksud dengan amal saleh dalam ungkapan "Siapa yang berbuat baik"? Dijelaskan antara lain bahwa amal saleh adalah hidup berpadukan ajaran kitab suci dan mendirikan Shalat (al-A'raf: 168). Amal baik di sini berkaitan dengan dan berlandaskan ajaran serta perintah agama.
Terakhir, bagaimana memahami ungkapan 'mereka tidak perlu takut dan tidak perlu cemas'? Dalam al-Qur'an, ungkapan seperti ini terdapat lebih dari sekali, dengan berbagai konteks. Yang jelas, untuk bisa memperoleh jaminan keselamatan di dunia dan akhirat seseorang harus berislam, beriman, beramal saleh, berihsan, bertaqwa, dan beristiqomah.
***




Mun'im A. Sirry

M
un'im A. Sirry, Dia adalah peneliti pada Yayasan Wakaf Paramadina. Ia pernah nyantri di Pondok Pesantren TMI al-Amien Prenduan Sumenep Madura (1983-1990) di bawah asuhan KH. Moh. Idris Jauhari. Ia menyelesaikan S1 dan S2 pada Faculty of Saria'a and Law International Islamic Univercity, Islamabad, Pakistan (1990-1996) dan menerima beasiswa Fullbright untuk melanjutkan studinya ke Amerika Serikat. Beberapa karya tulisnya adalah Membendung Militansi Agama (Jakarta: Penerbit Erlangga, September 2003), Dilema Islam Dilema Demokrasi: Pengalaman Baru Muslim dalam Transisi Indonesia (Jakarta: Gugus Media, Mei 2002), Sejarah Fiqih Islam: Sebuah Pengantar (Jakarta: Risalah Gusti, Juli 1995) ci-author Mutiara Terpendam: Perempuan Dalam Literatur Islam Klasik (Jakarta: Gramedia, 2002), Melawan Hegemoni Barat (Jakarta: Penerbit Lentera, 1999), editor dan penerjemah buku Islam Liberalisme Demokrasi (Jakarta: Paramadina, 2002). Menerjemahkan beberapa buku antara lain Islam Ditelanjangi.
"Prestasi" Mun'im dalam mengembangkan paham pluralisme di tanah air terukir dengan dikeluarkannya buku berjudul Fiqih Lintas Agama: Membangun Masyarakat Inklusif- Pluralis yang diterbitkan Yayasan Wakaf Paramadina bekerja sama dengan The Asia Foundation pada 2003. Buku ini cukup menghebohkan dan menuai banyak kritikan. Berbagai debat, diskusi, dan seminar diadakan membahas buku tersebut. Bahkan ada beberapa buku terbit khusus men-counter keberadaan buku tersebut. Walhasil, hanya dalam waktu 1,5 tahun buku Fiqih Lintas Agama sudah naik cetak sampai 7 kali cetak.
Buku tersebut ditulis bareng-bareng oleh sebuah tim yang terdiri dari Zainun Kamal, Nurcholish Majid, Masdar F. Mas'udi, Komaruddin Hidayat, Budhy Munawar-Rahman, Kautsar Azhari Noer, Zuhairi Misrawi, dan Ahmad Gaus AF. Dalam kata pengantarnya Mun'im menyatakan maksud dikeluarkannya buku tersebut.
"Sejauh yang kita amati, Fiqih klasik cenderung mengedepankan sudut pandang antagonistik bahkan penolakan terhadap komunitas agama lain. Banyak konsep Fiqih menempatkan penganut agama lain lebih rendah ketimbang umat Islam sehingga berimplikasi meng-exlude atau mendiskreditkan mereka. Buku ini lahir dari keprihatinan itu sembari bermaksud membuka lanskal keberagamaan yang lebih jauh terbuka dan toleran." (kata pengantar editor, hal. X)
Buku tersebut terdiri dari empat bagian. Bagian pertama tentang Pijakan Keislaman bagi Fiqih Lintas Agama (berisi Ajakan Titik Temu Antar Agama, Semua Agama adalah Kepasrahan kepada Tuhan, Konsep Ahli Kitab, Kesamaan Agama), bagian kedua tentang Fiqih yang Peka Keragaman Ritual Meneguhkan Inklusivisme Islam (berisi Mengucapkan Salam Kepada Non Muslim, Mengucapkan Selamat Natal dan Hari Raya Agama Lain, Menghadiri Perayaan Hari Besar Agama Lain, Do'a Bersama dan Mengijinkan Non Muslim Masuk Masjid), bagian ketiga tentang Menerima Agama Lain Membangun Sinergi Agama-Agama (berisi Fiqih Teosentris, Konsep Ahlu Dzimmah, Konsep Jizyah, Kawin Beda Agama, Waris Beda Agama, Budaya Menerima yang Lain) dan bagian terakhir tentang Meretas Kerjasama Lintas Agama (berisi Bentuk-bentuk Dialog Agama dan Bentuk-bentuk Kerjasama).
Dalam buku tersebut, tanggapan paling banyak adalah soal nikah beda agama. Dikatakan di dalam buku tersebut, "Soal pernikahan laki-laki non-Muslim dengan wanita Muslim merupakan wilayah ijtihadi dan terikat dengan konteks tertentu, diantaranya konteks dakwah Islam pada saat itu. Yang mana jumlah umat Islam tidak sebesar saat ini, sehingga pernikahan antar agama merupakan sesuatu yang terlarang. Karena kedudukannya sebagai hukum yang lahir atas proses ijtihad, maka amat dimungkinkan bila dicetuskan pendapat baru, bahwa wanita Muslim boleh menikah dengan laki-laki non-Muslim atau pernikahan beda agama secara lebih luas amat diperbolehkan, apa pun agama dan aliran kepercayaannya." (hal. 164)
***


Nong Darol Mahmada

N
ong Darol Mahmada, dia menyelesaikan kuliah di jurusan Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin, IAIN Jakarta, 1998. Pernah nyantri selama 6 tahun di ajeungan KH. Ilyas Ru’yat (Roam Am PBNU), Pondok Pesantren Cipasung Tasikmalaya, sekaligus menempuh pendidikan SMP dan SMA-nya. Mantan Imam Forum Mahasiswa Ciputat (Formaci), kelompok belajar yang bermukim di Ciputat, Jakarta. Pengamat masalah-masalah gender dan Islam. Kini bekerja untuk Jaringan Islam Liberal. Memegang dapur JIL dan salah satu koordinator di divisi pengembangan media dan advokasi, ISAI (Institut Studi Arus Informasi) yang bermarkas di Jl. Utan Kayu 68H, Jakarta.
Nong termasuk aktivis yang giat menyuarakan masalah-masalah gender. Ia menyunting buku berjudul "Kritik Atas Jilbab" yang ditulis oleh Muhammad Sa'id Al-Asymawi dengan penerbit: Jaringan Islam Liberal dan The Asia Foundation, April 2003. Nong menulis, "Pandangan yang mengatakan bahwa jilbab itu tak wajib bisa kita baca di buku ini. Bahkan al-Asymawi dengan lantang berkata bahwa Hadits-hadits yang menjadi rujukan tentang pewajiban jilbab atau hijab itu adalah hadis ahad yang tak bisa dijadikan landasan hukum tetap. Buku ini, secara blak-blakan, mengurai bahwa jilbab itu bukan kewajiban. Bahkan tradisi berjilbab di kalangan Shahabat dan Tabi'in, menurut al-Asymawi, lebih merupakan keharusan budaya daripada keharusan agama."
Dalam artikel yang dimuat di situs Islamlib.com dengan judul yang sama dengan buku suntingannya, ia mengatakan, "Saya ingat ketika kecil. Nenek saya sangat ketat dengan kerudung, meski kerudungnya hanya sehelai kain yang ditutupkan di kepala. Ia muslimah yang taat sampai wafat-nya.
Menurutnya, rambut perempuan yang sudah baligh tak boleh diperlihatkan karena itu aurat. Bila melanggar, tegasnya, pasti rambut kita akan dibakar di neraka. Tentu saja, penggambaran api neraka yang akan membakar rambut selalu terbayang di mata. Apalagi pernyataan itu keluar dari seorang yang saya teladani. Makanya ketika saya menginjak baligh, saya langsung memakai kerudung karena ketakutan itu.
Namun keputusan saya untuk berkerudung tak menghilangkan kekritisan saya untuk terus mencari jawaban kenapa kepala dan rambut perempuan itu aurat sehingga harus ditutupi. Kenapa perempuan itu serba aurat sehingga semuanya harus ditutupi? Kenapa laki-laki tidak, bahkan aurat laki-laki hanya sebatas dari lutut hingga pusar? Akhirnya karena dorongan rasa ingin tahu itu saya mulai banyak membaca tentang jilbab.
Ternyata, tak sesederhana itu masalahnya; tak sekedar aurat dan dibakar api neraka seperti pengalaman saya di atas. Namun lebih rumit dari itu. Apalagi bila kita melihat kenyataan, dalam setiap gerakan penerapan Syari’at Islam, bisa dipastikan, perempuan (jilbab)-lah program awalnya. Jangan jauh-jauh, lihatlah di pelbagai daerah di negeri kita. Pasti, wacana yang berkembang pertama kali untuk membuktikan kalau daerah itu menerapkan Syari’at Islam yaitu dengan mewajibkan perempuan memakai jilbab. Tak lupa, dibuatlah peraturannya dan ada lembaga pengawasnya. Seakan-akan jilbab adalah indikator paling kasat mata dari keberhasilan penerapan Syari’at Islam. Seakan-akan jilbab itu adalah Islam itu sendiri. Pertanyaannya, banarkah jilbab itu adalah Syari’at Islam?
Jawabannya tentu saja sangat panjang dan tidak hitam putih. Meski jilbab hanya salah satu bagian pakaian untuk perempuan tapi konsep ini punya sejarah yang sangat panjang. Sebagai pengantar untuk buku ini, saya akan mengurai kata dan sejarah jilbab. Tak lupa, saya juga akan kaitkan dengan konsep Islam menurut persepsi subyektif tentang jilbab."
***


Zainun Kamal

Z
ainun Kamal, dia adalah dosen tetap Fakultas Usuluddin UIN Jakarta. Meraih gelar doktor dari IAIN Jakarta (1995) dengan judul Disertasi: Kritik Ibnu Taimia terhadap Logika Aristoteles. Master (MA) dalam bidang filsafat Fakultas Darul Ulum Universitas Kairo, Mesir (1985). Penulis di beberapa buku dan majalah. Sekarang juga menjadi dosen Pasca Sarjana UIN Jakarta, FISIP Universitas Indonesia, Universitas Islam Jakarta, Institut Ilmu Al-Qur'an, Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur'an, Sekolah Tinggi Filsafat Driyakarya, Universitas Muhammadiyah Jakarta dan Perguruan Tinggi Madina Ilmu Jakarta. Mantan Pembantu Dekan I Fakultas Usuluddin IAIN Jakarta ini juga aktif mengajar di Universitas Paramadina Jakarta.
Zainun Kamal sering dibilang ‘Penghulu Swasta’ karena sering menikahkan pasangan beda agama, lebih-lebih pasangan wanitanya seorang muslimah. Seperti pasangan Suri Anggreni (Fitri, muslimah) dengan lelaki Kristen, Alfian Siafian di Hotel Kristal Pondok Indah, Jakarta pada tahun 2004. Juga pasangan artis Deddy Corbuzier (Katolik) dan Karlina (Muslimah) pada tahun 2005. Pendapat Zainun tentang kawin beda agama, terlihat dalam wawancara yang kemudian dikutip oleh beberapa media di internet.
Berikut ini petikan wawancara DR. Zainun Kamal, pengajar Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah dan Alumnus dari Universitas al-Azhar dan Kairo University, Mesir dengan Nong Darol Mahmada dari Kajian Utan Kayu (KUK). Wawancara yang disiarkan Radio 68H dan jaringannya di seluruh Indonesia pada 20 Juni 2002 ini juga menghadirkan Bimo Nugroho, salah seorang Direktur Insitut Studi Arus Informasi (ISAI) Jakarta yang mengalami secara langsung pernikahan antaragama.
Mas Bimo, anda adalah seorang pelaku pernikahan antaragama. Anda seorang Katolik, sedang istri anda seorang muslimah yang berjilbab. Apa kendala yang anda alami dalam pernikahan beda agama ini?
Bimo: Kendala awalnya terjadi ketika melamar. Sebetulnya saya sedah dekat dengan calon mertua saya sebelum menikah. Tetapi ketika saya melamar, situasinya menjadi serius sekali. Ketika saya melamar, mertua saya menjawab begini, "Nak Bimo tahu sendiri kan kami ini Islam. Jadi, kalau mau menikah dengan anak saya, Nak Bimo harus masuk Islam dulu!" Saya langsung terdiam dan situasi menjadi hening. Saya bingung mau jawab apa?
Karena dia menanti jawaban saya, akhirnya yang keluar dari mulut saya begini: "Pak, saya ini orang Katolik. Tapi ke gereja seminggu sekali saya bolong-bolong, apalagi masuk Islam harus Shalat lima kali sehari. Wah, saya pasti lebih banyak berdosa bila masuk Islam daripada tetap di Katolik." Itu saya ucapkan karena tidak ingin masuk Islam hanya formalitas untuk menikah saja. Akhirnya, saat pernikahan, orang tua istri saya tidak bisa hadir. Ini kesulitannya dan merupakan yang paling berat bagi isteri saya.
Bagaimana dengan prosedur di catatan sipil dan prosesi pernikahan lain?
Bimo: Oh, kami lancar. Akhirnya kami menikah dua cara juga. Menikah dengan cara Katolik di gereja –di sana ada dispensasi untuk menerima isteri saya yang tetap Islam- juga pernikahan secara Islam.
Pak Zainun, sebenarnya bagaimana pandangan Islam tentang persoalan pernikahan antaragama ini?
Zainun: Untuk melihat persoalan ini, mungkin dua hal yang perlu kita bahas. Dilihat dari hukum positif, Negara memang tidak mengizinkan kawin antaragama. Dalam hukum agama yang umum ada dua penjelasan: Pertama, secara eksplisit teks al-Qur'an membolehkan laki-laki muslim menikah dengan perempuan non-muslim. Itu terdapat dalam surat al-Maidah ayat 5. bahkan, ada pembahasan ulama yang lebih luas tentang ayat itu. Umumnya, yang masuk lingkup ahli kitab itu hanya Yahudi dan Kristen. Tapi dalam ayat itu bukan disebut ahli kitab, tapi alladzina uutu al-kitab, orang-orang yang mempunyai kitab suci.
Dalam al-Qur'an terdapat kategorisasi golongan musyrik, mukmin, dan ahli kitab. Orang musyrik adalah mereka yang percaya adanya Tuhan, tapi tidak percaya pada kitab suci dan atau tidak percaya pada salah seorang Nabi. Mereka itu adalah musyrik Mekah dan secara hukum Islam tidak boleh sama sekali dinikahi. Kalau ahli kitab, mereka percaya pada salah seorang Nabi dan salah satu kitab.
Yang diistilahkan al-Qur'an dalam surat al-Ma'idah adalah orang-orang yang diberikan kitab. Mereka percaya bahwa itu adalah kitab suci dan diutus kepada mereka adalah seorang Nabi; maka menikahi mereka itu diperbolehkan. Misalnya, orang Budha menganggap mereka punya kitab suci dan Budha Gauthama adalah seorang Nabi. Konghuchu, dianggap Nabi dan mempunyai kitab suci. Demikian juga dengan Sintho. Mereka itu dianggap sebagai orang yang diberi kitab dan boleh dikawini. Mereka kadang mengatakan, ini kitab dari Nabi Ibrahim, kok! Atau kitab dari Nabi Luth. Yahudi boleh karena jelas diutus padanya Musa. Umat Nasrani punya Nabi Isa. Itu beberapa pendapat. Ulama yang mempunyai pembahasan yang lebih luas memasukkan Konghucu, Budha dan Shinto sebagai yang boleh dikawini. Itu memang sudah dipraktekkan Islam dan sampai sekarang banyak sekali laki-laki muslim yang menikah dengan perempuan non-muslim.
Adakah praktik pernikahan antaragama dalam sejarah Islam?
Zainun: Yang mempratekkan itu misalnya, Yaser Arafat dan itu tidak menjadi masalah di Palestina sana. Nabi sendiri menikah dengan Maria Koptik yang semula beragama non-Islam. Utsman kawin dengan salah seorang ahli kitab. Ada yang dengan Kristen dan juga dengan Yahudi. Sampai sekarang, praktek pernikahan antaragama itu berjalan terus. Sebagian ulama melarang. Tapi teks secara eksplisit membolehkan. Persoalan kita tadi, bagaimana kalau sebaliknya, yakni laki-lakinya non-muslim dan perempuannya Islam seperti kasus Mas Bimo ini.
Pertama-tama perlu saya jelaskan, bahwa teks al- Qur'an secara eksplisit tidak ada yang melarang. Hanya saja, mayoritas ijtihad para ulama, termasuk di Indonesia, tidak membolehkannya meski secara teks tidak ada larangan. Makanya, yang membolehkan memiliki landasannya dan yang melarang juga punya landasan tertentu. Larangan muslimah menikah dengan laki-laki non-Islam itu tidak disebutkan dalam al-Qur'an. Ini merupakan pendapat sebagian ulama.
Lantas bagaimana anda meyimpulkan dari sesuatu yang tidak diekspli-sitkan oleh al-Qur'an?
Zainun: Saya ingin menceritakan beberapa kasus. Misalnya, saya pernah bertemu dengan sepasang suami-isteri. Yang perempuan, pada mulanya muslim, lantas masuk Kristen. Dan mereka sudah punya tiga anak. Kemudian dalam perjalanannya, perempuan ini mau kembali masuk Islam dan minta izin kepada suaminya. Akhirnya diizinkan oleh suaminya dan perempuan itu masuk Islam. Masalah kita sekarang berbeda, yang suaminya masih Katolik dan perempuannya Islam. Itu diizinkan sendiri oleh suaminya. Apakah dalam kondisi begini akan dibolehkan kalau kita berpegang pada pendapat pada ulama tadi? Kalau sekiranya ini tidak dibolehkan, tentu saja wajib cerai. Bagaimana hak perempuan ini? Dia bahkan bisa diusir dari Belanda. Apakah memang agama itu menempatkan kedudukan wanita seperti itu? Oleh karena itu, karena tidak ada teks yang tegas tentang itu, maka ijtihad yang berlaku tentang pernikahan seperti itu tentu perlu tinjauan kembali.
Yang menjadi persoalan besar dalam pernikahan antaragama ini adalah persoalan anak. Bagaimana status agama anak anda karena anda berbeda agama?
Bimo: Pernikahan kami sekarang telah melewati masa hampir tujuh tahun. Kesepakatannya memang terserah pada anaj itu mau memilih agama apa. Tapi kemudian saya melihat kenyataan di rumah anak-anak lebih banyak waktu dengan istri saya. Istri saya beragama dengan baik, Shalat lima waktu dan berjilbab. Kemudian anak saya didik secara Islam dan saya sendiri berpikir, kalau dia beragama Islam dengan baik, kenapa tidak? Sementara karena saya lebih banyak di kantor, tidak normal juga kalau saya menuntut anak saya beragama Katolik sementara saya tidak bisa mencurahkan waktu untuk mendidik anak saya secara Katolik.
Zainun: Mengenai masalah anak, tadi dijawab oleh mas Bimo. Karena yang penting, bagi suami-isteri itu mendidik anak secara baik. Karena dalam semua agama mengandung nilai moral yang sama dan bersifat universal. Kita mendidik anak untuk berbuat baik pada orangtuanya. Kita mendidik anak kita supaya jangan berbuat jahat dan berbuat baik pada siapa saja. Saya kira, itu nilai-nilai universal yang sangat ditekankan semua agama. Jadi kita didik anak kita secara baik kemudian dia pilih agama apa, hal itu terserah anak.
Saya kira, salah satu alasan sebagian ulama mengharamkan laki-laki non muslim menikah dengan wanita muslim karena dikhawatirkan istri atau anaknya menjadi murtad. Tapi kalau kita melihat kasus mas Bimo ini, malah sebaliknya. Anak-anaknya semua ikut ibunya. Karenanya, dalam kasus ini, ijtihad dan pendapat para ulama yang melarang wanita muslim menikah dengan pria non muslim perlu ditinjau ulang.
Bagaimana dengan masalah warisannya?
Zainun: Dalam masalah warisan, pendapat ulama berbeda-beda. Ada yang menyebut tidak boleh saling mewarisi kalau berbeda agama. Tapi ada yang berpendapat sesungguhnya sang isteri bisa mewarisi suami dan tidak bisa sebaliknya. Betapa pun saya kira ada solusi terbaik dari al-Qur'an. Toh ada wasiat misalnya. Kalaupun terhalang, suami bisa saja berwasiat, ini rumah kalau saya meninggal nantinya untuk kamu. Atau buat anak ini dan itu. Itu boleh saja.
Pak Zainun, ada Hadits Nabi tentang pernikahan yang memakai empat kriteria: kecantikan, kekayaan, keturunan, dan agamanya. Dan yang penting dari kriteria itu adalah agamanya. Bukankah itu maksudnya adalah agama Islam?
Zainun: Memang ada kriteria itu: agama, kecantikan, kekayaan, dan keturunan. Menurut pendapat sebagian ulama, kita dianjurkan memprioritaskan agamanya. Kemudian kalau ada orang bilang ini ada perempuan cantik dan saya ingin kawin dengan dia misalnya. Apakah tidak sah perkawinannya? Tetap sah. Tapi Nabi menganjurkan memilih agamanya, artinya orang yang bermoral. Agama dalam arti nilai-nilai baik. Namun bila ada yang lebih memilih kekayaan dan kecantikan dalam urusan mencari jodoh, maka tidak dilarang oleh agama dan kawinnya tetap saja sah.
Bagaimana dengan kebijakan Khalifah Umar bin Khattab tentang pelarangan menikahi ahli kitab?
Zainun: Saya ingin menjelaskan alasan pelarangan itu. Ada seorang shahabat bernama Hudzaifah al-Yaman yang kawin dengan perempuan Yahudi, kemudian Umar menulis surat padanya agar menceraikan isterinya. Kemudian Hudzaifah ini menjawab, “Apakah perkawinan kami haram?” "Tidak haram,” kata umar, "Hanya saja, saya khawatir perkawinan kamu itu nantinya berdampak negatif."
Apa maksudnya? Begini, ada persoalan sosial pada masa itu. Waktu itu Islam dalam penyebaran ajarannya mengalami banyak sekali tantangannya dari luar. Banyak para Shahabat yang meninggal dunia dalam medan perang yang menyebabkan janda-janda perempuan menjadi membludak. Kalau laki-laki muslim menikah dengan non muslim, lantas perempuan muslim, khususnya para janda ini bagaimana? Karena itu Umar secara politis melihat tinjauan strategis itu. Karena dia ketika itu berkuasa, maka dia melarang itu. Larangan Umar bisa dibaca sebagai larangan kekuasaan, dan bukan larangan agama. Sama saja dengan hukum Negara kita sekarang ini. Dalam kasus ini, laki-laki muslim tidak dibolehkan menikahi perempuan non-muslim, padahal hukum agama membolehkan.
Selain soal perkawinan beda agama, Zainun juga keras menyuarakan bahwa penganut agama Budha dan Hindu termasuk ahli kitab. Dia mengatakan bahwa semua agama di Indonesia layak dianggap ahli kitab. Zainun menguraikan makna ahli kitab sebagai orang yang mempercayai salah satu Nabi dan percaya kepada kitab suci, entah itu Yahudi atau Nasrani. Mengapa kedua golongan tersebut yang popular? Jawab Zainun karena kedua agama tersebut mempunyai penganut yang cukup besar (padahal penganut Yahudi hanya 15 juta dan urutan ke-11 dalam agama-agama di dunia menurut Atlas of The World's Religions, 1999).
Zainun memasukkan Hindu, Budha, Shinto dan Konghuchu sebagai ahli kitab dengan dasar mereka mempunyai kitab suci. Dan tentu saja kitab suci tersebut dibawa oleh seorang Nabi. Pengertian Nabi menurutnya adalah pembawa pesan moral, sembari mengutip ajaran al-Qur'an bahwa, "Allah mengutus kepada setiap umat seorang Rasul (fabaatsna likulli umatin rasula). Dalam hal agama Budha, bisa dikatakan bahwa Sidharta Gautama adalha seorang Nabi yang membawa kitab suci. Ia menyangkal pemahaman klasik bahwa agama Hindu, Budha dan Shinto memang diklasifikasikan sebagai agama budaya atau agama Ardhi (bumi, ciptaan manusia). Menurutnya, penganut agama Budha dan Hindu pasti akan marah bila disebut sebagai agama Ardhi karena mereka menganggap dirinya sebagai agama Samawi (langit) dan mendapat wahyu."
Dia mengutip mengenai riwayat yang mengatakan bahwa Nabi sekitar 12 ribuan, sementara Rasul berjumlah 300-an. Ada Nabi yang diceritakan dalam al-Qur'an, ada pula yang tidak. Menurutnya pembawa agama sebelum Islam pun bisa disebut sebagai nabi. Ia melihat agama Budha tinggi sekali ajaran moralnya. Tanda nabi adalah tingginya pesan moral yang dibawa.
Pendapat Zainun Kamal ini menciptakan sikap toleransi umat Islam yang ujung-ujungnya mengarah pada pluralisme agama. Dalam pernyataan kepada Nong Darol Mahmada dari Jaringan Islam Liberal dia mengatakan, "Sesungguhnya kita wajib mempercayai adanya ahli kitab dan kita wajib pula mempercayai bahwa mereka juga punya seorang Nabi. Dengan begitu kita harus mengakui eksistensi mereka. Untuk itu tidak ada alasan lagi bagi kita untuk tidak hidup secara berdampingan dengan mereka, saling bekerja sama dan tidak ada kendala sama sekali dengan mereka. Dalam Islam ada konsep dasar untuk mempercayai Nabi-nabi terdahulu dan kurang sempurna iman seorang muslim yang tidak mempercayai kitab-kitab suci yang dibawa Nabi-nabi terdahulu."
***


Taufiq Adnan Amal

T
aufiq Adnan Amal, dia adalah dosen mata kuliah Ulumul Qur'an pada Fakultas Syariah IAIN Alaudin Makasar dan anggota Dewan Direktur Forum Kajian Budaya dan Agama (FkBa), Yogyakarta. Karyanya yang telah terbit antara lain: Islam dan Tantangan Modernitas (1989), Tafsir Kontekstual Al-Qur'an (bersama Syamsu Rizal Pangabean) (1989) dan Rekontrusi Sejarah Al-Qur'an (2001).
Taufiq Adnan Amal merupakan intelektual yang aktif menggagas edisi kritis al-Qur'an. Beberapa komentarnya terlihat seperti di bawah ini:
"Uraian dalam paragraf-paragraf berikut mencoba mengungkapkan secara ringkas proses pemantapan teks dan bacaan al-Qur'an, sembari menegaskan bahwa proses tersebut masih meninggalkan sejumlah masalah mendasar, baik dalam ortografi teks maupun pemilihan bacaannya, yang kita warisi dalam mushaf tercetak dewasa ini. Karena itu, tulisan ini juga akan menggagas bagaimana menyelesaikan itu lewat suatu upaya penyuntingan edisi kritis al-Qur'an." (makalah, "Edisi Kritis Al-Qur'an," dalam buku Wajah Liberal Islam di Indonesia (tahun 2002, hal. 78)
"Terdapat berbagai laporan tentang eksistensi bagian-bagian tertentu al-Qur'an yang tidak direkam secara tertulis ke dalam mushaf oleh komisi Zayd, dan karena itu menggoyahkan otentitas serta intregitas kodifikasi Utsman…dengan demikian, pandangan dunia tradisional telah melakukan sakralisasi terhadap suatu bentuk tulisan yang lazimnya dipandang sebagai produk budaya manusia." (Rekonstruksi Sejarah Al-Qur'an (2005, hal. 379-381)
Sementara tentang masalah politik dalam Islam, Taufik mempunyai pandangan sendiri. Ketika diwawancarai oleh JIL tentang masalah ini ia mengatakan, "Tentang masalah Islam dan politik, saya kira, Islam tidak memiliki konsep yang jelas tentang politik. Tapi dalam hal etika politik, Islam mempunyai kerangka bagaimana kita berperilaku sebagai politikus yang baik, maslahat dan lain-lain. Adapun masalah konsep Negara dan sejenisnya tentu bisa diperdebatkan. Misalnya, al-Qur'an merujuk kerajaan-kerajaan yang ada pada masa Nabi Sulaiman. Tentu saja, rujukan pada kerajaan yang ada pada masa Sulaiman bukan berarti sistem kerajaanlah yang menjadi sistem pemerintahan yang dianjurkan dan dijustifikasi oleh al-Qur'an. Demikian pula misalnya al-Qur'an menjustifikasikan dan mengungkap perihal federasi kesukuan yang dibangun pada masa Nabi SAW di Madinah. Itu bukan berarti al-Qur'an menjustifikasi negara federal atau federasi kesukuan ala Nabi SAW. Sebenarnya yang diberikan al-Qur'an adalah moral, patokan-patokan dasar dalam perilaku berpolitik, bukan politik itu sendiri!"
***

Saiful Mujani

S
aiful Mujani, dia pernah kuliah di fakultas kedokteran Universitas Tarumanegara, tapi menyelesaikan S1 di jurusan Akidah Filsafat Fakultas Ushuluddin IAIN Jakarta. Kini sedang menyelesaikan program doktoralnya dalam bidang politik di Ohio State University Columbus dengan tesis Islam, Democracy and Civic Culture. Pengelola sekaligus pendiri jurnal Studia Islamica. Peneliti di Pusat Kajian Islam dan Masyarakat (PPIM) dan dosen di almamaternya. Selain menulis buku ia juga menjadi editor dalam buku Negara dan Cendekiawan Muslim Era Orde Baru.
Saiful Mujani termasuk tokoh muda yang pertama kali mendiskusikan Islam liberal dan bersama Ulil dan kawan-kawan mendirikan Jaringan Islam Liberal. Ia banyak menulis artikel tentang Islam liberal dan berkontribusi dalam buku dan situs Islam liberal. Ia menulis artikel berjudul Syariat Islam dan Keterbatasan Demokrasi dalam buku Wajah Islam Liberal Indonesia. Kemudian dalam buku Ijtihad Islam Liberal, ia menyumbang 3 tulisan sekaligus, yaitu; "Demokrasi Chauvinistic”, "Setiap Agama Mengandung Benih Ekstrimisme," dan "Ritual Nahdliyyin Modal Social Demokrasi." Dalam wawancara yang dijadikan artikel Setiap Agama Mengandung Benih Ekstrimisme, Saiful mengatakan, "Saya cenderung mengatakan bahwa dalam setiap agama apa pun, entah Hindu, Kristen, dan lain-lain selalu muncul benih ekstrimisme. Cuma masalahnya; kapan benih itu bisa tumbuh menyebar, lebih besar, aktif di permukaan tergantung konteks historis dan latar belakang politiknya."
Benih dalam agama yang mendorong ekstrimisme itu menurut Saiful adalah doktrin-doktrin tertentu, misalnya dalam Islam ada doktrin binary untuk membuat beda: Islam dan kafir, ada orang beriman dan orang yang tidak beriman. Yang diposisikan di seberang berkonotasi negatif dan bersifat labeling yang ditunjang akar teologis. (hal. 193)
***




Ihsan Ali Fauzi

I
hsan Ali Fauzi adalah kandidat doktor di Ohio State University, Columber, Amerika Serikat. Menyelesaikan program S2-nya di Ohio University Athens, Ohio, Amerika Serikat. Pernah menjadi wartawan di Harian Republika. Ketika ia mengangkat sosok Ahmad Wahib, harian tersebut didemo masa.
Ihsan termasuk orang yang pertama gencar menyerukan liberalisme Islam. Bersama Ulil Abshar dan kawan-kawan, ia mendirikan Jaringan Islam Liberal. Ia banyak menulis artikel untuk buku atau situs Islam Liberal, satu diantaranya: Radikalisasi Agama, Soal Katak dalam Tempurung dalam Ijtihad Islam Liberal (2005).
Di dalam artikel tersebut ia menulis dan membandingkan pesantren yang dikenal radikal di Yogyakarta, yang dianggap katak dalam tempurung yang pendanaan pesantren tersebut tidak jelas, dengan pesantren di Thailand selatan yang dibiayai oleh mantan menteri dan Negara-negara Barat. Jelasnya, tulisnya, "Saya teringat lagi kesimpulan di atas ketika baru-baru ini membaca tulisan Michael Vatikiotis di Far Eastern Economic Review (27 Juni 2002) mengenai pesantren Ihyaus Sunnah, yang didirikan di Yogyakarta pada 1994 oleh Ja'far Umar Thalib, pemimpin Laskar Jihad. Sudah sering dikatakan bahwa modernisasi adalah salah satu ciri Islam di ranah Melayu. Tapi, di pesantren ini, tradisi itu bisa gampang dipatahkan.
Sekalipun lokasinya memungkinkan ekspos para santri ke dunia luar, sumber dana, sifat pengajaran, dan paham keislaman yang dikembangkan di pesantren itu membuat para santrinya berada dalam katak dalam tempurung –seperti sebagian rakyat AS yang saya ceritakan di atas. Hanya Ja'far dan kolega dekatnya yang tahu dari mana dana pesantren itu diperoleh, dan bagaimana dana itu dikelola, dan para santri didorong untuk tidak berintregasi dengan dunia luar, yang dianggap sudah sangat tercemar. Terhadap semua ini, tak ada imbangan paham lain yang dapat memperluas wawasan para santri. Dari sini yang akan terlahir adalah para santri yang hanya tahu apa yang dicekokkan pada mereka setiap saat.
Ini kontras yang ditemukan Vatikiotis di Nakhon Si Thammarat, sebelah selatan Thailand. Di situ ada sekolah Islam yang diberi nama Pondok Bantan, dengan santri sekitar 1.200 orang. Seperti rekan-rekan mereka di Yogya, mereka menghabiskan pagi hari dengan Shalat Subuh berjamaah dan belajar agama. Tapi, di siang harinya mereka diberi pelajaran berdasarkan kurikulum sekolah Thailand biasa. Di pondok yang dipimpin Surit Pitsuwan, bekas menteri luar negeri Thailand, ini tidak ada paham keislaman tertentu yang ditekankan, apalagi diwajibkan. Surin, salah satu juru bicara civil society di Thailand, lahir dan di besarkan di pesantren ini, di mana ibunya, kini sekitar 80 tahun, masih mengajar mengaji al-Qur'an.
Pendanaan yang sehat menjadi kunci keluasan wawasan pesantren ini dan percaya dirinya. Sebuah masjid baru didirikan atas bantuan dokter kaya berkebangsaan India, yang juga membiayai pembangunan beberapa kelas. Lebih dari itu, pendanaan juga datang dari Negara-negara barat. Peralatan audiovisual, misalnya, diberikan kedutaan Jerman di Bangkok. Surin percaya, Negara-negara barat perlu melibatkan diri dalam lagkah mendidik generasi muslim di masa datang, jika fundamentalisme, ekstremisme, dan radikalisme Islam ingin dihindarkan, kesadaran global mengenai kebutuhan akan sejenis reformasi pendidikan di dunia Islam amat diperlukan,” kata Surin."
Di akhir tulisan tersebut ia menyatakan, "kita mendengar rumor bahwa laskar jihad dibantu pendaannya oleh kalangan militer tertentu yang terancam oleh reformasi negeri ini. Entah benar entah tidak, isolasi mereka jelas menjadikan mereka lading bagi tumbuhnya radikalisme Islam. Seperti rakyat AS yang cupet dalam cerita di atas, mereka membangun kantong budaya yang hanya makin mengucilkan mereka. Itu tak berguna bagi siapa pun, juga bagi klaim Islam sebagai rahmat bagi sekalian alam, kecuali bagi yang memanipulasi kadangkalan mereka."
Itulah biografi tokoh-tokoh liberal dari NU, bisa jadi, tak akan pernah berhenti. Segelintir orang untuk 'hingar-bingar'-nya ide sekularisme, liberalisme dan pluralisme di Indonesia seperti sekarang ini tentu masih kurang. Ini sebuah ajakan bagi yang lain untuk terus menulis siapa-siapa yang berada pada posisi pengusung ide, pemikiran, dan pemahaman ini.
Setidaknya, masyarakat sudah mengetahui pemahaman pemikiran keislaman orang-orang di atas, meskipun masih sangat minim. Yang ditulispun, setidaknya bias melakikan intropeksi diri dan melihat kembali pernyataan-pernyataan yang selama ini telah mereka buat, buku-buku yang telah diterbitkannya, diskusi-diskusi yang telah di cetuskannya. Intropeksi ini penting agar kita sebagai muslim sadar babwa setiap pemikiran, perkataan dan perbuatan kita akan di mintai pertanggungjawaban kelak oleh Allah. Sekecil apapun. Dan semoga kita bisa mempertanggungjawabkan. Kalau kita tidak sannggup untuk mempertahankan pendapat dan mempertanggung jawabkannya, ada baiknya sepanjang nyawa masih di rundung badan, pemahaman dan perkataan kita koreksi, sebelum terlambat.
***


Kesalahan NU: Melindungi Tokoh-Tokoh Liberal

S
ebegitu tinggi kedudukan Gus Dur dalam mempengaruhi Islam lewat NU dan lainnya, sehingga banyak tokoh-tokoh NU yang mewarisi dan menjadi penerus dalam menyebarkan paham-paham Gus Dur. Sebagai bukti, Beberapa Tokoh yang akan menjagokan diri dalam Muktamar di Makassar 2010 M. dan yang pernah menduduki jabatan di NU adalah orang-orang yang terlibat dalam Jaringan Islam Liberal (JIL), Syi'ah, dan paham-paham sesat lainnya. Dengan demikian orang akan punya anggapan bahwa NU melindungi dan ridlo dengan adanya orang-orang seperti itu masuk dalam tubuh NU.
Kenyataanya, NU mulai sejak dulu sampai sekarang dalam struktur kepengurusannya banyak dikombinasi oleh orang-orang Liberal, Syi’ah, orang-orang yang penuh dengan perusakan aqidah, ibadah dan mengusung kesesatan serta kemaksiatan serta orang-orang yang tidak jelas Islam dan ke-NU-annya.
Ada sejarah yang perlu dijadikan pelajaran, Muhammadiyah dalam Muktamarnya di Malang (2004-2005) telah berhasil menyingkirkan tokoh-tokoh Liberal, diantaranya, Dawam Raharjdo juga teman-temannya yang ditengarai sebagai orang yang berpaham Liberal seperti: Abdul Munir Mulkhan, Muslim Abdurrahman, Amin Abdullah, Yunan Yusuf dan lainnya berhasil disingkirkan dari kepengurusan Muhammadiyah. Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan Muktamar Muhammadiyah yang akan datang akan terjadi perebutan lagi antara yang liberal dengan yang Islami.
NU dan Muhammadiyah adalah dua organisasi Islam terbesar di Indonesia. Sedang Indonesia adalah negara yang jumlah muslimnya terbesar di dunia. Maka tidak mengherankan, bila berbagai pihak yang sebenarnya yang tidak suka dengan Islam baik dalam ataupun luar negeri berupaya keras untuk mendudukkan orang-orang busuknya (mengaku Islam bahkan tokoh, padahal sejatinya musuh-musuh Islam) didalam kepemimpinan organisasi Islam terbesar itu.
Betapa tertipunya bila para anggota organisasi Islam terbesar itu dibeli untuk memilih pemimpin-pemimpin yang misinya bukan Islam tetapi terbukti adalah misi musuh-musuh Islam. Dan sangat buruk lagi karena mereka memilihnya bukan hanya cukup sekali tetapi dipilih lagi dan dipilih lagi, bahkan setelah mati pun dikultuskan pula.
***


Mengaburkan
Konsep "Tauhid Islam"

A
l-Qur'an sudah menegaskan bahwa orang-orang kafir (baik Ahli Kitab maupun kafir musyrik), akan menjadi penghuni neraka (al-Bayyinah: 6). Kekufuran Yahudi dan Nasrani sangatlah jelas. Karena itu, amatlah mengherankan jika muncul orang-orang yang mengampanyekan bahwa "inti semua agama" bahkan semua agama itu sendiri sama. Para penganjur paham "persamaan agama" ini biasanya menggunakan dalil al-Qur'an surah al-Baqarah ayat 62 dan al-Maa'idah ayat 69 untuk dijadikan pijakan.
"Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, Shabiin dan orang-orang Nasrani, siapa saja (diantara mereka) yang benar-benar saleh, Maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (al-Maa'idah: 69)
Bisa dilihat dalam berbagai pendapat yang diungkap kaum inklusif-pluralis, ayat tersebut dianggap memberikan legitimasi, bahwa agama apa pun dasarnya adalah benar dan dapat dijadikan sebagai jalan menuju keselamatan. Dalam bahasa Anand Krisna, paham penyamaan agama itu dikatakan sebagai berikut:
"Jalan bisa berbeda. Jelas berbeda. Orang Iran ke Mekah tidak harus lewat Indonesia. Orang Indonesia ke Mekah tidak harus lewat Cina. Orang India ke Mekah tidak harus lewat Amerika. Orang Eropa Ke Mekah tidak harus lewat Australia. Jalan berbeda, jelas-jelas berbeda. Tetapi, apabila kita menganggap tujuan pun berbeda, maka sesungguhnya kita musyrik. Justru kita yang menduakan Allah, menduakan Tuhan."( Republika, 3 Agustus 2000)
Sejumlah pakar, cendekiawan, ulama yang menggunakan kedua surah tadi untuk menjustifikasi konsep pluralisme agama adalah Alwi Shihab, KH. Sa'id Aqil Siradj, Nurcholis Madjid, dan sebagainya. Kalangan yang muda dari mereka lebih banyak lagi yang berpikiran serupa, bahkan kadang dalam wujud yang lebih radikal. Pendapat Alwi Shihab dapat dilihat balam bukunya Islam Inlkusif. Simaklah tulisan Alwi Shihab berikut ini.
"Prinsip lain yang digariskan al-Qur'an, adalah pengakuan eksistensi orang–orang yang berbuat baik dalam setiap komunitas beragama, dan begitu, layak memperoleh pahala Tuhan. Lagi-lagi, prinsip ini memperkokoh ide mengenai pluralisme keagamaan dan menolak eksklusifisme. Dalam pengertian lain, eksklusifisme keagamaan tidak sesuai dengan semangat al-Qur'an. Sebab, al-Qur'an tidak membeda-bedakan antara satu komunitas agama dari lainnya. Prinsip ini digariskan oleh dua ayat al-Qur'an, sebuah eksposisi yang jarang sekali terjadi sebuah ayat al-Qur'an tampil dua kali dan hampir mirip kata perkata, yang menyatakan,
“Sesungguhnya mereka telah beriman, Yahudi, Nasrani dan kaum Shabiin. Mereka yang percaya pada Tuhan, Hari Akhir dan berbuat kebaikan, akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak akan merugi dan tidak akan berduka cita.” (al-Baqarah: 62 dan al-Maa-idah: 69)."
Jadi, menurut Alwi Shihab, komunitas agama apa pun dapat menerima pahala, sebab al-Qur'an tidak membeda-bedakan komunitas agama yang ada. Ini tentu pemahaman yang sangat aneh. Sebab, begitu banyak ayat-ayat al-Qur'an yang menyatakan kesesatan dan kekufuran kaum Yahudi dan Nasrani serta kaum Musyrikin lainnya. Pendapat aneh seperti Alwi Shihab ini diperkuat lagi dengan pendapat yang ‘luar biasa berani’ dari KH. Said Aqiel Siradj tentang persamaan konsepsi Tauhid antara Islam, Kristen, dan Yahudi. Berikut kutipan pendapat Said Aqiel Siradj yang diberi judul ”Laa Ilaaha Illallah juga",
"Agama yang membawa misi Tauhid adalah Yahudi, Nasrani (Kristen) dan Islam. Ketiga agama tersebut datang dari Tuhan melalui seorang rasul dan nabi pilihan. Agama Yahudi diturunkan melalui Musa, Nasrani diturunkan melalui Isa (Yesus), dan Islam melalui Muhammad. Kedekatan ketiga agama samawi yang sampai saat ini masih dianut oleh umat manusia itu semakin tampak jika dilihat dari genealogi ketiga utusan (Musa, Isa, dan Muhammad) yang bertemu pada Ibrahim (Abraham). Ketiga agama tersebut mengakui Ibrahim sebagai "the foundation father's" bagi agama Tauhid. Singkatnya, ketiga agama tersebut sama-sama memiliki komitmen untuk menegakkan kalimat Tauhid…. Dari ketiga macam Tauhid di atas , Tauhid Kanisah Ortodoks Syria tidak memiliki perbedaan yang berarti dengan Islam.”
Tulisan Said Aqiel Siradj itu dimuat dalam buku karya Bambang Noorsena, tokoh Kristen Ortodoks Syria, berjudul Menuju Dialog Teologis Kristen-Islam. Benarkah antara konsepsi Tauhid Islam dan "Tauhid" Kristen Ortodoks Syria tidak ada perbedaan yang berarti? Klaim Said Aqiel Siradj itu tentu sangat tidak benar. Sebab, dalam al-Qur'an ditegaskan bahwa Allah adalah Esa, Tidak Beranak dan Tidak Diberanakkan. Sedangkan, konsepsi Syahadat Kristen Ortodoks, seperti dimuat dalam buku Bambang Noorsena tersebut adalah,
"Kami percaya kepada satu-satunya Ilah (sembahan) yaitu Allah, Bapa, (al-wujud, yang berdiri pada dzat-Nya sendiri) yang Mahakuasa, Kholiq langit dan bumi, segala sesuatu yang kelihatan dan yang tidak kelihatan. Dan kepada satu-satunya Tuhan (Rabb), yaitu 'Isa al-Masih, putra Allah yang Tunggal (Akal Allah atau firman yang kekal),yang dilahirkan dari Bapa (al-wujud) sebelum segala abad.."
Jadi, Tuhannya orang Kristen adalah Tuhan yang mempunyai anak. Dalam Matius 3:17 disebutkan, "Maka suatu suara dari langit mengatakan, 'Inilah anakku yang kukasihi. Kepadanya Aku berkenan." Juga Lukas 4:41 menyebutkan bahwa Yesus itu adalah ‘anak Allah'. Konsep teologis Kristen dirumuskan pada Konsili Nicea, tahun 325. Konsili dihadiri 318 orang bapa konsili, yaitu tokoh-tokoh gereja dan pemerintahan yang diundang menghadiri sidang itu. Menurut kaum Katolik, konsili itu diadakan untuk melawan ajaran sesat (bid'ah) yang muncul pada awal abad IV yang dibawa oleh Arius, seorang imam Alexandria yang lahir tahun 280. Ia mengajarkan bahwa Yesus bukanlah Allah sejati. Ia menyangkal keilahian Yesus. Dalam konsili itulah dirumuskan Syahadat Katolik, yang juga dikenal dengan Syahadat dari Kaesarea. Jika dicermati, isinya sama saja dengan syahadat Kristen Ortodoks Syria. Berikut sebagian bunyi syahadat Katolik tersebut.
"Kami percaya akan satu Allah,
Bapa yang Mahakuasa,
Pencipta hal-hal yang kelihatan dan tidak kelihatan, Dan akan satu Tuhan Yesus Kristus,
Sang Sabda dari Allah,
Terang dari terang
Hidup dari Hidup,
Putra Allah yang Tunggal
Yang pertama lahir dari semua ciptaan,
Dilahirkan dari Bapa,
Sebelum segala abad.."
Diutusnya Nabi Muhammad SAW adalah untuk meluruskan penyimpangan ajaran Nabi Isa AS oleh kaum Kristen, seperti yang diputuskan dalam Konsili Nicea tersebut. Karena itu, al-Qur'an menegaskan,
"Katakan, 'Dialah Allah yang Maha Esa
Allah tempat meminta
Tidak Beranak dan Tidak Diperanakkan
Dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan Dia." (al-ikhlash: 1-4)
Bahkan, al-Qur'an mengecam keras kepercayaan kaum Kristen itu. "Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, "Sesungguhnya Allah ialah Almasih putra Maryam. 'Padahal Almasih berkata, 'Hai Bani Israel, sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan Allah, maka pasti Allah akan mengharamkan surga baginya, dan tempat orang itu ialah di neraka. Tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun.' Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan bahwa Allah salah satu dari yang tiga. Padahal, sekali-kali tidak ada Tuhan selain Tuhan yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka ucapkan itu, pasti orang-orang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. Maka mengapa mereka tidak bertobat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Almasih putra Maryam tiu hanyalah seorang rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa rasul." (al-Maa'idah: 72-75)
Membandingkan konsep teologis kaum Kristen dan konsepsi Tauhid Islam sangatlah jauh sekali bedanya. Maka tidak benar Said Aqiel Siradj bahwa tidak ada perbedaan yang berarti antara konsepsi Tauhid Islam dan Kristen Ortodoks. Penggunaan istilah "Tauhid" untuk konsepsi teologis Kristen juga sangat tidak tepat. Jangan-jangan nanti juga akan ada penggunaan istilah yang semena-mena, seperti "Tauhid Hindu", "Tauhid Budha", "Tauhid Konghucu", "Tauhid Darmogandhul", "Tauhid Gatholoco", dan seterusnya.
Sebagai contoh, dalam kasus penyaliban Isa AS terdapat perbedaan yang fundamental antara Bible dan al-Qur'an. Umat Islam memang diwajibkan beriman kepada para Rasul dan Nabi serta kitab-kitab yang dibawa mereka. Tetapi, itu bukan berarti umat Islam sekarang harus beriman kepada isi kitab-kitab suci agama lain, seperti Bible, Wedha, Talmud, dan sebagainya. Soal Injil, misalnya, begitu banyak perubahan yang telah dilakukan, sehingga sangat diragukan lagi kebenarannya. Nabi Muhammad SAW diutus adalah untuk meluruskan kembali ajaran Tauhid para nabi sebelumnya yang sudah terlalu jauh diselewengkan oleh pengikut-pengikut agama mereka. Misalnya, kisah tentang penyaliban Isa AS yang disebutkan dalam Bible jelas bertentangan dengan penjelasan yang tegas dalam al-qur'an.
Dalam buku Tanya jawab Syahadat Iman Katolik hlm. 53, di sebutkan,
"Kitab suci, misalnya Yohannes:19, menceritakan bahwa Yesus sungguh mati di kayu salib. Yohanes sendiri melihat hal itu dan ia memberikan kesaksiannya dan kesaksian itu benar (Yoh, 19:35; 21:24). Para Rasul, berkat anugrah Roh Kudus, berkhotbah dan bersaksi tentang kematian Yesus (lih. Kis, 3:12-15; 5:29-32). Tak mungkinlah suatu yang bohong akan ditulis di dalam kitab suci, dan dapat bertahan berabad lamanya. Dan tidak masuk akal sehatlah bila begitu banyak orang yang rela mati hanya demi sesuatu yang bohong."
Cerita penyaliban Isa AS versi Injil itu dibantah keras oleh al-Qur'an,
"Dan karena ucapan, “Sesungguhnya Kami telah membunuh Almasih putra maryam, Rasul Allah.” Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya. Tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keraguan tentang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang yang mereka bunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka. Mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa." (an-Nisaa': 157)
Tentu sangat gegabah dan ceroboh jika di katakana bahwa cerita al-Qur'an dan Injil soal penyaliban Isa AS itu ‘intinya’ sama dan tidak ada perbedaan yang substansial antara konsepsi teologis Islam dan Kristen. Sehingga, sangatlah tidak benar jika dikatakan bahwa tidak ada perbedaan yang berarti antara konsepsi "Tauhid Islam" dengan “Tauhid Katolik/Kristen".
Kekeliruan fatal seperti itu juga dilakukan oleh Nurcholish Madjid, seperti dibahas dalam bagian sebelumnya. Dalam buku Pluralitas Agama: Kerukunan dalam Keragaman, terbitan Kompas, Nurcholish menulis kata pengantar panjang yang isinya menjelaskan tentang teologi inklusif dan pluralis, di antaranya, "Umat Islam diperintahkan untuk senantiasa menegaskan bahwa kita semua, para penganut kitab suci yang berbeda-beda itu, sama-sama menyembah Tuhan Yang Esa, dan sama-sama pasrah (muslimun) kepada-Nya."
Dalam subjudul "Satu Tuhan, Beda Jalan" Nurcholish menguraikan secara panjang lebar bahwa Islam juga mengakui keabsahan agama-agama lain dan kitab sucinya. Misalnya, kutipanya berikut.
"… namun al-Qur'an mengakui keabsahan keduanya (Taurat dan Injil, Pen) sekaligus. Al-Qur’an juga menegaskan bahwa Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa AS masih itu menguatkan kebenaran Taurat, memuat petunjuk dan cahaya serta nasihat bagi kaum yang bertakwa. Mereka harus mengakui kenyataan ini. Kalau tidak, sekali lagj, mereka mereka termasuk orang-orang yang fasik (berkecenderungan yang jahat) (al-Maa'idah:46-47)."
Dengan menyatakan bahwa para penganut kita suci juga menyembah Tuhan yang Maha Esa, sebagaimana umat Islam, serta dikatakan bahwa al-Qur'an mengakui keabsahan Taurat dan Injil -tanpa memberikan kritik dan koreksi terhadap keduanya- menunjukkan, Nurcholish pun ingin mengaburkan sikap Islam yang tegas terhadap kekeliruan berbagai konsepsi teologis agama Kristen. Mestinya para tokoh ini secara jujur mengungkap berbagai kejanggalan yang terdapat dalam Bible, sehingga dapat ditentukan, apakah benar al-Qur'an mengesahkan ‘Kitab Suci’ seperti itu. Misalnya, berbagai cerita porno dan tidak pantas yang ditulis dalam Bible saat ini. Sebagai contoh, kitab Yabizkiel: 23 yang menggunakan kata-kata vulgar, seperti, "Mereka bersundal pada masa mudanya; di sana susunya di jamah-jamah dan dada keperawanannya di pegang-pegang" (ayat 3),"Ia berahi kepada kawan-kawannya bersundal, yang auratnya seperti aurat keledai dan zakarnya seperti zakar kuda" (ayat20).
Cerita tentang Dawud AS dalam Bible juga sangat menyeramkan. Digambarkan di sana, selain merebut dan menzinai istri pembantu sendiri, Dawud juga menjebak suaminya agar terbunuh di medan perang. Kisah ini diceritakan dalam 2 Samuel 11: 2-5 dilanjutkan ayat 14-17, sebagai berikut:
"Sekali peristiwa pada waktu petang, ketika Dawud bangun dari tempat pembaringannya lalu berjalan-jalan di atas sotoh istana, tampak kepadanya dari atas sotoh istana itu seorang wanita sedang mandi; wanita itu sangat elok rupanya. Lalu Dawud menyuruh orang bertanya tentang wanita itu dan orang berkata: "Itu adalah Batsyeba binti Elam, istri Uria orang Het itu." Sesudah itu, Dawud menyuruh orang mengambil dia. Wanita itu datang kepadanya, lalu Dawud tidur dengan dia. Wanita itu baru selesai membersihkan diri dari kenajisannya. Kemudian pulanglah wanita itu kerumahnya. Lalu mengandunglah wanita itu dan disuruhnya orang memberitahukan Dawud: "Aku mengandung."
Paginya Dawud menulis surat kepada Yaob dan mengirimkannya dengan perantaraan Uria. Ditulisnya dalam surat itu: "Tempatkanlah Uria di barisan depan dalam pertempuran yang paling hebat, kemudian kamu mengundurkan diri dari padanya, supaya ia terbunuh mati." Pada waktu Yaob mengepung kota Raba, ia menyuruh Uria pergi ke tempat yang diketahui ada lawan yang gagah perkasa. Ketika orang-orang kota keluar menyerang dan berperang melawan Yaob, maka gugurlah beberapa orang dari tentara, dari anak buah Dawud; juga Uria, orang Het itu, mati."
Jauh sekali gambaran Bible tentang Dawud AS dengan gambaran al-Qur'an tentang Dawud. Allah SWT berfirman:
"Bersabarlah atas segala apa yang mereka katakan, dan ingatlah hamba kami Dawud yang mempunyai kekuatan. Sesungguhnya dia amat taat kepada Allah." (Shaad: 17)
Jika dikatakan Nurcholis Madjid bahwa al-Qur'an juga mengabsahkan Taurat dan Injil, maka dapat ditanyakan kepadanya, apakah al-Qur'an juga mengesahkan cerita-cerita yang merendahkan martabat para utusan Allah yang mulia? Contoh lain lagi adalah cerita-cerita tentang kekejaman dan mengesahkan kekejaman, seperti yang tersebut dalam kitab Yosua dan lain-lain. Contoh lain bisa dilihat bagaimana hukum perang dalam Bible, seperti tersebut dalam Kitab Ulangan 20:10-13,
"Apabila engkau mendekati suatu kota untuk berperang melawannya, maka haruslah engkau menawarkan perdamaian kepadanya. Apabila kota itu menerima tawaran perdamaian itu dan dibukanya pintu gerbang bagimu, maka haruslah semua orang yang terdapat di situ melakukan kerja rodi bagimu dan menjadi hamba kepadamu. Tetapi Apabila kota itu tidak mau berdamai dengan engkau, melainkan mengadakan pertempuran melawan engkau, maka haruslah engkau mengepungnya. Setelah Tuhan, Allahmu, menyerahkannya ke dalam tanganmu, maka haruslah engkau membunuh seluru penduduknya yang laki-laki dengan mata pedang."
Soal perang, disebutkan dalam Matius 10:34-39,
"Jangan kamu menyangka bahwa aku dating untuk membawa damai di atas bumi. Aku datang bahwa Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang. Sebab Aku datang untuk memisahkan orang dari ayahnya, anak wanita dari ibunya, menanti wanita dari ibu mertuanya, (dan musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya). Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih daripada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau wanita lebih daripada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku. Barangsiapa tidak memikul dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku. Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya."
Apakah al-Qur'an juga mengesahkan penjelasan-penjelasan dalam Bible seperti itu? Mengingat sulitnya menelusuri kembali keaslian Injil, sangatlah tidak beralasan untuk menyatakan bahwa al-Qur'an mengesahkan Injil yang sekarang ini. Dalam soal kitab-kitab para Nabi itu, Rasulullah SAW mengajarkan,
"Janganlah kalian benarkan Ahli Kitab dan jangan pula kamu dustakan, melainkan ucapkanlah, "Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan kepada apa yang diturunkan kepadamu." (HR. Bukhori)
Allah pernah menurunkan kitab-kitab kepada sejumlah Nabi-Nya. Tetapi, dijelaskan dalam al-Qur'an, orang-orang Yahudi dan Nasrani telah mengubah-ubah kitab yang diturunkan Allah, menyembunyikan kebenaran, dan menulis kitab menurut keinginan dan hawa nafsu mereka sendiri.
"Sebagian orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan dari tempat-tempatnya." (an-Nisaa': 46)
"Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui?" (al-Baqoroh: 75)
"Maka Kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya; "Ini dari Allah", (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka Kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan Kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan." (al-Baqoroh: 79)
Salah satu tugas penting dari Rasulullah SAW adalah melanjutkan dan memurnikan kembali ajaran-ajaran para Nabi sebelumnya yang telah diselewengkan oleh kaum oportunis yang mengubah-ubah kebenaran al-Wahyu dari Allah, sekedar mencari keuntungan duniawi. Karena itu, Rasulullah SAW, aktif mengajak semua agama lain untuk memeluk Islam. Kaum Quraisy diajak untuk masuk Islam. Mereka diajak menjauhi cara-cara ibadah kepada Allah yang tidak benar, misalnya dengan menggunakan perantaraan patung atau berhala. Kalau Rasulullah SAW mengembangkan pluralisme teologis, buat apa capek-capek mengajak mereka masuk Islam? Toh, orang kafir Quraisy itu menyatakan bahwa mereka menyembah patung sekedar sebagai perantara (wasilah) untuk mendekatkan diri kepada Allah.
"Ingatlah, Hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya." (az-Zumar: 3)
Soal patung ini begitu penting, karena ada kecenderungan hamper semua agama menggunakan patung dalam ritual peribadahan mereka. Meskipun mereka mengaku tidak menyembah patung. Kaum Nasrani, misalnya, banyak sekali menggunakan patung-patung dalam ibadah mereka. Dalam sebuah buku berjudul Mempertanggungjawabkan Imam Katolik (1990), tulisan Dr. H. Pidyarto O. Carm, Uskup Malang, ada satu bab berjudul "Apakah Gereja Katolik Menyembah Patung?" Menurut Uskup Malang, kritik dan kecaman pernah datang kepada Gereja Katolik karena "menyembah patung". Si pengkritik menyatakan bahwa penghormatan patung bertentangan dengan perintah pertama dari Sepuluh Perintah Allah seperti yang tertulis dalam Kel 20:4-5 yang berbunyi,
"Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apa pun yang ada di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya, sebab aku, Tuhan, Allahmu, dan Allah yang cemburu…"
Di jawab oleh Uskup Pidiyarto,
"Manusia itu makhluk yang membutuhkan lambing atau simbol. Untuk menjelaskan hal ini, baiklah kita ambil beberapa contoh. Contoh dari dunia profan adalah bensera…sebab Tuhan Yesus, Maria, dan lain-lain tidaklah kelihatan. Maka dari itu, banyak orang Katolik suka memasang gambar atau patung Yesus, Maria, atau siapa pun juga supaya mereka mudah diingat pada pribadi-pribadi yang digambarkan di sana."
Tradisi "simbolisasi" Tuhan melalui "patung" terjadi pada hampir semua agama. Persis seperti yang digambarkan al-Qur'an, dimana Nabi Ibrahim AS menyatakan dalam do'anya, "Robbi innahunna adhlalla katsiran minan naas. (Ya Rabbi, sesungguhnya patung-patung itu telah menyesatkan sebagian besar manusia) (Ibrahim: 36)." Kaum Quraisy juga menolak jika dikatakan mereka menyembah patung. Kata mereka, penggunaan patung itu hanyalah sebagai wasilah untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.
Sejak menerima al-wahyu, sampai akhir hayat, Rasulullah SAW tidak pernah berhenti mengajak umat manusia untuk menerima kebenaran Islam dan melepaskan kepercayaan yang salah, meskipun Nabi SAW dilarang memaksa orang lain untuk memeluk Islam. Bayangkan, jika Nabi Muhammad berpendapat bahwa "semua agama sama", maka tentu tidak ada penyebaran Islam keseluruh dunia. Karena itu, dengan logika yang tidak terlalu canggih, asalkan mau mendalami masalah ini sedikit saja, seorang akan dapat memahami bahwa hanya akidah Islam yang benar, yang lain salah. Itu keyakinan kaum muslimin.
Dampak serius dari pengaburan Tauhid Islam terlihat pada sikap liberal dalam menaati syariat Islam. Misalnya, dalam soal perkawinan antaragama seperti yang telah kami paparkan di atas.
Di kalangan ulama selama ini, tidak ada perbedaan pendapat tentang haramnya seorang muslimah menikah dengan laki-laki non muslim, apapun agamanya, apakah Yahudi, Kristen, Hindu, Budha Gatholoco, Darmogandul, Konghucu, dan sebagainya, maka haram menikahkannya. Dalam al-Qur'an dijelaskan:
"Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, Maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka;maka jika kamu Telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman Maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka. dan berikanlah kepada (suami suami) mereka. (al-Mumtahanah: 10)
Dalam banyak ayat al-Qur'an (al-Bayyinah: 6, al-Maidah: 72-73) dijelaskan siapa yang disebut sebagai kafir. Mereka adalah ahli kitab (Yahudi-Nasrani) dan kafir musyrik (non Yahudi-Nasrani). Di luar muslim adalah kafir. Ini adalah rumusan yang jelas. Karena itu, jelas haram hukumnya menikahkan wanita muslimah dengan laki-laki non muslim. Jika ada yang berani melanggar ketentuan Allah ini apalagi dia berilmu, niscaya akan mendapat azab Allah SWT apabila tidak segera bertaubat.
Teologi Pluralis yang Berbahaya
Tulisan-tulisan yang mempromosikan gagasan teologi pluralis banyak kita temukan di media massa maupun buku-buku. Penulisnya juga bukan orang-orang sembarangan. Kaum muslimin pengasuh media massa –seperti Republika- sepertinya tidak menyadari bahaya promosi pemikiran yang sangat berbahaya seperti itu. Apa mereka tidak berpikir bahwa jika ada seorang yang membaca tulisan seperti itu dan kemudian menganut keyakinan, bahwa akidah Islam dan Kristen adalah sama saja, bukankah mereka juga ikut bertanggungjawab.
Sebagai contoh, tulisan Muhammad Ali yang berjudul "Hermenetika dan Pluralisme Agama" di harian Republika, membuktikan bahwa Republika juga aktif mempromosikan gagasan pluralisme agama, dalam konteks teologis. Jauh sebelumnya artikel Budhy Munawar Rahman sudah dimuat. Lalu pada, 3 Agustus 2000, artikel Anand Krisna yang berjudul "Inti Agama dan Keagamaan" juga dimuat. Inti artikel ini juga mempromosikan teologi pluralisme, bahwa semua agama adalah sama saja tujuannya, yang berbeda hanya cara atau jalan menuju Tuhan. Untuk itu Anand mengutip dalam al-Qur'an surat al-Maidah: 59.
Dalam menafsirkan ayat tersebut, Anand Krisna menulis,
"Jalan bisa berbeda. Jelas berbeda. Orang Iran ke Makkah tidak harus lewat Indonesia. Orang Indonesia ke Makkah tidak harus lewat Cina…" Artikel Anand tersebut kemudian dilengkapi dengan wawancara satu halaman. Setelah diprotes oleh berbagai kalangan umat Islam, barulah dimuat beberapa bantahan terhadap artikel Anand Krisna.
Sedangkan dalam artikel di Republika, Ali menyatakan adanya dua kelompok ayat al-Qur'an, yang satu bercorak inklusif (seperti Ali Imron: 84, al-Baqoroh: 62, al-Maidah: 69) dan yang lain bercorak eksklusif (seperti Ali Imron: 19 dan 85). Kata Ali,
"Sepintas, apabila kita menafsirkan dua kelompok ayat di atas secara parsial dan tekstual, maka apa yang terjadi adalah kontradiksi. Kelompok ayat pertama menganjurkan pluralisme, inklusifisme, atau setidaknya toleransi, sementara kelompok ayat kedua mengandung pengertian eksklusif dan bahkan bagi sementara pihak, pengertian ekstrem yang dalam banyak kasus membawa aktifitas fundamentalistik."
Selama ini, Ali Imron: 19 dan 85 memang dipahami oleh kaum muslimin dalam bingkai "teologi eksklusif", yakni keyakinan bahwa jalan kebenaran dan jalan keselamatan bagi manusia hanyalah dapat dilalui melalui "jalan Islam". Keyakinan seperti inilah yang sekarang dibongkar melalui penyebaran teologi pluralis atau teologi inklusif. Padahal dalam tataran teologis, mestinya justru harus dibangun keyakinan ekslusif bahwa hanya agamanya saja yang benar. Seseorang yang meragukan kebenaran agamanya sendiri, tentu dengan mudah melepaskan diri dari aturan syariat agamanya, sejenis freesex dan miras.
Menurut Muhammad Ali, agar tidak terjadi kontradiksi, maka ayat itu harus ditafsirkan dalam kerangka pluralisme, yakni "Islam" di dalam ayat itu, harus diartikan sebagai "agama penyerahan diri". Maka yang muncul adalah penafsiran pluralisme, karena ayat sebelumnya (84) menegaskan keimanan terhadap semua nabi termasuk Nabi Musa AS dan Isa AS, dimana mereka semua adalah muslim, sekaligus larangan mendiskriminasi agama-agama lain.
Pemahaman versi Muhammad Ali seperti itu hanya sepotong dan semaunya sendiri. Banyak ayat al-Qur'an yang menjelaskan bahwa kaum Yahudi dan Nasrani –saat Islam dilahirkan- sudah terjebak ke dalam kesesatan. Mereka telah mengubah kitab suci. Maka, kaum Nasrani disebut kaum yang tersesat (adh-dhoolliin) dan kaum Yahudi adalah kaum yang dimurkai Allah (al-maghdhuub).
Paham teologis pluralis atau penyamaan agama sebenarnya telah mendapat tantangan keras dari kalangan umat Islam. Dalam fatwa yang dikeluarkan oleh Lajnah Daimah lil Buhuts Ilmiyah wal Ifta', 25 Muharram 1418 H, disebutkan bahwa propaganda "penyatuan agama" merupakan kampanye sesat.
Itulah teologi inklusif yang, bukan hanya dipeluk, melainkan dipromosikan oleh tokoh-tokoh nasional seperti Nurcholis dan kawan-kawan. Inti pemikiran itu begitu gamblang, bahwa jalan kebenaran dan keselamatan bukan hanya dimonopoli agama Islam. Orang biasa disebut "muslim" tanpa harus memeluk agama Islam. Yang penting, ia bersikap pasrah. Bukankah sudah begitu jelas dan gamblang, bahwa menurut Nurcholis, orang bisa masuk surga meskipun ia bukan sebagai muslim secara formal sebagai suatu "organized religion"??

Jebakan Misionaris Kristen
Sejumlah pendukung dan penyebar propaganda teologi pluralis biasanya menyebut-nyebut adanya Konsili Vatikan II yang katanya, sudah mengubah doktrin dalam agama Kristen/ Katolik untuk bersikap inklusif dan pluralis, serta sudah melepas konsep teologi eksklusif.
Pertanyaannya, apakah pertanyataan dan sikap gereja Katolik dan Kristen pasca-Konsili Vatikan II memang bersikap inklusif. Konsili Vatikan II, konsili umum atau pertemuan akbar paling akhir dalam Gereja Katolik, diselenggarakan dari 1962-1965 dan menghimpun sekitar 2.000 uskup dari segala penjuru dunia. Dalam tulisannya yang berjudul Konsili Vatikan II dan Dialog Antar-Agama di Indonesia, TH Sumartana, mencatat bahwa pernyataan sikap tentang Islam dan Konsili Vatikan II sangat positif dan diterima secara menyeluruh pada tanggal 28 Oktober 1965.
Dikatakan oleh TH Sumartana, "Konsili Vatikan II mengubah peta hubungan antaragama, baik pada tingkat dunia, maupun merembes sampai tingkat lokal; merambah pada tingkat global dan mempunyai pengaruh mendalam dalam kehidupan jemaat-jemaat lokal. Bukan hanya umat Kristiani saja yang dengan gembira merujuk pada dokumen Konsili Vatikan II, tetapi banyak penganut agama lain menunjuk dokumen tersebut selaku sebuah milik dan pencapaian bersama. Dokumen tersebut diterima sebagai sebuah harapan, sebagai munculnya semangat baru dalam menjalankan dialog antaragama."
Teks Konsili Vatikan II, seperti dikutip oleh TH Sumartana itu memang mengakui jalan keselamatan bukan hanya pada gereja. Komentar lain tentang Konsili Vatikan II diberikan oleh pendeta Joas Adiprasetia, M. Th., yang menyatakan, bahwa Deklarasi Katolik mengenai hubungan Gereja dengan agama-agama non-Kristen mencatat suatu sikap baru gereja Katolik yang amat inklusif dan menerima kebaikan-kebaikan dalam agama-agama lain.
Jika kaum Nasrani mengakui bahwa Islam dan agama-agama non-Kristen juga diakui sebagai jalan kebenaran dan keselamatan, mengapa mereka begitu antusias dan menggebu-gebu untuk tetap melakukan kegiatan misionaris di berbagai negeri Islam.
Jika ditelusuri lebih jauh, ternyata Konsili Vatikan sendiri memang "tidak konsisten" dan tidak sungguh-sungguh "mengakui kebenaran pada agama lain". Itu terbukti Konsili sendiri tetap menegaskan keharusan untuk menyebarkan misi Injil,
"Tentu saja, ia mewartakan dan harus terus mewartakan Kristus, 'jalan kebenaran dan kehidupan'." (Yohanes 14:6)
Jika konsep teologi pluralis itu sendiri masih diragukan di kalangan Kristen, mengapa beberapa orang kalangan muslim begitu getol untuk menyebarkannya di kalangan Muslim? Apakah mereka tidak menyadari bahaya teologi semacam itu bagi keselamatan akidah Islam, dan untuk selanjutnya melepaskan akidah Islam, dengan mengakui bahwa ‘jalan’ yang terdapat pada agama-agama lain juga sah dan sampai juga kepada Tuhan.
Gencarnya gerakan misi Kristen dengan berabagai cara menunjukkan bahwa konsep Konsili Vatikan II –yang oleh sejumlah kalangan dipotong bagian proyek kristenisasinya- terbukti hanya indah di atas kertas, tetapi tidak dilaksanakan di lapangan. Apakah cara ini bukan merupakan suatu bentuk pengelabuhan terhadap kaum muslimin, agar tidak mewaspadai gerakan misi Kristen? Sebagai contoh, kaum Kristen tetap menolak untuk mengajarkan pelajaran agama Islam bagi siswa sekolah Kristen/Katolik, sesuai dengan perintah UU No 2 tahun 1989. Ini menunjukkan itikad tidak baik untuk memurtadkan umat Islam.
UU Sistem Pendidikan Nasional (UU No 2 1989), mengenai penjelasan Pasal 28 ayat (2) berbunyi, "Tenaga pengajar pendidikan agama harus beragama sesuai dengan agama yang diajarkan dan agama perserta didik yang bersangkutan." Penjelasan ini dengan sangat gigih ditolak oleh kalangan Kristen. Namun akhirnya, mereka berhasil mempengarui pejabat-pejabat tertentu yang berwenang sehingga terjadi berbagai penyimpangan penafsiran.
Penyebaran paham pluralisme teologis sangat di tengah kaum muslimin sangat merugikan umat Islam dalam menghadapi misionaris kaum Kristen yang bertekad melakukan pemurtadan kaum muslimin. Tidak terlalu sulit untuk membuktikan bahwa pengembangan teologi pluralis di kalangan umat Islam merupakan bagian dari upaya penghancuran umat Islam, seperti strategi yang dilakukan Sekolah Tinggi Teologi (STT) Apostolos. Mereka rajin mengkampanyekan teologi pluralis ini.
Termasuk tujuan STT Atospolos adalah:
1. Mempersiapkan hamba Tuhan yang mampu berteologi secara kontekstual, kritis, dan mandiri.
2. Mempersiapkan pemimpin dan pelopor gereja masa depan yang mampu berdialog lintas teologi dengan dunia Islam.
3. Mampu menciptakan pola-pola pelayanan yang selalu relevan di dalam konteks Indonesia yang pluralis.
Jadi, melalui pluralisme ini, umat Islam diprovokasi agar melepaskan akidahnya, tidak lagi meyakini agamanya saja yang benar, dan kemudian diajak untuk mengakui bahwa agama Kristen juga benar. Maka, kesimpulannya teologi pluralis merupakan pembuka pintu bagi misi Kristen.

Kegiatan-Kegiatan Missionaris Kristen di Indonesia
Missionaries Kristen aktif di seluruh Indonesia. Walupun mereka harus menyesuaikan diri pada kondisi-kondisi setempat, tetapi kegiatan mereka menunjukkan adanya kesamaan-kesamaan. Tujuannya tentunya sama, yakni bagaimana mengkristenkan orang dari berbagai kalangan di daerah-daerah, tanpa memperhatikan agama yang lebih dahulu dianutnya.
Karena sebagian penduduk Indonesia adalah muslim, sangat dipahami bahwa orang-orang Islam dapat dikatakan yang paling menderita dari usaha-usaha pengkristenan yang dilakukan missionaries Kristen. Hal ini disebabkan oleh metode kegiatan yang dilakukan missi-missi Kristen dan cara mereka mengadakan pendekatan-pendekatan pada orang-orang desa yang pada umumnya bertentangan dengan resolusi Chambessy pada tahun 1976 dan bimbingan-bimbingan Vatikan II.
Laporan ini adalah mengenai kegiatan-kegiatan kristenisasi di daerah Yogyakarta ibukota RI pada zaman Revolusi Kemerdekaan 1945-1949. Yang ditulis ini adalah contoh dari kegiatan-kegiatan serupa di daerah-daerah seluruh kawasan RI.
1. Memilih desa-desa terpencil dan membantu orang-orang miskin
Bisanya missionaris-missionaris memilih tempat yang terpencil dan terlantar yang penduduknya melarat dan kurang pengetahuan. Desa-desa semacam ini adalah Ngembesan di Lereng Gunung Merapi, kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Tetapi cara-cara mereka dalam melakukan missinya dan dapat keberhasilannya dapat diamati di ratusan desa di Yogyakarta.
Mereka menawarkan:
• Makanan seperti beras, gula, mie.
• Pakaian-pakaian bekas untuk anak-anak muda maupun orang tua.
• Barbagai macam obat-obatan.
• Uang; pada beberapa kejadian digunakan sebagai modal wanita untuk membuka warung di pinggir-pinggir jalan.
• Binatang-binatang ternak seperti sapi dan kambing, sebagai modal permulaan untuk usaha peternakan kecil-kecilan. Mula-mula anak kambing itu menjadi milik bersama dari orang-orang desa itu dan missi, tetapi bukannya tidak biasa bagi missi untuk kemudian menyerahkan bagian mereka, sehingga binatang-binatang ternak itu menjadi milik sepenuhnya bagi mereka.
• Alat-alat pertanian, bibit, pupuk dan obat pembunuh serangga.
• Membantu orang-orang desa dengan penyediaan air.
Pada umumnya orang-orang desa itu menikmati manfaat yang mereka terima dari bantuan tersebut. Sesudah itu barulah missi mulai menyampaikan maksud mereka yang sebenarnya, bahwa mereka adalah pelayan-pelayan dari Jesus Kristus dan bantuan-bantuan yang mereka nikmat adalah dari Jesus. Kemudian membabtis orang-orang desa tersebut.
Dapat diambil kesimpulan, bahwa cara-cara jebakan merekka seperti disebutkan di atas memang diterapkan dalam rangka mendapatkan pemeluk-pemeluk baru.
2. Menawarkan pekerjaan
Lulusan-lulusan sekolah SMP dan SMA biasanya menemui kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan. Maka itu, mereka bersedia menerima tawaran apapun untuk mendapatkan pekerjaan. Banyak penawaran semacam itu datang dari orang Kristen yang mewajibkan mereka untuk masuk Kristen, bahkan dijadikan syarat untuk mendapatkan pekerjaan.
Oleh karena itu adalah bukan tidak biasa bahwa mereka para lulusan SMA, yang muslim, menjadi Kristen dan bekerja di toko milik orang Kristen atau bengkel kerja milik missi.
3. Perbaikan rumah
Jika ada rumah tua yang memerlukan perbaikan, missi menawarkan perbaikan, biasanya melalui perantara Kepala Desa. Penawaran ini segera diikuti dengan pembabtisan, segera sesudah perbaikan rumahnya selesai. Hal-hal serupa banyak terjadi, yang dapat dimegerti, mengingat kemiskinan orang-orang desa.
4. Pertunjukan-pertunjukan film
Missi menyelenggarakan pertunjukan film secara teratur untuk hiburan yang merupakan peristiwa yang jarang didapati di desa. Biasanya film yang dipertunjukkan itu bercorak Kristen. Dalam kesempatan seperti itu, missi memberikan berbagai macam hadiah kepada Kepala Desa supaya mau memberi izin yang diperlukan untuk pertunjukan film tersebut.
Jika ada protes dari penduduk sekitar sehubungan dengan film yang berbau Kristen itu kepala desa yang sudah kehutangan budi itu diharapkan bersedia akan membelanya.
5. Kursus-kursus latihan gratis
Di desa Boyong, di lereng Gunung Merapi, kecamatan Pakem, kabupaten Sleman, missi Katolik menyewa tanah desa seluas 3 hektar untuk jangka waktu 20 tahun.
Kursus latihan gratis diadakan dalam bidang pertanian, pertukangan, peternakan, jahit-menjahit, reparasi radio, reparasi mobil, dan sebagainya di atas tanah tersebut. Para peserta juga diberi pelajaran mengenai agama Kristen, walaupun tidak semua beragama Kristen.
Kursus yang lain seperti bahasa Inggris, tari-tarian juga diadakan secara gratis di beberapa kota. Pelajaran agama Kristen diberikan juga kepada peserta yang juga beragama Kristen.
6. Meniru kebiasaan orang Islam
Di beberapa desa missi Kristen meniru adat (kebiasaan) orang Islam, seperti di desa Tempayan, kecamatan Tegalrejo, missi mengadakan upacara Tahlilan. Dalam Islam tahlilan dilakukan oleh sekelompok orang-orang Islam yang mengucapkan "Lailaha Illallah" dengan lagu khusus. Sedangkan missi dengan lagu yang sama mengucapkan, "Yesus Kristus, Yesus Kristus" sebagai ganti syahadat.
Di banyak tempat missionaris memakai peci yang biasa dipakai orang Islam, mereka juga mengucapkan "Assalamu'alaikum".
7. Penyalahgunaan transmigrasi
Salah satu usaha pemerintah untuk mengurangi kepadatan penduduk di pulau Jawa adalah melaksanakan program transmigrasi ke luar Jawa. Di beberapa tempat seperti Minangkabau, dan Sulawesi Selatan penduduk setempat senang menerima transmigran yang beragama Islam. Karena hal ini, tidak sedikit orang-orang Kristen yang didorong semangatnya oleh missi, mendaftarkan diri dalam program transmigrasi sebagai orang Islam. Tetapi setelah tiba di tempatnya yang baru, mereka didatangi pendeta, yang menyantuni mereka dengan peralatan-peralatan yang diperlukan dan bahkan menolong pendeta itu untuk usaha-usaha pengkristenan di kalangan para transmigran.
8. Membangun gereja-gereja dan kapel liar
Di desa-desa yang giat usaha kristenisasi missi membangun gereja-gereja dan kapel-kapel tanpa izin penguasa setempat. Manakala missi khawatir, bahwa aka nada penentangan dari penduduk setempat, mereka mulai dengan membangun rumah-rumah biasa yang setapak dengan setapak dirubah menjadi tempat pertemuan sembahyang.
9. Kawin campur
Missi menggalakkan pergaulan bebas antara anak-anak muda seperti di Barat, yang kebiasaan yang bertentangan dengan tradisi bangsa Indonesia.
Mereka juga mengundang anak muda untuk menonton film secara gratis. Pada kesempatan seperti itu disuguhkan hidangan-hidangan.
Tidak jarang pula missi menyelenggarakan Ulang Tahun para anak muda. Sudah tentu pergaulan bebas antara remaja putra dan putri itu dalam banyak hal berakhir dengan kawin yang terpaksa, tanpa memperdulikan agama mereka. Seorang gadis Islam dengan seorang pemuda Kristen, dan diikuti dengan datangnya seorang bayi, si-gadis harus mengobarkan agamanya dan bukan si-pemuda.
10. Perkumpulan-perkumpulan Koperasi
Dengan banyak sarana keuangan yang mereka kuasai, missi Kristen membentuk koperasi-koperasi kredit, yang terbuka untuk umum, tanpa memperdulikan agama mereka. Dalam beberapa kejadian orang-ornang kurang mampu tidak dapat membayar kembali hutang-hutang mereka. Koperasi tersebut bersedia menghapus hutang merekan dengan syarat bahwa yang berhutang itu bersedia masuk Kristen. Bahkan missi bersedia memberikan uang lebih banyak apabila mereka sungguh-sungguh bersedia dibaptis.
11. Penyalahgunaan kedudukan
Adalah biasa bagi seorang kepala yang beragama Kristen, khususnya di desa, menyalahgunakan kedudukan mereka untuk dengan sengaja mengadakan berbagai perayaan yang bercorak Kristen bagi masyarakat, termasuk orang-orang Islam, misalnya mereka mengadakan pertunjukan film yang berciri Kristen. Begitu juga mengadakan perayaan Natal.
Orang-orang Islam dapat menolak menghadiri perayaan itu, tetapi hal itu akan merusak hubungan mereka dengan bapak kepala, yang akan menuduh mereka tidak toleran.
Dalam hal ini perlu diingat hubungan paternalistik dalam masyarakat khususnya di desa supaya kita dapat memahami implikasi-implikasi yang timbul sebagai akibat undangan-undangan yang di berikan oleh bapak ketua.
12. Pendidikan di sekolah-sekolah kristen
Organisasi swasta memberikan sumbangannya dalam mendidik rakyat khususnya badi anak-anak muda dengan membuka sekolah-sekolah. Missi Kristen pun tidak terkecuali.
Tetapi di sekolah missi ini, murid Islam harus mengikuti pelajaran agama Kristen dan upacara-upacara agama Kristen.
Missi ini juga bersedia membayar biaya sekolah untuk anak-anak yang latar belakang mereka miskin. Anak-anak ini nantinya diberi kesempatan untuk belajar di sekolah-sekolah missi Kristen secara gratis. Anak-anak yangcerdas dapat juga melanjutkan studi mereka tanpa bayaran, asal mereka masuk Kristen.
13. Merawat yang sakit dan mengubur mayat
Seorang muslim yang melarat mungkin dirawat di rumah sakit atas biaya missi Kristen. Sesudah sembuh, dia dan keluarganya dapat memprlihatkan terima kasihnya dengan masuk Kristen, apalagi kalau missi mendorongnya supaya berbuat demikian.
Meyakinkan seorang muslim dan keluarganya tentang agama Kristen mungkin memakan waktu, missi mengunjungi mereka dari waktu ke waktu, dan pada setiap kunjungan, missi mengeluarkan bantuan.
Apabila pasien tidak dapat diyakinkan, maka missi miminta keluaraganya supaya membayar semua hutang-hutangnya dan akan memberikan bantuan lagi lebih banyak.
Missi juga menawarkan untuk mengubur jenazah atas biaya missi tetapi penguburan dilakukan dengan upacara Katolik.
Keluarga miskin itu akan menyerahkan kepadanya segala macam "bantuan" itu dan akan menerima agama Kristen sebagai kepercayaan mereka.
Ini semua adalah contoh-contoh dari usaha diakonia di Yogyakarta dan tentunya masih banyak praktek-praktek para missi Kristen di daerah-daerah lain seluruh nusantara. Allah berfirman:
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. (al-Baqoroh: 120)[ ]


Mencermati
Jerat-jerat Zionisme

S
idiq Jatnika, penulis buku Gerakan Zionisme Berwajah Melayu mencatat strategi gerakan Zionisme untuk menghancurkan umat Islam,
"Agen gerakan Zionisme di Indonesia yang paling mutakhir adalah gerakan dengan membonceng euphoria reformasi. Atas nama kebebasan, hak asasi manusia, dan tetek bengeknya, mereka secara terang-terangan mulai memperjuangkan pengakuan terhadap berbagai perilaku penyimpangan sosial maupun seksual sebagai realitas yang harus dihargai dan diberi hak hidup di Indonesia sebagai layaknya sebuah agama ataupun ideologi. Bahkan, mereka tidak malu-malu lagi perjuangan supaya pelacuran, homoseksual, lesbian, dianggap sebagai profesi dan perilaku yang sah keberadaannya.
Anehnya, jika masyarakat melakukan penggrebekan atau pengeroyokan terhadap para pelaku penyimpangan sosial tersebut, bukan para pesakitan yang disalahkan tetapi justru masyarakatlah yang disalahkan karena telah melanggar hak asasi individu manusia untuk berzina, melakukan homoseksual, maupun lesbian."
Penyebaran paham teologi pluralis, yang intinya adalah paham pengesahan kebenaran semua agama, akan berujung pada penghancuran agama itu sendiri. Logikanya sangat sederhana. Jika ada orang yang menyatakan bahwa semua agama itu sama, maka logikanya ia sudah tidak yakin akan kebenaran agamanya sendiri, yang pasti bersifat unik. Walhasil, ikatannya dengan ajaran-ajaran agamanya semakin longgar. Dia dapat bertindak semaunya sendiri, menuruti kehendak dan jaran pikirannya sendiri, untuk menentukan apakah sesuatu dianggap baik arau buruk.
Paham penyamaan agama atau "penghancuran agama secara terselubung" inilah yang pernah secara gencar dikampanyekan oleh organisasi rahasia yahudi Freemasonry.
Dalam sejarahnya, Freemasonry -yang sebagian organnya memiliki keterkaitan dengan kelompok Theosofi- pernah berhasil menggaet tokok-tokoh penting di berbagai belahan dunia. Tanpa sadar, banyak tokoh terjebak gerakan Theosofi karena gerakan ini menawarkan berbagai idealisme yang seolah-olah ideal bagi kemanusiaan di samping keuntungan materi dan ‘gengsi duniawi’. Studi kasus gerakan Theosofi di Indonesia menarik untuk dicermati.
Buku yang ditulis oleh Iskandar P. Nugraha berjudul Mengikis Batas Timur dan Barat: Gerakan Theosofi dan Nasionalisme Indonesia (2001), memberikan gambaran besarnya pengaruh gerakan Theosofi pada tokoh-tokoh nasional di Indonesia. Misalnya, orang tua Soekarno (R. Sukemi) ternyata anggota Theosofi. Hatta juga mendapat beasiswa dari Ir. Fournier dan Van Leeuwen, anggota Theosofi. Tokoh-tokoh lain yang menjadi anggota atau dekat sekali hubungannya dengan Theosofi adalah Moh. Yamin, Abu Hanifah, Agus Salim, Ahmad Subardjo, Radjiman Widijoyoningrat (aktivis Theosofi), Tjipto Mangunkoesoemo, Douwes Dekker, Armijn Pane, Sanoesi Pane, dan sebagainya.
Tahun 1909, dalam kongres Theosofi di Bandung, jumlah anggota Theosofi adalah 445 orang (271 Belanda, 157 Bimiputera, Dan 17 Cina). Dalam kongres itu juga disepakati terbitnya majalah Theosofi berbahasa melayu Pewarta Theosofi yang salah satu tujuannya menyebarkan dan mewartakan perihal usaha meneguhkan persaudaraan. Pada tanggal 15 April 1912, berdirilah Nederlansch Indische Theosofische Vereeninging (NITV), yang diakui secara sah sebagai cabang Theosofi ke-20, dengan presidennya D. van Hinloopen Labberton. Tahun 1915, dalam Konggres Theosofi di Yogyakarta, jumlah anggotanya sudah mencapai 830 orang (477 Eropa, 286 Bumiputera, 67 Cina).
Gerakam Theosofi, seperti dirumuskan oleh ketuanya, Dr. Annie Besant, mempunyai beberapa tujuan:
1. Membentuk suatu inti persaudaraan universal kemanusiaan, tanpa membeda-bedakan ras (bangsa) , kepercayaan, jenis kelamin, kasta, ataupun warna kulit.
2. Mengajak mempelajari perbandingan agama-agama, filsafat, dan ilmu pengetahuan.
3. Menyelidiki hokum-hukum alam yang belum dapat diterangkan dan menyelidiki tenaga-tenaga yang masih tersembunyi dalam manusia.
Selain pemimpin Theosofi Annie Besant juga memimpin organisasi Freemasonry, Moeslim Bond, the Liberal Catholic Church, dan beberapa organisasi lainnya.
Kisah gerakan Theosofi dalam meerekrut elite-elite bangsa Indonesia dapat dijadikan sebagai satu telaan yang serius. Pasalnya, suatu gerakan yang sebenanya memiliki misi penghancuran akidah Islam. "Persaudaraan universal tanpa memandang batas-batas agama" merupakan suatu yang utama dalam kehidupan manusia. Padahal, Islam telah menegaskan bahwa persaudaraan sejati haruslah dibangun di atas landasan iman. Allah berfirman:
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau Saudara-saudara ataupun keluarga mereka. meraka Itulah orang-orang yang Telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. mereka Itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung”. (al-Mujaadilah: 22)
Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa tujuan tersebut tidak bernafaskan Islam bahkan sangat berlawanan dengan ajaran al-Qur'an.
***


Gerakan Syi'ah di Indonesia

G
erakan Syi’ah di Indonesia luar biasa aktifnya. Mereka sangat pintar menempatkan orang-orangnya di posisi penting serta sangat lihai melobi para pejabat pemerintah. Kelompok Syi’ah Indonesia dengan dukungan yang terang-terangan dari Kedutaan Besar Iran di Jakarta.
Posisi yang mereka atur yaitu:
1. Dr. Jalaluddin Rachmat untuk menggarap keluarga mantan presiden Soedarmono serta kelompok elit Kebayoran Baru dengan menggunakan Yayasan (pengajian Sehati).
2. Ir. Haidar Bagir (pemimpin umum di Harian Umum Republika) menggarap orang-orang dekat habibi dan kelompok intelektual lainnya.
3. Prof. Dr. Quraisy Shihab yang menggarap tokoh agama termasuk Majelis Ulama Indonesia yang untuk mementahkan keputusan-keputusan Majelis Ulama Indonesia, kalau ada keputusan MUI yang mau keras terhadap aliran-aliran sempalan. Dan dengan pendekatan yang intensif dengan keluarga cendana akhirnya dia terpilih menjadi Menteri Agama pada kabinet pembangunan VII, sehingga LPPI mengeluarkan brosur kecil yang berjudul: Syi’ah dan Quraisy Shihab. Seandainya dia terpilih lagi menjadi Menteri Agama oleh Presiden Habibi, maka LPPI akan menerbitkan buku yang lengkap tentang Quraisy Shihab mengenai keterlibatannya dengan Syi’ah terutama mengenai buku-buku tulisannya.
Gerakan Syi’ah di Indonesia mempunyai beberapa percetakan/penerbitan besar serta modern untuk menerbitkan buku-buku Syi’ah.
Percetakan itu adalah:
• Penerbit Mizan Bandung.
• Penerbit Pustaka Hidayah Bandung.
• Penerbit Lentera Hati Jakarta.
• Penerbit al-Huda.
Menurut penelitian LPPI tahun 1996 yang lalu, penerbit-penerbit Syi’ah di Indonesia telah menyebarkan 82 jilid buku yang menyebarkan ajaran Syi’ah (itu dari dua penerbit saja yaitu Penerbit Mizan Bandung dan Penerbit Pustaka Hidayah Bandung) belum diteliti penerbit Syi’ah yang lainnya.
Gerakan Syi’ah juga sudah mempunyai yayasan-yayasan yang bergerak di bidang pendidikan dan pesantren:
1. Yayasan Muthahari Bandung –SMA Muthahari.
Pimpinan : Dr. Jalaluddin Rachmat
Alamat : Jl. Kampus Kiaracondong Bandung, Jawa Barat
2. Yayasan al-Muntazar Jakarta.
Pimpinan : Ust. Abdillah
Alamat : Blok E/VII No. 43 Taman Kota, kel. Kembangan. kec. Kembangan Jakarta Barat.
3. Yayasan Mulla Sadra Bogor, sekarang bernama IPANI (Ikatan Pemuda Ahlu Bait).
Alamat : Villa Merdeka, Jl. Pesantren Kav. 14 Cimanggu, Bogor, Jawa Barat, PO Box 509 tel. 0251-375550
4. Yayasan Pesantren Yapi Bangil Jawa Timur.
Pimpinan : Ust. Zahir Yahya dan Ust. Alwi bin Syech Abu Bakar (BSA)
Pesantren Putri : Jl. Kincir Mas Bangil
Pesantren Putri : Jl. Karsikan Gg III, Bangil
Pesantren Putra : Kenep, Bangil PO BOX Bangil
5. Yayasan al-Jawwad Bandung, Jawa Barat.
Pimpinan : Ust. Husain al-Kaff
Alamat : PO BOX 1536 Bandung 40122
Tel.022-216679
6. Yayasan Muhibbin, Probolinggo.
Pimpinan : Ust. Khozin
Alamat : Jl. KH. Hasan No. 8 Probolinggo
7. Pesantren Al-Hadi, Pekalongan Jawa Tengah.
Pimpinan : Ust. Ahmad Baragbah
Alamat : Jl. HA. Salim Gg. VI/ 12 Pekalongan PO BOX 88 Pekalongan.
8. Yayasan Yapisma Malang, Jawa Timur.
Pimpinan : Kolonel Yusuf Khoiron
Alamat : Jl. Blimbing Singosari Malang
9. Yayasan Madinatul Ilmi (Depok Bogor) Jawa Barat.
Pimpinan : dr. Hasan Al-Idrus (panggilan Hasan Dalil)
Alamat : Jl. Margonda Raya No. 224 Depok 16417 Telp. 7760806
10. Yayasan Darul Habib, Jakarta.
Pimpinan : dr. Hasan Arifin Al-Haddad
Alamat : Jl. Cempaka Putih 9 A/7
Cempaka Putih, Jak-Pus
11. Yayasan Yasin Surabaya.
Alamat : Jl. Nglampungan 5 No. 10-11 Surabaya
12. Yayasan Babul Ilmi, Jakarta.
Pimpinan : Ust. Drs. Husain Shahab, MA
Alamat : Jl. Nangka VI No 17 Jatibening II Bekasi 17412 telp. 021-8418950
13. Yayasan al-Huda.
Alamat : Jl. Tebet Barat II No. 8 Jakarta telp. 021-9194142
Kegiatan : Menerbitkan buku-buku Syi’ah, pameran buku Syi’ah, Haul Khomeini dan acara-acara Syi’ah
Yayasan ini menerbitknan buletin bulanan Babul Ilmi yang disebarkan kepada masyarakat

Kesesatan dan Penyimpangan Syi’ah
1. Syi’ah memandang imam itu ma’shum.
2. Syi’ah memandang bahwa menegakkan kepemimpinan atau pemerintahan adalah rukun agama.
3. Syi’ah menolak Hadits yang tidak diriwayatkan oleh Ahlul Bait.
4. Syi’ah pada umumnya tidak mengakui kekhilafahan Abu Bakar, Umar, dan Utsman.
5. Syi’ah menghalakan nikah Mut’ah (kawin kontrak) yang sudah diharamkan oleh Nabi SAW.
6. Para imam dianggap ma’shum, itu bertentangan dengan Islam, karena yang ma’shum hanyalah Nabi. Bahkan Syi’ah sendiri sampai kemudian membatasi kewenangan imam setelah kasus imam Khumeini yang cenderung menuruti kehendak hawa nafsunya hingga akan mengakibatkan hancurnya rakyat Iran karena tetap diharuskan berperang dengan Irak, maka kemudian dibatasilah wewenang imam.
7. Syi’ah menggunakan senjata taqiyah yaitu berbohong dengan cara menampakkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya untuk mengelabui.
Syi’ah percaya kepada raj’ah, yaitu kembalinya roh-roh ke jasadnya masing-masing di dunia ini sebelum Kiamat di kala Imam Ghaib mereka keluar dari persembunyiannya dan menghidupkan Ali dan anak-anaknya untuk balas dendam kepada lawan-lawannya.

Syi’ah Memporak-Porandakan Umat Islam
Syi’ah telah terang-terangan memporak-porandakan ajaran Islam dan umat Islam sejak adanya anggapan bahwa yang berhak menjadi Khilafah sepeninggalan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah Ali bin Abi Tholib. Anggapan itu bukan sekedar tak mengakui kekhalifahan Abu Bakar As-Shiddiq, Umar bin Khattab, dan Utsman bin Affan, tetapi sampai mengkafirkan para Shahabat yang termasuk dijamin masuk surga oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam itu. Bahkan lebih dari itu, Syi’ah menganggap yang berhak menjadi khalifah adalah Ali bin Abi Thalib serta keturunannya sampai 12 orang yang disebut imam dan dianggap ma’shum terpelihara dari kesalahan-kesalahan.
Kecuali Syi’ah Zaidiyyah, rata-rata yang sektenya bercabang banyak sekali itu mengingkari kekhilafahan Abu Bakar, Umar, dan Utsman.
“Sekiranya diteliti dan dipelajari apa yang ditulis dan yang dibicaerakan oleh kaum Syi’ah tentang para Shahabat Rasulullah, ternyata mereka menganggap bahwa para Shahabat itu menyerupai komplotan pencuri dan perampok. Mereka (shahabat Nabi) dipandang tidak beragama dan tidak mempunyai kata hati untuk mencegah kebohongan, kebinasaaan dan kerusakan duniawi. Padahal menurut riwayat yang sebenarnya, dari generasi ke generasi, dari dulu sampai sekarang, tercatat sebagai orang-orang yang sangat takwa kepada Allah dan terhormat jalan hidupnya. Lagi pula ajaran Islam tidak akan tersebar ke seluruh pelosok alam, tanpa usaha para Shahabat yang dengan gagah berani sanggup meninggalkan keluarga dan kampung halaman, dalam membela kebenaran yang diyakininya, dalam rangka menaati jalan Allah.” (Dr. Musthofa As-Siba’I, Al-Hadits sebagai Sumber Hukum-Kedudukan As-Sunnah dalam Pembinaaan Hukum Islam, terjemahan Drs. Dja’far Abd Muchith, CV. Diponegoro Bandung, cet 3, 1990, hal.22/Muqaddimah).
Untuk sekedar diketahui, Muqaddimah yang merupakan bagian penting dari buku itu (ada masalah Mu’tazilah, Syi’ah, dan Orientalis) tidak diikutkan sama sekali dalam edisi buku yang sama yang diterjemahkan oleh Dr. Nurcholis Madjid, 1991. Barangkali ‘kesengajaannya’ itu merasa biasa ditutupi dengan pengantar penerjamahannya (Nurcholis Madjid) yang menyatakan, “…Buku ini tidaklah merupakan terjemah seluruh buku aslinya. Buku aslinya itu cukup tebal, dan memuat hal-hal yang barangkali untuk sebagian besar kita kurang perlu. Maka terjemah ini dicukupkan pada batas yang memuat hal-hal yang paling berguna dan mendesak.”
Dari pengantar penerjemah (Nurcholis Majid) itu kita boleh bersikap, benarkah kilah itu, bahwa ada kondisi mendesak? Padahal, buku As-Sunnah wa Makaanaatuha fit Tasyri-‘il Islam itu tahun 1990 saja sudah dicetak terjemahannya yang ketiga kali. Sedang Nurcholis menerjemahkan pula (dengan dipotong-potong) di tahun 1991. Di samping itu, buku terjemahan yang sudah ada itu hanya 382 halaman, bukan cukup tebal seperti yang dilakukan oleh Nurcholish.
Ada apa gerakan di balik sana? memang Nurcholish pernah menyarankan para remaja YISC (Youth Islamic Study Club) Al-Azhar Kebayoran Baru Jakarta untuk belajar Syi’ah. Pidato Nurcholis itu mengakibatkan resahnya para pengurus Masjid Al-Azhar Jakarta. Terakhir, dalam Seminar Nasional tentang Syi’ah, di Masjid Istiqlal Jakarta 21/9 1997, Syu’bah Asa Wakil Pemimpin Redaksi Majalah Panji Masyarakat mempersoalkan Paramadina, yayasan yang dipimpin Nurcholish Madjid. Masalahnya, yayasan itu justru menjadikan buku 40 Hadits Khomeini sebagai buku pegangan dalam belajar di paramadina. Padahal, menurut Syu’bah Asa, buku itu tidak ada Haditsnya, ada satu dari Aisyah saja justru mencela Aisyah. Lebih tandas lagi Syu’bah mempersoalkan pula, kenapa Nurcholis Madjid dan Dawam Rahardjo kajianya justru lebih menguntungkan Syi’ah. Seperti disampaikan Syu’bah dalam wawancara dalam Gatra,
“Kajian-kajian ilmiah yang dilakukan orang-orang seperti Nurcholis Madjid dan Dawam Rahardjo lebih menguntungkan Syi’ah. Contohnya, Jalaluddin (Rachmad, Red) diberi ruang dan waktu cukup luas di Paramidana yang dipimpin Nurcholish Madjid. Dawam Rahadjo juga pernah mengatakan bahwa dunia Sunni berhenti. Saya yakin, apa yang diucapakan Dawam itu tanpa penelitian. Saya baca karya-karya Muthahhir dan Hosen Nasr ternyata pemikiranya itu stereotipe Barat-Timur, tudak seperti Iqbal (Muhammad Iqbal, Red) yang lebih dalam.” (Gatra, 11 Oktober 1997)
Penghujatan terhadap para Shahabat dan umat Islam (Sunni) secara keseluruhan memang sejak dulu dilakukan oleh Syi’ah. Hingga istilah taqrib (pendekatan) antara Sunni dan Syi’ah sengaja diciptakan sebagai kedok untuk menikam dan menjelek-jelekkan, mencaci maki para Shahabat dan muslimin (Sunni) pada umumnya, sebagaimana dikemukakan Dr. Musthafa as-Siba’i.
“Malahan masih terdapat buku lainnya yang lebih keji dari itu yang diterbitkan di Irak dan Iran yang mendiskreditkan A’isyah –Ummul Mu’minin- serta sejumlah Shahabat lainnya dengan kata-kata yang menusuk setiap orang yang masih mempunyai perasaan dan kata hati.” (as-Siba’I, Ibid, hal 24)

Tak Mengaku Syi’ah Sambil Mengkafirkan Shahabat
Model menyakiti hati bahkan mengkafirkan para Shahabat ternyata bukan hanya dilakukan oleh orang yang terang-terangan mengaku Syi’ah. Bahkan di Indonesia, orang yang mengaku Sunni padahal di rumahnya dipasangi gambar Khomeini besar (konon kini dicopot, menurut sember media dakwah) pun menulis makalah yang sangat lancang mengkafirkan para Shahabat. Dialah Said Aqil Siradj, saat menjabat wakil Katib Syuriah PBNU (sekarang menjadi ketua umum PBNU periode 2010-2015) yang menulis makalah berjudul “Latar Kultur dan Politik Kelahiran ASWAJA”. Tulisan itu pernah menjadi heboh di kalangan umat Islam, terutama NU, di samping sebagian orang menjadi keliru, dikira yang menulis makalah itu Dr. Said Aqil Al-Munawwar yang memang seorang ulama di NU, yang di masa Presiden Megawati jadi Menteri Agama.
Betapa beraninya doktor asal Cirebon yang tesisnya tentang Ibnu Arabi dan kini mengajar di perguruan tinggi Islam negeri di Jakarta ini melontarkan tuduhan keji, yaitu murtad kepada para Shahabat Nabi Muhammad SAW secara umum, dan yang masih memeluk Islam itu bukan karena keimanan tetapi karena kabilah alias munafik. Astaghfirullah… Padahal, Allah SWT dan juga Nabi Muhammad SAW menjelaskan bagaimana keutamaan para shahabat Nabi SAW:
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ.
“Orang-orang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) baik Muhajirin maupun Anshar maupun orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang di bawahnya mngalir sungai-sungai, di dalamnya mereka kekal selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (at-Taubah: 100)
“Apakah kamu menertawakan kecilnya betis Ibnu Mas’ud, demi Allah yang diriku dalam kekuasaan-Nya bahwa kedua betis itu timbangan lebih berat daripada gunung Uhud” (HR. Ahmad)
Meskipun al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW menegaskan kebaikan para Shahabat, namun orang-orang Syi’ah baik yang benar-benar Syi’ah secara terang-terangan maupun yang tidak mau mengaku, mereka tidak segan-segan menghujat, memurtadkan, mengkafirkan, memojokkan para Shahabat hatta periwayat Hadits yang terkemuka seperti Abu Hurairah.
Abu Rayyah di Mesir menghujat Abu Hurairah diantaranya menurut as-Siba’I merujuk pula pada Syi’ah. Di Indonesia pun, Husain al-Attas yang oleh kalangan muda yang kesyi’ah-syi’ahan disebut sebagai ustadz mereka di Cililitan Jakarta menghujat Abu Hurairah secara terang-terangan, hingga dibantah oleh Abdul Hakim Abdad, seorang guru Hadits. Husain al-Attas ini aktif pula datang kalau ada acara-acara Syi’ah di Gedung Darul Aitam Tanah Abang Jakarta. Menurut Farid Ahmad Okbah peneliti Syi’ah yang penah memprotes Husain al-Attas, ternyata rujukan Husein dalam menghujat Abu Hurairah itu hanyalah buku Abu Rayyah Adh’wau ‘Ala Sunnatil Muhammadiyah (Sorotan terhadap Sunnah Muhammadiyah) yang telah dibantah as-Siba’i. Padahal buku itu sudah dibantah oleh sepuluhan ulama terkemuka. Di antaranya Shalih Abdul Mun’im dengan bukunya Difa’ ‘An Abi Hurairah merupakan sanggahan yang terbaik. Muhammad Abu Su’bah dengan judul yang sama, Dr. Ajaj al-Khathib dalam Abu Hurairah Rawiyah, Syaikh Abdurrahman Al-Mu’allim dalam Al-Anwar Al-Kasyifa, az-Zar’i dalam Abu Hurairah Wa Aqlamul Haqidin, dan Dr. Musthafa as-Siba’I As-Sunnah Wa Makaanatuha Fit Tasyri’il Islami.
Sebagia sumber Islam setelah al-Qur’an, memang Hadits Nabi Muhammad direkayasa untuk dirobohkan oleh Syi’ah. Hal itu bukan hanya di wilayah-wilayah Syi’ah, namun di Indonesia pun bermunculan penghujat Hadits Nabi Muhammad SAW. Di antaranya tercatat pula Jalaluddin Rachmat menghujat Hadits “antum a’lamu bi umuuri dunyaakum”, engkau lebih tahu tentang urusan-urusan duniamu. Hujatan itu dituangkan dalam bukunya, Islam Aktual, kemudian dibantah oleh Hamad Husnan seorang ahli Hadits dari Solo Jawa Tengah dalam buku Kritik Hadits Cendekiawan Dijawab Santri, 1992. Dan Hasyim Manan dari Bangil Jawa Timur dalam Al-Muslimun, Februari, 1992, yang dengan riwayat otentik bahwa Hadits itu Shahih dari berbagai jalan. Sehingga tampak betul hujatan Jalaluddin Rachmat itu tidak pakai metode ilmu Hadits, alias menghujat Hadits tanpa ilmu.
Mengenai Jalal di Bandung yang dirinya sendiri bingung, “Saya bingung, apa saya Syi’ah.” (Gatra 11 Oktober 1997). Dengan kenyataan bahwa orang-orang yang berani menghujat Hadits, bahkan mengkafirkan para Shahabat Nabi SAW pun di Indonesia tidak jantan mengaku dirinya Syi’ah justru mereka mengaku bingung apakah dirinya Syi’ah atau bukan. Maka sangat aneh ucapan-ucapan orang Syi’ah setelah seminar di Masjid Istiqlal Jakarta, 1997. Kata Dr. Hidayat Nur Wahid selaku pembicara di Istiqlal, kenapa mereka menghujat seminar dengan dalih tidak didatangkan ulama Syi’ah, padahal tidak ditemui orang-orang yang dengan lantang mengaku dirinya Syi’ah. Dan pula, apakah ada persyaratan, seminar itu harus menghadirkan orang-orang yang mereka (pengomentar) inginkan seperti Alwi Shihab, Abdurrahman Wahid, dan lainnya.
“Saya tidak yakin, nama-nama yang mereka (orang Syi’ah) ajukan itu lebih ahli ketimbang KH. Irfan Zidni, Habib Thahir Al-Kaff, KH. Drs. H. Dawam Anwar yang mengkaji kitab Syi’ah 111 jilid itu,” ujar Dr. Hidayat Nur Wahid.
Suara-suara sumbang dari kalangan Syi’ah yang menyalahkan seminar dengan tidak menampilkan pakar dari kubu Syi’ah sebenarnya kata-kata sampah.
Keanehan demi keanehan yang kadang sampai melebihi jatahnya Fir’aun pun dilakukan orang Syi’ah dalam memporak-porandakan Islam. Berikut ini dikutip ungkapan tokoh Syi’ah Isma’iliyah di abad ini (20) yaitu Agha Khan yang juga seorang petualang.
Agha Khan yang tinggal di Barat sangat erat sekali dengan pihak Yahudi Internasional. Agha Khan melarang pengikutnya melaksanakan ibadah haji, sementara itu justru dia menghalalkan minuman keras, perjudian, dan perzinaan, naudzubillah. Pada suatu hari, ia ditanya oleh seorang wartawan, mengapa ia yang berpendidikan tinggi itu masih mau dipertuhan oleh pengikutnya? Sebelum menjawab pertanyaan itu, ia tertawa terbahak-bahak seraya mengatakan, “Bangsa India banyak yang menyembah sapi bukankah aku lebih baik dari sapi?” Bahkan ia juga mengatakan, khamr (minuman keras) yang sudah masuk perutnya itu akan berubah menjadi air Zam-zam. (Dr. Abdullah Muh Ghorib dkk. Hakikat Syi’ah, Pustaka Mantiq)
Ucapan seorang Syi’ah Isma’iliyah itu betapa congkaknya dan memporak-porandakan tatanan Islam. Selain hujatan yang menohok Hadits, Shahabat, bahkan Nabi Muhammad SAW ternyata dilangsungkan pula dengan cara melecehkan Allah SWT. Sedang setan dan iblis saja masih mengakui Allah sebagai Tuhan, hanya saja mereka membangkang. Itulah kenyataan bahayanya Syi’ah dengan berbagai tohokannya terhadap Islam.

Kepalsuan Doktrin Imamah Syi’ah
Menurut Salim Ali al-Bahnasawi, perbedaan pendapat antara Syi’ah dan Ahlussunnah dalam sistem kekuasaan Islam bersumber dari riwayat Hadits Ghadir Khum yang dipahami bahwa Allah SWT telah memerintahkan Rasulullah SAW memberi wasiat kepada Ali RA untuk menjadi penerus kepemimpinan umat Islam setelah Nabi SAW wafat, tetapi beliau tidak menyampaikan secara terbuka karena khawatir dikatakan bahwa Nabi mengutamakan kerabatnya.
Al-Qozwani mengemukakan bahwa pada waktu Rasulullah kembali dari haji Wada’ dalam perjalanan ke Madinah, beliau berhenti di tempat yang disebut Khum, yaitu daerah titik persimpangan jalan yang menuju ke Madinah, Irak, Mesir, dan Yaman pada tanggal 18 Dzul Hijjah. Jumlah kafilah yang menyertai Nabi adalah 120.000 orang selain orang-orang yang bergabung dengan mereka dalam perjalanan dari Yaman dan Makkah. Lalu malaikat Jibril turun membawa wahyu kepada Rasulullah.
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ وَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
“Hai Rasulullah, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan, apa yang diperintahkan itu, berarti kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari gangguan manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.” (al-Maidah: 67)
Jibril menyampaikan kepada Nabi bahwa Allah memerintahakan kepadanya untuk menjadikan Ali bin Abi Thalib memimpin umat Islam dan penerus Nabi SAW setelah beliau wafat serta menjadi penerima wasiatnya. Lalu Nabi SAW menghentikan perjalanan dan memerintahkan orang-orang yang ada di belakang dalam perjalanan itu untuk segera menyusul sedangkan yang telah mendahuluinya untuk kembali, lalu mereka semuanya berkumpul di sekeliling beliau. Pada saat waktu Dhuhur tiba, beliau mengimami mereka dalam Shalat dan menyampaiikan pidato yang isinya adalah bahwa Allah memerintahkan tentang Imamah Imam Ali. Bagi yang hadir diminta untuk menyampaikan hal ini kepada yang tidak bisa hadir bersama mereka. Di antara kata-kata beliau dalam pidato tersebut, “Ta’atilah dan patuhilah, sesungguhnya Allah pelindung kalian dan Ali pemimpin kalian, kemudian kepemimpinan ada di tangan anak cucu dari keturunannay hinnga hari kiamat. Sabdaku dari Jibril dati Allah, maka lihatlah jiwa apa yang dipersiapkan untuk esok.” Kemudian al-Qozwani mengemukakan bahwa peristiwa bersejarah yang amat populer di kalangan Syi’ah ini dikenal dengan Ghadir Khum dan menjadi bagian terpenting dari peristiwa dalam kehidupan Nabi dimana hadir di sana 120.000 Shahabat sebagai saksi yang diantaranya adalah Abu Bakar, Abu Hurairah, Umar bin Khatthab, Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqas, dan pembesar-pembesar Shahabat yang lain.

Berbagai Kontradiksi
Salim berkomentar, jika sumber-sumber yang dipakai oleh al-Qazwani dikaji, akan ditemukan bahwa disana tidak ada hal-hal yang berkaitan dengan kema’shuman atau kekebalan dari dosa (ishmah) Ali Radhiyallahu Anhu dan wasiat Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam untuk menjadi pemimpin umat Islam setelah beliau wafat. Sebab jika dikaji ditemukan beberapa kontradiksi yang diantaranya:
a. Pertemuan besar yang terdiri dari para Shahabat Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam yang melaksanakan ibadah haji bersamanya tidak seorang pun diantara mereka yang mengatakan tentang wasiat ini kepada Ali dari Allah untuk menjadi penerus kepemimpinan umat. Tidak pada masa Nabi, tidak pula pada peristiwa As-Saqifah yang dipegang oleh kaum Muhajirin yang berkenaan dengan hak mereka dalam khilafah dan juga yang dipegang oleh kaum Anshar tentang hal itu, dan tidak seorang pun yang menyebutkan wasiat itu pada peristiwa As-Saqifah yaitu tentang peristiwa Ghadir Khum yang menyangkut Ali dan keluarganya.
b. Anggapan bahwa Ali dipaksa, bertentangan dengan pandangan mengenai ishmahnya (keterpeliharaanya) ndan bertentangan dengan kenyataan. Sebab Shahabat-shahabat lain yang menginginkan khilafah untuk kaumnya, tidak tinggal diam. Maka bagaimana dengan orang yang diyakini ma’shum (terpelihara), dan dia diberi amanat dari Allah untuk urusan ini? Jika riwayat ini boleh didiskusikan, maka tidak adanya pemerintahan dari Ali apa yang diamanatkan kepadanya berupa wasiat kepemimpinan setelah Nabi wafat, adalah satu bukti tidak adaya riwayat dan keabsahanya. Sebab seandainya memang benar dia telah diberi amanat ini tentu tidak tinggal diam. Sedangkan yang mengatakan bahwa Ali bersiakap diam berarti dengan demikian menafikan ishmah.
c. Keyakinan ini terhadap Ali justru melecehkan Ali. Sebab hak itu mengandung tuduhan bahwa Ali mengkhianati amanat yang diberikan oleh Allah kepadanya. Anggapan tentang keterpaksaan Alim, terbantah dengan bukti bahwa ia mau mengawinkan anak puterinya dengan Umar bin Khattab. Di samping itu terdapat anggapan bahwa Ali bersikap diam terhadap kekhilafahan Abu Bakar sebagai satu jalan demi tangga yang menuju kekhalifahan dirinya. Yang demikian adalah satu bukti lain yang menunjukkan tidak adanya nash (teks) dari Allah Subhanahu Wata’ala berkenaan dengan penentuan para iman setelah Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam.
d. Riwayat-riwayat yang ada dalam kitab-kitab Tafsir, termasuk at-Tibyan karya At-Thusi, seorang ulama Syi’ah kenamaan, menunjukkan bahwa ayat ini, yaitu Al-Maidah: 67, ayat sebelumnya dan yang sesudahnya diturunkan berkenaan dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani. Di samping itu isyarat yang tersirat dengan yang tersurat dari ayat ini juga menunjukkan pada makna tersebut. At-Thusi sendiri berkata: Dari Ibnu Abbas dalam menafsiri ayat ini, “Jika kamu menyembunyikan satu ayat yang diturunkan kepadamu, maka berarti kamu tidak menyampaikan Risalah Allah. Ayat-ayat yang diturunkan oleh Allah itu termasuk dalam Al-Qur’an dan isyarat maknanya khusus bagi Ahli Kitab.” (At-Thusi, Tafsir At-Thibyan, juz X. hlm.45 cet. Beirut.)
e. Istilah ‘Ishmah yang terdapat dalam sumber-sumber ini tidak berarti terjaga dari perbuatan dosa, melainkan ishmah yang mempunyai pengertian terjaga dalam pengambilan dari Allah Subhanahu Wata’ala tanpa sanad yang berantai hingga sampai pada Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam di mana sumber-sumber ini menetapkan bahwa yang mempunyai ishmah (ma’shum)-yaitu para imam yang dua belas- mempunyai kelebihan mengkhususkan keumuman al-Qur’an. Maka perkataan dan perbuatannya menempati kedudukan Riwayat dari Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam. Oleh Karena itu Imam Hasan Askari meriwayatkan dari Nabi secara langsung padahal antara keduanya terdapat beberapa generasi. Sementara itu dia menolak apa yang dikatakan orang Nashrani dari Paus yang mana al-Qur’an turun untuk menolaknya. Oleh karena itu Imam Musa Musavi menolak Hadits Ghadir Khum dan kepercayaan tentang ishmah, dan berkata, “Riwayat-riwayat ini muncul setelah menghilangnya Imam kedua belas.” As-Syi’ah wa At-Tshhih, hlm. 10, Az-Zahra Li Al-‘Alam Al-‘Arabi, Mesir,tt).

Masalah kapan Ali Membai’at Abu Bakar
Dalam Tarikh Ath-Thobari dicatat, “Sesungguhnya Ali berada dirumahnya ketika sampai kepadanya berita bahwa Abu Bakar duduk-duduk untuk menerima Bai’at. Maka keluarlah Ali dalam keadaan cuma memakai baju tanpa izar dan tanpa selendang; Ali cepat-cepat karena khawatir kalau terlambat, lalu Ali langsung berbai’at kepadanya kemudian duduk dekatnya, dan Ali menyuruh orang mendapatkan pakaiannya dan dipakainya dan baru duduk dengan tenang. “ (Ath-Thabari 2 hlm. 447/dikutip Saleh A. Nahdi, Saqifah Penyelamat Persatuan Umat, Arista, Jakarta, I 1992, hlm. 122).
Ketika Fathimah, istri Ali lagi sakit, Ali tak pernah ketinggalan Shalat berjama’ah di belakang Khalifah Abu Bakar. Ali juga ikut bersama Abu Bakar ke medan pertempuran berjihad menghadapi kaum murtad. (Ibnu Katsir, Al-Bidayah wan Nihayah 5 hlm. 249/Saleh A. Nahdi, ibid, hlm. 124)
Mahmud Syakir penulis at-Tarikh al-Islami memberikan catatan, “Dan tampak dari (peristiwa) ini bahwa keterlambatan bai’at kalau telah terjadi itu karena masalah warisan. Dan tampak bahwa bai’at ini telah terjadi babak yang kedua setelah bai’at umum, dan itu adalah pada posisi penguatan, sedang permintaan maaf (Ali kepada Abu Bakar) itu hanyalah atas sikap mlengos dan tidak sering ke rumah Abu Bakar. “ (Mahmud Syakir, At- Tarikh Al-Islami III, Al-Khulafaa’ Ar-Rosyidun, Al- Maktabul Islami, Damsyik, cet. I, 1980/1400 H, hlm.56).
Dari riwayat-riwayat itu jelas tidak ada bukti-bukti yang menyangkut apa yang disebut-sebut orang Syi’ah, yakni wasiat Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam kepada Ali Radhiyallahu Anhu untuk menjadi khilafah mengganti Nabi. Seandainya wasiat Nabi itu ada, maka setelah jelas bahwa kasus warisan itu sudah bisa dijawab oleh Abu Bakar (Nanhu ma’aasyiral anbiyaa’ laa nuuristu, maa taraknaahu shadaqatun/Kami sekalian para nabi tidak mewariskan, apa yang kami tinggalkanya itu adalah sedekah), Ali mestinya tidak minta maaf kepada Abu Bakar, justru mengemukakan hak Ali yakni wasiat kekhakifahan itu. Namun kenyaatanya Ali sama sekali tidak melakukannya. Sedang kalau berbai’atnya Ali kepada Abu Bakar itu dianggap hanya lahiriah saja, maka berarti anggapan itu menuduh Ali sebagai munafik. Dari berbagai jalan ternyata tuduhan bahwa ada wasiat Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam untuk Ali Radhiyallahu Anhu tentang kekhalifahan itu tidak terbukti adanya. Berartu amat kejilah keyakinan dan sikap para pembuat fitnah (sebagai orang Syi’ah) yang sekaligus kemudian mengecam keras bahkan melaknat Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, dan Utsman bin Affan yang dianggap telah merampas hak kekhalifahan Ali bin Abi Thalib itu.

Batalnya Hujjah Syi’ah
Selanjutnya Salim menulis, sumber-sumber Syi’ah juga menegaskan tentang peristiwa pembicaraan damai antara Amirul Mu’minin Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abu Sufyan. Sumber-sumber ini tidak menolak sikap meneima perdamaian atas nama hukum Syari’at yang ditunjukkan oleh Ali. Pendukung Ali merupakan mayoritas besar, bukan satu kelompok minoritas tertindas sehingga mau menerima perdamaian ini. Kenyataan ini menunjukkan bahwa Ali bin Abi Thalib tidak mempunyai wasiat dari Allah atau Rasul-Nya untuk menjadi khalifah atau imam. Sebab menerima dalam posisi unggul dari pihak lawan merupakan tindakan yang mengecilkan wasiat dan pengkhianatan. Seandainya wasiat itu benar ada pada diri Ali, maka hukum Allahlah yang wajib dia pegang sebagai hujjah yang tidak dapat dibantah oleh pihak yang mengajak berdamai. Begitu pula dengan Hasan Radhiyaahu Anhu, posisinya dan dukungan umat kepadanya datang dari mayoritas mereka, akan tetapi secara suka rela mengalah dan menyerahkan khilafah kepada Muawiyah demi persatuan umat Islam. (Al-Watsaiq As-siyasiah wa Al-Idariyah, Dr. Muhammad Mahir, juz 1, hlm 78, Ar-Risalah, 1974/ dikutip Salim Ali al-Bahnasawi dalam Asy-Syari’at Al-muftara’alaiha/Wawasan Sistem Politik Islam, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 1, 1997, hlm. 87). Seharusnya Imam Hasan tetap menduduki kursi kekhalifahan seandainya dia diberi wasiat suci, sebagaimana yang dibicarakan sumber-sumber Syi’ah.
Ali tidak mengatakan tentang hak imamah bagi dirinya dari Nabi SAW atau Allah, melainkan dia mengatakan, “Telah dibai’at kepadaku orang-orang yang pernah member bai’at kepada Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Utsman bin Affan. Bagi yang menyaksikannya hendaknya tidak menolak. Bagi kaum Muhajirin dan Anshar adalah musyawarah. (Nahjul Balaghah, juz III, hal. 7/dikutip Salim, Ibid, hlm.88).

Khilafah Syi’ah
Khilafah dan imamah –menurut akidah Syi’ah Ja’fariyah-adalah pemimpin umat yang tidak dipilih oleh mereka tetapi ditentukan oleh Allah sebelumnya. Pilihan dari Allah ini terbatas dari 12 imam saja. Imam yang pertama adalah Ali bin Abi Thalib, dan yang kedua belas adalah Muhammad Al-Mahdi yang bersembunyi dibalik bukit di dekat kota Sarman atau Samarra di Irak semenjak lebih dari 1.000 tahun lalu. Oleh sebab itu mereka hanya mempercayai imam-imam mereka yaitu Imam 12:
a. Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu (khalifah keempat dari khulafaur Rasyidin, menantu Rasulullah) digelari oleh Syi’ah dengan al-Murtadha, terbunuh oleh Abdurrahman bin Muljam di masjid Kufah pada 17 Ramadhan tahun 40 H.
b. Hasan bin Ali Radhiyallahu Anhu digelari al-Mujtaba.
c. Husain bin Ali Radhiyallahu Anhu digelari as-Syahid (yang mati Syahid).
d. Ali Zaenal Abidin bin Husain (80-122 H) digelari as-Sajjad.
e. Muhammad Baqir bin Ali Zaenal Abidin (w.114H) digelari al-Baqir.
f. Ja’far Shadiq bin Muhammad Baqir (w.18H) digelari ash-Shadiq (sejati).
g. Musa Kazhim bin Ja’far Shadiq (w.183H) digelari al-Kazhim (yang mampu menahan diri).
h. Ali Ridha bin Musa Kazhim (w.203H) digelari ar-Rizha.
i. Muhammad Jawwad bin Ali Ridha (195-226) digelari at-Taqi (yang banyak taqwa).
j. Ali Hadi bin Muhammad Jawwad (212-254) digelari an-Naqy (yang suci bersih).
k. Hasan Askari bin Ali Hadi (232-20H) digelari az-Zaki (yang suci).
l. Muhammad Mahdi bin Muhammad Al-Askari yang digelari Imam Muntadhar (imam yang dinantikan).
Syi’ah Imamiyah meyakini bahwa imam yang kedua belas (al-Muntadhar) itu telah masuk ke dalam goa dirumah ayahnya di kota Surro Man Ro’a, dan tidak kembali. Ketika Imam ini menghilang, mereka berselisih tentang usianya. Ada yang mengatakan 4 tahun, dan ada yang berpendapat 8 tahun. Tetapi mayoritas peneliti, cenderung berpendapat, bahwa Imam itu sama sekali tak ada. Itu adalah sesuatu yang dibuat-buat oleh orang-orang Syi’ah, kemudian digelari dengan “Imam yang tiada atau Imam yang diduga-duga“. (Lembaga Pengkajian dan Penelitian) WAMY, Al-Mausu’ah Al-Muyassarah/Gerakan Keagamaan dan Pemikiran (Akar Ideologis dan Penyebaranya), Al-Ishlahy press, Jakarta, I, 1993, hlm. 219).
Orang Syi’ah Imamiyah hanya mempercayai imam-omam mereka dan tidak berusaha memilih pemimpin negara hingga Imam Ghaib hadir, yang selalu dirindukan setiap saat.
Kepercayaan demikian, menurut Salim, member peluang kepada para penguasa sekuler yang merebut kekuasaan melanjutkan kekuasaanya selama berabad-abad dengan menyengsarakan rakyat. Para tokoh Syi’ah mengadakan perlawanan terhadap pemerintah meskipun tidak ada pengganti yang sesuai menurut ajaran Syi’ah. Di antara mereka adalah Ayatullah Khomeini. Di hadapan rakyat yang sedang melakukan protes terhadap pemerintah, Syah Reza Pahlevi menugaskan jendral Zahidi untuk menghukum mati tokoh-tokoh Syi’ah yang memimpin perlawanan itu. Di antara mereka adalah Imam Khomeini yang kemudian mengasingkan diri ke Irak. Khomeini menulis buku Pemerintah Islam untuk menjelaskan adanya keharusan mendirikan negara Islam sambil menanti kehadiran Imam Mahdi. Sebab menanti kehadirannya tidak mungkin bagi pemerintah Thaghut. Dalam bukunya itu Khomeini mengemukakan teorinya, yang kemudian memberi andil bagi tergulingnya Syah Reza Pahlevi (1979) serta terbentuknya pemerintahan berdasarkan pemilihan bebas dari rakyat. Dikarenakan mayoritas masyarakat Iran adalah penganut Syi’ah, maka orang yang dicalonkan menjadi Presiden oleh Imam Khomeini berhasil memenangkan pemilihan, yaitu Abul Hasan Bani Sadr. Akan tetapi setelah pemerintah berada di tangan Syi’ah dan mulai meletakkan undang-undang baru, langkah pertama yang diambil adalah member wewenang kepada majlis ulama yang merupakan anggota mayoritas untuk menentukan masalah-masalah yang dipertsengketekan. Sebab tidak ada yang mewakilli Imam Ghaib yang menjadi panutan dalam urusan agama dan keduniaan, menurut akidah Syi’ah.
Arah perkembangan ini mendapat dukungan dari Imam Syari’at Madari, yaitu tokoh ulama kedua setelah Imam Khomeini. Di antara alasan-alasanya adalah bahwa jika mereka tidak menerima Imam Khomeini mewakili Imam Ghaib dan menjalankan kekuasaannya atas dasar keyakinan penuh padanya serta pengetahuan yang sempurna tentang dirinya, pemimpin yang akan datang sesudahnya tidak diketahui dan akan menjalankan tugas-tugas kekuasaan Imam Ghaib yang ma’shum menurut akidah Syi’ah. Dengan demikian akan dapat berbuat sekehendak hatinya terhadap rakyat. Syari’at Madari menyetujui untuk memutuskan masalah ini dengan mengeluarkan fatwa umum. Maka dapat dimaklumi jika fatwa itu mendukung Khomeini. Sebab dia adalah lambang revolusi yang berhasil menggulingkan Syah Reza Pahlevi dan pemerintahan otoriternya yang sekuler. Oleh sebab itu dikeluarkan undang-undang yang mengatur wilayat al-faqih dan ditangani oleh Imam Khomeini. Dengan kapasitas ini Khomeini dapat memecat presiden, menentukan penggantinya, mengganti mentri, menolak genjatan senjata dalam perang Irak-Iran meskipun Saddam Husein Presiden Irak menawarkan rampasan perang, menyetujui seluruh tuntunan Iran, dan lainya. Khomeini menolak menghentikan perang kecuali setelah Rafsanjani berhasil membujuknya bahwa meneruskan perang sama saja dengan menghancurkan rakyat Iran. Menghentikan perang dan menyebarkan revolusi ke luar negeri adalah tugas penting bagi Iran. Oleh karena itu dalam keputusannya menghentikan perang, Imam Khomeini mengemukakan bahwa Iran dihadapan pada pilihan antara negara, dakwah, atau revolusi, tetapi dia memilih dakwah dan revolusi.
Dengan pengalaman ini para tokoh Syi’ah meninjau kembali hak istimewa pembimbing rohani untuk mengemban tugas-tugas Imam Ghaib. Kemudian pemilihan kepala Negara dilakukan dengan pemilihan dari rakyat dan kekuasaan pembimbing rohani terbatas hanya pada masalah-masalah agama.

Keyakinan Syi’ah Mustahil
Keyakinan dan penerapan seperti yang diuraikan tersebut menunjukkan, aliran Syi’ah Ja’fariyah sulit dipraktikkan dalam masalah imamah bahkan tingkat kesulitannya hampir dikatakan mendekati mustahil. Sebab menurut ajaran Syi’ah Ja’fariyah, yang dimaksud dengan imam adalah imam bagi seluruh umat Islam di dunia, bukan hanya untuk penganut Syi’ah Ja’fariyah saja. Sehingga seandainya Imam Mahdi benar-benar muncul atau mereka sepakat mengenai imam yang mewakili Imam Ghaib, maka kebanyakan negara muslim tidak akan menerima karena adanya kepercayaan yang dipandang menyimpang itu. Di antara golongan yang menolak itu ialah:
a. Ahlussunnah Wal Jama’ah dan Syi’ah Zaidiyah di Yaman.
b. Golongan Al-Ibadhiyah dan Ahlussunnah di Oman.
c. Ahlussunnah di negara-negara Arab serta Negara-negara muslim lainnya.
Teori tentang imamah dalam Fiqih syi’ah telah menjadi masalah sejarah yang berakhir dengan wafatnya hasah askari yaitu imam kesebelas bagi penganut Syi’ah.
Beberapa masalah telah melipiuti keyakinan Syi’ah, padahal sulit dibuktikan adanya landasan yang kuat di antaranya masalah:
a. Bai’atnya Ali terhadap Abu Bakar dikait-kaitkan dengan keengganan Ali mengakui kekhalifahan Abu Bakar. Padahal itu semua terbukti.
b. Hadits Ghadir Khum tentang wasiat Nabi Muhammad SAW untuk Ali sebagai khalifah pengganti nabi, hingga abu bakar dianggap merampas hak Ali. Itu tidak terbukti, baik secara sejarah maupun kajian Hadits.
c. Kepemimpinan atau imamah dianggap langsung diangkat oleh Allah dan hanya 12 imam, mulai dari Ali dan semuanya keturunan Imam Ali. Itu semua tidak ada landasannya dalam Islam.
d. Imam yang kedua belas dianggap ghaib atau hilang, dan senantiasa ditunggu kehadirannya. Kepercayaan ini diada-adakan, bahkan nama imam ghaib itu sendiri menurut riwayat seperti tersebut di atas adalah diada-adakan.
e. Para imam dianggap ma’shum. Itu semua tidak ada dalilnya, karena di dalam Islam, selain nabi tidak ada yang ma’shum. Bahkan Syi’ah sendiri sampai kemudian membatasi kewenangan Imam setelah kasus Imam Khomeini yang cenderung menuruti sekehendak hatinya hingga akan mengakibatkan hancurnya rakyat Iran karena tetap diharuskan berperang dengan Irak, maka kemudian dibatasilah wewenang imam.

Bathilnya Keyakinan Syi’ah
Bathilnya keyakinan Syi’ah tentang imamah yang mereka yakini bermula dari adanya wasiat Nabi Muhammad SAW kepada Ali bin Abi Thalib bisa disimak dari pernyataan Hasan bin Ali bin Abi Thalib. Diriwayatkan, ketika Hasan tiba di Bashrah, setelah berlalu masa yang panjang dan meletupnya fitnah diantara kaum muslimin, ada dua orang yang menanyakan masalah “wasiat” itu kepada Hasan yang dikenal sangan dipercayai kejujurannya dan kata-katanya. Hasan menjawab, “Seandainya ada perjanjian di antara kami dengan Nabi SAW tentang masalah kekhalifahan ini, tentu saya termasuk orang pertama yang membenarkan dan tidaklah menjadi orang pertama mendustakannya. Jika benar wasiat itu ada, pasti tidak akan saya biarkan begitu saja saudara dari Bani Taim bin Murrah (Abu Bakar) dan Umar bin Khatthab berdiri di atas mimbar. Dan pasti sudah saya bunuh dengan tanganku sendiri jika ini memang harus terjadi. Tapi persoalannya tidak demikian. Sedangkan Rasulullah tidak meninggal karena terbunuh dan tidak pula secara mendadak.
Islam yang risalahnya Tauhid, mencakup jasmani dan rohani, dunia dan akhirat itu sering disikapi oleh bangsa-bangsa musyrikin menjadi Islam yang lebih menekankan rohani dan mengarah kepada serba Tuhan. Sampai para pemimpin pun dianggap sebagai titisan Tuhan, jelmaan Tuhan, atau bukan hak manusia dalam mengangkat pemimpin, tetapi harus dari Tuhan langsung. Dianggapnya para imam sebagai orang yang diangkat langsung oleh Tuhan, bersifat ma’shum. Itu semua adalah berbau model keyakinan lokal yang disusupkan ke Islam. Terbukti, semua itu tidak ada landasannya dari dalil dalam Islam, selain hanya dikait-kaitkan. Padahal Islam itu sendiri sudah sempurna, tidak perlu kepada kepercayaan lokal ataupun kepercayaan lainnya. Dalam konteks Indonesia, doktrin imamah Syi’ah itu cukup mengancam, di samping sangat merusak akidah umat Islam dan tentu saja sangat mengancam keutuhan NKRI.

Syi’ah Agama Tersendiri
Ungkapan mencampuradukkan berbagai madzhab ataupun pendekatan madzhab ataupun madzhab lima mengandung makna bahwa Syi’ah itu seakan madzhab dalam Islam. Namun dalam pengkajian Abdul Hakim Abdad, dalam seminar di Bogor 1996 dan bahkan dalam seminar di Masjid Istiqlal Jakarta 1997, Syi’ah itu bukan madzhab dalam Islam, tapi agama tersendiri, maka disebut sebagai agama Syi’ah. Selain bukti-bukti mengkafirkan para shahabat Nabi Muhammad SAW Syi’ah memang sangat fatal sekali penyimpangannya di bidang akidah, dan tidak sedikit sekte syi’ah yang menuhankan Sayyidina Ali. Hampir setiap meninggalnya imam mereka, ada sekte yang menganggap imamnya tidak meninggal. Sebaliknya ada juga sekte Syi’ah yang justru mengkafirkan Ali karena mau berdamai dengan Mu’awiyah ataupun membaiat Abu Bakar. Sedang Syi’ah Itsna ‘Asyariyah yang menjadi mayotitas kini dalam persyi’ahan, mempercayai imamnya yang ke-12 itu ghaib, hilang waktu kecil, dan nantinya akan muncul sebagai Imam Mahdi. Ini dampaknya amat luas bagi akidah Islam, padahal menurut WAMY, imam ke-12 itu sendiri adalah fiktif. Namun di Bangil Jawa Timur, Husein Al-Habsyi membuat buku tentang Jum’at Menurut Ahli Bait, yang isinya tidak wajib berjumatan selama belum ada Imam Mahdi.
Mendiang tokoh Syi’ah Bangil itu meresahkan umat Islam, namun kegiatannya diteruskan oleh anaknya, Hidayat, yang mengajari Syi’ah kepada orang dari luar Bangil di rumahnya. Karena ajarannya itu meresahkan masyarakat, maka Oktober 1997 lalu Hidayat digrebeg oleh pemuda-pemuda Islam ketika sedang mengajari Syi’ah.
Kasus bentrokan fisik sampai pukul-pukulan pun pernah terjadi sebelumnya antara Hidayat (Syi’ah) dan Hasan (Sunni) sampai ke polisi dan ke pengadilan. Hal yang hampir sama terjadi pula di Pasuruan, Jawa Timur Oktober 1997. Keresahan di masyarakat akibat penyebaran Syi’ah itu tampak nyata, karena bentrokan pun sampai ada penghancuran rumah. Sehingga sebenarnya lengkaplah keresahan masyarakat itu. Kalau dalam pembukaan seminar Syi’ah di Masjid Istiqlal 1997, KH. Hasan Basri, Ketua Umum MUI mengadu bahwa Syi’ah itu meresahkan batin umat Islam, maka kini terbukti, keresahan itu bukan hanya batin tetapi lahir dan batin. Terbukti panasnya suasana bentrok fisik dan penghancuran bangunan terjadi di Bangil dan Pasuruan Jawa Timur.

Perbedaan antara Ahlussunnah Wal Jamaah dengan Syi’ah Imamiyah Itsna Asyariyah
Banyak orang yang menyangka bahwa perbedaan antara Ahlussunnah Waljamaah dengan Syi’ah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) dianggap sekedar dalam masalah Khilafiyah Furu’iyyah, seperti perbedaan antara NU dengan Muhammadiyyah, antara Madzhab Syafi’I dengan Madzhab Maliki.
Karenanya dengan adanya ribut-ribut masalah Sunni dengan Syi’ah, mereka berpendapat agar perbedaan pendapat tersebut tidak perlu dibesar-besarkan. Selanjutnya mereka berharap, apabila antara NU dengan Muhammadiyyah sekarang bisa diadakan perdekatan-perdekatan demi Ukhuwah Islamiyyah, lalu antara Syi’ah dan Sunni tidak dilakukan?
Oleh karena itu, disaat Muslimin bangun melawan serangan Syi’ah, mereka menjadi penonton dan tidak ikut berkiprah.
Apa yang mereka harapkan tersebut, tidak lain dikarenakan minimnya pengetahuan mereka mengenai akidah Syi’ah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah). Sehingga apa yang mereka sampaikan hanya terbatas pada apa yang mereka ketahui.
Semua itu dikarenakan kurangnya informasi pada mereka akan hakekat ajaran Syi’ah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah), disamping kebiasaan berkomentar, sebelum memahami persoalan yang sebenarnya.
Sedangkan apa yang mereka kuasai, hanya bersumber dari tokoh-tokoh Syi’ah yang sering berkata bahwa perbedaan Sunni dengan Syi’ah seperti perbedaan antara Madzhab Syafi’I dengan Madzhab Maliki.
Padahal perbedaan antara Madzhab Maliki dan Madzhab Syafi’i hanya dalam masalah furu’iyah, sedangkan perbedaan antara Ahlussunnah Wal Jama’ah dengan Syi’iah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah), maka perbedaan-perbedaan di samping dalam furu’ juga dalam ushul.
Rukun iman mereka berbeda dengan rukun iman kita. Rukun Islamnya juga berbeda, begitu pula kitab- kitab Haditsnya juga berbeda, bahkan sesuai pengakuan sebagian besar ulama’-ulama’ Syi’ah bahwa al-Qur’an mereka juga berbeda dengan Alqur’an kita (Ahlussunnah).
Apabila ada dari ulama mereka yang pura–pura (Taqiyah) mengatakan bahwa Al-Qur’annya sama maka dalam menafsirkan ayat-ayatnya sanggat berbeda dan berlainan.
Sehingga tepatlah apabila ulama-ulama Ahlussunnah Wal Jamaah mengatakan : Bahwa Syi’ah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) adalah satu agama tersendiri.
Melihat pentingnya persoalan tersebut, maka di bawah ini kami nukilkan sebagian dari perbedaan antara aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah dengan akidah Syi’ah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah).
1. Ahlussunnah: Rukun Islam kita ada 5 (lima):
a) asy-Syahadatain
b) as-Sholah
c) as-Shoum
d) az-Zakah
e) al-Hajj.
Syi’ah: Rukun Islam Syi’ah juga ada 5 (lima) tapi berbeda:
a) as-Sholah
b) as-Shoum
c) az-Zakah
d) al-Haj
e) al-Wilayah.
2. Ahlussunnah: Rukun Iman ada 6 (enam):
a) Iman Kepada Allah
b) Iman kepada Malaikat-malaikat-Nya
c) Iman Kepada Kitab-kitab-Nya
d) Iman Kepada Rasul-rasul-Nya.
e) Iman Kepada Yaum al-Akhir/Hari Kiamat
f) Iman Kepada Qadar, baik-buruknya dari Allah.
3. Ahlussunnah: Dua kalimat Syahadat.
Syi’ah: Tiga kalimat Syahadat. Disamping Asyhadu An Laailaha Illallah Wa Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah, masih ditambah dengan menyebut dua belas imam-imam mereka.
4. Ahlussunnah: Percaya kepada imam- imam tidak termasuk rukun iman. Adapun jumlah imam-imam Ahlussunnah tidak terbatas. Selalu timbul imam-imam , sampai Hari Kiamat. Karenanya membatasi imam-imam hanya dua belas (12) atau jumlah tertentu, tidak dibenarkan.
Syi’ah: Percaya terhadap imam-imam mereka, termasuk rukun iman. Karenanya orang-orang yang tidak beriman kepada dua belas imam-imam mereka (seperti orang-orang Sunni), maka menurut ajaran Syi’ah dianggap kafir dan akan masuk neraka.
5. Ahlussunnah: Khulafaurrasyidin yang diakui (sah) adalah :
a) Abu Bakar
b) Umar
c) Utsman
d) Ali Radhiyallahu Anhum
Syi’ah: Ketiga Khalifah (Abu Bakar, Umar, Utsman) tidak diakui oleh Syi’ah. Karena dianggap telah merampas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib (padahal Imam Ali sendiri membai’at dan mengakui kekhalifahan mereka).
6. Ahlussunnah: Khalifah (Imam) adalah manusia biasa, yang tidak mempunyai sifat ma’shum. Berarti mereka dapat berbuat salah/dosa/lupa, Karena sifat ma’shum hanya dimiliki oleh para Nabi.
Syi’ah: Para Imam yang jumlahnya dua belas tersebut mempunyai sifat ma’shum, seperti para Nabi.
7. Ahlussunnah: Dilarang mencaci-maki para Shahabat.
Syi’ah: Mencaci-maki para Shahabat tidak apa-apa bahkan Syi’ah berkeyakinan, bahwa para shahabat setelah Rasulullah SAW wafat, mereka menjadi murtad dan tinggal beberapa orang saja. Alasannya karena para shahabat membai’at Sayyidina Abu Bakar sebagai Khalifah.
8. Ahlussunnah: Siti Aisyah istri Rasulluah sangat dihormati dan dicintai. Beliau adalah Ummul Mu’minin.
Syi’ah: Siti Aisyah dicaci-maki, difitnah, bahkan dikafirkan.
9. Ahlussunnah: Kitab-kitab Hadits yang dipakai sandaran dan rujukan Ahlussunnah adalah Kutubussittah.
a) Bukhori
b) Muslim
c) Abu Dawud
d) Turmudzi
e) Ibnu Majah
f) an-Nasa’i
(kitab-kitab tersebut beredar di mana-mana dan dibaca oleh kaum Muslimin sedunia).
Syi’ah: Kitab-kitab rujukan Syi’ah ada empat :
a) al-Kaafi
b) al-Istibshor
c) Man Laa Yahdhuruhu al-Faqih
d) at-Tahdziib
(Kitab-kitab tersebut tidak beredar, sebab kebohongannya takut diketahui oleh pengikut-pengikut Syi’ah).
10. Ahlussunnah: Al-Qur’an tetap orisinil.
Syi’ah: al-Qur’an yang ada sekarang ini menurut pengakuan ulama Syi’ah tidak orisinil. Sudah dirubah oleh para Shahabat (dikurangi dan ditambahi).
11. Ahlussunnah: Surga diperuntukkan bagi orang-orang yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Neraka diperuntukkan bagi orang-orang yang tidak taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Syi’ah: Surga diperuntukkan bagi orang-orang yang cinta kepada Imam Ali. Walaupun orang tersebut tidak taat kepada Rasulullah. Neraka diperuntukkan bagi orang-orang yang memusuhi Imam Ali, walaupun orang tersebut taat kepada Rasulullah.
12. Ahlussunnah: Akidah Raj’ah tidak ada dalam ajaran Ahlussunnah. Raj’ah adalah besok di hari akhir zaman sebelum Kiamat, manusia akan hidup kembali. Dimana saat itu Ahlul Bait akan balas dendam kepada musuh-musuhnya.
Syi’ah: Raj’ah adalah salah satu akidah Syi’ah. Dimana diceritakan bahwa nanti di akhir zaman, Imam Mahdi akan keluar dari persembunyiannya. Kemudian dia pergi Madinah untuk membangunkan Rasulullah, Imam Ali, Siti Fatimmah, serta Ahlul Bait yang lain. Setelah mereka semuanya bai’at kepadanya, diapun selanjutnya membangunkan Abu Bakar, Umar, Aisyah. Kemudian ketiga orang tersebut disiksa dan disalib, sampai mati seterusnya diulang-ulang sampai ribuan kali, Sebagai balasan atas perbuatan jahat mereka kepada Ahlul Bait.
Keterangan: Orang Syi’ah mempunyai Imam Mahdi sendiri. Berlainan dengan Imam Mahdinya Ahlussunnah, yang akan membawa keadilan dan kedamaian.
13. Ahlussunnah: Mut’ah (kawin kontrak), sama dengan perbuatan zina dan hukumnya haram.
Syi’ah: Mut’ah sangat dianjurkan dan hukumnya halal. Halalnya Mut’ah ini dipakai oleh golongan Syi’ah untuk mempengaruhi para pemuda agar masuk Syi’ah. Padahal haramnya Mut’ah juga berlaku di zaman Khalifah Ali bin Abi Thalib.
14. Ahlussunnah: Khamer/ Arak tidak suci.
Syi’ah: Khamer/ Arak suci.
15. Ahlussunnah: Air yang telah dipakai istinja’ (cebok) dianggap tidak suci.
Syi’ah: Air yang telah dipakai istinja’ (cebok) dianggap suci dan mensucikan.
16. Ahlussunnah: Di waktu Shalat meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri hukumnya sunnah.
Syi’ah: Di waktu Shalat meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri membatalkan Shalat. (jadi Shalatnya bangsa Indonesia yang diajarkan Wali Songo oleh orang-orang Syi’ah dihukumi tidak sah/ batal, sebab meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri).
17. Ahlussunnah: Mengucapkan Amin di akhir Surat al-Fatihah dalam Shalat adalah sunnah.
Syi’ah: Mengucapkan “Amin” di akhir Surat al-Fatihah dalam Shalat dianggap tidak sah/batal Shalatnya. (jadi Shalatnya Muslimin di seluruh dunia dianggap tidak sah, karena mengucapkan “Amin” dalam Shalatnya).
18. Ahlussunnah: Shalat Jama’ diperbolehkan bagi orang yang bepergian dan bagi orang yang mempunyai udzur Syar’i.
Syi’ah: Shalat Jama’ diperbolehkan walaupun tanpa alasan apapun.
19. Ahlussunnah: Shalat Dhuha disunnahkan.
Syi’ah : Shalat Dhuha tidak dibenarkan. (padahal semua Auliya’ dan Shalihin melakukan Shalat Dhuha).
Demikian telah kami nukilkan perbedaan-perbedaan antara akidah Ahlussunah Wal Jamaah dan akidah Syi’ah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah). Sengaja kami nukil sedikit saja, sebab apabila kami nukil seluruhnya, maka akan memenuhi halaman-halaman buku ini.
Harapan kami semoga pembaca dapat memahami benar-benar perbedaan-perbedaan tersebut. Selanjutnya pembaca yang mengambil keputusan (sikap).
Masihkah mereka akan dipertahankan sebagai Muslimin dan Mukminin? (walaupun dengan Muslimin berbeda segalanya)
Sebenarnya yang terpenting dari keterangan diatas adalah agar masyarakat memahami benar-benar, bahwa perbedaan yang ada antara Ahlussunah Wal Jamaah dan akidah Syi’ah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) itu, disamping dalam Furu’ (cabang-cabang agama) juga dalam Ushul (pokok/dasar agama).
Apabila tokoh-tokoh Syi’ah sering mengaburkan perbedaan-perbedaan tersebut, serta memberikan keterangan yang tidak sebenarnya, maka hal tersebut dapat kita maklumi, sebab mereka itu sudah memahami benar-benar, bahwa Muslimin Indonesia tidak akan terpengaruh atau tertarik pada Syi’ah, terkecuali apabila disesatkan (ditipu).
Oleh karena itu, sebagian besar orang-orang yang masuk Syi’ah adalah orang-orang yang tersesat, yang ditipu oleh bujuk rayu tokoh-tokoh Syi’ah.
Akhirnya, setelah kami menyampaikan perbedaan-perbedaan antara Ahlussunah dengan Syi’ah, maka dalam kesempatan ini kami menghimbau kepada Alim Ulama serta para tokoh masyarakat, untuk selalu memberikan penerangan kepada umat Islam mengenai kesesatan ajaran Syi’ah. Begitu pula untuk selalu menggalang persatuan sesama Ahlussunnah dalam menghadapi rongrongan yang datangnya dari golangan Syi’ah. Serta lebih waspada dalam memantau gerakan Syi’ah di daerahnya. Sehingga bahaya yang selalu mengancam persatuan dan kesatuan bangsa kita dapat teratasi.
Selanjutnya kami mengharap kepada aparat pemerintah untuk lebih peka dalam menangani masalah Syi’ah di Indonesia. Sebab bagaimanapun, kita tidak menghendaki apa yang sudah mereka lakukan, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, terulang di Negara kita.
Semoga Allah selalu melindungi kita dari penyesatan orang-orang Syi’ah dan akidahnya. Amin.
***


Masa Pemerintahan Gus Dur
Masa Berkembangnya Aliran-aliran Sesat

A
liran yang jelas-jelas sesat menyesatkan itu ternyata di masa pemerintahan Gus Dur tahun 2000 justru bisa menghadirkan dedengkotnya di Indonesia, yaitu apa yang mereka sebut khalifah ke-4 atau imam bernama Thahir Ahmad dari London, Juni 2000. Bahkan penerus nabi palsu itu diantar oleh Dawam Raharjo untuk sowan ke Amien Rais ketua MPR, dan Gus Dur presiden RI.
Tidak hanya itu, Dawam juga menyelenggarakan acara yang disebut Dialog Pakar Islam, Kamis 29 Juni 2000 di Hotel Regent Jl. Rasuna Said Kuningan Jakarta, dengan menghadirkan Tahir Ahmad sang penerus Nabi palsu. Acara di hotel mewah dan dihadiri para da’I Ahmadiyah itu diselenggarakan Dawam selaku ketua IFIS (International Forum on Islamic Studis) atas biaya Ahmadiyah, menurut pelacakan Media Dakwah kepada pihak Ahmadiyah. Orang-orang yang didaftar sebagai pembicara selain Dawam Rahardjo sendiri adalah Amien Rais (ketua MPR), Tahir Ahmad, Bachtiar Effendi (dosen IAIN Jakarta), Moeslim Abdurrahman, Nurcholis Madjid, MM. Billah, Azyumardi Azra, dan Masdar F. Mas’udi (Tokoh NU).
Sikap Dawam sebagaimana yang dikemukan Ahmad Hariadi kepada pihak LPPI. Ungkap Ahmad Hariadi, Dawam Rahardjo dengan sikap ketusnya mematikan handphone-nya ketika Ahmad Hariadi menanyakan tentang berkas-berkas surat yang dikirimkan lewat sekretaris Dawam, setelah Ahmad Hariadi menjelaskan bahwa berkas surat-surat itu adalah mubahalah antara Ahmad Hariadi dengan penerus nabi palsu, Tahir Ahmad. Hand phone Dawam tetap dimatikan setelah itu, sampai berapa kali dikontak tetap tak bisa, keluh Ahmad Hariadi yang tampak kesal menghadapi Dawam seorang pendamping utama kehadiran penerus nabi palsu itu. Akhirnya Ahmad Hariadi dating ke tempat kaum sesat menyesatkan itu di Parung, Bogor, dan ternyata di sana kemudian ‘ditangkap’ dan bahkan setelah itu diantar keluar unutk pulang. Sedang polisi ketua keamanan yang bertugas mengamankan Ahmad Hariadi dalam lokasi itu, justru kemudian dituduh oleh orang-orang Ahmadiyah sebagai orangnya Ahmad Hariadi.
Yang jadi keprihatinan DDII dan LPPI, dihadirkannya penerus nabi palsu ke Indonesia dan bahkan disambut oleh Dawam, Amien Rais dan Gus Dur itu akan mengakibatkan kaburnya pandangan umat islam, dianggapnya Ahmadiyah itu ajarannya benar. Padahal sudah jelas sesat menyesatkan, dan bahkan sudah ada contoh nyata dalam sejarah islam bahwa nabi palsu itu diserbu habis-habisan oleh khalifah Abu Bakar As-Shiddiq dengan mengerahkan tentara sangat banyak. Sedang panglima yang dikirim pun Khalid bin Walid sang pedang Allah untuk menyerbu nabi palsu Musailimah Al-Kaddzab sehingga terbunuh bersama sepuluh ribu orang murtad.
***


Baha’iyah Aliran Sesat
Sempalan Syi’ah

B
aha’iyah atau bahaisme ini menyatukan atau menggabungkan agama-agama; Yahudi, Nasrani dan Islam dan lainnya menjadi satu. Hingga aliran ini jelas-jelas dinyatakan sebagai non islam.
Prof. Dr. M. Abu Zuhrah, ulama Mesir dalam bukunya Tarikh Al-Madzahib Al-Islamiyah Fis Siyasah Wal ‘Aqo’id menjelaskan secara rinci penyimpangan dan kesesatan Baha’iyah, dan ia nyatakan sebagai aliran bukan islam, berasal dari Syi’ah Itsna ‘Asyariyah (Syi’ah Imamiyah yang kini berkembang di Iran).
“Pendiri aliran Baha’I ini adalah Mirza Ali Muhammad Asy-Syirazi lahir di Iran 1252 H/1820 M. Ia mengumumkan, tidak percaya pada Hari Kiamat, surga dan neraka setelah hisab/ perhitungan. Dia menyerukan bahwa dirinya adalah potret dari Nabi-nabi terdahulu. Tuhan pun menyatu dalam dirinya (hulul). Risalah Muhammad bukan risalah terakhir. Huruf-huruf dan angka-angka mempunyai tuah terutama angka 19. Perempuan mendapat hak yang sama dalam menerima harta waris. Ini berarti dia mengingkari al-Qur’an berarti kufur,” tandas Abu Zuhrah.
Mirza Ali dibunuh pemerintah Iran tahun 1850, umur 30 tahun. Sebelum mati, Mirza memilih dua muridnya, Subuh Azal dan Baha’ullah. Keduanya diusir dari Iran. Subuh Azal ke Cyprus, sedang Baha’ullah ke Turki. Pengikut Baha’ullah lebih banyak, hingga disebut Baha’iyah, dan kadang masih disebut aliran Babiyah, nama yang dipilih pendirinya, Mirza Ali.
Kemudian kedua tokoh itu bertikai, maka diusir dari Turki. Baha’ullah diusir ke Akka Palestina. Di sana ia memasukkan unsur syirik dan menentang al-Qur’an dengan mengarang Al-Kitab Al-Aqdas diakui sebagai wahyu, mengajak agama baru, bukan Islam. Baha’ullah menganggap agamanya universal, semua agama dan ras bersatu di dalamnya.
Ajaran Baha’ullah:
1. Menghilangkan setiap ikatan agama Islam, menganggap Syari’at telah kadaluarsa. Maka aliran ini tak ada kaitannya dengan Islam. Persamaan antara manusia meskipun berlainan jenis, warna kulit dan agama. Ini inti ajarannya.
2. Mengubah peraturan rumah tangga dengan menolak ketentuan-ketentuan Islam. Melarang poligami kecuali bila ada pengecualian. Poligami ini pun tidak diperbolehkan lebih dari dua istri. Melarang talak kecuali terpaksa yang tidak memungkinkan antara kedua pasangan untuk bergaul lagi. Seorang istri yang ditalak tidak perlu ‘iddah (waktu penantian). Janda itu bisa dikawin lagi.
3. Tidak ada salat jama’ah, yang ada hanya Shalat Janazah bersama-sama. Shalat hanya dikerjakan sendiri-sendiri.
4. Ka’bah bukanlah Kiblat yang diakui oleh mereka. Kiblat menurut mereka adalah tempat Baha’ullah tinggal. Karena selama Tuhan menyatu dalam dirinya, maka disitulah Kiblat berada. Ini sama dengan pandangan sesat bahwa qalbul mukmin baitullah, hati mukmin itu baitullah.

Berpusat di Chicago
Masa Baha’ullah berakhir dengan meninggalnya dirinya pada 16 Mei 1892, dilanjutkan anaknya abbas Affandy yang bergelar Abdul Baha’ atau Ghunun A’dham (cabang agung). Abbas menguasai budaya Barat, maka ia gabungkan ajaran ayahnya dengan pemikiran Barat, hingga Abbas cenderung menggunakan kitab-kitab agama Yahudi dan Nasrani.
Abu Zuhrah menegaskan, “Jika guru pertama (Mirza Ali) pada aliran ini sudah melangkah dalam penghancuran agama Islam dengan mengatasnamakan pembaharuan, lalu penerusnya (Baha’ullah) menyempurnakannya dengan mengingkari semua ajaran islam serta menyingkirkannya, dan penerus berikutnya (Abbas) melangkah lebih jauh dari itu. Dia bahkan mengambil kitab-kitab Yahudi dan Nasrani sebagai pengganti al-Qur’an.”
Baha’iyah berkembang di Eropa dan Amerika berpusat di Chicago. Aliran ini diniilai Abu Zuhrah sebagai ajaran yang diada-adakan belaka. Mereka menggunakan topeng taqiyah, yaitu cara mengelabui manusia dengan menyembunyikan alirannya, padahal yang terselubung di dalam hatinya adalah usaha untuk mendangkalkan akidah islam dan menghancurkan ajaran-ajaranya dan menjauhkan dari pemeluknya.
Yang pasti, lanjut Abu Zuhrah, aliran Baha’iyah mempunyai kegiatan pesat di wilayah kaum muslimin di kala mereka diberi kebebasan oleh musuh-musuh Islam, yaitu penjajah. Maka Baha’iyah semakin kuat setelah terjadi Perang Dunia I dan II.
Baha’iyah sekarang sedang mengangkat kepalanya, namun tetap harus ditumpas atau dikembalikan ke daerah pusat kegiatannya, Chicago.”

Persoalan di Indonesia
Tokoh Baha’iyah (aliran sempalan Syi’ah Imamiyah di luar Islam), KS 68 tahun. Meninggal dunia di Bandung, Senin 2 Syawwal 1417 H/10 Februari 1997 M. Meninggalnya tokoh aliran Baha’isme yang di Indonesia telah dilarang sejak 1962 ini menjadikan pemandangan yang tampak unik. Para pelayat yang hadir di sana menjadi dua kubu, menurut penuturan salah seorang yang hadir melayat saat itu. Kubu Islam dan kubu Baha’I ada dalam keluarga mayat itu.
Mayat yang masuk Baha’I tahun 1957 di Hongkong ini diupacarai secara Baha’I. Kepala mayat itu ditolehkan ke kanan. Namun kemudian diputar paksa, diluruskan oleh salah satu keluarganya yang Baha’I. Kepala mayat itu diputar paksa diluruskan, hingga berbunyi “krek”.
Meskipun demikian, para pelayat yang sebagian dari pengikut Baha’I, orang-orang Iran, tampak menyembahyangi mayat ini. Sembahyang mayat itu dengan cara duduk di depan mayat sambil mengangkat-angkat tangan. Dan para pelayat yang Baha’i ini menyatakan, mayat ini mau dikubur di kuburan Islam, Kristen, atau lainnya sama saja, boleh-boleh saja.
Mayat ini, menurut sumber tertentu, adalah ketua Baha’I di Indonesia, bahkan tingkat Asia Tenggara. Dia dulunya seorang diplomat yang bertugas di antaranya di Hongkong, dan ia masuk Baha’I di sana tahun 1957. Sedang Baha’I itu masuk di Indonesia sejak tahun 1953. Menurut Ensiklopedi Umum, Baha’isme dilarang di Indonesia tahun 1962 karena ada segi kegiatan mereka yang dianggap tidak sesuai dengan kepribadian di Indonesia serta menghambat penyelesaian Revolusi Indonesia.
Sumber yang hadir dalam upacara mayat tokoh Baha’i di Bandung itu menyebutkan, mayat ini punya hubungan erat dengan seorang tokoh ‘serem’ terkemuka (LBM) non muslim yang dikenal sangat anti islam, yang pada masa sebelum tahun 1990-an sangat berperan dalam menekan dan menyengsarakan umat islam dengan berbagai kebijakannya. Dan pengaruhnya masih terasa sampai kini walau tak menduduki suatu jabatan lagi. Acara-acara tokoh Baha’I ini sering dihadir tokoh non muslim tersebut.

Baha’i dan Israel
Baha’ullah, pemimpin Baha’i internasional mati tahun 1892, kuburannya di Israel, tempatnya di Akka. Ia mengaku memiliki kitab suci yang bernama Al-Muqoddas. Kepercayaan yang diajarkannya adalah sinkretisme. Kaum Baha’i percaya bahwa al-Bab adalah pencipta segala sesuatu dengan kata-katanya. Dalam Baha’i dikenal konsep wahdatul wujud, menyatunya manusia dengan Tuhannya. Mereka juga mempercayai reinkarnasi, keabadian alam semesta. Budha, Konghucu, Zoroaster dan agama lain dianggap sebagai jalan kebenaran. Mereka menakwilkan al-Qur’an dengan makna batin. Mereka percaya bahwa wahyu akan turun terus untuk membimbing manusia. Pemikiran Baha’I banyak mengacu pada pemikiran Zoroaster, Mani, dan Mazdakiyah yang pernah hidup lama di Persia. Lantas semakin matang melalui pertemuannya dengan Islam, Kristen, dan Yahudi.
Secara organisasi, Baha’I berpusat di Haifa, Israel. Baha’I tersebar di 235 negara melalui Baha’i International Community (BIC) yang sejak 1970 memperoleh status resmi sebagai badan penasehat Dewan PBB dalam bidang Social Ekonomi (ecosoc) dan Unicef.
Ajaran Baha’i ini masuk ke Indonesia sekitar tahun 1878 (sebelum matinya dedengkot Baha’I 1892) melalui Sulawesi yang dibawa dua orang pedagang; Jamal Effendi dan Musthafa Rumi. Melihat namanya tentu berasal dari Persia dan Turki. Ia berkunjung ke Batavia, Surabaya, dan Bali.
Baha’i dilarang di Indonesia sejak 15 Agustus 1562. Presiden Soekarno mengeluarkan keputusan Presiden No. 264/Tahun 1962 yang berisikan pelarangan tujuh organisasi, termasuk Baha’i. kata-kata di bawah surat Keppres tersebut menjelaskan bahwa ajaran dan organisasi-organisasi tersebut dilarang karena “tidak sesuai dengan kepribadian Indonesia, menghambat penyelesaian revolusi, atau bertentangan dengan cita-cita Sosialisme Indonesia.”
Baha’i dengan jaringan internasional yakni pusat organisasinya di Israel, sedang pusat kegiatannya di Chicago, Amerika, maka imbasnya terhadap para antek Israel tampak nyata pula di Indonesia. Hingga di Indonesia ada alumni Chicago bersama antek-anteknya yang berani mengumandangkan bahwa lelaki muslim menikahi wanita-wanita non muslim, baik itu Hindu, Budha, maupun Shinto adalah sah. Alasan doktor dari Chicago itu, karena larangan menikahi musyrikat (wanita musyrik) dalam al-Qur’an itu hanya musyrikat Arab.
Imbas ajaran Zionis Yahudi itu kini ditambah lagi bukti degnan kenyataan bahwa aliran Baha’I memang pusat kegiatannya di Chicago sedang pusat organisasinya di Israel, dan kemudian terbukalah misteri jaringan ketika tokoh utama di Indonesia mati di Bandung, usai Idul Fithri 1417 H/1997 M.
Itulah salah satu keberhasilan dari liciknya sistem Zionis yang memelihara Baha’I dan aneka alirannya yang mempecundangi Islam.
Kemudian kepada persoalan awal, pemahaman Baha’I yang sangat rancu dan merusak Islam, sampai menerapkan kitab Yahudi dan Nasrani untuk mengganti al-Qur’an pun ditempuh, ternyata di sini ada pula orang-orang yang sepaham dengan itu, yang caranya adalah mengganti hukum dari ayat-ayat dan Hadits-Hadits dengan semau mereka sendiri.
Walhasil, Zionis plus Baha’I yang jelas-jelas di masa Soekarno dan Soeharto terlarang di Indonesia, ternyata ada oknum-oknum yang secara ideologis sangat mendukungnya. Itulah sebenarnya yang perlu diwaspadai, karena senantiasa akan menghancurkan Islam lewat lembaga dan pemikiran mereka.
Di samping itu, ada dedengkot yang suka bermain nyleneh yang mengadakan upacara do’a bersama antar-agama di rumahnya di Ciganjur, Jakarta. Pada acara do’a bersama tersebut muncul pula orang-orang Baha’I di rumah Gus Dur. Dan itu menurut Djohan Effendi sering dilakukan dialog antar orang Baha’I dengan Gus Dur di rumahnya sebelum menjabat presiden.
Apa yang dikemukakan Djohan itu merupakan bukti ‘kecintaan’ Gus Dur kepada kepercayaan yang bertentangan dengan Islam. Dan bukti ‘kecintaannya’ itu dipraktekkan dengan menggunakan aneka cara, lebih-lebih ketika memegang kekuasaan. Maka, begitu Gus Dur memegang kepemimpinan Nasional, dia buru-buru meresmikan kepercayaan kemusyrikan yang menyembah Tepekong, yaitu Konghucu dan tidak pula meresmikan Baha’I yang dekat dengan misi Zionis itu di Bandung.
Konon, begitu aliran Baha’I itu telah diresmikan Gus Dur waktu jadi presiden, maka hari berikutnya muncul pernyataan resmi dari NU wilayah Bandung yang menolaknya. Demikianlah, itu menandakan bahwa mereka berani menentang diresmikannya salah satu tempat yang menjadi sumber penghancuran islam. Tindakan semacam itu Insya Allah akan tetap terjadi, bila pihak penguasa justru menghidup-hidupkan aliran yang merusak Islam.
Anehnya lagi, ketika pemerintahan Indonesia dipegang oleh Soekarno yang diteruskan Soeharto, saat itu aliran Baha’I yang memang merancukan akidah itu memang dilarang. Ini sesuai dengan aspirasi umat islam, mayoritas penduduk negeri ini, walaupun tujuan pelarangan oleh Soekarno itu bukan karena membela Islam. Sebaliknya, ketika pemerintahan dipegang oleh Gus Dur, seorang yang disebut Kyai Haji, malahan meresmikan Baha’I, yang mengacak-acak Islam dan pro Zionis Yahudi itu. Islam menegaskan untuk berjihad menghadapi kepercayaan bathil yang tak sesuai dengan Islam, sedang Gus Dur berada di barisan terdepan secara berseberangan dengan perintah Islam tersebut.
Apa kerugian Islam? Kerugiannya, sebagian orang terutama para pengikut buta di belakang kyai itu menganggap, tingkah kyai yang meresmikan Baha’I itu sesuai dengan Islam, karena sang kyai dianggap sebagai simbol ulama. Jadi, tingkahnya yang sedemikian berseberangan dengan Islam itu jelas merugikan Islam, dan menyakiti, namun dianggap kalau mengikuti dan membelanya justru akan mendapatkan tiket masuk surga. Sedangkan orang yang ingin berjuang menegakkan Islam justru dianggap perlu dilawan.
***


Bathiniyah

B
athiniyah tidak termasuk kelompok Islam. Ia adalah kelompok sesat, sebab yang ada dalam kelompok ini hanyalah keburukan dan kejelekan. Seorang sejarawan yang menulis tentang firqoh Islam, Abdul Qodir bin Thohir menyebutkan Bathiniyah dan menjelaskan mengapa mereka keluar dari kelompok Islam. Ia berkata:
“Ketahuilah bahwa bahaya Bathiniyah –terhadap kelompok Islam- jauh lebih besar dari Yahudi, Nasrani, dan Majusi, lebih berbahaya dari kaum Atheis (Dahriyah) dan golongan kafir yang lain. Bahkan lebih berbahaya dari Dajjal yang akan muncul pada akhir zaman.”
Para sejarawan menyebutkan bahwa peletak dasar aliran Bathiniyah adalah dari kalangan Majusi. Mereka lebih condong pada agama pendahulunya, tapi mereka tidak punya keberanian untuk menampakkan keyakinannya karena takut dengan pedang umat islam. Maka, sebelum kemunculannya, mereka meletakkan prinsip dasar bagi keyakinan mereka. Sehingga secara batin mereka lebih mengutamakan tuhan-tuhan Majusi, dan mena’wili ayat al-Qur’an dan Hadits sesuai dengan dasar-dasar keyakinan mereka.
Mereka menempuh cara penipuan dalam mena’wili Ushul-ushul Islam. Tidak hanya itu, bahkan mereka juga berani mena’wili Furu’ Syari’at sesuka hati untuk menghilangkan karakteristik Islam kemudian menghancurkannya.
Abdul Qodir mengatakan:
“Selanjutnya, dalam mena’wili Ushul-ushul agama, aliran Bathiniyah akan mengarah pada kemusyrikan. Begitu juga dalam mena’wili Syari’at, mereka akan memberikan pena’wilan yang akan menghapus Syari’at atau menyamakannya dengan hukum-hukum Majusi. Hal ini dibuktikan dengan pena’wilan mereka yang memperbolehkan mengawini anak perempuan dan saudara perempuan, juga memperbolehkan meminum khamr dan semua bentuk kelezatan duniawi.
Tujuan Bathiniyah melakukan hal itu sudah sangat jelas, yaitu berusaha membinasakan Islam. Tetapi ahli ilmu Kalam berbeda pendapat mengenai keinginan kelompok ini setelah mereka menghabisi Islam sebagaimana yang mereka inginkan; apakah mereka akan mendakwahkan agama lain sebagai pengganti Islam? Ataukan mereka cukup hanya mengosongkan jiwa orang Islam dari agamanya?
Sebagian besar ahli ilmu Kalam berpendapat bahwa tujuan Bathiniyah adalah mendakwahkan agama Majusi dengan interpretasi yang mereka lakukan pada al-Qur’an dan Hadits. Ahli kalam itu membuktikan dengan menyebutkan bahwa pimpinan mereka, Makmun bin Dayshon, adalah orang Majusi dan tawanan suku Ahwaz, sedangkan anaknya, Abdullah bin Maimun mengajak orang-orang pada agama ayahnya.
Tapi sebagian ahli Kalam lainnya mengaitkan Bathiniyah dengan agama Shobi’ah dari Hiran. Buktinya adalah bahwa Hamdan Qoromithoh –propagandis Bathiniyah setelah Maimun mati- adalah orang Shobi’ah dari Hiran. Hal itu diperkuat dengan bukti bahwa orang Shobi’ah Hiran menyembunyikan agama mereka dan tidak menampakkannya kecuali pada sesama pengikut agama Shobi’ah. Begitu juga dengan aliran Bathiniyah yang tidak mau menampakkan agama mereka kecuali pada sesamanya setelah bersumpah untuk tidak membongkar rahasia mereka kepada orang lain.
Sementara yang lain –diantaranya adalah Abdul Qohir- berpendapat bahwa aliran Bathiniyah adalah kaum Atheis, dimana mereka meyakini kekekalan alam dunia, mengingkari para Rasul dan semua Syari’at, dan cenderung membolehkan semua yang disukai.
Abdul Qohir berkata:
“Bukti bahwa mereka adalah Atheis seperti yang kami sebutkan dapat dilihat dari kitab mereka yang telah diterjemahkan yaitu as-Siyasah Wa al-Balagh al-Akbar Wa an-Namus al-A’dhom. Kitab ini merupakan surat Ubaidillah Husein Qirwani kepada Sulaiman bin Hasan, dimana ia berwasiat: “Ajaklah manusia dan dekati mereka dengan menggunakan apa yang mereka sukai.” Dari sini jelas bagaimana mereka –dengan segala cara- mendekati manusia, karena mereka ingin menghancurkannya. Mereka tidak punya konsistensi terhadap prinsip yang mereka pertahankan. Selanjutnya ia menambahkan, “Siapapun yang sudah bisa dipimpin maka bukalah tabir rahasia untuknya.” Ia juga mengatakan, “Jika kamu mendapat pengikut filosof, maka pertahankanlah ia, karena dia adalah andalan kita. Sebab kita dan mereka sama-sama menolak hukum para Nabi dengan berpendapat bahwa; alam bersifat Qidam (kekal abadi).”
Dalam kitab ini juga disebutkan tidak adanya ma’ad (akhirat) dan siksaan; surga adalah kenikmatan di dunia; dan yang menjadi siksaan adalah kesibukan ahli Syari’at dengan Shalat, puasa dan jihad.
Abdul Qohir juga menambahkan bukti-bukti bahwa mereka adalah kaum Atheis dngan menyebutkan apa yang tertera dalam kitab mereka. “Mulyakanlah orang dahry (Atheis), karena mereka adalah termasuk golongan kita dan kita adalah bagian dari mereka.”
Penjelasan di atas membuktikan keterkaitan Bathiniyah dengan Dahriyah. Hal ini dikuatkan dengan pengakuan Majusi atas kenabian Zaradast dan turunnya wahyu dari Allah kepadanya. Juga dikuatkan dengan pengakuan kaum Shobi’ah tentang kenabian Hermeus, Elies, Dzurisius dan beberapa filusuf serta ahli Syari’at lainnya. Mereka mengakui turunnya wahyu dari langit kepada orang yang mereka akui kenabiannya. Mereka berkata, “Wahyu itu mencakup perintah dan larangan, dan berita tentang balasan setelah mati berupa pahala, siksa, surga, dan neraka, yang di dalamnya ada balasan atas amal dahulu.”
Kaum Bathiniyah menolak adanya mu’jizat, mengingkari turunnya malaikat dari langit pembawa wahyu, perintah dan larangan, dan mereka menyangka bahwa para Nabi adalah orang-orang yang mencintai jabatan kepemimpinan, maka mereka menyiasati orang-orang bodoh dengan hukum dan tipuan –untuk mendapatkan jabatan itu- dengan klaim kenabian dan imamah.
Kemudian mereka menafsiri semua rukun Islam dengan tafsiran yang mengacu pada lepasnya esensi Syari’at. Mereka beranggapan bahwa arti Shalat adalah loyalitas pada imam mereka, haji adalah mengunjungi dan mengabdi pada imam, sedang yang dimaksud dengan puasa adalah menahan diri untuk tidak membuka rahasia imam, bukan menahan diri dari makanan. Mereka juga mengatakan bahwa siapa yang sudah memahami hakikat ibadah maka gugurlah kewajibannya untuk beribadah.
Tujuan yang ingin dicapai aliran Bathiniyah ini secara komprehensif tampak pada risalah Qirwani kepada Sulaiman. Di antara isi risalah itu adalah:
“Aku berwasiat pada kalian untuk berbuat orang-orang ragu pada al-Qur’an, Taurat, Zabur, dan Injil, serta mengajak mereka untuk tidak mengakui Syari’at, Hari Akhir, kebangkitan dari kubur, adanya Malaikat di langit dan Jin di bumi. Aku juga berwasiat padamu agar mengajak mereka untuk mengikrarkan bahwa sebelum Nabi Adam sudah ada manusia lain di bumi. Semua itu akan membantumu untuk mengikrarkan bahwa alam (dunia) bersifat qidam (kekal).”
Selain upaya menjauhkan manusia dari etika, dn interaksi sosial yang menjadi fitrah manusia, ada hal lain yang bisa membuat hati merinding, yaitu apa yang tercantum pada akhir risalah itu:
“Tidak ada yang lebih aneh dari pada seorang laki-laki yang mengaku berakal, punya saudara atau anak perempuan yang cantik, sementara itu dia tidak punya istri secantik saudara perempuan dan anaknya. Lalu ia mengharamkan anak atau saudara perempuannya itu untuk dirinya, ia malah menikahkan anaknya dengan orang lain. Jika orang bodoh itu mau berpikir, niscaya dia tahu bahwa dirinya lebih berhak atas saudari dan anak perempuannya dari orang lain. Alasan pengharaman menikahinya tidak lain karena Rasulullah mengharamkan hal segala kenikmatan pada kaumnya.”
Ada upaya penghancuran lain yang lebih nyata yaitu upaya penghancuran akhlak setelah mencurahkan ibadah, dilanjutkan dengan penghancuran akidah, dan membenturkan fitrah yang lurus dengan Syari’at Islam. Tidak lupa, dalam upaya penghancuran ini, ia memberi harapan pada pengikutnya dengan ibadah, dalam risalahnya ia mengatakan, “Kamu dan teman-temanmu adalah pewaris surga.”
Tapi surga mana yang mereka inginkan? Mereka tidak menginginkan surga akhirat, karena tidak mempercayai hari akhir. Mereka hanya menginginkan kelezatan duniawi.
Selain itu Qorwani juga berkata:
“Di dunia ini kalian mewarisi kenikmatan dan kelezatan dunia yang diharamkan atas orang-orang bodoh yang berpegang pada Syari’at.”
Paparan di atas menjadi bukti bahwa tujuan Bathiniyah adalah penegasan mereka sebagai aliran Dahriyah, menghalalkan apa yang haram, meninggalkan ibadah, dan memerangi segala hal yang berhubungan dengan wahyu.
Agar kita memahami model gerakan kelompok yang menyimpang dan bathil ini, seyogyanya kita mengenali cara mereka berdakwah, karena cara berdakwah mereka hanya satu, walaupun medianya berbeda-beda dari masa ke masa.
***


Bahaya Pluralisme Agama


B
ersamaan meninggalnya Gus Dur (mantan Presiden RI ke-4, isu pluralisme kembali menjadi perbincangan. Selama beberapa hari hampir semua media cetak menjadikan pluralisme sebagai berita utama, baik dikaitkan dengan sosok Gus Dur maupun tidak. Isu pluralisme mencuat terutama setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjuluki Gus Dur sebagai “Bapak Pluralisme” yang patut menjadi teladan bagi seluruh bangsa. (Antara.co.id,31/122/2009)
Mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Amien Rais pun menilai Gus Dur sebagai ikon pluralisme. (Kompas.com, 2/1/2010)
Kalangan liberal tak ketinggalan. Salah seorang aktivisnya, Zuhairi Misrawi, menulis bahwa dalam rangka memberikan penghormatan terhadap Gus Dur sebagaimana dilakukan oleh Presiden Yudhoyono, akan sangat baik jika MUI mencabut kembali fatwa pengharaman terhadap pluralisme. (Kompos.com, 4/1/2010)
Sejumlah kalangan pun menilai penting untuk memelihara nilai-nilai pluralisme pasca Gus Dur. Mantan Wakil Presien Jusuf Kalla (JK), misalnya, mengharapkan semangat kebersamaan dan pluralisme yang selalu dikobarkan Gus Dur tetap terjaga. (Detik.com, 30/12/2009)

Hakekat Pluralisme
Pluralisme sering diartikan sebagai paham yang mentoleransi adanya ragam pemikiran, agama, kebudayaan, peradaban dan lain-lain. Kemunculan ide Pluralisme didasarkan pada sebuah keinginan untuk melenyapkan ‘klaim kebenaran’ (truth claim) yang dianggap menjadi pemicu munculnya sikap ekstrem, radikal, perang atas nama agama, konflik horizontal, serta penindasan atas nama agama. Menurut kaum pluralis, konflik dan kekerasan dengan mengatasnamakan agama baru sirna jika masing masing agama tidak lagi menganggap agamanya yang paling benar.
Inilah hakikat ide pluralisme agama yang saat ini dipropagandakan di dunia Islam dengan berbagai cara dan media. Dari ide ini kemudian muncul gagasan lain yang menjadi ikutannya seperti dialog lintas agama, doa bersama dan sebagainya. Pada ranah politik, ide pluralisme didukung oleh kebijakan Pemerintah yang harus mengacu pada HAM dan asas demokrasi. Negara memberikan jaminan sepenuhnya kepada setiap warga Negara Untuk beragama, pindah agama (murtad), bahkan mendirikan agama baru.

Di Balik Gagasan Pluralisme
Lahirnya gagasan mengenai pluralisme (agama) sesungguhnya didasarkan pada sejurnlah faktor. Dua di antaranya adalah:
Pertama, adanya keyakinan masing-masing pemeluk agama bahwa konsep ketuhanannyalah yang paling benar dan agamanyalah yang menjadi jalan keselamatan. Masing-masing pemeluk agama juga meyakini bahwa merekalah umat pilihan. Menurut kaum pluralis, keyakinan-keyakinah inilah yang sering memicu terjadinya kerenggangan, perpecahan bahkan konflik antar pemeluk agama. Karena itu, menurut mereka, diperlukan gagsan pluralisme sehingga agama tidak lagi berwajah eksklusif dan berpotensi memicu konflik.
Kedua , faktor kepentingan ideologis dan kapitalisme untuk meIanggengkan dominasinya di dunia. Selain isu-isu demokrasi, hak asasi manusia dan kebebasan serta perdamaian dunia, pluralisme agama adalah sebuah gagasan yang terus disuarakan Kapitalisme global yang digalang Amerika Serikat untuk menghalang kebangkitan Islam.
Karena itu, jika ditinjau dari aspek sejarah, faktor pertama bolehlah diakui sebagai alasan awal munculnya gagasan pluralisme agama. Namun selanjutnya, faktor dominan yang memicu maraknya isu pluralisme agama adalah niat Barat untuk makin mengokohkan dominasi kapitalismenya, khususnya atas Dunia Islam.

Konflik Sebagai Alasan?
Memang benar, dunia saat ini sarat dengan konflik. Namun, tidak benar jika seluruh konflik yang terjadi saat ini dipicu oleh faktor agama. Bahkan banyak konflik terjadi lebih sering berlatar belakang ideologi dan politik. Dalam skala internasional, konflik Palestine-Israel lebih dari setengah abad, misalnya, jelas bukan konflik antar agama (Islam, Yahudi dan Kristen). Sebab, toh dalam rentang sejarah yang sangat panjang selama berabad-abad ketiga pemeluk agama ini pernah hidup berdampingan secara damai dalarn naungan Khilafah Islam. Konflik Palestina-Israel ini lebih bernuansa politik yang melibatkan penjajah Barat. Sejarah membuktikan, konflik Palestine-lsrael, bermula ketika bangsa Yahudi (Israel) sengaja ditanam oleh penjajah Inggris di jantung Palestina dalam rangka melemahkan umat Islam. Konflik ini kemudian dipelihara oleh Amerika Serikat yang menggantikan peran Inggris, untuk semakin melemahkan kekuatan umat Islam, khususnya di Timur Tengah. Pasalnya, dengan begitu Barat dapat terus menerus menyibukkan umat Islam dengan konflik tersebut sehingga umat Islam melupakan bahaya dominasi Barat khususnya AS dan Inggris sebagai penjajah mereka.
Karena itu, sangat tidak nyambung jika untuk menghentikan konflik-konflik tersebut kemudian dipasarkan terus gagasan pluralisme dan ikutannya seperti dialog antaragama dll. Pasalnya, akar konflik-konflik tersebut, sekali lagi, lebih bermotifkan ideologi dan politik yakni dominasi kapitalisme yang diusung Barat, khususnya AS atas Dunia Islam ketimbang berlatar-belakang agama.

Pluralisme Menurut Islam
Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan, kalian dari laki-laki dan perempuan dan Kami menjadikan kalian berbangsa-bargsa dan bersuku-suku agar saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian adalah orang yang paling bertakwa di sisi Allah.” (QS al-Hujurat: 13)
Ayat ini menerangkan bahwa Islam mengakui keberadaan dan keragaman suku dan bangsa serta identitas-identitas agama selain Islam (pluralitas), namun sama sekali tidak mengakui kebenaran agama-agama tersebut (pluralisme). Allah SWT juga berfirman:
وَيَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَمَا لَيْسَ لَهُم بِهِ عِلْمٌ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِن نَّصِيرٍ
“Dan mereka menyembah selain Allah, apa yang Allah tidak menurunkan keterangan tentang itu, dan apa yang mereka sendiri tiada mempunyai pengetahuan terhadapnya. Dan bagi orang-orang yang zalim sekali-kali tidak ada seorang penolongpun.”
(QS al-Hajj: 71)
Ayat ini menegaskan bahwa agama-agama selain Islam itu sesungguhnya menyembah kepada selain Allah SWT. Lalu bagaimana bisa mengakui ide pluralisme yang menyatakan bahwa semua agama adalah sama benarnya dan menyembah kepada Tuhan yang sama?
Dalam ayat yang lain, Allah SWT menegaskan:
“Sesungguhnya agama yang diridhoi di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS Ali Imran: 91)
Allah SWT pun menolak siapa saja yang memeluk agama selain Islam (QS Ali Imran: 31) menolak klaim kebenaran semua agama selain Islam, baik Yahudi dan Nasrani, ataupun agama-agama lainnya (QS at-Taubah: 30, 31); serta memandang mereka sebagai orang-orang kafir (QS al-Ma’idah: 72).

Bahaya di Balik Gagasan Pluralisme
Bahaya pertama adalah penghapusan identitas-identitas agama. Dalam kasus Islam, misalnya, Barat berupaya mempreteli identitas Islam. Ambil contoh, jihad yang secara Syar’i bermakna perang melawan orang-orang kafir yang menjadi penghalang dakwah dikebiri sebatas upaya bersungguh-sungguh. Pemakaian hijab (jilbab) oleh Muslimah dalam kehidupan umum dihalangi demi “menjaga wilayah publik yang sekuler dari campur tangan agama.” Lebih jauh, penegakan Syar’iah Islam dalam negara pun pada akhirnya terus dicegah karena dianggap bisa mengancam pluralisme. Ringkasnya, pluralisme agama menegaskan adanya sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan).
Bahaya Iain pluralisme agama adalah munculnya agama-agama baru yang diramu dari berbagai agama yang ada. Munculnya sejumlah aliran di Tanah Air seperti Ahmadiyah pimpinan Mirza Ghulam Ahmad, Jamaah Salamullah pimpinan Lia Eden, al-Qiyadah al-Islamiyah pimpinan Ahmad Moshaddeq, dll adalah beberapa contohnya. Lalu dengan alasan pluralisme pula, pendukung pluralisme agama menolak pelarangan terhadap berbagai aliran tersebut, meski itu berarti penodaan terhadap Islam. Karena itu, wajar jika KH. Khalil Ahmad, Pengasuh Pondok Pesantren Gunung Jati Pamekasan Jawa Timur, menilai pluralisme agama yang diusung Gus Dur berbahaya bagi umat Islam. (tempointeraktif.com,30/12/2009)
Bahaya lainnya, pluralisme agama tidak bisa dilepaskan dari agenda penjajahan Barat melalui isu globalisasi. Globalisasi merupakan upaya penjajah Barat untuk mengglobalkan nilai kapitalismenya, termasuk di dalamnya gagasan ‘agama baru’ yang bernama pluralisme agama. Karena itu, jika kita menerima pluralisme agama berarti kita harus siap menerima kapitalisme itu sendiri. Inilah di antara bahaya yang terjadi, yang sesungguhnya telah dan sedang mengancam kaum muslim saat ini, ketika kaum Muslim kehilangan Khilafah Islamiyah sejak hampir satu abad IaIu. Padahal Khilafahlah kepemimpinan umum bagi kaum Muslim yang menerapkan Islam, melindungi akidah Islam serta menjaga kemuliaan Islam dari berbagai penodaan, termasuk oleh pluralisme.
***


Awas…
Yayasan Agama di Sekitar Anda !!!

A
gama Sesat Syi’ah tidak henti-hentinya mengincar mangsa di negeri kita. Melalui berbagai cara, mereka berusaha mendekatkan diri mereka kepada kaum muslimin untuk dengan misi penyebaran agama sesat Syi’ah di Indonesia. Salah satunya dengan mendirikan berbagai yayasan ‘keislaman’ untuk melancarkan makar Iblis mereka. Maka, berhati-hatilah wahai kaum muslimin terhadap yayasan-yayasan Agama Syi’ah yang akan mengancam akidah kita dan keturunan kita. Berikut ini kami bawakan daftar nama dan alamat yayasan Syi’ah di Indonesia (Semoga Allah memberi hidayah Sunnah kepada orang-orang Syi’ah). Maksud kami menampilkan daftar yayasan Agama Syi’ah disini dengan tujuan agar kaum muslimin dapat berhati-hati terhadap makar dan propaganda sesat Syi’ah. Dan salah satu pusat penyebaran Agama Syi’ah di Indonesia adalah kota Bandung bersama yayasan Muthohari-nya dengan dedengkotnya seorang Syi’ah Rofidhoh DR. Jalaluddin Rahmat (biasa dipanggil dengan Kang Jalal, salah seorang dosen universitas ternama di kota Bandung). Semoga Allah segera membuka kedok orang ini yang sesungguhnya!!! Maka, berhati-hatilah wahai Umat Islam dari makar Syi’ah.

Daftar Yayasan Agama Syi’ah di Nusantara

1. Yayasan Fatimah, Jl. Batu Ampar III No.14 Condet Jakarta Timur, 13520.
2. Tazkia Sejati Patra, Kuningan IX No.6 Kuningan Jakarta Selatan.
3. Yayasan Al Mahdi Jakarta Utara.
4. Yayasan Al Muntazar, Komp. Taman Kota Blok E7/43 Kembangan Utara, Jakarta Barat.
5. Yayasan Madina Ilmu, Sawangan, Parung, Depok.
6. Shaf Muslimin Indonesia, Cawang.
7. IPABI Bogor.
8. Yayasan Insan Cita Prakarsa, Jl. Lontar 4 No.9 Menteng Atas Jaksel.
9. Islamic Center Jakarta Al Huda, Jl. Tebet Barat II No 8, Tebet, Jaksel, Indonesia 12810.
10. Yayasan Asshodiq, Jl. Penggilingan No 16 A, RT01/07 Jakarta Timur.
11. Pengajian Ummu Abiha (HJ Andriyanti), Jl. Pondok Hijau VI No.26 Pondok Indah Jakarta Selatan 12310.
12. Pengajian Al Bathul (Farida Assegaf), Jl. Cililitan Kecil, Jaksel.
13. Yayasan Babul Ilmi, Jl. Taman Karmila, Blok F3/15 Jatiwaringin Asri, Pondok Gede.
14. Pengajian Haurah, Jl. Kampus I Sawangan Depok.
15. MPII, Jl. Condet Raya 14 Condet Jaktim 13520.
16. FAHMI (Forum Alumni HMI) Depok, Jl. Fatimah 323 Depok.
17. Yayasan Azzahra, Jl. Dewi Sartika Gg. Hj. M. Zen No 17, RT.007/05, Cawang 3, Jakarta Timur.
18. Yayasan Al Jawad, Gegerkalong Girang, No. 92 Bandung 40015.
19. Yayasan Muttahhari, Jl. Kampus II No 32 Kebaktian Kiara Condong 40282.
20. Majlis Taklim Al Idrus, Rt 04/01 Cipaisan, Purwakarta.
21. Yayasan Fatimah, Jl. Kartini Raya No 11/13, Cirebon 45123.
22. Yayasan Al Kadzim.
23. Yayasan Al Baro’ah, Gg. Lenggang IV-66 Blok H, Bumi Resik Panglayungan, Tasikmalaya 46134 Jabar.
24. Yayasan 10 Muharrom, Jl. Chincona 7 Pangalengan Bandung.
25. Majlis Ta’lim Annur, Jl. Otista No 21 Tangerang Jabar.
26. Yayasan As Shodiq, Jl. Plesiran 44 Bandung 40132.
27. IPABI, PO BOX 509 Bogor Jabar.
28. Yayasan As Salam, Jl. Raya Maja Utama 25 Majalengka Jabar.
29. Yayasan Al Mukarromah, Jl. Cimuncang No 79 Bandung Jabar, Jl. Kebun Gedang 80 Bandung 40274 Jabar.
30. MT Al Jawad, Jl. Raya Timur No 321 Singaparna Tasikmalaya Jabar.
31. Yayasan Al Mujtaba, Jl. Walangi No 82 Kaum Purwakarta Jabar.
32. Yayasan Saifik Jl Setiabudi Blok 110 No 11A/166 D Bandung, Jawa Barat.
33. Yayasan Al Ishlah DRS Ahmad M.Ag, Jl. Pasar Kramat No 242 Ps. Minggu Cirebon, Jabar.
34. Yayasan Al-Aqilah, Jl. Eksekusi EV No. 8 Komp. Pengayoman, Tangerang 15118 Banten-Indonesia.
35. Yayasan Dar Taqrib, Jl. KH. Yasin 31A PO BOX 218 Jepara Jawa Tengah.
36. Al Hadi Pekalongan 51123, PO BOX 88.
37. Yayasan Al Amin Giri Mukti Timur II/1003/20, Semarang Jawa Tengah.
38. Yayasan Al Khoirat, Jl. Pramuka 45, RT 05/06 Bangsri Jepara Demak Jateng Desa Prampelan, Rt 02/04 No 50 Kec. Sayung, Jateng.
39. Yayasan Al Wahdah Metrodanan, 1/1 no 81 Pasar Kliwon, Solo Jateng.
40. Yayasan Rausan Fikr (Safwan), Jl. Kaliurang Km 6, Gg. Pandega Reksa No 1B Yogyakarta.
41. Yayasan Al Mawaddah, Jl. Baru I Panaruban, Rt 02/03 Weleri, Kendal Jateng.
42. Yayasan Al Mujtaba (BP Arman), Jl. Pasar I/59, Wonosobo Jateng.
43. Yayasan Safinatunnajah, Jl. Pahlawan, Wiropati 261, Desa Pancur wening Wonosobo Jateng.
44. Yayasan Al Mahdi, Jl. Jambu No.10, Balung, Jember Jawa Timur 68161.
45. Majlis Ta’lim Al Alawi, Jl. Cokroaminoto III/254, Probolinggo Jawa Timur.
46. Yayasan Al Muhibbiin, Jl. Kh Hasan No.8, Probolinggo, Jawa Timur.
47. Yayasan Attaqi, Kedai Hijau, Jl. RA Kartini No.7 Pandaan Pasuruan Jatim.
48. Yayasan Azzahra, Sidomulyo II No 38, Bululawang Malang Jawa Timur.
49. Yayasan Ja’far Asshodiq, Jl KH Asy’ari II/1003/20 Bondowoso Jawa Timur 68217.
50. Yayasan Al Yasin, Jl. Wonokusumo Kulon GG 1/No.2 Surabaya.
51. Yayasan Itrah PO BOX 2112, Jember Jawa Timur.
52. Yapisma, Jl. Pulusari I/30, Blimbing, Malang Jawa Timur.
53. Yayasan, Al Hujjah Jalan Sriwijaya XXX/5 Jember Jawa Timur.
54. Yayasan Al Kautsar, Jl. Arif Margono 23 A, Malang Jawa Timur.
55. YAPI, Jl Pandaan Bangil, Kenep Beji, Pasuruan Jatim.
56. Yayasan Al Hasyim, Jl. Menur III/25A Surabaya.
57. Yayasan Al Qoim, Jl. Sermah Abdurrahman No 43, Probolinggo Jawa Timur.
58. Al-Iffah, Jl. Trunojoyo IX / 17 Jember.
59. Yayasan Bab Ilm, Jl. KH. Wahid Hasyim 55 Jember 68137. Jawa Timur telp: 0331-483147 PO. BOX : 232.
60. Yayasan al-Kisa’, Jl. Teuku Umar Gg. Sesapi No. 1 Denpasar Bali.
61. Al-Hasyimi, Toko al-Kaf Nawir Jl. Selaparang 86 Cakranegara Lombok.
62. Yayasan Al Islah, Kopm Panakkukang Mas II Bloc C1/1 Makasar 90324.
63. Yayasan Paradigma, Jl. Sultan Alaudin no 4/lr 6.
64. Yayasan Fikratul Hikmah, Jl. Sukaria I No 4 Makasar 90222.
65. Yayasan Sadra Makassar.
66. Yayasan Pinisi, Jl. Pontiku, Makassar, Sulsel.
67. Yayasan LSII, Jl. Veteran Selatan, Lorong 40 No 60 Makasar.
68. Yayasan Lentera, Jl. Inspeksi Pam No. 15 Makassar.
69. Yayasan Nurtsaqolain, Jl. Jendral Sudirman No. 36A Palopo Sulsel Belakang Hotel Buana.
70. Yas Shibtain, Jl. Rumah Sakit No. 7 Tanjung Pinang Kep. Riau.
71. Yayasan Al Hakim Pusat Perbelanjaan Prinsewu, Blok B Lt2, Lampung Selatan 35373.
72. Yayasan Pintu Ilmu Jl Kenten Permai, Ruko Kentan Permai No.7 Palembang 30114.
73. Yayasan Al Bayan, Jl. Dr. M. Isa 132/795 Rt. 22/8 Ilir Palembang.
74. Yayasan Ulul Albab, Jl. Air Bersih 24 D Kutabelang Loksumawe Aceh.
75. Yayasan Amali, Jl. Rajawali. Komp. Rajawali I No. 7 Medan 20122.
76. Kumail Jl. Punai, 2 No. 26 Kuto Batu Palembang.
77. Yayasan Al Muntadzar, Jl. Al Kahoi II no 80, Samarinda Kalimantan Selatan.
78. Yayasan Arridho, Jl. A. Yani KM 6-7 No 59 Banjarmasin Kalimantan Selatan.
79. Us Ali Ridho Alatas, Jl. Sungai Ampal No.10 Rt43/15 Sumberjo, Balikpapan, Kalimantan Timur.
80. Madrasah Nurul Iman Selat Segawin, Remu Selatan No. 2 Sorong Irian Jaya.

Awas Buku Syi'ah
Jika kita ke toko buku, terkadang tertarik dengan suatu buku. Namun jangan tergesa-gesa dahulu untuk membelinya. Lihat dulu pengarangnya. Apakah dari Ahlussunnah Wal Jama'ah atau bukan. Kalau perlu, lihat juga penerjemahnya (untuk yang bahasa Indonesia) dan penerbitnya. Jangan sampai kita salah di dalam memilih buku.
Pada kesempatan ini kami bawakan daftar buku-buku Syiah yang kami dapatkan dari situs salah satu yayasan Syiah di Yogyakarta.
Maksud kami ini tidak lain dan tidak bukan agar kita tidak tersesat dalam memilih buku. Kita tahu dan belajar kejelekan bukan untuk kita amalkan tapi untuk kita jauhi.

Penerbit : Lentera
1. Akhlak Keluarga Nabi, Musa Jawad Subhani.
2. Ar-Risalah, Syaikh Ja'far Subhani.
3. as-Sair Wa as-Suluk, Sayid Muhammad Mahdi Thabathaba'i Bahrul Ulum.
4. Bagaimana Membangun Kepribadian Anda, Khalil Al Musawi.
5. Bagaimana Menjadi Orang Bijaksana, Khalil al-Musawi.
6. Bagaimana Menyukseskan Pergaulan, Khalil al-Musawi.
7. Belajar Mudah Tasawuf, Fadlullah Haeri.
8. Belajar Mudah Ushuluddin, Syaikh Nazir Makarim Syirasi.
9. Berhubungan dengan Roh, Nasir Makarim Syirazi.
10. Ceramah-Ceramah (1), Murtadha Muthahhari.
11. Ceramah-Ceramah (2), Murtadha Muthahhari.
12. Dunia Wanita Dalam Islam, Syaikh Husain Fadlullah.
13. Etika Seksual dalam Islam, Murtadha Muthahhari.
14. Fathimah Az-Zahra, Ibrahim Amini.
15. Fiqih Imam Ja'far Shadiq [1], Muhammad Jawad Mughniyah.
16. Fiqih Imam Ja'far Shadiq Buku [2], Muh. Jawad Mughniyah.
17. Fiqih Lima Mazhab, Muh. Jawad Mughniyah.
18. Fitrah, Murthadha Muthahhari.
19. Gejolak Kaum Muda, Nasir Makarim Syirazi.
20. Hak-hak Wanita dalam Islam, Murtadha Muthahhari.
21. Imam Mahdi Figur Keadilan, Jaffar Al-Jufri (editor).
22. Kebangkitan di Akhirat, Nasir Makarim Syirazi.
23. Keutamaan & Amalan Bulan Rajab, Sya'ban dan Ramadhan,Sayid Mahdi al-Handawi.
24. Keluarga yang Disucikan Allah, Alwi Husein, Lc.
25. Ketika Bumi Diganti Dengan Bumi Yang Lain, Jawadi Amuli.
26. Kiat Memilih Jodoh, Ibrahim Amini.
27. Manusia Sempurna, Murtadha Muthahhari.
28. Mengungkap Rahasia Mimpi, Imam Ja'far Shadiq.
29. Mengendalikan Naluri, Husain Mazhahiri.
30. Menumpas Penyakit Hati, Mujtaba Musawi Lari.
31. Metodologi Dakwah dalam Al-Qur'an, Husain Fadhlullah.
32. Monoteisme, Muhammad Taqi Misbah.
33. Meruntuhkan Hawa Nafsu Membangun Rohani, Husain Mazhahiri.
34. Memahami Esensi AL-Qur'an, S.M.H. Thabatabai.
35. Menelusuri Makna Jihad, Husain Mazhahiri.
36. Melawan Hegemoni Barat, M. Deden Ridwan (editor).
37. Mengenal Diri, Ali Shomali.
38. Mengapa Kita Mesti Mencintai Keluarga Nabi Saw, Muhammad Kadzim Muhammad Jawad.
39. Nahjul Balaghah, Syarif Radhi (penyunting).
40. Penulisan dan Penghimpunan Hadis, Rasul Ja'farian.
41. Perkawinan Mut'ah Dalam Perspektif Hadis dan Tinjauan Masa Kini, Ibnu Mustofa (editor).
42. Perkawinan dan Seks dalam Islam, Sayyid Muhammad Ridhwi.
43. Pelajaran-Pelajaran Penting Dalam Al-Qur'an (1), Murtadha Muthahhari.
44. Pelajaran-Pelajaran Penting Dalam Al-Qur'an (2), Murtadha Muthahhari.
45. Pintar Mendidik Anak, Husain Mazhahiri.
46. Rahasia Alam Arwah, Sayyid Hasan Abthahiy.
47. Suara Keadilan, George Jordac.
48. Yang Hangat dan Kontroversial dalam Fiqih, Ja'far Subhani.
49. Wanita dan Hijab, Murtadha Muthahhari.

Penerbit: Pustaka Hidayah
1. 14 Manusia Suci, Wofis Iran.
2. 70 Salawat Pilihan, Al-Ustads Mahmud Samiy.
3. Agama Versus Agama, Ali Syari'ati.
4. Akhirat dan Akal, M Jawad Mughniyah.
5. Akibat Dosa, Ar-Rasuli Al-Mahalati.
6. Al-Quran dan Rahasia angka-angka, Abu Zahrah Al Najdiy.
7. Asuransi dan Riba, Murtadha Muthahhari.
8. Awal dan Sejarah Perkembangan Islam Syiah, S Husain M Jafri.
9. Belajar Mudah Ushuluddin, Dar al-Haqq.
10. Bimbingan Keluarga dan Wanita Islam, Husain Ali Turkamani.
11. Catatan dari Alam Ghaib, S Abd Husain Dastaghib.
12. Dari Saqifah Sampai Imamah, Sayyid Husain M. Jafri.
13. Dinamika Revolusi Islam Iran, M Riza Sihbudi.
14. Falsafah Akhlak, Murthadha Muthahhari.
15. Falsafah Kenabian, Murthada Muthahhari.
16. Gerakan Islam, A. Ezzati.
17. Humanisme Antara Islam dan Barat, Ali Syari'ati.
18. Imam Ali bin Abi Thalib & Imam Hasan bin Ali Ali Muhammad Ali.
19. Imam Husain bin Ali & Imam Ali Zainal Abidin Ali Muhammad Ali.
20. Imam Muhammad Al Baqir & Imam Ja'far Ash-Shadiq Ali Muhammad Ali.
21. Imam Musa Al Kadzim & Imam Ali Ar-Ridha Ali Muhammad Ali.
22. Inilah Islam, SMH Thabataba'i.
23. Islam Agama Keadilan, Murtadha Muthahhari.
24. Islam Agama Protes, Ali Syari'ati.
25. Islam dan Tantangan Zaman, Murthadha Muthahhari.
26. Jejak-jejak Ruhani, Murtadha Muthahhari.
27. Kepemilikan dalam Islam, S.M.H. Behesti.
28. Keutamaan Fatimah dan Ketegaran Zainab, Sayyid Syarifuddin Al Musawi.
29. Keagungan Ayat Kursi, Muhammad Taqi Falsafi.
30. Kisah Sejuta Hikmah, Murtadha Muthahhari.
31. Kisah Sejuta Hikmah [1], Murthadha Muthahhari.
32. Kisah Sejuta Hikmah [2],Murthadha Muthahhari.
33. Memilih Takdir Allah, Syaikh Ja'far Subhani.
34. Menapak Jalan Spiritual, Muthahhari & Thabathaba'i.
35. Menguak Masa Depan Umat Manusia, Murtadha Muthahhari.
36. Menolak Isu Perubahan Al-Quran, Rasul Ja'farian.
37. Mengurai Tanda Kebesaran Tuhan, Imam Ja'far Shadiq.
38. Misteri Hari Pembalasan, Muhsin Qara'ati.
39. Muatan Cinta Ilahi, Syaikh M Mahdi Al-syifiy.
40. Nubuwah Antara Doktrin dan Akal, M Jawad Mughniyah.
41. Pancaran Cahaya Shalat, Muhsin Qara'ati.
42. Pengantar Ushul Fiqh, Muthahhari & Baqir Shadr.
43. Perayaan Maulid, Khaul dan Hari Besar Islam, Sayyid Ja'far Murtadha al-Amili.
44. Perjalanan-Perjalan an Akhirat, Muhammad Jawad Mughniyah.
45. Psikologi Islam, Mujtaba Musavi Lari.
46. Prinsip-Prinsip Ijtihad Dalam Islam, Murtadha Muthahhari& M. Baqir Shadr.
47. Rasulullah SAW dan Fatimah Ali Muhammad Ali.
48. Rasulullah: Sejak Hijrah Hingga Wafat, Ali Syari'ati.
49. Reformasi Sufistik, Jalaluddin Rahmat.
50. Salman Al Farisi dan tuduhan Terhadapnya, Abdullah Al Sabitiy.
51. Sejarah dalam Perspektif Al-Quran, M Baqir As-Shadr.
52. Tafsir Surat-surat Pilihan [1], Murthadha Muthahhari.
53. Tafsir Surat-surat Pilihan [2], Murthadha Muthahhari.
54. Tawasul, Tabaruk, Ziarah Kubur, Karamah Wali, Syaikh Ja'far Subhani.
55. Tentang Dibenarkannya Syafa'at dalam Islam, Syaikh Ja'far Subhani.
56. Tujuan Hidup, M.T. Ja'fari.
57. Ummah dan Imamah, Ali Syari'ati.
58. Wanita Islam & Gaya Hidup Modern, Abdul Rasul Abdul Hasan al-Gaffar.

Penerbit: MIZAN
1. 40 Hadis [1], Imam Khomeini.
2. 40 Hadis [2], Imam Khomeini.
3. 40 Hadis [3], Imam Khomeini.
4. 40 Hadis [4], Imam Khomeini.
5. Akhlak Suci Nabi yang Ummi, Murtadha Muthahhari.
6. Allah dalam Kehidupan Manusia, Murtadha Muthahhari.
7. Bimbingan Islam Untuk Kehidupan Suami-Istri, Ibrahim Amini.
8. Berhaji Mengikuti Jalur Para Nabi, O.Hasem.
9. Dialog Sunnah Syi'ah, A Syafruddin al-Musawi.
10. Eksistensi Palestina di Mata Teheran dan Washington, M Riza Sihbudi.
11. Falsafah Pergerakan Islam, Murtadha Muthahhari.
12. Falsafatuna, Muhammad Baqir Ash-Shadr.
13. Filsafat Sains Menurut Al-Quran, Mahdi Gulsyani.
14. Gerakan Islam, A Ezzati.
15. Hijab Gaya Hidup Wanita Muslim, Murtadha Muthahhari.
16. Hikmah Islam, Sayyid M.H. Thabathaba'i.
17. Ideologi Kaum Intelektual, Ali Syari'ati.
18. Ilmu Hudhuri, Mehdi Ha'iri Yazdi.
19. Islam Aktual, Jalaluddin Rahmat.
20. Islam Alternatif, Jalaluddin Rahmat.
21. Islam dan Logika Kekuatan, Husain Fadhlullah.
22. Islam Mazhab Pemikiran dan Aksi, Ali Syari'ati.
23. Islam Dan Tantangan Zaman, Murtadha Muthahhari.
24. Islam, Dunia Arab, Iran, Barat Dan Timur tengah, M Riza Sihbudi.
25. Isu-isu Penting Ikhtilaf Sunnah-Syi'ah, A Syafruddin Al Musawi.
26. Jilbab Menurut Al Qur'an & As Sunnah, Husain Shahab.
27. Kasyful Mahjub, Al-Hujwiri.
28. Keadilan Ilahi, Murtadha Muthahhari.
29. Kepemimpinan dalam Islam, AA Sachedina.
30. Kritik Islam Atas Marxisme dan Sesat Pikir Lainnya, Ali Syari'ati.
31. Lentera Ilahi Imam Ja'far Ash Shadiq.
32. Manusia dan Agama, Murtadha Muthahhari.
33. Masyarakat dan sejarah, Murtadha Muthahhari.
34. Mata Air Kecemerlangan, Hamid Algar.
35. Membangun Dialog Antar Peradaban, Muhammad Khatami.
36. Membangun Masa Depan Umat, Ali Syari'ati.
37. Mengungkap Rahasia Al-Qur'an, SMH Thabathaba'i.
38. Menjangkau Masa Depan Islam, Murtadha Muthahhari.
39. Menjawab Soal-soal Islam Kontemporer, Jalaluddin Rahmat.
40. Menyegarkan Islam, Chibli Mallat.
41. Menjelajah Dunia Modern, Seyyed Hossein Nasr.
42. Misteri Kehidupan Fatimah Az-Zahra, Hasyimi Rafsanjani.
43. Muhammad Kekasih Allah, Sayyid Hossein Nasr.
44. Muthahhari: Sang Mujahid Sang Mujtahid, Haidar Bagir.
45. Mutiara Nahjul Balaghah, Muhammad Al Baqir.
46. Pandangan Dunia Tauhid, Murtadha Muthahhari.
47. Para Perintis Zaman Baru Islam, Ali Rahmena.
48. Penghimpun Kebahagian, M Mahdi bin Ad al-Naraqi.
49. Persinggahan Para Malaikat, Ahmad Hadi.
50. Rahasia Basmalah Hamdalah, Imam Khomeini.
51. Renungan-renungan Sufistik, Jalaluddin Rahmat.
52. Rubaiyat Ummar Khayyam, Peter Avery.
53. Ruh, Materi dan Kehidupan, Murtadha Muthahhari.
54. Spritualitas dan Seni Islam, Sayyid Hossein Nasr.
55. Syi'ah dan Politik di Indonesia, A. Rahman Zainuddin (editor).
56. Sirah Muhammad, M. Hashem.
57. Tauhid Dan Syirik, Ja'far Subhani.
58. Tema-Tema Penting Filsafat, Murtadha Muthahhari.
59. Ulama Sufi & Pemimpin Umat, Muhammad al-Baqir.

Penerbit: YAPI Jakarta
1. Abdullah bin Saba' dalam Polemik, Non Mentioned.
2. Abdullah bin Saba' Benih Fitnah, M Hashem.
3. Al Mursil Ar Rasul Ar Risalah, Muhammad Baqir Shadr.
4. Cara Memahami Al Qur'an, S.M.H. Bahesti.
5. Hukum Perjudian dalam Islam, Sayyid Muhammad Shuhufi.
6. Harapan Wanita Masa Kini, Ali Shari'ati.
7. Hubungan Sosial Dalam Islam, Sayyid Muh Suhufi.
8. Imam Khomeini dan Jalan Menuju Integrasi dan Solidaritas Islam, Zubaidi Mastal.
9. Islam Dan Mazhab Ekonomi, Muhammad Baqir Shadr.
10. Kedudukan Ilmu dalam Islam, Sayyid Muh Suhufi.
11. Keluarga Muslim, Al Balaghah Foundation.
12. Kebangkitan Di Akhirat, Nasir Makarim Syirazi.
13. Keadilan Ilahi, Nasir Makarim Syirazi.
14. Kenabian, Nasir Makarim Syirazi.
15. Kota Berbenteng Tujuh, Fakhruddin Hijazi.
16. Makna Ibadah, Muhammad Baqir Shadr.
17. Menuju Persahabatan, Sayyid Muh Suhufi.
18. Mi'raj Nabi, Nasir Makarim Syrazi.
19. Nasehat-Nasehat Imam Ali, Non Mentioned.
20. Prinsip-Prinsip Ajaran Islam, SMH Bahesti.
21. Perjuangan Melawan Dusta, Bi'that Foundation .
22. Persaudaraan dan Persahabatan, Sayyid Muh Suhufi.
23. Perjanjian Ilahi Dalam Al-Qur'an, Abdul Karim Biazar.
24. Rasionalitas Islam, World Shi'a Muslim Org.
25. Syahadah, Ali Shari'ati
26. Saqifah Awal Perselisihan Umat, O Hashem.
27. Sebuah Kajian Tentang Sejarah Hadis, Allamah Murthadha Al Askari.
28. Tauhid, Nasir Makarim Syirazi
29. Wasiat Atau Musyawarah, Ali Shari'ati .
30. Wajah Muhammad, Ali Shari'ati

Penerbit: YAPI Bangil
1. Akal dalam Al-Kafi, Husein al-Habsyi.
2. Ajaran- ajaran Al-Quran, Sayid T Burqi & Bahonar.
3. Bimbingan Sikap dan Perilaku Muslim, Al Majlisi Al-Qummi.
4. Hawa Nafsu, M Mahdi Al Shifiy.
5. Konsep Ulul Amri dalam Mazhab-mazhab Islam, Musthafa Al Yahfufi.
6. Kumpulan Khutbah Idul Adha, Husein al-Habsyi .
7. Kumpulan Khutbah Idul Fitri, Husein al-Habsyi.
8. Metode Alternatif Memahami Al-Quran, Bi Azar Syirazi.
9. Manusia Seutuhnya, Murtadha Muthahhari.
10. Polemik Sunnah-Syiah Sebuah Rekayasa, Izzudddin Ibrahim.
11. Pesan Terakhir Rasul, Non Mentioned.
12. Pengantar Menuju Logika, Murtadha Muthahhari.
13. Shalat Dalam Madzhab Ahlul Bait, Hidayatullah Husein Al-Habsyi.

Penerbit : Rosda Karya
1. Catatan Kang Jalal, Jalaluddin Rahmat.
2. Derita Putri-Putri Nabi, M. Hasyim Assegaf.
3. Fatimah Az Zahra, Jalaluddin Rahmat.
4. Khalifah Ali bin Abi Thalib, Jalaluddin Rahmat.
5. Meraih Cinta Ilahi, Jalaluddin Rahmat.
6. Rintihan Suci Ahlul Bait Nabi, Jalaluddin Rahmat.
7. Tafsir Al fatihah: Mukaddimah, Jalaluddin Rahmat.
8. Tafsir Bil Ma'tsur, Jalaluddin Rahmat.
9. Zainab Al-Qubra, Jalaluddin Rahmat.

Penerbit: Al-Hadi
1. Al-Milal wan-Nihal, Ja'far Subhani.
2. Buku Panduan Menuju Alam Barzakh, Imam Khomeini.
3. Fiqh Praktis, Hasan Musawa.

Penerbit: CV Firdaus
1. Al-Quran Menjawab Dilema keadilan, Muhsin Qira'ati.
2. Imamah Dan Khalifah, Murtadha Muthahhari.
3. Keadilan Allah Qadha dan Qadhar, Mujtaba Musawi Lari.
4. Kemerdekaan Wanita dalam Keadilan Sosial Islam, Hashemi Rafsanjani.
5. Pendidikan Anak: Sejak Dini Hingga Masa Depan, Mahjubah Magazine.
6. Tafsir Al Mizan: Ayat-ayat Kepemimpinan, S.M.H. Thabathaba'i.
7. Tafsir Al-Mizan: Surat Al-Fatihah, S.M.H. Thabathaba'i.
8. Tafsir Al-Mizan: Ruh dan Alam Barzakh, S.M.H. Thabathaba'i.
9. Tauhid: Pandangan Dunia Alam Semesta, Muhsin Qara'ati.
10. Al-Qur'an Menjawab Dilema Keadilan, Muhsin Qara'ati.

Penerbit: Pustaka Firdaus
1. Saat Untuk Bicara, Sa'di Syirazi.
2. Tasawuf: Dulu dan Sekarang, Sayyed Hossein Nasr.
Penerbit: Risalah Masa
1. Akar Keimanan, Sayyid Ali Khamenei.
2. Dasar-Dasar Filsafat Islam [2], Bahesty & Bahonar.
3. Hikmah Sejarah-Wahyu dan Kenabian [3], Bahesty & Bahonar.
4. Kebebasan berpikir dan Berpendapat dalam Islam, Murtadha Muthahhari.
5. Menghapus Jurang Pemisah Menjawab Buku al Khatib, Al Allamah As Shafi.
6. Pedoman Tafsir Modern, Ayatullah Baqir Shadr.
7. Kritik Terhadap Materialisme, Murtadha Muthahhari.
8. Prinsip-Prinsip Islam [1], Bahesty & Bahonar.
9. Syi'ah Asal-Usul dan Prinsip Dasarnya, Sayyid Muh. Kasyful Ghita.
10. Tauhid Pembebas Mustadh'afin, Sayyid Ali Khamenei.
11. Tuntunan Puasa, Al-Balagha.
12. Wanita di Mata dan Hati Rasulullah, Ali Syari'ati.
13. Wali Faqih: Ulama Pewaris Kenabian.

Penerbit: Qonaah
1. Pendekatan Sunnah Syi'ah, Salim Al-Bahansawiy.

Penerbit: Bina Tauhid
1. Memahami Al Qur'an, Murthadha Muthahhari.

Penerbit: Mahdi
1. Tafsir Al-Mizan: Mut'ah, S.M.H. Thabathabai.

Penerbit: Ihsan
1. Pandangan Islam Tentang Damai-Paksaan, Muhammad Ali Taskhiri.

Penerbit: Al-Kautsar
1. Agar Tidak Terjadi Fitnah, Husein Al Habsyi.
2. Dasar-Dassar Hukum Islam, Muhsin Labib.
3. Nabi Bermuka Manis Tidak Bermuka Masam, Husein Al Habsyi.
4. Sunnah Syi'ah Dalam Ukhuwah Islamiyah, Husain Al Habsyi.
5. 60 Hadis Keutamaan Ahlul Bait, Jalaluddin Suyuti.

Penerbit: Al-Baqir
1. 560 Hadis Dari Manusia Suci, Fathi Guven.
2. Asyura Dalam Perspektif Islam, Abdul Wahab Al-Kasyi.
3. Al Husein Merajut Shara Karbala, Muhsin Labib.
4. Badai Pembalasan, Muhsin Labib.
5. Darah Yang Mengalahkan Pedang, Muhsin Labib.
6. Dewi-Dewi Sahara, Muhsin Labib.
7. Membela Para Nabi, Ja'far Subhani.
8. Suksesi, M Baqir Shadr.
9. Tafsir Nur Tsaqalain, Ali Umar Al-Habsyi.

Penerbit: Al-Bayan
1. Bimbingan Islam Untuk Kehidupan Suami Istri, Ibrahim Amini.
2. Mengarungi Samudra Kebahagiaan, Said Ahtar Radhawi.
3. Teladan Suci Kelurga Nabi, Muhammad Ali Shabban.

Penerbit: As-Sajjad
1. Bersama Orang-orang yang Benar, Muh At Tijani.
2. Imamah, Ayatullah Nasir Makarim Syirazi.
3. Ishmah Keterpeliharaan Nabi Dari Dosa, Syaikh Ja'far Subhani.
4. Jihad Akbar, Imam Khomeini.
5. Kemelut Kepemimpinan, Ayatullah Muhammad Baqir Shadr.
6. Kasyful Asrar Khomeini, Dr. Ibrahim Ad-Dasuki Syata.
7. Menjawab Berbagai Tuduhan Terhadap Islam, Husin Alhabsyi.
8. Nabi Tersihir, Ali Umar.
9. Nikah Mut'ah Ja'far, Murtadha Al Amili.
10. Nikah Mut;ah Antara Halal dan Haram, Amir Muhammad Al-Quzwainy.
11. Surat-Surat Revolusi, AB Shirazi.

Penerbit: Basrie Press
1. Ali bin Abi Thalib di Hadapan Kawan dan Lawan, Murtadha Muthahhari.
2. Manusia Dan Takdirnya, Murtadha Muthahhari.
3. Fiqh Lima Mazhab, Muhammad Jawad Mughniyah.

Penerbit: Pintu Ilmu
1. Siapa, Mengapa Ahlul Bayt, Jamia'ah Al-Ta'limat Al-Islamiyah Pakistan.
Penerbit: Ulsa Press
1. Mengenal Allah, Sayyid MR Musawi Lari.
2. Islam Dan Nasionalisme, Muhammad Naqawi.
3. Latar Belakang Persatuan Islam, Masih Muhajeri.
4. Tragedi Mekkah Dan Masa Depan Al-Haramain, Zafar Bangash.
5. Abu Dzar, Ali Syari'ati.
6. Aqidah Syi'ah Imamiyah, Syekh Muhammad Ridha Al Muzhaffar.
7. Syahadat Bangkit Bersaksi, Ali Syari'ati.

Penerbit: Gua Hira
1. Kepemimpinan Islam, Murtadha Muthahhari.

Penerbit: Grafiti
1. Islam Syi'ah: Allamah M.H. Thabathaba'i.
2. Pengalaman Terakhir Syah, William Shawcross.
3. Tugas Cendikiawan Muslim, Ali Syaria'ti.

Penerbit: Effar Offset
1. Dialog Pembahasan Kembali Antara Sunnah & Syi'ah Sulaim Al-Basyari &Syaraduddien Al 'Amili.

Penerbit: Shalahuddin Press
1. Fatimah Citra Muslimah Sejati, Ali Syari'ati.
2. Gerbang Kebangkitan, Kalim Siddiqui.
3. Islam Konsep Akhlak Pergerakan, Murtadha Muthahhari.
4. Panji Syahadah, Ali Syari'ati.
5. Peranan Cendekiawan Muslim, Ali Syari'ati.

Penerbit: Ats-Tsaqalain
1. Sunnah Syi'ah dalam Dialog, Husein Al Habsyi

Penerbit: Pustaka
1. Kehidupan Yang Kekal, Morteza Muthahari

Penerbit: Darut Taqrib
1. Rujuk Sunnah Syi'ah, M Hashem

Penerbit: Al-Muntazhar
1. Fiqh Praktis Syi'ah Imam Khomeini, Araki, Gulfaigani, Khui.
2. Ringkasan Logika Muslim, Hasan Abu Ammar.
3. Saqifah Awal Perselisihan Umat, O Hashem.
4. Tauhid: Rasionalisme Dan Pemikiran dalam Islam, Hasan Abu Ammar.

Penerbit: Gramedia
1. Biografi Politik Imam Khomeini, Riza Sihbudi.

Penerbit: Toha Putra
1. Keutamaan Keluarga Rasulullah, Abdullah bin Nuh.


Penerbit: Gerbang Ilmu
1. Tafsir Al-Amtsal (Jilid 1), Nasir Makarim Syirazi.

Penerbit: Al-Jawad
1. Amalan Bulan Ramadhan Husein Al-Kaff.
2. Mi'raj Ruhani [1] Imam Khomeini.
3. Mi'raj Ruhani [2] Imam Khomeni.
4. Mereka Bertanya Ali Menjawab, M Ridha Al-Hakimi.
5. Pesan Sang Imam, Sandy Allison (penyusun).
6. Puasa dan Zakat Fitrah Imam Khomeini & Imam Ali Khamenei.

Penerbit: Jami'ah al-Ta'limat al-Islamiyah
1. Tuntutan Hukum Syari'at, Imam Abdul Qasim.

Penerbit: Sinar Harapan
1. Iran Pasca Revolusi, Syafiq Basri.
2. Perang Iran Perang Irak, Nasir Tamara.
3. Revolusi Iran, Nasir Tamara.

Penerbit: Mulla Shadra
1. Taman Para Malaikat, Husain Madhahiri.
2. Imam Mahdi Menurut Ahlul Sunnah Wal Jama'ah, Hasan Abu Ammar.

Penerbit: Duta Ilmu
1. Wasiat Imam Ali, Non Mentioned.
2. Menuju Pemerintah Ideal, Non Mentioned.

Penerbit: Majlis Ta'lim Amben
1. 114 Hadis Tanaman, Al Syeikh Radhiyuddien.

Penerbit: Grafikatama Jaya
1. Tipologi Ali Syari'ati.

Penerbit: Nirmala
1. Menyingkap Rahasia Haji, Syeikh Jawadi Amuli.

Penerbit: Hisab
1. Abu Thalib dalam Polemik, Abu Bakar Hasan Ahmad.

Penerbit: Ananda
1. Tentang Sosiologi Islam, Ali Syari'ati.

Penerbit: Iqra
1. Islam dalam Perspektif Sosiologi Agama, Ali Syari'ati.

Penerbit: Fitrah
1. Tuhan dalam Pandangan Muslim, S Akhtar Rizvi.

Penerbit: Lentera Antarnusa
1. Sa'di Bustan, Sa'di.


Penerbit: Pesona
1. Membaca Ali Bersama Ali bin Abi Thalib, Gh R Layeqi.

Penerbit: Rajawali Press
1. Tugas Cendekiawan Muslim, Ali Shari'ati.

Penerbit: Bina Ilmu
1. Demonstran Iran dan Jum'at Berdarah di Makkah, HM Baharun.

Penerbit: Pustaka Pelita
1. Akhirnya Kutemukan Kebenaran, Muh Al Tijani Al Samawi.
2. Cara Memperoleh Haji Mabrur, Husein Shahab.
3. Fathimah Az-Zahra: Ummu Abiha, Taufik Abu 'Alama.
4. Pesan Terakhir Nabi, Non Mentioned.

Penerbit: Pustaka
1. Etika Seksual dalam Islam, Morteza Muthahhari.
2. Filsafat Shadra, Fazlur Rahman.
3. Haji, Ali Syari'ati.
4. Islam dan Nestapa Manusia Modern, Seyyed Hosein Nasr.
5. Islam Tradisi Seyyed, Hosein Nasr.
6. Manusia Masa Kini Dan Problem Sosial, Muhammad Baqir Shadr.
7. Reaksi Sunni-Syi'ah, Hamid Enayat.
8. Surat-Surat Politik Imam Ali, Syarif Ar Radhi.
9. Sains dan Peradaban dalam Islam, Sayyed Hossein Nasr.

Penerbit: Pustaka Jaya
1. Membina Kerukunan Muslimin, Sayyid Murthadha al-Ridlawi.

Penerbit: Islamic Center Al-Huda
1. Jurnal Al Huda (1).
2. Jurnal Al Huda (2).
3. Syiah Ditolak, Syiah Dicari, O. Hashem.
4. Mutiara Akhlak Nabi, Syaikh Ja'far Hadi.

Penerbit: Hudan Press
1. Tafsir Surah Yasin, Husain Mazhahiri.
2. Do'a-Do;a Imam Ali Zainal Abidin.

Penerbit : Yayasan Safinatun Najah
1. Manakah Jalan Yang Lurus (1), Al-Ustads Moh. Sulaiman Marzuqi Ridwan.
2. Manakah Jalan Yang Lurus (2), Al-Ustads Moh. Sulaiman Marzuqi Ridwan.
3. Manakah Jalan Yang Lurus (3), Al-Ustads Moh. Sulaiman Marzuqi Ridwan.
4. Manakah Shalat Yang Benar (1), Al-Ustads Moh. Sulaiman Marzuqi Ridwan.

Penerbit: Amanah Press
1. Falsafah Pergerakan Islam, Murtadha Muthahhari.

Penerbit: Yayasan Al-Salafiyyah
1. Khadijah Al-Kubra Dalam Studi Kritis Komparatif, Drs. Ali S. Karaeng Putra.

Penerbit: Kelompok Studi Topika
1. Hud-Hud Rahmaniyyah, Dimitri Mahayana.

Penerbit : Muthahhari Press/Muthahhari Paperbacks
1. Jurnal Al Hikmah (1).
2. Jurnal Al Hikmah (2).
3. Jurnal Al Hikmah (3).
4. Jurnal Al Hikmah (4).
5. Jurnal Al Hikmah (5).
6. Jurnal Al Hikmah (6).
7. Jurnal Al Hikmah (7).
8. Jurnal Al Hikmah (8).
9. Jurnal Al Hikmah (9).
10. Jurnal Al Hikmah (10).
11. Jurnal Al Hikmah (11).
12. Jurnal Al Hikmah (12).
13. Jurnal Al Hikmah (13).
14. Jurnal Al Hikmah (14).
15. Jurnal Al Hikmah (15).
16. Jurnal Al Hikmah (16).
17. Jurnal Al Hikmah (17).
18. Shahifah Sajjadiyyah, Jalaluddin Rahmat (penyunting).
19. Manusia dan Takdirnya, Murtadha Muthahhari.
20. Abu Dzar, Ali Syariati.
21. Pemimpin Mustadha'afin, Ali Syariati.

Penerbit: Serambi
1. Jantung Al-Qur'an, Syeikh Fadlullah Haeri.
2. Pelita Al-Qur'an, Syeikh Fadlullah Haeri.

Penerbit: Cahaya
1. Membangun Surga Dalam Rumah Tangga, Huzain Mazhahiri.

(Non Mentioned)
1. Sekilas Pandang Tentang Pembantain di Masjid Haram, Non Mentioned.
2. Jumat Berdarah Pembantaian Kimia Rakyat Halajba 1988, Non Mentioned.
3. Al-Quran dalam Islam, MH Thabathabai.
4. Ajaran-Ajaran Asas Islam, Behesti.
5. Wacana Spiritual, Tabligh Islam Program.
6. Keutamaan Membaca Juz Amma, Taufik Yahya.
7. Keutamaan Membaca Surah Yasin, Waqiah, Al Mulk, Taufik Yahya.
8. Keutamaan Membaca Surah Al-Isra & Al-Kahfi, Taufik Yahya.
9. Bunga Rampai Keimanan, Taufik Yahya.
10. Bunga Rampai Kehidupan Sosial, Taufik Yahya.
11. Bunga Rampai Pendidikan, Husein Al-Habsyi.
12. Hikmah-Hikmah Sholawat ,Taufik Yahya.
13. Bunga Rampai Pernikahan, Taufik Yahya.
14. Hikmah-Hikmah Puasa, Taufik Yahya.
15. Hikmah-Hikmah Kematian, Taufik Yahya.
16. Wirid Harian, Non Mentioned.
17. Do'a Kumay,l Non Mentioned.
18. Do'a Harian, Non Mentioned.
19. Do'a Shobah, Non Mentioned.
20. Do'a Jausyan Kabir, Non Mentioned.
21. Keutamaan Shalat Malam Dan Do'anya, Non Mentioned.
22. Do'a Nutbah, Non Mentioned.
23. Do'a Abu Hamzah Atsimali, Non Mentioned.
24. Do'a Hari Arafah (Imam Husain), Non Mentioned.
25. Do'a Hari Arafah (Imam Sajjad), Non Mentioned.
26. Do'a Tawassul, Non Mentioned.
27. Do'a Untuk Ayah dan Ibu, Non Mentioned.
28. Do'a Untuk Anak, Non Mentioned.
29. Do'a Khatam Qur'an, Non Mentioned.
30. Doa Sebelum dan Sesudah Baca Qur'an, Non Mentioned.
31. Amalan Bulan Sya'ban dan Munajat Sya'baniyah, Non Mentioned.
***


Kronologis Tuntutan Umat Islam
Membubarkan Silatnas Syi’ah
(2-4 April 2010 M.)

Senin, 10 Mei 2010 17:22 Redaksi
Transkrip Ceramah oleh Ust. Farid Ahmad Okbah, MA
di Islamic Center Al-Islam pada 3 April 2010

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu'alaikum Warahamatullahi Wabarakatuh
الحمد لله رب العالمين، وبه نستعين على أمور الدنيا والدين والصلاة والسلام على أشرف الأنبياء والمرسلين نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين
يآ أيها الذين أمنوا اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون اللهم لاسهل إلا ما جعلته سهلا وأنت تجعل الحزن إذا شئت سهلا إخواني وأخواتي في الدين رحمني ورحمكم الله
Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah yang masih memperkenankan untuk bertemu pada malam hari ini. Bahwa saya, sampai sekarang belum pulang ke rumah, langsung ke sini. Tadi baru mengecek di lapangan. Saya mau memberitahukan perkembangan yang ada. Focus ini ceramahnya kita alihkan lebih fokus masalah Syi’ah yang terjadi kemarin.
Ikhwani Barakallahu Fiikum
Allah SWT menyebutkan dalam surat al-An’am ayat yang ke 55:
وكذلك نفصل الآيات ولتستبين سبيل المجرمين
“Dan demikianlah Kami terangkan ayat-ayat Al-Quran (supaya jelas jalan orang-orang yang shaleh, dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang berdosa.” (QS Al An’am: 55)
Ikhwani Barakallahu Fiikum
Syi'ah adalah salah satu aliran dan madzhab yang sesat lagi menyesatkan. Perbedaannya dengan Ahlussunnah meliputi banyak hal, baik yang pokok maupun yang cabang. Rukun iman, rukun Islam, Shalat, Adzan, dan sebagainya benar-benar berbeda antara Syi'ah dengan Ahlus Sunnah. Termasuk dalam pernikahan itu berbeda sama sekali dengan Ahlussunnah wal Jama'ah.
Hari Selasa (30/3) saya dapat informasi bahwa pihak Syi'ah akan mengadakan Silatnas, Silaturrahmi Nasional, yang ke-5 Ahlul Bait di Asrama Haji, Pondok Gede. Mereka tidak menonjolkan Syi'ahnya. Mereka menonjolkan Ahlul Bait. Hal itu merupakan suatu bentuk menutupi diri supaya tidak menimbulkan reaksi ataupun kecurigaan, tantangan dan ancaman dari pihak yang tidak setuju dengan Syi'ah.
Kami mengetahui secara pasti bahwa undangan itu disampaikan kepada para wartawan yang diberikan pada hari Selasa, tiga hari sebelum hari ‘H’. Mereka pandai sekali dalam menutup hakekat mereka yang sebenarnya, sehingga ternyata acara ini sudah yang ke-5. Kita, umat Islam, terus terang saja merasa kecolongan. Kita tidak pernah tahu di mana dilaksanakan Silatnas Syi'ah itu yang pertama, kedua, ketiga, dan yang keempat. Kita baru tahu yang kelima ini.
Setelah mendapat informasi yang pasti bahwa mereka akan mengadakan Silatnas, saya mencoba mengkontak kawan-kawan dari ormas-ormas Islam, dan lembaga-lembaga Islam. Mereka semua merasa prihatin dengan rencana acara itu dan ingin agar segera mengadakan pertemuan. Maka disusunlah rencana pertemuan di Dewan Dakwah Jakarta, hari Rabu siang (31/3). Kumpullah para tokoh dari ormas-ormas Islam dan saya hadir bersama mereka.
Sebelumnya, hari Rabu pagi ada yang mencoba mengecek ke Mabes Polri, apakah acara ini memiliki izin resmi atau tidak, supaya kita tidak menyalahi aturan yang berlaku. Ternyata pihak Mabes menyatakan, "Mereka tidak punya izin." Padahal, ini adalah acara tingkat Nasional. Seharusnya acara sebesar ini sudah mendapatkan izin. Kalau tidak, minimal pemberitahuan, tapi itu pun tidak ada.
Mengetahui bahwa mereka tidak memiliki izin dari aparat yang berwenang, bagaimana tindakan kita? Disepakatilah salah seorang untuk menghadap ke Mabes, yaitu Ketua LPPI (Lembaga Penelitian dan Pengembangan Islam) Amin Jamaludin. Menghadap ke Mabes untuk apa? Yaitu untuk menyampaikan surat keberatan atas diadakannya Silatnas tersebut.
Maka, disusunlah surat keberatan itu --waktu itu ba'da Dhuhur-- oleh tokoh-tokoh yang berkumpul di Dewan Dakwah Jakarta. Dalam surat keberatan itu disepakati empat hal, yaitu sebagai berikut.
Pertama: Mengirim Surat Resmi kepada Pihak Polri untuk Membubarkan atas Nama Umat Islam
Poin pertama adalah mengirim surat kepada pihak Polri untuk tidak mengizinkan acara Silatnas V Ahlus Bait. Surat yang disampaikan ke Polri juga dilampirkan di antaranya:
1. Surat undangan acara Silatnas V Ahlul Bait.
2. Surat edaran Departemen Agama (Depag) No D/BA.01/4865/1983 tanggal 5 Desember 1983 perihal golongan Syi'ah.
Surat edaran Depag tersebut menerangkan bagaimana tentang Syi'ah, termasuk perbedaan-perbedaannya dengan Ahlus Sunnah.
1. Hasil Rakernas Majelis Ulama Indonesia (MUI) 1984 tentang paham Syi'ah.
2. Sikap protes dari umat Islam yang diwakili oleh tokoh-tokoh dari berbagai ormas dan lembaga Islam, seperti Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Muhammadiyah, Al-Irsyad, Wahdah, dan lainnya.
Surat ini kemudian dibawa ke Mabes pada hari Kamis (1/4) untuk menuntut secara resmi dibubarkannya acara Silatnas V Ahlus Bait di Asrama Haji Pondok Gede.
Kedua: Mengirim Surat ke Menteri Agama
Surat kedua ditujukan kepada Menteri Agama. Surat ini menuntut dua hal:
Pertama, agar pihak Menteri Agama tidak menghadiri acara itu. Karena, kami mendapat informasi melalui siaran radio Iran Indonesia (Irib Indonesian Radio) yang memberitakan bahwa acara Silatnas V akan dibuka oleh Menteri Agama. Oleh karena itu, kami menuntut agar menteri agama tidak hadir.
Kedua, agar pihak menteri agama tidak memberikan fasilitas apa pun kepada kalangan Syi'ah. Kami menuntut agar Depag --yang memiliki otoritas atas asrama haji Pondok Gede-- tidak mengizinkan diadakannya acara Silatnas V Ahlus Bait.
Sambutan dari pihak Depag, yang diwakili oleh Kusnan selaku Sekretaris khusus menteri agama, sangat baik. Tetapi, surat itu belum bisa ditindaklanjuti dengan segera. Karena, surat itu baru disampaikan pada hari Kamis, sementara pada hari Jum'atnya adalah hari libur nasional.
Sementara itu, pihak pengelola gedung Asrama Haji Pondok Gede juga kita hubungi. Ternyata pihak pengelola gedung merasa kecolongan juga.
Ketiga: Mengirim Surat ke MUI.
Surat yang ketiga ditujukan kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI). Isinya agar MUI mengeluarkan fatwa sesatnya Syi'ah.
Keempat: Membuat Pernyataan Bersama.
Pernyataan bersama dibuat dan disampaikan ke media-media massa bahwa umat Islam menolak diadakannya Silatnas V atas nama Ahlul Bait. Berikut pernyataan sikap ormas-ormas dan lembaga-lembaga Islam terhadap rencana diselenggarakannya acara Silaturrahmi Nasional V Ahlul Bait Indonesia. Dibuat pada tanggal 1 April 2010, pukul 09.20 WIB.
Bismillahirrahmanirrahim
Mencermati rencana Silatnas V Ahlul Bait Indonesia tanggal 2-4 April 2010 di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, sebagaimana yang terbaca pada surat yang dikeluarkan Panitia Nomor: 19/A/Pan-V/03/2010, maka dengan ini Kami, LPPI dan ormas-ormas Islam Indonesia, menyatakan sikap:
1. Bahwasanya Ahlul Bait Indonesia adalah kelompok yang menyebarkan paham Syi'ah di Indonesia.
2. Menolak rencana penyelenggaraan acara tersebut karena mengandung potensi munculnya keresahan dan konflik horizontal di antara umat Islam Indonesia.
3. Meminta kepada Panitia agar membatalkan kegiatan tersebut demi tetap terjaganya kedamaian dan kerukunan di antara umat Islam.
4. Mengacu kepada edaran Departemen Agama No D/BA.01/4865/1983 tanggal 5 Desember 1983 tentang Hal Ikhwal Syi’ah yang dinyatakan sangat sesat dan bertentangan dengan ajaran Islam yang dianut oleh umat Islam Indonesia, maka kami mendesak agar Kementerian Agama/Menteri Agama konsisten dengan Surat Edaran tersebut yang diwujudkan dengan tidak menghadiri acara tersebut, dan tidak memberikan fasilitas apa pun.
5. Mendesak kepada pihak berwenang agar tidak memberi izin penyelenggaraan acara tersebut, dan kami harap membatalkannya sama sekali.
6. Menyerukan kepada semua umat Islam Indonesia agar tidak terprovokasi dan tetap waspada terhadap aliran pemahaman Syi’ah yang dinyatakan bertentangan dengan ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah yang dianut umat Islam Indonesia.
7. Menyerukan kepada media massa agar ikut berperan aktif dalam menjaga suasana damai dan aman di tengah masyarakat dengan memberikan informasi dan berita yang proporsional.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Rabu, 31 Maret 2010.
Ormas-ormas dan lembaga-lembaga Islam, daftar hadir peserta rapat tentang penolakan acara Silaturrahmi Nasional V Ahlul Bait Indonesia.
Nomor dan urutan tanda tangan:
1. K.H.A. Cholil Ridwan, Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia.
2. Yusuf Utsman Baisa, Perhimpunan Al-Irsyad.
3. Hartono A Jaiz, Pemred Nahimunkar.com.
4. Risman Muchtar, Wakil Sekretaris Majlis Tabligh dan Da’wah Khusus PP Muhammadiyah.
5. Romli Qomaruddin, Litbang PP Pemuda Persatuan Islam.
6. Muh. Zaitun Rasmin, Wahdah Islamiyah.
7. Farid A. Okbah, Yayasan Al-Islam.
8. Ahmad Sayuti, BP BKSPPI.
9. Jeje Zainudin, PP Pemuda PERSIS.
Ini adalah pernyataan sikap umat Islam pada waktu hari Rabu. Kita berharap hari Kamis ada perkembangan yang baik dari pihak Mabes Polri. Dijanjikan akan dimusyawarahkan dan nanti akan diberitahukan. Tapi malam saya cek, tidak ada berita dari pihak Mabes apa yang harus dilakukan. Kemudian kita koordinasi dengan teman-teman lain, bagaimana kalau kemudian, saya juga koordinasi dengan pihak polisi bagaimana baiknya. Karena sebenarnya kewenangan ini ada pada pihak Kapolres Jakarta Timur, karena Asrama haji itu termasuk Jakarta Timur.
Prosedur semua kita ikuti, perwakilan dari Pak Amin dan teman-teman mendatangi untuk bertemu dengan Kapolres dan kemudian menyatakan, setelah dialog panjang bahwa mereka itu illegal karena memang menurut pihak kapolres mereka itu tidak memiliki izin. Bagaimana caranya kita menuntut agar mereka dibubarkan? Pihak Kapolres mengatakan, kami tidak bisa membubarkan tapi kami bisanya menghimbau. Jelas Itu tentunya sikap tidak tegas dari pihak kepolisian.
Akhirnya, kami memutuskan untuk datang hari Jum'at (2/4) membawa massa menekan kepada pihak polisi untuk membubarkan mereka. Datanglah rombongan hari Jum'at, dan saya sudah ada di tempat acara, saya ikut Shalat Jum'at di masjid Al-Mabrur di dalam Asrama Haji. Saya perhatikan, nampaknya orang-orang Syi'ah tidak ikut Shalat Jum'at di sana. Padahal mereka jumlahnya tiga ratus. Dan memang benar, dalam ajarannya Syi'ah itu tidak mewajibkan Jum’atan. Jum'at tidak wajib bagi mereka sampai datangnya Imam Mahdi mereka.
Sampai sehabis Jum'atan, saya (berpura-pura) tanya kepada ta'mir masjid dimana letak akan diadakannya acara Silatnas itu, “Bapak tahu gak?” “Oooh! tidak tahu”, jawabnya singkat. Saya katakan padanya, “Kecolongan ente”. Mereka di gedung AB dan kami sudah tahu posisinya. Saya tunggu di situ sampai datang teman-teman dari Al-Islam dan lain-lainnya serta selebihnya tertahan diluar. Oleh pihak polisi dilarang untuk masuk kecuali yang membawa undangan. Lalu kami tekan lewat intel Polres Jakarta Timur agar mereka yang diluar diperbolehkan masuk, bergabung dengan kita di masjid. Mereka pun masuk, tapi nampaknya masih ada sebagian yang tertahan di luar meski kebanyakan sudah masuk ke dalam dan kita berdialog dengan pihak polisi. Agak tegang suasananya ketika itu.
Saya didampingi oleh pengacara, pak Ismar. Kemudian kita dialog dengan pihak polisi, akhirnya diambil jalan bahwa pihak polisi yang akan bernego dengan mereka bagaimana untuk dibubarkan. Saya tunggu, kalau sudah dibubarkan kita pulang. Kita akan pulang. Pihak polisi mendatangi panitia Silatnas itu dan kemudian panitia dibawa oleh pihak polisi untuk bertemu dengan kita. Terjadilah dialog antara kita dan mereka. Ternyata yang sangat saya sesalkan ada dua hal:
Pertama, ternyata ada diantara perwakilan pihak Syi'ah yang bertemu dengan kita itu adalah salah seorang penasehat dari FPI yang kemudian mengaku Ahlussunnah Wal Jama'ah bernama Hasan al-Idrus, tinggal di Condet.
Kedua, Rupanya Habib Riziq tidak mendapat informasi yang cukup memerintahkan kepada ketua FPI Bekasi untuk membawa umatnya ikut bersama kita untuk menghentikan langkahnya. Dan mereka kira, ini atas nama FPI. Tidak, kita bukan atas nama FPI. Kita adalah atas nama umat Islam yang maju ke depan adalah LPPI. Adapun FPI tidak ikut di dalam pernyataan bersama. Hanya kemudian sebagian orang dari FPI ikut dalam acara mendesak kepada pihak kepolisian untuk membubarkan mereka.
Walhasil, ada dua hal itu yang nanti –InsyaAllah- kita akan luruskan karena bagaimana pun kita tidak mau bersinggungan dengan teman kita sendiri. Akhirnya tidak efektif. Kita menghadapi Syi'ah malah berhadapan dengan Ahlussunnah sendiri.
‘Ala kulli hal, dialog terus berjalan yang kemudian disepakati keputusan ada di tangan polisi dan pihak mapolsek menyatakan bahwa pihak panitia hanya memberikan pemberitahuan sampai ke Kapolsek. Padahal itu tingkat Nasional, harusnya sampai tingkat Mabes. Sehingga kemudian, pihak Kapolsek mengatakan, “Saya akan membubarkan kalau ada perintah dari atasan.” Atasan begitu juga. Akhirnya kita berembuk di luar forum, baiknya bagaimana ini? Pihak polisi mengatakan, “Ya sudahlah.” Saya juga mengatakan, “Saya toleransi biarlah acara mereka sampai malam setelah itu bubarkan.”
Nah itu disetujui juga oleh pihak polisi. Ternyata, semalam (2/4) saya lewat situ lagi jam sepuluh lebih, ternyata Baliho itu tidak diturunkan, masih utuh. Berarti acara masih terus tetap berjalan. Kemudian besoknya (3/4), pagi-pagi kita mengirim kawan ke sana lagi guna melihat keadaan, rupayanya kegiatan tetap berjalan. Dan tadi saya, -sebelum ke sini- lewat situ juga karena dapat informasi ada foto-foto ulama Syi'ah yang dipajang, tapi rupayanya itu dipasang di dalam. Karena saya harus mengejar waktu ke Al Islam, saya langsung kemari dan tidak melihat ke dalam gedung.
Saudara-saudara sekalian, itu berarti pihak kepolisian tidak mengindahkan apa yang diinginkan oleh umat Islam, karena kegiatan Syi’ah berjalan terus, bahkan di area depan dilaksanakannya acara itu dijaga ketat. Siapa saja yang mencoba ingin masuk ke dalam dihadang oleh pihak kepolisian dan intel.
Walhasil itu menjadi pelajaran buat kita semuanya. Bahwa kebatilan, sebagaimana kata Ali bin Abi Thalib r.a.
الحق بلا نظام يغلب الباطل بالنظام
“Suatu kebenaran yang tidak terorganisir rapi akan bisa dikalahkan oleh suatu kebatilan yang terorganisir rapi.”
Dan mereka ini adalah suatu contoh kebatilan yang terorganisir rapi sampai kemudian kita tidak tahu mereka mengadakan Silatnas, baru ketahuan yang kelima kemarin ini. Itu pun diketahui singkat dan waktunya mepet sekali. Ini menunjukkan bahwa mereka itu bekerja sangat rapi.
Dan kemudian yang diundang dalam acara itu adalah pejabat-pejabat tingkat tinggi, diantaranya adalah ketua MK, Prof. Dr. Mahfud MD. Dan kita sudah berusaha, lewat para kiyai yang ada di Madura yang dihormati oleh beliau untuk bagaimana mendesak pak Mahfudz tidak hadir. Tetapi ternyata masih hadir juga.
Kemudian dihadiri juga oleh Pak Hendro Priyono, mantan BIN. Yang kemudian -Alhamdulillah- kami dapat sejumlah buku yang dibagikan di Mu'tamar itu, dan kami temukan bahwa tulisan atau makalah yang disampaikan oleh pak Hendro Priyono, judulnya "Gerakan Islam dan Ancaman Terorisme terhadap Keutuhan NKRI". Ini kita temukan ada bagian yang diungkapkan oleh pak Hendro Priyono itu ternyata mengungkap tentang Syi'ah. Kata Pak Hendro, akar takfiri yang menimbulkan terorisme itu mulai muncul sejak pertama kali Islam menjadi kelompok Syi'ah, Khawarij, Mu'tazilah, dan sebagainya. Syi'ah yang pertama, kan? Tapi oleh pihak panitia, tulisan Syi'ah itu dihapus. Karena ini langsung berhubungan dengan mereka. Tapi Pak Hendro Priyono menunjuk mereka ini adalah penyebab munculnya akar takfiri. Dan itu betul. Dalam ajaran Syi'ah itu, takfirinya luar biasa. Bahkan, mengkafirkan sahabat Abu Bakar, Umar, Utsman, dan mayoritas sahabat lainnya, serta setiap Ahlus Sunnah, yang mereka sebut Nawashib itu dikafirkan juga oleh mereka.
Akan tetapi nama atau kata Syi’ah dalam makalah itu mereka hapus pakai tip-ex. Ketika saya ungkapkan itu di depan mereka, tidak bisa ngomong. Dan lucunya lagi, yang menjadi penasehat FPI itu mengatakan, “Ini tidak mungkin bisa, mana coba lihat.” Lalu kami perlihatkan. “Ini coba lihat bekas dicoret, jelas betul. Berarti antum dibohongi sama mereka,” saya bilang begitu.
Ala kulli hal, melalui kejadian ini sebenarnya kita harus banyak mengambil pelajaran. Mereka itu rapi, dan kita kurang rapi. Umat Islam terus terang saja sibuk dengan dirinya masing-masing akhirnya tidak memperhatikan Syi’ah ini sebagai aliran sesat dan sangat berbahaya. Dan saya sudah memperingatkan berkali-kali kepada pihak aparat dan sebagainya bahwa jangan sampai Indonesia ini akan seperti Yaman, bahwa Syi'ah itu tadinya kecil, mengikuti pengajian, yayasan, kegiatan sosial dan segala macam, yang ujung-ujungnya mereka angkat senjata. Dan itu benar-benar terjadi di Yaman. Mereka disana sudah terbiasa meledakkan bahan peledak seperti yang ada di Pakistan. Dan yang diserang adalah tempat-tempat Ahlussunnah Wal Jama'ah. Begitu pula di Irak, terjadi pembantaian-pembataian kepada ulama-ulama Ahlussunnah dan sebagainya. Kita tidak mau Indonesia menjadi seperti itu. Maka kita peringatkan mereka. Dan jika setelah peringatan ini, ternyata mereka masih terus melindungi orang-orang Syi'ah itu ya terserah, yang penting kita sudah mengingatkan.
Nanti kalau mereka itu berkembang menjadi suatu kelompok militan yang keras dan mengangkat senjata kepada mereka melakukan pemberontakan, maka jangan salahkan kita. Karena kita sudah ingatkan. Sebagaimana ulama-ulama di Yaman juga telah mengingatkan pihak pemerintah ketika jumlah mereka (Syi’ah) masih kecil dan sedikit, kalau sudah besar sulit dibendung nanti. Mereka ini dalam ajarannya sangat-sangat militan dan membahayakan.
Karenanya, Ikhwani barakallahu fiikum, ini pelajaran penting. Tahun lalu, saya memantau yayasan Syi'ah itu baru sekitar 105, ternyata hari ini, yang mengikuti acara Silatnas ini sudah mencapai 300 yayasan mereka. Begitu cepat gerakannya, luar biasa. Mereka agresif betul. Dan saya katakan kepada kalangan Syi'ah itu, kalau kalian men-Syi'ah-kan orang-orang Hindu, Budha, Kristen, agama-agama lain itu urusan kalian. Tetapi kalau kalian men-Syi'ah-kan Ahlussunnah, ya pasti kita akan lawan. Dan saya sebutkan seperti itu di depan mereka karena selama ini yang banyak menjadi korban, banyak anak-anak Ahlussunnah.
Oleh karenanya saudara-saudara sekalian, ini juga menjadi poin penting untuk menyadarkan umat, bukan sebatas kita hanya mendesak polisi untuk membubarkan acara mereka. Itu urusan kecil, bubarkan tidak bubarkan itu urusan kecil. Tapi yang penting, orang lain dapat sadar bahwa ini Syi'ah sudah mulai besar, sudah berani membuat acara tingkat nasional meskipun tidak berizin. Sudah berani mereka. Dan yang terkena pengaruh adalah tokoh-tokoh besar, ketua MK yang harusnya menegakkan aturan hukum malah datang di acara yang menyalahi hukum. Kan lucu itu. Pak Hendro Priyono yang ahli intelijen itu berbicara dalam acara dan ternyata ia tidak tahu kalau ia sedang berbicara tentang mereka yang sejatinya adalah Syi’ah. Padahal yang diungkapnya ini sebenarnya adalah masalah Syi'ah. Mungkin pak Hendro Priyono tidak tahu kalau itu dihapus oleh mereka. Wallahu A’alam.
Jadi saudara-saudara sekalian, permasalahan ini yang seharusnya dapat menyadarkan umat. Bangkitlah kalian, jangan mau dinina-bobokan oleh mereka. Perhatikan di sekitar kalian. Kalau boleh saya gambarkan bahwa apabila rumah Anda sudah mulai muncul api, apa yang harus kita lakukan? Apa enak-enak tidur-tiduran, ah apinya masih kecil ini. Jika seperti itu maka api akan menyambar, habis semua. Oleh karenanya kita perlu ambil air, padamkan api itu. Syi'ah itu bak bara api, kecil sekarang tapi akan menjadi besar nanti jika tidak dihadapi. Luar biasa itu. Maka waspadalah…
Saudara-saudara sekalian, ini menjadi peringatan bagi umat Islam semuanya. Mari kita cek lagi, kenapa umat Islam ini menjadi acuh tak acuh? Apakah para aparat itu tidak mengerti tentang Syi'ah ini? Aneh sekali dan yang lucu lagi, ketika pak Amin datang membawa data dan surat ke pihak Mabes, mereka bertanya, Syi'ah ini makhluk seperti apa si? Berarti mereka itu tidak tahu. Oleh karenanya perlu kemudian kita menjelaskan Syi'ah ini seluas mungkin. Kepada para tokoh, para pejabat, aparat, para mahasiswa, dan umat Islam, supaya jelas Syi'ah ini seperti ini lho, mereka sangat berbahaya, karena akidahnya seluruhnya berlawanan dengan akidah kita.
Karenanya Ikhwani, Barakallahu Fiikum. Ini saya tadi juga nge-print data tentang "Sikap FPI terhadap Syi'ah". FPI ini membagi Syi'ah menjadi tiga macam;
Yang pertama adalah Syi'ah Ghulat yang menuhankan Ali atau menganggap Ali itu Nabi atau meyakini al-Qur'an itu telah mengalami tahrif, tahrif ini apa? Tahrif adalah perubahan. Dan saya yakin, Syi'ah di Indonesia sudah sampai pada tahapan yang ini. belum sampai kepada tahapan bahwa Ali itu Tuhan atau pun Nabi, tapi keyakinan mereka itu telah sampai kepada posisi meyakini bahwa al-Qur'an yang ada pada kita ini mengalami pengurangan dan penambahan. Karena saya membaca langsung tulisan Ust. Hasyim Al Habsyi, tokoh yang pertama kali menggerakkan Syi'ah di Indonesia, tulisannya jelas sekali mengarah kepada paham seperti itu.
Yang kedua, Syi'ah Rafidhah. Yang tidak berkeyakinan Ghulat, tetapi melakukan penghinaan, penistaan, atau pelecehan terbuka, baik melalui lisan ataupun tulisan terhadap para Shahabat Nabi SAW, seperti Abu Bakar, dan para isteri Nabi saw. Ini adalah ceramah Jalaluddin Rahmat membantah saya tentang masalah Ahlul Bait, ketika saya ceramah, saya menjelaskan tentang "Perbedaan Ahlussunnah dan Syi'ah" dan di antaranya adalah tentang masalah Ahlul Bait. Kemudian dibantah Jalaluddin Rahmat di sini di hadapan para mahasiswa pasca sarjana yang di sana nampak sekali, dimana Aisyah r.a. itu dilecehkan. Jadi bisa kategorikan, mereka juga termasuk kelompok kategori yang kedua menurut FPI ini. Yang apabila itu betul maka golongan itu sesat, wajib dilawan dan diluruskan. Jadi FPI harus bisa melakukan itu. Insya Allah kita akan berusaha meyakinkan Habib Riziq bahwa mereka ini memiliki keyakinan tahrif, penyimpangan terhadap al-Qur'an kita, menambah dan sebagainya. Serta mencela para Shahabat Rasulullah SAW.
Dan yang ketiga, Syi'ah Mu'tazilah. Syi'ah yang moderat. Syi'ah moderat ini, menurut saya tidak pernah ada. Karena memang tidak ada kenyataannya. Dan yang ada di Indonesia ini seluruhnya adalah Syi'ah Imamiyah Itsna 'Asyariyah Ja'fariyah yang diadopsi oleh Iran dan mereka tidak ada yang berpaham Mu'tazilah. Karena rujukan mereka sama, antara Syi'ah Rafidhah dengan Syi'ah Ghulat itu. Yaitu seperti; Ushulul Kaafi, Furu'ul Kafi, Raudhatul Kaafi, al-Istibshar, Tahdzibul Ahkam, Ma Laa Yahdhuruhul Faqih, al-Wafi, al-Wasa'il, dan Biharu Anwar. Itu semua rujukan mereka, sama. Oleh karenanya, kalau dikatakan ada Syi'ah yang moderat, tunjukkan kepada saya, siapa orangnya? rujukannya apa? Dan bagaimana ajarannya? Dan saya bisa buktikan bahwa Syi'ah-syi'ah yang dianggap moderat itu, sebenarnya mereka kategori yang pertama dan atau yang kedua, minimal kategori yang kedua. Jadi, Syi'ah dalam bentuk yang ketiga ini adalah fiktif. Demikian itu Insya Allah yang akan kita upayakan dalam menjelaskan kepada FPI.
Saudara-saudara sekalian, penjelasan berikutnya bahwa ternyata Syi’ah mengadakan acara mereka secara terbuka itu tidak berizin. Bukan hanya sekali ini saja, tetapi mereka juga pernah mengadakan acara Syi'ah terbuka di Cirebon. Di sini (ada pada ust. Farid) ringkasan laporan Kapolresta Cirebon yang meminta acara Haul Sayyidina Husein, yang diadakan oleh Syi'ah itu dibubarkan. Kenapa dibubarkan oleh pihak kepolisian? Karena pihak kepolisian merasa ditipu oleh kelompok Syi'ah sesat ini. Mereka memberitahukannya kepada kepolisian bahwa acara yang akan diadakan adalah peringatan tahun baru Islam. Ternyata yang diadakan adalah acara Syi'ah, yaitu memperingati haulnya Sayyidina Husein. Berarti ini acara Syi'ah, betul. Jadi pihak polisi merasa ditipu, akhirnya mereka pun dibubarkan. Padahal pembicaranya waktu itu adalah Dr. Sa'id Agil Siradj, yang sekarang terpilih menjadi ketua umum PBNU.
Di sini (dalam ringkasan laporan tersebut) Agil Siradj mengatakan, "Saya siap pasang badan jika saya diperkarakan hanya gara-gara acara haul ini." Begitu pembelaannya Agil Siradj ini kepada Syi'ah. Luar biasa. Makanya ketika Agil Siradj ini terpilih menjadi ketua PBNU berarti akan menjadi tantangan dan pekerjaan baru lagi bagi umat Islam, dan saya sudah komunikasi dengan tokoh NU dan juga kiyai di Jawa Timur yang sangat sedih melihat kenyataan ini. Dia katakan, kita lagi mengangkat keranda ini. Lalu saya kira ada orang mati beneran, Innalillahi Wa Inna Ilaihi Raji'un. Tetapi lanjutnya, Maksudnya Agil Siradj, jadi mereka berbela sungkawa. Dan para kiyai Jawa Timur terus merapatkan barisan dan mengadakan rapat. Mereka mengancam, kalau sampai Agil Siradj itu membentuk kepengurusannya menjadikan Ulil Abshar sebagai Sekjennya maka mereka mengancam akan membentuk NU tandingan. Saya juga berkomunikasi dengan tokoh-tokoh Habib yang anti Syi'ah, diantaranya adalah ketua yayasan Al-Bayyinat di Surabaya yang yayasannya terkenal sebagai lembaga Habaib anti Syi'ah. Juga Habib Zain al-Kaff, Dr. Muhammad Baharun, Doktor di bidang ajaran Syi'ah dari kalangan Habaib yang paham betul tentang Syi'ah. Dan diantara mereka meminta bagaimana kalau bisa diadakan seminar Nasional tentang Syi'ah sekaligus untuk menyadarkan umat ini bahwa Syi'ah sudah menjadi ancaman bagi umat Islam, karena perkembangan Syi'ah ini, kalau menurut saya sudah menggurita. Mereka sudah masuk di semua lini, baik di tingkat Nasional ataupun Daerah, baik di pemerintahan ataupun di DPRD dan banyak oknum-oknum pejabat dan pemerintahan yang menjadi binaan Syi'ah. Nah ini yang kemudian kita khawatirkan akan menjadi suatu kekuatan yang dahsyat yang nanti sulit dibendung. Ini yang kita khawatirkan. Oleh karenanya, kalau kemudian umat Islam tidak disadarkan maka akan menjadi bahaya yang mengancam. Ini tentunya butuh perjuangan panjang dan dukungan antum semua. Karena bagaimana pun menegakkan agama Allah itu dapat dilakukan dengan dua hal. Dengan menegakkan kebenaran dan meruntuhkan kebatilan.
وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوْقًا
"Dan Katakanlah: "Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap". Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap." (Al-Isra': 81)
Sebesar apapun dan sekuat apapun kebatilan itu pasti tumbang. Yang terpenting, bagaimana para pengusung kebenaran ini tampil ke permukaan lalu menyuarakan kebenaran agar kebenaran diketahui orang banyak sehingga mereka sadar. Mereka meninggalkan Syi'ah atau jika perlu mereka juga ikut mengusir dan membubarkan Syi'ah. Ini perlu perjuangan terus menerus dan tentunya kita berdo'a kepada Allah SWT supaya kita terus diberikan kekuatan dalam menghadapi mereka, ada dua hal yang sangat kita sayangkan dalam hal ini, yaitu: Pertama kita umat Islam dan para tokohnya kurang greget dalam menghadapi Syi'ah. Dan yang kedua, karena kurang gregetnya kita itu akhirnya menjadikan aparat pemerintahan tidak menghormati kita, bahkan tidak menganggap kita sebagai sebuah kekuatan yang harus diperhatikan.
Oleh karenanya, kita harus selalu membekali diri dan melatih diri supaya kedepan kita mampu menyadarkan para tokoh, aparat, dan semua pihak agar mewaspadai bahaya Syi'ah. Ini yang harus kita lakukan. 'Ala kulli hal, ini sebuah masukan kami dalam acara malam ini. Malam ini tidak ada ceramah, karena saya sudah penat sekali, tapi paling tidak saya sudah bisa bertemu dengan antum guna menyampaikan apa adanya tentang Silatnas ke-V Syi’ah, dari sumber pertama yang langsung terjun ke lapangan, dan sampai tadi malam kami juga masih mengadakan acara pelatihan para da'i yang khusus untuk mengkanter Syi'ah. Mudah-mudahan mereka menjadi kader yang benar sehingga mampu berperanan mengkanter aliran sesat Syi'ah. Sebab di dalam menghadapi Syi'ah ini tidak bisa hanya sesaat, atau hanya modalnya semangat. Tapi harus berbekal strategi panjang dengan taktik yang jitu dan didukung oleh semua pihak. Supaya betul-betul bisa menjadi kekuatan yang bisa menghalau kekuatan Syi'ah itu. Demikian saudara sekalian, atas perhatiannya kami ucapkan Jazakumullah Khairan.
***


Refleksi dan
Evaluasi Kembali ke Khitthah

Proses Kelahiran NU
N
U didirikan oleh ulama Ahlussunnah Wal Jama’ah atau para pengasuh pesantren dan didukung oleh kaum pesantren. NU didirikan tanpa ada dokumen tertulis tentang jati dirinya, karena para pendiri dan pendukungnya sudah memiliki kesamaan yang sudah membudaya, mulai dari wawasan keagamaan, pola pendidikan dan pengajaran ke-pesantren-an dan sebagainya.
Tanpa tertulis secara sistematis-pun kesamaan tersebut akan dituangkan ke dalam jam’iyah yang didirikan, sebagai garis-garis perjuangannya. Tanpa menunggu instruksi, petunjuk dan dokumen penjuangan dan sebagainya, para ulama di daerah-daerah membentuk cabang-cabang NU, dengan ranting-rantingnya. Karena mereka sudah merasa punya ‘pegangan’, yaitu kesamaan tersebut. Para pendukung dan kaum pesantren yakin bahwa para ulama membentuk jam’iyah yang sangat berguna dan bermanfaat untuk diikuti.



Motivasi dan Tujuan Khitthah
Generasi pertama NU memang belum membutuhkan dokumen tertulis tentang jati diri NU. Tetapi generasi berikutnya yang semakin jauh jaraknya dengan generasi pertama tidak mungkin berjam’iyah tanpa ada pegangan tertulis. Terutama setelah muncul adanya penyimpangan atau dugaan adanya penyimpangan yang dirasakan sebagai akibat tidak adanya pedoman tertulis dan sistematis. Bahkan sudah ada tudingan, bahwa NU mulai ‘semrawut’ (semenjak 1960-an) karena sudah mulai menyimpang dari Khitthah.
Tudingan itu yang semula merupakan ‘bisikan’, kemudian menjadi semakin keras, ‘teriakan’ membutuhkan garis-garis perjuangan NU yang tertulis secara sistematis, supaya dapat dipelajari bersama dan juga dapat disosialisasikan.
Tujuan yang pertama dan utama dari Khitthah NU dirumuskan secara tertulis dan sistematis adalah untuk menjadi pedoman dasar bagi warga NU, terutama pengurus, pemimpin dan kader-kadernya. Dalam naskah Khitthah NU (hasil Muktamar ke-27) disebutkan:
“…..landasan berpikir, bersikap dan bertindak warga NU, yang harus dicerminkan dalam tingkah laku perorangan maupun organisasi serta dalam setiap proses pengambilan keputusan.”
Khitthah NU, diharapkan tetap relevan dalam jangka waktu sepanjang mungkin. Namun, mungkin ada juga hal yang “situasional kondisional” yang disisipkan ke dalamnya, dengan susunan kata-kata yang samar-samar, seperti;
“NU sebagai jam’iyah, secara organisatoris tidak terikat dengan organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan yang manapun juga.” (butir 8 dan 6 naskah khitthah NU). Dalam hal ini Khitthah NU juga bertujuan merespon masalah situasional kala itu (sistem kepartaian Orde Baru).
Meskipun mungkin ada tujuan merespon masalah situasional, namun tujuan utama Khitthah NU adalah memberikan garis-garis pedoman warga NU, terutama pengurus, pemimpin dan kadernya dalam menjalankan roda organisasi.

Proses Perumusan
Ketika kebutuhan akan pedoman dasar itu makin mendesak, pertanyaan pertama yang muncul adalah: Apa dan bagaimana Khitthah NU itu? Ternyata pertanyaan yang sangat logis tiu tidak mudah dijawab dengan mudah. Umunya orang berkata:
“Dulu itu orang NU, pemimpin-pemimpin NU baik-baik, ikhlas-ikhlas dan tidak ribut-ribut seperti sekarang.”
Ketika banyak orang bertanya-tanya seperti itu Almarhum KH. Ahmad Siddiq menulis buku kecil berjudul: “Khitthah Nahdliyah” berisi hal-hal yang pantas menjadi unsur-unsur Khitthah NU. Buku kecil ini sempat dibagikan kepada para utusan cabang NU di Muktamar ke-26 di Semarang. Meskipun tidak sempar menjadi bahasan, isi buku kecil ini disambut dan akhirnya disambung oleh tokoh-tokoh muda NU; Gus Dur, Dr. Fahmi, Umar Basalim, Slamet Effendi Yusuf serta tokoh muda yang lain.
Mereka menyelenggarakan pertemuan yang kemudian dikenal dengan “Majelis 24” yang akhirnya membentuk Tim Tujuh, untuk merancang masa depan NU dengan Khitthah. Agar mendapat formulasi yang sesuai dengan harapan, rancangan tim itu kemudian dipadukan dengan beberapa rancangan yang lain dari generasi tua. Konsep hasil perpaduan ini kemudian diramu kembali pada perhelatan Munas Alim Ulama NU 1983 yang diselenggarakan di Asembagus Situbondo. Dan hasil optimal Khitthah NU yang pada kegiatan Muktamar 27 yang juga diselenggarakan di tempat yang sama pada tahun 1984.

Materi dan Substansi
Susungguhnya, Khitthah NU berisi unsure-unsur pokok yang sudah dimiliki oleh para pendiri dan pendukung organisasi ini sejak dahulu. Unsur-unsur ini sengaja dipilih agar konsep yang ada tetap relevan sepanjang masa.
Pada naskah Khitthah disebutkan bahwa, landasan organisasi ini adalah paham Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah yang diterapkan menurut kondisi kemasyarakatan di Indonesia, meliputi dasar-dasar amal keagamaan maupun kemasyarakatan. Khitthah NU juga digali dari intisari perjalanan sejarah khidmahnya dari masa ke masa.
Tidak semua hal yang disebutkan dalam buku Khitthah Nahdliyah masuuk dalam sistematika Khitthah NU hasil Muktamar ke-27, tetapi jawabannya terserap di dalamnya. Setidak-tidaknya buku tersebut merupakan “bahan pertama”.

Respon Berbagai Pihak
Belum sempat NU mensosialisasikan dan menyampaikan khitthah NU kepada warganya, Golkar dan pemerintah Orde Baru sudah lebih dulu giat menyampaikan kepada masyarakat bahwa, “NU sudah keluar dari PPP.” “NU boleh masuk dan milih Golkar.”
Mereka tidak ambil pusing terhadap butir-butir lain dari Khitthah seperti paham keagamaan, fungsi organisasi dan lain sebagainya. Hanya satu titik yang mereka manfaatkan, yaitu hubungan NU dengan parpol, karena hal ini sangat menguntungkan mereka.
Sayangnya, orang NU sendiri ikut-ikutan melihat Khitthah NU hanya pada titik hubungan NU dengan parpol ini. Celakanya pada titik ini, kaum Nahdliyah juga tidak sama pendapatnya; ada yang biasa-biasa saja, dengan tetap mengurus jam’iyah NU, ada yang cenderung mendekati Golkar, ada juga yang tetap di PPP sambil marah-marah kepada NU karena dianggap mengkhianati kesepakatan pembentukan PPP dan lain sebagainya. Dan selanjutnya ada yang marah kepada PPP karena dianggap telah merusak dan merugikan NU, kemudian menggembosi PPP menghadapi Pemilu 1987.
Khitthah NU yang dimaksudkan untuk melepas NU dari himpitan sistem kepartaian Orde Baru dan untuk mendapat kesempatan menggarap program-program jam’iyah yang terbengkalai, ternyata malah menjadi ‘masalah baru’ di kalangan warga NU, dan menimbulkan pertentangan. Tetapi bagaimanapun, era sesudah Khitthah membuka cakrawala dan dinamika yang lebih luas bagi NU. Nilai tawar NU di bursa pergolakan Nasional naik.

Upaya Sosialisasi
Harus diakui secara jujur bahwa sampai sekarang upaya sosialisasi Khitthah NU di kalangan warga NU belum dilakukan secara serius, terencana, terarah dan terkoordinasi dengan baik. Anehnya, sebagian tokoh dan kader NU merasa ‘sudah mengerti’ Khitthah. Sehingga memberkan penafsiran sendiri, tanpa ‘membaca naskahnya’.
Sesungguhnya sosialisasi Khitthah NU adalah identik dengan “kaderisasi NU” di bidang wawasan ke-NU-an. Kalau saja ada koordinasi antara badan-badan otonom yang ada dengan lembaga-lembaga (Lakpesdam, RMI, dan lain sebagainya) dan pesantren, Insya Allah hasilnya akan lumayan. Sayang, sosialisasi yang terkoordinasi ini tidak dilakukan. Akibat dari macetrnya upaya sosialisasi ini, Khitthah menjadi merana, hidup segan mati tak mau. Betapa kacaunya pemahaman terhadap Khitthah NU, dapat ditangkap dari kata-kata seorang kiai pengasuh pesantren sebagai berikut, “Di era Khitthah selama 14 tahun, pesantren terputus hubungannya dengan NU. Tokoh NU dilarang masuk pesantren. Kami hanya berhubungan dengan PPP, sampai pesantren ini dimusuhi oleh pemerintah habis-habisan. Tetapi sekarang NU sudah punya PKB secara total, tidak ada yang ketinggalan sekalipun.”

Evaluasi
Tujuan menjadikan Khitthah NU sebagai landasan berpikir, bersikap dan bertindak warga NU seperti disebutkan dalam naskah yang telah ada masih jauh dari kenyataan. Bukan saja karena realisasi dan aktualisasi Khitthah NU itu sendiri sudah merupakan perjuangan berat, di sisi lain usaha sosialisasinya masih banyak tersendat-sendat.
Proses perumusannya demikian panjang, melibatkan banyak pihak, mulai dari orang tua (Munas Alim Ulama tahun 1983), sampai kepada yang muda (Majelis 24 dan Tim Tujuh), sampai kepada yang formal struktural (Muktamar 1984) dan lain sebagainya, sehingga patut dipercaya bahwa hasilnya sudah mantap, baik substansinya maupun sistematikanya. Namun, sebagai produk ijtihad manusia, selalu masih ada kekurang sempurnaan. Kalau toh akan disempurnakan, maka hasil penyempurnaan itu harus benar-benar lebih sempurna.
Yang jelas, upaya sosialisasi belum serius, terencana, terarah, terkoordinasi dan merata. Bahkan di kalangan pengurus di semua tingkatan pun belum merata. Akibat paling fatal adalah Khitthah NU sering menjadi “pemicu pertentangan” di kalangan warga NU sendiri, tidak menjadi “pedoman pemersatu” sebagaimana dimaksudkan semula.

Usulan
Naskah Khitthah NU, hasil keputusan Muktamar ke-27 di Situbondo pada umumnya sudah memadai, tidak memerlukan perubahan besar apalagi perombakan. Sebagaimana dokumen bersejarah, naskah tersebut jangan terkena “kesan atau citra” diubah-ubah. Kalau toh diperlukan “penyempurnaan”, maka hendaknya dilakukan dengan hati-hati dan seksama.
Diperlukan “Tafsir resmi” Khitthah yang mantap, diputuskan dan ditetapkan oleh muktamar, dengan menjelaskan “penjelasan Khitthah NU” hasil Munas/Konbes Palembang yang dijadikan mabadi’ khoira ummah. Demikian pula harus ditunjang dengan ditunjuk fungsionaris maupun lembaga di tingkat PBNU dan diteruskan sampai ke tingkat wilayah dan cabang, yang bertugas mengkoordinasi semua kegiatan sosialisasi Khitthah NU yang dilakukan oleh semua badan otonom dan lembaga di kalangan NU. Diusahakan supaya semua fungsionaris, tokoh dan kader NU ‘pernah’ mengikuti kegiatan sosialisasi Khitthah NU, melalui pelatihan, Sarasehan, halaqoh atau apapun namanya dengan serius. Hal ini mendesak untuk diupayakan secara serius agar Khitthah NU benar-benar ditempatkan di atas AD/ART dan di bawah Qonun Asasi. Kalau ini yang terjadi, maka Qonun Asasi dan khitthah NU menjadi dokumen luhur NU, di atas AD/ART dan keputusan-keputusan Muktamar lain, seperti program pengembangan lima tahunan dan lain-lain.
Khitthah dan Godaan Kepentingan
Adalah suatu hal yang sudah pasti, kalau ketika NU “membuat rumusan” tentang Khitthah didorong oleh “kepentingan”, baik untuk mencapai tujuan atau (setidak-setidaknya) kepentingan menghindari suatu yang tidak diinginkan. Yang pasti, kepentingan NU dan mungkin juga kepentingan lain. Kata membuat “rumusan” ini penting diperhatikan, karena “tanpa dirumuskan”, Khitthah NU sudah ada, meskipun belum dilakukan secara sistematis.
Di samping itu, berbagai pihak juga mempunyai “kepentingan” dengan NU. Karena NU dianggap mengandung berbagai hal yang menjadi kepentingan pihak lain tersebut, mungkin kepentingan NU atau malah bertentangan. Berbagai kepentingan dari banyak pihak muncul dan adakalanya ditampilkan secara demonstratif dan emosional.
Sekedar mengingatkan, bagaimana penguasa Orde Baru menyambut kemunculan rumusan Khitthah NU. Demikian pula perlu dikenang, betapa almarhum Naro dengan PPP-nya merespon hal tersebut. Inilah yang saya katakan bahwa semua berdasar kepentingan masing-masing sampai saat ini. Pertanyaannya sekarang bagaimana rincinya dan apakah hal itu kalau diterapkan secara “murni dan konsekuen” sesuai dengan kepentingan NU?
NU tentu berusaha selalu tahu diri dan tahu situasi. Tahu kelemahan diri tetapi juga tidak hilang rasa kepercayaan diri. Juga tahu situasi mendekati Pemilu dan pemilihan Presiden secara langsung ataukan situasi lain. Memang disadari bahwa NU menang secara kuantitas tetapi belum menang dalam kualitas. NU bukan partai politik yang bisa bermain politik praktis. Tetapi NU, tidak dapat diingkari oleh siapapun, merupakan kekuatan politik yang tidak dapat diabaikan, bahkan merupakan sasaran bancakan kekuatan partai politik. Oleh karena itu, yang menjadi masalah bagi NU adalah bagaimana menyalurkan aspirasi politik yang besar itu.
Dalam sejarahnya, NU pernah menerapkan bermacam tata hubungan dengan partai politik dan sekaligus cara menyalurkan aspirasi politiknya. Pada zaman penjajahan Belanda, NU tidak terikat dengan partai atau organisasi lain secara permanen. Tetapi pada tahun 1935-an, NU bergabung dengan Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) yang juga memiliki partai politik (PSII, PII- Sukiman dan lain sebagainya) disamping ormas seperti Muhammadiyah dan lain-lain.
Di zaman Jepang, beberapa tokoh NU, Muhammadiyah dan lain sebagainya terus berada di dalam MIAI yang kemudian oleh Jepang diubah menjadi Masyumi. Para tokoh dalam partai tersebut berusaha mencari dan mencuri kesempatan untuk tetap berkomunikasi dengan umat. Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan di memperjuangkan kemerdekaan.
Saat revolusi fisik, NU bergabung dengan Masyumi, yang sudah menjadi partai Islam. Hal ini NU lakukan ksarena perjuangan kala itu mutlak memerlukan persatuan Nasional termasuk persatuan umat. Sesudah revolusi fisik, NU ingat akan kepercayaan dirinya dan mandiri menjadi partai politik sendiri di luar Masyumi. Aspirasi politik termasuk politik praktisnya dilakukan oleh partai NU sendiri.
Ketika zaman Orde Baru datang, dimana partai-partai harus diserimpung dengan kebijakan pemerintah kala itu, NU harus berfusi di PPP, dengan istilah menfusikan peranan politiknya ke dalam partai tersebut. Karena situasi politik dan kepartaian di zaman itu, maka ketika NU merumuskan Khitthah NU, disisipkan kalimat “Nahdlatul Ulama sebagai jam’iyah secara organisatoris tidak terikat organisasi politik dan organisasi masyarakat manapun juga.” Rupanya, kalimat inilah yang disalah-pahami sebagai Khitthah NU seutuhnya. Sementara bagian-bagian yang lain tidak diperhatikan.
Ketika zaman reformasi, nafsu membentuk partai demikian hebat dan tidak terbendung lagi, termasuk di kalangan kaum nahdliyyin. Mereka mendesak NU menjadi partai kembali atau membuat partai. Bahkan diantara mereka sudah tidak sabar lagi dengan membuat partai sendiri tanpa menunggu PBNU. Adalah sangat tidak bertanggung jawab, kalau PBNU membiarkan kaum Nahdliyyin ‘berseraka’” di mana-mana, tanpa turut bimbingan dan arahan dari induk organisasinya. Maka, kaum Nahdliyyin bermusyawarah dan membentuk PKB.
Rupanya, para perumus Khitthah NU sangat teliti dan seksama, memilih kata-kata tidak terikat, bukan kata lain, seperti tidak boleh bergabung, memisahkan diri dan lain sebagainya. Tidak terikat mengandung konotasi independen, mandiri atau bebas.
Kalaupun kemudian muncul tafsiran yang beragam seperti mengambil jarak yang sama, adil terhadap semua partai, kiranya hal itu juga dipengaruhi oleh kepentingan, menurut situasi dan kondisi yang melingkupi. Cara-cara yang sudah pernah diterapkan oleh NU tersebut, hendaknya dipahami sebagai pilihan yang diijtihadi sebagai piihan terbaik pada waktu tertentu. Artinya apa yang telah terjadi itu tidak dimaknai sebagai suatu hukum qoth’i yang tidak boleh berubah sepanjang zaman, apalagi kalau ditafsiri secara kaku.
Akhirnya, rumusan Khitthah NU bukanlah nash suci yang tidak boleh diotak-atik. Silahkan memikirkan kembali, bagaimana sebaiknya nasib Khitthah NU ini di masa depan yang panjang. Silahkan NU diberi masukan, Insya Allah NU akan terbuka menerima segala saran. Tetapi mohon dengan hormat dan sangat, tidak dilupakan kepentingan NU. Jangan sampai terjadi dengan alasan Khitthah, orang NU menjadi susut kesetiaanya kepada NU.
***


Dampak Negatif
Studi Islam di Negeri Barat

S
ejak tahun 1973 masyarakat diketengahkan pendapat yang nadanya mendiskreditkan studi Islam di Timur Tengah. Sayangnya, pendapat tersebut muncul dari pejabat teras Departemen Agama dan kalangan tertentu IAIN. Mereka menyatakan bahwa metodologi Timur Tengah sudah ketinggalan zaman.
Pada saat bersamaan digalakkan studi Islam di negeri-negeri Barat, Amerika Serikat dan Kanada, yang katanya punya metode modern, mahaguru yang canggih kendati ia Yahudi seperti George Mc Turman Kahin, Leonard Binder dan sebagainya, atau kalaupun ia muslim maka ia seseorang yang berpendirian menyimpang atau aneh seperti Fazlurrahman.
Maka berbondong-bondonglah alumni IAIN ke Barat. Sekembalinya ke tanah air, mereka mulai mengeluarkan pendapat yang kontroversial ke tengah masyarakat. Buku Apa & Siapa 1985-1986 hal. 461-462 bertutur tentang Nurcholis Madjid seperti berikut:
“Rampung dari Fakultas Arab (Sastra dan Budaya Islam) IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, ia melanjutkan ke Universitas Chicago selama enam tahun. Di sanalah Cak Nur, panggilan akrab Nurcholis, dengan gemilang mempertahankan disertasinya, Ibn Taymiyya on Kalam and Falsafa.
Sebelum ke Amerika, Cak Nur sudah dikenal sebagai tokoh pembaharu Islam. Fiqih, akidah, akhlak, dan tasawuf sebagai landasan berpikir umat Islam masa kini dinilainya tidak memadai lagi. Karena itu, perlu dirombak.
Kalau Fiqih, akidah, akhlak, dan tashawuf harus dirombak, entah apalagi yang masih tersisa dari Islam. Betapa pun, pasang surut peranan Islam di Indonesia dalam dasawarsa-dasawarsa terakhir menimbulkan banyak minat kalangan pengamat dan ‘orang dalam’ sendiri untuk melakukan analisa, penelitian bahkan otokritik. Sepanjang menyangkut penelitian dan analisa ini, hal tersebut sangat diperlukan, dan dalam batas kewajaran otokritik dari kalangan sendiri (‘orang dalam’) adalah sehat dan mencerminkan kedewasaan.
Namun belakangan ini kritik dari ‘kalangan sendiri’ terasa agak lain dan sangat terasa nuansa yang berbeda dari sekadar kritik. Ada kesan mesochisme dan merusak. Kasus Gerakan Pembaharuan Keagamaan (GPK) Nurcholis Madjid adalah contoh baik (dan kini GPK telah beranak cucu menjadi JIL, Islam emansipatoris, dan sebagainya.
Orang-orang kafir dengan segala kelicikannya tidak akan pernah berhenti memusuhi umat Islam, lewat pemikiran dan pendangkalan akidah, penghinaan dan penganiayaan terhadap umat Islam yang hidup di negara Barat adalah wujud nyata dari pertarungan peradaban. Propaganda mereka di tengah-tengah umat Islam seperti Demokrasi, HAM, kebebasan, dialog antar peradaban dan sebagainya sejatinya merupakan peluru mereka untuk memenangkan pertarungan tersebut. Pengawasan masjid, pelarangan jilbab, rencana aksi pembakaran al-Qur’an oleh sekte kecil umat Kristiani di Florida, Amerika, yang dikomandani oleh pendeta Dr. Terry dan Sylvia Jones yang akhirnya digagalkan Allah SWT –semoga mereka dan pendukungnya yang mempunyai rencana tersebut dilaknat Allah SWT--. Dan bentuk diskriminatif lainnya merupakan jurus handal mereka untuk mencegah pertumbuhan ideologi dan sistem hukum Islam.
Dalam pidato penting di depan DPR pada malam menjelang peringatan HUT kemerdekaan RI, Presiden SBY menyerukan kepada rakyat Indonesia agar menghayati kehidupan harmonis sejati dalam masyarakat pluralistis. (VOA, 16/8/10)
Sehari sebelumnya, ribuan orang dari Jemaat Gereja Huria Kristen Indonesia (GMKI), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Wahid Institute dan elemen organisasi masyarakat lain berunjuk rasa di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Ahad (15/8/10). Mereka menagih janji Pemerintah tentang kebebasan beragama.
Opini kemudian disertai dengan pernyataan bahwa pluralisme di Indonesia terancam, Pancasila terancam, dan berujung pada NKRI terancam. Siapa yang mengancam? Kelompok-kelompok Islam radikal yang memperjuangkan Syari’at, katanya.
Jelas, ada penyesatan politik luar biasa di balik semua itu. Benarkah di Indonesia tidak ada kebebasan beragama? Benarkah di Indonesia pembangunan gereja terhambat? Kenyataannya, menurut Kepala Badan Litbang Departemen Agama, Atho' Mudzhar, sejak 1977 hingga 2004, pertumbuhan rumah ibadah Kristen justru lebih besar dibandingkan dengan masjid. Rumah ibadah umat Islam, pada periode itu meningkat 64,22 persen, Kristen Potestan 131, 38 persen, Kristen Katolik meningkat hingga 152 persen (Republika, 18/2/06).
Umat Islam selama ini tidaklah mempersoalkan hak umat Kristen untuk beribadah. Ajaran Islam juga memberikan hak kepada agama lain seperti Kristen untuk beribadah sebebas-bebasnya. Dalam sejarah Khilafah Islam, umat Kristen hidup berdampingan secara harmonis di bawah naungan Syari’at Islam.
Namun masalahnya adalah pembangunan gereja yang melanggar aturan. Misal, membangun gereja di tempat pemukiman yang mayoritas muslim, sementara yang beragama Kristen di sana sedikit. Apalagi gereja sering dijadikan basis kristenisasi untuk memurtadkan penduduk sekitar yang muslim. Sementara yang beragama Kristen disana sedikit. Apalagi gereja sering dijadikan basis kristenisasi untuk memurtadkan penduduk sekitar yang muslim.
Kasus bekasi yang kemudian memicu bentrok, misalnya, diawali ketika pihak Kristen menggunakan tempat yang semestinya tidak untuk tempat peribadahan. Jemaat tersebut mengadakan ibadah di lahan kosong seluas 2.300 meter persegi di kawasan Pondok Timur Indah, Bekasi pada hari ahad 8/8/ 2010. warga sekitar tak berkenan. Mereka membubarkan acara tersebut. Warga diprovokasi hingga menyebabkan bentrok.
Pemerintah kota Bekasi sudah menyiapkan tempat gedung untuk ibadah, namun para jemaat itu menolak. Di Bekasi sendiri berdiri tiga bangunan ilegal yang dijadikan tempat ibadah. Diantaranya, Gereja HKBP Pondok Timur Indah di kecamatan Mustika Sari. Gereja Gelilia Galaxi di Kecamatan Bekasi Selatan. Gereja Vila Indah Permai (VIP) di Kecamatan Bekasi Utara.
Rencana pendirian gereja juga sering dengan cara tipu- menipu warga. Panitia Pembangunan Kristen Indonesia (GKI) Yasmin Bogor, misalnya memalsukan tanda tangan warga. Anehnya, IMB tetap keluar. Padahal tidak ada satu warga pun yang menandatanganinya. Sementara berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) dua menteri pembangunan fasilitas sosial wajib memiliki 60 hingga 90 bertanda tangan warga.
Kini setelah kejadian kasus Bekasi, mereka kaum kafirin melalui juru bicara, Sere Tambunan, dari Forum Solidaritas Kebebasan Beragama bersama LSM-LSM pegiat HAM berkumpul di Sekretariat Kontras Jl. Borobudur, Menteng, Jakarta Pusat, mendesak presiden SBY untuk memerintahkan Menag dan Mendagri untuk mencabut peraturan bersama tersebut karena dinilai sangat diskriminatif, bertentangan dengan kemajemukan bangsa Indonesia, dan merugikan kelompok minoritas di negeri ini.
Cerita lain, pada Nobember 2009 Satuan Polisi Pamong Praja membongkar lima gereja di Desa Bencongan, Kecamatan Curug, Kabupaten Tangerang. Lima bangunan gereja yang dibongkar adalah Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI). Huria Gereja Batak Protestan (HKBP), Gereja Pantekosta Haleluya Indonesia (GPHI), Gereja Bethel Indonesia (GBI). Mengapa gereja-gereja itu dibongkar? Berdasarkan keterangan pejabat setempat, pembangunan lima gereja yang berdiri di lahan seluas 110 hektar milik Sekretariat Negara (Sekneg) itu menyalahi aturan karena tidak mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB). Sebelumnya, tiga kali peringatan sudah dikeluarkan Pemda Tangerang, namun pihak Kristiani tetap tak peduli.
Fakta-fakta seperti ini sering tidak diungkap. Jadi memang ada kesengajaan untuk membangun opini bahwa di Indonesia tidak ada kebebasan beragama. Disisi lain, sangat jarang di-blow-up oleh media massa, terutama media international, bagaimana sulitnya umat Islam mendirikan masjid di tempat-tempat yang mayoritas penduduknya non-muslim seperti daerah Papua atau Bali.
Isu pembangunan gereja ini kemudian dipolitisi oleh kelompok-kelompok liberal untuk mengampanyekan ide sesat mereka tentang pluralisme agama yang sudah difatwakan haram oleh MUI. Alasan melindungi pluralisme inilah yang digunakan untuk membenarkan kelompok-kelompok sesat yang menyimpang dari Islam. Sebaliknya, atas nama pluralisme pula mereka menuntut agar ormas-ormas Islam yang mereka cap radikal dibubarkan. Alasan menjaga pluralisme juga digunakan untuk membenarkan pembangunan gereja-gereja tanpa izin. Dengan alasan itu pula pihak mereka memurtadkan umat Islam. Semua ini menunjukkan memang ide pluralisme sangat berbahaya bagi umat Islam.
Maka sungguh sangat disayangkan pernyataan Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siradj menegaskan, jika dibutuhkan, PBNU siap menjadi fasilitator terkait perizinan pembangunan rumah ibadah jemaat gereja HKBP Pondok Timur Indah, Mekarjaya Kota Bekasi, Senin 13/ 9/ 2010. Hal itu turut akan menjadi agenda pembahasan pada acara Halal-Bihalal PBNU dengan seluruh jajaran pengurusnya pada tanggal 24 September 2010.
Apa Sa'id Aqil tidak tahu, kalau pendirian gereja HKBP Ciketing, Mekarjaya kota Bekasi itu tidak memenuhi prosedur, sesuai dengan SKB dua menteri, apa PBNU juga tidak tahu dengan adanya praktek kristenisasi yang dilakukan oleh HKBP, apa NU-nya Said Aqil sudah menjadi bagian dari mereka, kaum kafirin yang berusaha mencabut SKB tersebut, kalau memang begitu, tinggal tunggu kehancuran NU.
***


Ikhtitam

P
eringatan demi peringatan lewat kata-kata yang kasar, pedas dan tajam dari kami tadi, bukannya kami garang, keras dan terlalu vulgar, itu semua justru belum seimbang dengan maraknya pemurtadan, pengkafiran yang mereka kampanyekan. Mereka mengaku Islam namun sepak terjangnya, politiknya, pandangan hidupnya, ucapan-ucapannya justru selalu condong dan mendukung orang kafir.
Dalam kasus Ahmadiyyah contohnya, diputuskan oleh Bakor Pakem Kejaksaan agung 16 April 2008, bahwa Ahmadiyyah terbukti menyimpang dari pokok-pokok agama Islam dan direkomendasi agar menghentikan kegiatannya. Ternyata bermunculan orang-orang yang bertopeng Islam namun membela kafirin Ahmadiyyah itu. Kadang-kadang mereka juga mengutip-ngutip ayat atau mensinyalir Hadits, namun tanpa ilmu sama sekali, atau sengaja mereka membelokkan makna yang sebenarnya karena mereka punya kontrak dengan kafirin. Mereka tidak malu-malu lagi memperlihatkan dirinya membela kafirin, sehingga umat Islam yang asalnya masih samar memandangnya, sekarang sudah jelas bahwa mereka adalah gerombolan yang menjadi pembela kekufuran, Ahmadiyyah, Sekularis, Liberalis, Pluralis, Syi'i dan lain sebagainya.
Di saat MUI dengan fatwa haramnya terhadap Sekularisme, Pluralisme, dan Liberalisme pada munas VII di Jakarta, Juli 2005, muncul KH. Musthofa Bisyri, dengan suara aneh, membela kaum sepilis dan menghantam fatwa MUI. Belakangan ketika gonjang-ganjing Ahmadiyyah yang direkomendasikan Bakor Pakem Kejagung pada tanggal 16 April 2008 agar Ahmadiyyah menghentikan kegiatannya karena terbukti menyimpang dari pokok-pokok agama Islam, KH. Mustofa Bisyri pun bertandang untuk membela Ahmadiyyah.
Dalam pembelaannya, Gus Mus panggilan akrabnya menulis di sebuah koran Indo Pos, Rabu 23 April 2008 berjudul "Yang Sesat dan Yang Ngamuk".
Bila kecenderungan mereka justru membela kafirin dalam melawan Islam, maka kami khawatir mereka tergolong dalam barisan mereka. Karena Nabi Muhammad SAW bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ( مَن تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ) رواه ابو داود.
"Barangsiapa menyerupai dengan suatu kaum maka dia termasuk mereka" (Hadits riwayat Abu Dawud dan At-Thabrani dalam Ausath dari Hudzaifah, berderajat hasan).
Keadaan orang yang membela kafirin, Yahudi, Nashrani, Musyrikin, Komunis, Sekuler, Nasionalis yang meremehkan Islam, kelompok-kelompok sesat yang keluar dari Islam, seperti Ahmadiyyah, Baha'i, Syi'ah, Lia Eden, nabi-nabi palsu yang mengaku reinkarnasi/perwujudan kembali Nabi Muhammad SAW dari kelompok Lia Eden, gerombolan musyrikin baru dengan nama Pluralisme agama, ini bisa dibandingkan dengan orang Islam yang karena bergabung dan mendukung kepentingan dan ajaran mereka, maka mereka akan masuk neraka Jahanam bersama mereka.[ ]
(إنَّ الَّذِيْنَ تَوَفَّـهُمُ المَلاَئِكَةُ ظَالِمِى أَنْفُسِهِمْ قَالُوْا فِيْمَ كُنتُمْ قَالُوْا كُنَّا مُستَضْعَفِيْنَ فِى الأَرْضِ قَالُوْا أَلَمْ تَكُنْ أَرْضُ اللهِ وَاسِعَةً فَتُهَاجِرُوْا فِيْهَا فَأُولئِكَ مَأْوَهُمْ جَهَنَّمُ وَسَاءَتْ مَصِيْرًا). (النّساء : 97).
"Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepeda mereka) malaikat bertanya: dalam keadaan bagaimana kamu ini? Mereka menjawab: adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Makkah). Para malaikat berkata: bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah dibumi itu? Orang-orang itu tempatnya neraka Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruknya tempat kembali" (QS. An-Nisa': 97)
Kalau mereka pembajak akidah, Pluralisme, pendukung kekufuran bergabung dengan mereka, melakukan ritual, beribadah bersama-sama mereka seperti doa bersama antar umat beragama, maka dengan sendirinya mereka akan murtad.
الرّدةُ هي قطعُ الإسلام ويحصل ذلك تارةً بالقول الذي هو كفرٌ وتارةً بالفعل والأفعال الموُجِبة للكفر (روضة الطالبين وعُمدة المفتين)
"Murtad adalah memutuskan Islam yang dalam hal ini bisa terjadi lewat perkataan kufur, pebuatan yang bisa mengakibatkan seseorang menjadi kufur."
Imam Nawawi dalam masalah murtad mengatakan:
الرّدةُ هي قطعُ الإسلام بنية أو قَولِ كُفرٍ أو فعلٍ, سواء قاله استهزاءً أوعناداً أو اعتقاداً, فمن نفى الصانع أو الرسل او كذب رسولآ او حلل محرما با لإجماع كالزنى وعكسه أو نفى وجوب مجمع عليه أو عكسه أو عزم على الكفر غدا أو تردد فيه كفَر والفعل المكفّر ما تعمده استهزاء صريحا بالدين او جحودا له كإلقاء مصحف بقاذورة وسجود لصانم. أي فكلّ من الثلاثة ناشئ عن استهزاء بالدين او جحود له. (المنهاج للنواوي).
"Murtad menurut perspektif Fiqih adalah memutus-kan Islam dengan niat (keluar dari Islam), ucapan atau perbuatan kufur dalam bentuk penghinaan, penentangan atau keyakinan. Sebagai contoh peng-ingkaran terhadap Dzat sang pencipta alam, Rasul, atau mendustakannya. Menghalalkan perkara yang sudah jelas haramnya secara ijma' seperti zina atau sebaliknya. Mengingkari sesuatu yang sudah jelas akan kewajibannya atau sebaliknya. Berkeinginan kuat kembali kekufuran, ragu mengenai sesuatu sudah yang jelas kufurnya. Perbuatan yang bisa menjadikan murtad adalah perbuatan yang dilaku-kan dengan sengaja dan jelas untuk melecehkan atau menentang terhadap agama."
Sementara itu dalam Kitab Khifayatul Akhyar mendefinisikan murtad sebagai berikut:
والرّدة فى الشّرع الرّجُوع عن الإسلام إلى الكفر وقطعُ الإسلام ويحصل تارة بالقول وتارة بالفعل وتارة بالإعتقاد. (كفاية الأخيار ج2ص160).
"Murtad menurut pandangan syara' adalah kembali kepada kekufuran yang asalnya Islam atau memutuskan Islam. Bisa terjadi dalam bentuk ucapan, perbuatan atau keyakinan".
Begitu juga dalam kegiatan keagamaan semisal doa bersama antar umat beragama. Apakah doa orang-orang kafir bisa diharapkan menentramkan bangsa yang sedang demam euforia ini? Tidak ada salahnya, bila para ulama, kyai, gus-gus, santri yang telah bekerjasama dengan kafirin menela'ah kembali dawuh-dawuh ulama-ulama salaf, barangkali mereka telah lupa atau pura-pura lupa karena menuruti pesanan dari Zionis.
وَمَا دُعَاءُ الكفِرِيْنَ إِلاَّ فِى ضَلَلٍ. (الرعد : 14).
(وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِى الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آياَتِ اللهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلاَ تَقْعُدُوْا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوْضُوْا فِي حَدِيْثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ) أي انكم اذا ارتكبتم النهي بعد وصوله اليكم ورضيتم بالجلوس معهم فى المكان الذى يكفر فيه بأيات الله ويستهزأ وينقض بها واقررتموهم على ذلك فقد شاركتموهم فى الذى هم فيه, فلهذا قال تعالى (إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ) فى المأثم كما جاء فى الحديث: من كان يؤمن بالله واليوم الأخر, فلا يجلس على مائدة يدار عليها الخمر.
والذى أحيل عليه فى هذه الأية من النهي فى ذلك هو قوله فى سورة الأنعام وهي مكة, (وإِذَا رَأَيْتَ الَّذِيْنَ يَخُوْضُوْنَ فِي أَيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ) الأية قال مقاتل بن حبان نسخت هذه الأية التى فى سورة الأنعام, يعنى نسخ قوله (إنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ) لقوله (وَمَا عَلَى الَّذِيْنَ يَتَّقُوْنَ مِنْ حِسَابِهِمْ مِنْ شَيْئٍ وَلَكِنْ ذِكْرَى لَعَلَّهُمْ يَتَّقُوْنَ) (تفسير ابن كثير سورة النساء : 140 وسورة الأنعام : 69).
ليس على المتقين ربهم بهم حساب الخائضين فى ايات الله, وليس عليهم أي شيئ من الإثم اذا أعرضوا عنهم أو جالسوهم وهم يخوضون فى حديث أخر, ولكن اجتنابهم أو القيام عنهم تذكير بعظمة الإثم الذى وقع فيه بسبب هذه الخوض لعلهم يتركونه ويتقوا الله فيمسك عن الكلام الباطل. (تفسير الوجيز للأستاذ الدكتور وهبه الزحيلى عن سورة الأنعام : 69).
Begitu juga para tokoh Islam pendukung Ahmadiyyah, pembela nabi palsu, yang mengaku perwujudan dari Nabi Muhammad SAW. atau percaya dengan orang yang mengaku nabi, dengan sendirinya perbuatannya bisa menjadikan dia murtad. Seperti halnya ditegaskan dalam Kitab Roudhottholibin.
وأما التفصيلي فقال المتولي: من اعتقد قدم العالم, او حدوث الصانع, او نفى ما هو ثابت للقديم بالإجماع ككونه عالما قادرا, او أثبت ما هو منفي عنه بالإجماع كالألوان, او أثبت له الإتصال والإنفصال كان كافرا, وكذا من جحد جواز بعثة الرسول, او أنكر نبوة نبي من الأنبياء صلوات الله وسلامه عليهم, او كذبه, او جحد آية من القرآن مجمعا عليها, او زاد فى القرآن كلمة واعتقد أنها منه, او سبّ نبيا, او استخف منه, او استحل محرما بالإجماع كالخمر والزنى واللواط, او حرم حلالا بالإجماع, او نفى وجوب مجمع على وجوبه كركعة من الصلوات الخمس, او اعتقد وجوب ما ليس بواجب بالإجماع كصلاة سادسة وصوم شوال, او نسب عائشة رضي الله عنها إلى الفاحشة, أَو ادّعَى نُبوّةَ بعد نبيِّنا عليه الصلاة السّلام أو صدّق مدّعيها, او عظم صنما بالسجود له او التقرب إليه بالذبح باسمه فكل هذا كفر روضة الطالبين ج7ص284 .
Juga dalam Hasyiyah Qolyubi dijelaskan:
ومثل تكذيبه لو قصد تحقيره أى الرسول, ولو بتصغير اسمه أو سبه أوسبّ الملائكة أو صدّق مدّعى النبّوّةَ . (حاشية قليوبي ج4ص176).
"Seperti halnya mendustakan Rasulullah mengak-ibatkan kufur adalah menghina Rasul walaupun hanya menyebut nama Rasul dalam bentuk tasghir (yang bermakna kecil), mengolok-ngolok Rasul/ Malaikat, membenarkan pengakuan seseorang menjadi nabi (setelah Nabi Muhammad)."
Sementara dalam Kitab Kifayatul Akhyar diperjelas lagi tentang kemurtadan yang bersangkutan dengan nabi palsu.
أمّا القول فكما إذ قال شخص عن عدوّه: لوكان ربّي ماعبدته فإنه يكفر, وكذا لوقال : لوكان نبيا ما آمنت به, او قال عن ولده او زوجته: هو أحبّ إليّ من الله او من رسوله , وكذا لوقال مريض بعد ان شفي: لقيت فى مرضي هذا ما لو قـتلت أبا بكر وعمر لـم أستوجبه فإنّه يكفر وكذا لو ادّعى أنّه أو حي إليه وإن لم يدّع النبوّة. (كفاية الأخيار ج2ص160).
"Adapun perkataan yang bisa menjadikan seseorang murtad adalah seperti perkataan seseorang berkenaan dengan musuhnya "Andaikan musuhku adalah Tuhanku maka tidak akan saya sembah, atau seorang Nabi maka tidak akan aku imani", ucapan itu adalah kufur. Perkataan seseorang berhubungan dengan anaknya atau suami/istrinya, "Mereka lebih aku cintai daripada Allah", ucapan itu kufur. Ucapan seorang yang sembuh dari sakitnya, "Sebab aku menolak membunuh Abu Bakar dan Umar aku menjadi sakit", perkataan itu kufur. Begitu juga pengakuan seseorang bahwa dia telah diberi wahyu oleh Allah walaupun tidak mengaku sebagai nabi, divonis murtad".
Apakah mereka tidak pernah melihat dengan kedua belah mata dan menghayati apa yang terkandung dalam kitab Irsyad al-Ibad yang sudah jelas memvonis kelakuan mereka bahwa mereka itu sudah kufur.
(واعلم) أن من أنواعها ان يعزم مكلف مختار على الكفر فى زمن قريب أو بعيد, أو يتردد فيه, أو يعلقه باللسان أو القلب على شيئ ولو محالا عقليا فيكفر حالا, أو يعتقد ما يوجبه أو يفعله أو يتلفظ بما يدل عليه مع اعتقاد أو عناد أو استهزاء كأن يعتقد قدم العالم أو الروح أو حدوث الصانع, أو ينفي ما هو ثابت لله تعالى بالإجماع كالعلم والقدرة, أو يثبت ما هو منفي عنه بالإجماع كاللون, أو يعتقد وجوب غير واجب كصلاة سادسة وصوم غير رمضان, أو يشك فى تكفير اليهود والنصارى وكأن يسجد لمخلوق كصنم وشمس, أو يمشي إلى الكنائس مع أهلها بزيهم من الزنانير وغيرها, أو يلقي ورقة فيها شيئ من القرآن أو العلم الشرعي أو اسم الله تعالى أو اسم نبي أو ملك فى مستقذر ولو طاهرا كبزاق أو مخاط أو يلطخ ذلك أو مسجدا بنجس ولو معفوا عنه, وكأن ينكر نبوة نبي أجمع عليها, أو انزال كتاب كذلك كالتوراة والإنجيل وزبور وداود وصحف ابراهيم أو آية من القرآن مجمعا عليها كالمعوذتين, أو ينكر وجوب واجب أو ندب مندوب أو تحريم حرام أو تحليل حلال أجمع عليها وعلم من الدين ضرورة كركعة من إحدى المكتوبات وصوم رمضان وكالرواتب وصلاة العيد وكشرب الخمر والزنا واللواط ووطء الحائض وايذاء مسلم وأخذ مكس وربا ورشوة وصلاة بلا وضوء وكابيع والنكاح أو ينكر إعجاز القرآن أو كأن يكذب نبيا أو يستخف به أو بملك أو يسبهما ولو تعريضا أو يدعى النبوة أو يصدق مدعيها وكأن يرضى بالكفر كإكراه مسلم عليه أو إشارته عليه أو إشارته على كافر. (إرشاد العباد ص5).
Orang-orang yang telah kafir seperti Gus Dur dan antek-anteknya akibat melakukan perbuatan yang menjadikannya kafir, dan akibat membela kafirin (Yahudi, Nashrani, Komunis, Khonghucu, Liberalis, Sekularis, Pluralis, Syi'i, Baha'i, Ahmadi-yah, nabi-nabi palsu, kelompok Lia Eden, dll) ketika mati hukumnya pun seperti orang kafirin/ murtaddin yaitu jangan dimandikan, disholati, jangan dikubur di pekuburan orang Islam.
(ولا تُصَلِّ علَى أحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أبَدًا ولاَ تَقُمْ علَى قَبْرِه إنَّهُمْ كَفَرُوا بِالله ورَسُولِه وَماتُوا وهُمْ فَاسِقُونَ). ( التوبة : 84).
"Dan janganlah kamu sekali-kali menshalati (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburan-nya, Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah SWT dan Rasulnya dan mereka mati dalam keadaan fasiq" (QS. At-Taubah 84)
Derasnya pengaruh dan desakan media masa yang mempropagandakan aneka perusakan terha-dap Islam yang dilancarkan oleh tokoh-tokoh Islam, NU yang keblinger tidak boleh dibiarkan. NU hanya dibuat alat untuk mencapai dan mewujud-kan ambisinya, sehingga NU tidak lagi sebagai Jam'iyah Diniyyah Ijtima'iyyah, (organisasi keagamaan kemasyarakatan). Jam'iyyah yang memposisikan ulama pada posisi yang istimewa, karena ulama pewaris dan mata rantai penyalur ajaran Islam yang dibawa Rasulullah SAW. Kalau terjadi penyelewengan, kaum Nahdhiyin khususnya ulama harus bertindak, jangan biarkan Umat Islam meninggal dunia dalam keadaan dadanya kosong dari iman karena meniru apa yang pernah dilakukan pimpinannya. Ini tugas yang mulia untuk menyelamatkan umat Islam sebelum mereka meninggal dunia. Maka semasa hidupnya harus senantiasa dinasehati dan dinasehati selalu, agar jangan sampai terlena dan terbawa arus deras kekufuran, kemusyrikan dan kemaksiatan yang merajalela.
NU sangat memerlukan pembenahan dan penertiban ke dalam. Untuk sampai kearah itu, diperlukan kerja keras, kesungguhan dan keikhlasan berjuang dari semua komponen NU. Untuk merubahnya, diperlukan tekad yang bulat, dari pimpinan dan kader-kader NU, bersedia berusaha dengan sekuat tenaga serta dengan program yang serius, melakukan kaderisasi yang benar dengan menjauhkan NU dari kader-kader yang pikirannya telah terkontaminasi pemikiran Barat, atau bahkan telah melakukan kontrak dengan Zionis Internasional.
Kalau kaderisasi dan kristalisasi sudah berjalan, Insya Allah NU akan berangsur-angsur tampil dan mempunyai kekuatan yang bisa mendominasi dalam setiap pentas kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pesantren sebagai salah satu lembaga tertua di Indonesia dalam perjalanannya benar-benar telah menjadi kawah candradimuka bagi terciptanya kader potensial penyebar Islam di tanah air. Lebih dari itu, pesantren juga berperan besar dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umat, dengan memberikan pelayanan kepada umat dalam berbagai kebutuhan hidupnya, baik bidang jasmani, maupun rohani, begitu juga berkaitan dengan urusan material dan spiritual, sampai pesantren mampu menjadi lembaga pelayan masyarakat.
Islam sudah datang dan tersebar di Nusantara ini, sebelum penjajahan Barat datang. Bahkan perlawanan terhadap penjajah oleh suku-suku selalu mendapat dukungan dan dipelopori oleh kyai bersama santrinya. Pesantren, kyai dan para santri pada zaman dahulu merupakan satu-satunya lembaga Islam yang berfungsi sebagai pendidikan Islam, perjuangan Islam dan pelayanan masyarakat.
Akhirnya, perlawanan fisik yang dilakukan oleh rakyat di daerah-daerah nusantara jatuh menjadi jajahan Belanda. Sebagaimana diisyaratkan dalam al-Quran, penjajahan menyebabkan rusaknya kehidupan.
•          
"Sesungguhnya raja-raja apabila memasu-ki suatu negeri, niscaya mereka membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi hina.” (QS. An-Naml: 34)
Demikianlah, ketika Barat melakukan penjaja-han, penduduk di daerah-daerah nusantara mengalami penderitaan, kemunduran dan keterbelakangan dalam segala bidang kehidupan. Di samping itu, penjajahan memberikan ‘pengajaran’ untuk menjauhkan sebagian kecil rakyat akan dijadikan ‘pendukung penjajahannya’, baik secara politik, ekonomi, sosial dan budaya. Kesenjangan antara kaum muslimin yang umumnya bersikap "non cooperation" dengan penjajah dengan sebagian kecil pihak yang mau menerima sistem pengajaran Barat itu, menjadi bertambah lebar. Satu-satunya sistem pendidikan milik kaum muslimin hanyalah pesantren.
Ketika para pemimpin Islam memikirkan dan mencari jalan keluar dari keterbelakangan, maka mereka sepakat bahwa langkah pertama adalah melalui perbaikan pendidikan. Ketika pembicaraan mengenai penilaian terhadap sistem kependidikan kepesantrenan, maka pertanyaan yang mengemuka apakah cukup mampu dipergunakan untuk ‘mengejar keterbelakangan’ tersebut? Dengan pertanyaan ini ada semacam keraguan seakan pesantren dalam kondisinya pada zaman itu belum cukup mampu mengejar keterbelakangan tersebut.
Melihat fenomena ini sudah seharusnya kita sampai kepada langkah kongkrit yang harus diambil untuk mengejar keterbelakangan rakyat, terutama kaum muslimin. Namun demikian ada dua pernyataan berbeda yang muncul terhadap tantangan ini. Pertama, pendirian bahwa pesantren tidak bakal mampu mengejar keterbelakangan. Terhadap pernyataan ini, maka pesantren ditinggalkan saja dan harus diadakan lembaga pendidikan baru di luar pesantren dengan menggunakan sistem dan metode "Barat".
Kedua, pendirian bahwa meskipun pesantren dalam kondisinya seperti pada zaman itu belum mampu mengejar keterbelakangan, tapi sekali-kali pesantren tidak boleh ditinggalkan. Dalam pandangan ini, pesantren ibarat rangkaian kereta api dengan sekian banyak gerbong dan sekian juta penumpang. Alangkah ‘dosanya’ kita mencari kemajuan melalui jalan dengan ‘meninggalkan’ sekian banyak umat dan membiarkannya dalam keadaan tetap terbelakang. Kita harus maju bersa-ma umat, betapapun sulit dan beratnya pesantren harus diperbaiki dan dibenahi dari dalam, tidak dengan meninggalkannya.
Yang paling menonjol di antara pihak yang mengambil pendirian pertama adalah Muhammadiyyah yang didirikan pada tahun 1912. Mereka berhasil mendirikan sekian banyak sekolah, mulai taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi, dengan sekian ratusan murid dan mahasiswanya. Tetapi ‘efek sampingnya’, mereka "berjauhan" dengan pesantren, dengan sekian juta santrinya.
Para kyai pengasuh pesantren inilah pada tahun 1334 H atau 1926 M mendirikan jam’iyyah Nahdlatul Ulama (NU), didukung para santri, baik yang masih di pesantren maupun yang sudah pulang kampung dengan segala macam kedudukannya di tengah masyarakat masih ditambah dengan anak cucunya yang lulusan fakultas eksakta sekaligus. Segala aspirasi, pendirian, wawasan, cita-cita, dan tradisi kepesantrenan dilebur jadi satu ke dalam tubuh NU, untuk dilestarikan dan dikembangkan lebih luas. Oleh karena itu, ada pemeo di kalangan NU, bahwa NU itu ‘pesantren besar’. Dan pesantren adalah ‘NU kecil’. Meskipun demikian, pesantren bukanlah bagian dari NU. Pesantren tetap dalam kemandiriannya masing-masing.
Peran pesantren di dalam membina, mengelola dan menuntun jama'ah NU sangat besar, lebih besar daripada pengurus formal struktural. Oleh karena itu dituntut kelincahan dan kearifan pengurus struktural untuk menjamin saling pengertian dengan para kyai pengasuh pesantren, untuk terus- menerus bersama Pembina kaum Nahdliyyin melalui jalur jam'iyyah dan jama'ah. Pengurus formal jangan hanya ‘sowan’ setiap kali konferensi periodik untuk mendapat restu dan dukungan saja.
Jalur yang paling pas untuk mensinkronkan para pengasuh pesantren adalah jalur Syuriah. Meskipun tidak semua kyai pengasuh pesantren masuk kepengurusan Syuriah, tetapi Syuriah dapat mengundang semua kyai NU, yang pengurus maupun bukan pengurus dalam forum musyawarah NU. Jalur lain adalah RMI, yang di dalam kepengurusan NU berada di bawah koordinasi Syuriah, bukan Tanfidziyah.
Pemberdayaan umat, artinya upaya membuat umat menjadi mempuyai kekuatan atau daya. Kalau umat sudah mempunyai kekuatan sendiri, maka mereka akan mampu melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi diri mereka dan dapat menolak bahaya yang dapat mengancam dan menimpa mereka sendiri. Mereka tidak selalu tergantung atau menggantungkan diri kepada pihak lain, juga tidak kepada pemimpin mereka. Pemimpin hanya dapat memberikan harapan dan umat sendiri yang akan bergerak secara mandiri.
Pemberdayaan umat dapat dipahami sebagai salah satu strategi pembangunan atau pembinaan yang dapat dibedakan dengan beberapa strategi lain, umpamanya "strategi Serba Tuntas", artinya serba dituntun dari atas. Strategi pemberdayaan umat, diterapkan dengan beberapa dasar, antara lain:
• Pembekalan kepada umat terutama generasinya dengan kecerdasan ilmu, keterampilan amal, sikap mental atau akhlak yang baik dan kesehatan fisik.
• Kesempatan dan dorongan kepada umat untuk mau dan mampu berbuat dan bergerak membina dan mengembangkan diri bersama masyarakat, sesuai kebutuhan dan kemaslahatan.
• Perjuangan untuk menciptakan situasi dan kondisi yang memberikan keleluasaan berpikir, berpendapat dan berbuat secara positif.
NU dan pesantren, dengan pengikut dan pendukungnya yang sekian juta banyaknya, sangat tepat menggunakan strategi pemberdayaan umat, strategi memperkuat masyarakat. Betapapun sulit dan beratnya, betapapun banyaknya rintangan dan gangguan, umat yang sekian banyaknya ini harus berangsur-angsur ditingkatkan kualitasnya supaya kuat, berdaya, menjadi pendukung pembangunan dan pembinaan masyarakat. Sumber daya masyarakat yang berkualitas akan menjadi kekuatan pendukung, dan sebaliknya yang tidak berkualitas akan menjadi beban. Kecuali jumlah sumber daya manusia yang besar, pesantren mempunyai modal yang baik, yaitu watak kemandirian. Meskipun sekarang sudah ada tanda-tanda menurun. Watak mandiri pada sistem pendidikan pesantren inilah yang harus dipikirkan, dilestarikan dan ditingkatkan. Kemandirian pesantren inilah yang menyebabkan memiliki daya tahan dan kekuatan yang telah menarik sekian banyak peneliti dari dalam dan luar negeri.
Tantangan paling berat di dalam pemberdayaan adalah ketertinggalan umat yang terlalu jauh meskipun sudah dapat diperpendek jaraknya. Adanya persaingan dengan beberapa pihak yang tidak senang melihat kaum Nahdliyyin meningkat kualitasnya, menjadi lebih berdaya, karena dikhawatirkan ‘sulit dikendalikan’. Serta semangat dan kegiatan untuk maju masih sangat perlu dibenahi. Namun, bagaimanapun pemberdayaan umat harus kita upayakan sekuat tenaga, karena hanya umat yang berdaya dan mandiri dapat maju dan meningkat pada zaman persaingan yang tajam dan kejam ini.
Pesantren haruslah diperbaiki dari dalam sehingga mampu mempertahankan eksistensinya sebagai lembaga pendidikan, lembaga perjuangan Islam dan lembaga pelayanan masyarakat, bahkan mampu meningkatkan diri di samping berbagai macam lembaga yang lain.
NU didirikan para ulama pengasuh pesantren sebagai wadah perjuangan yang bersama pesantren berupaya mengembangkan aspirasi, cita-cita, wawasan, paham keagamaan dan tradisi positif pesantren dalam skala yang lebih luas.
NU dengan dua wajahnya: jam'iyyah dan jama'ah merupakan kesatuan yang harus diurus secara proporsional dan bijaksana. Para ulama pesantren adalah tokoh yang paling berperan dalam membina NU jama'ah. NU mengutamakan strategi "pemberdayaan umat" di dalam pembangunan umat dan bangsa, dengan mengupayakan terwujudnya umat dan masyarakat yang berdaya dan mandiri, tidak selalu tergantung atau menggatungkan diri kepada pihak lain, tetapi mau dan mampu bekerja sama dan sejajar dengan pihak-pihak lain.[ ]
Muktamar Nahdlatul Ulama yang ke 32 di Makassar Sulawesi Selatan, diharapkan mampu memilih orang-orang yang memegang jabatan Syuriyah dan Tanfidziyah serta organisasi-organisasi di bawahnya memiliki enam kriteria, Pertama, penguasaan ilmu-ilmu dasar keislaman, seperti Al-Quran, Tafsir, Hadits, Fiqih dan Ushul Fiqih. Kedua, Memiliki pemahaman tentang tantangan pemikiran Islam kontemporer. Ketiga, mampu mengidentifikasi peta potensi umat Islam dan dunia Islam dalam bidang pendidikan, dakwah, ekonomi, dan politik. Keempat, Mengembangkan potensig diri dalam memimpin, mendidik, berdakwah, berusaha, berpolitik dan pengembangan ilmu pengetahuan. Kelima, Mengembangkan potensi diri dalam berdiskusi, berdebat, berpolemik, berdialog baik lisan maupun tulisan. Keenam, Mempunyai akidah yang jelas, yaitu akidah Ahlussunnah wal Jama'ah, tidak mempunyai hubungan kontrak dengan Barat, sehingga segala keputusannya harus sesuai dengan pesan Barat.
Sebagai komponen terbesar umat Islam, NU memiliki tanggungjawab besar dalam menjawab berbagai problematika yang dihadapi dunia Islam. Bila NU sudah baik, akan berdampak pada baiknya kehidupan umat Islam. Sudah saatnya NU bangkit, kebangkitan NU akan menginspirasi kebangkitan Nasional dan kebangkitan dunia Islam. Kebangkitan NU akan mempelopori kebangkitan umat Islam bukan hanya di kancah nasional namun juga ke arah global. Muktamar Makassar, semoga mampu mengembalikan fungsi NU, yaitu organisasi para ulama yang didirikannya untuk menjaga aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah, me-ngembangkan ajaran-ajarannya dalam pendidikan serta mewujudkannya dalam kehidupan pribadi, berbangsa dan bernegara.
Wallahu'alam bisshowab.

Sarang, 25 Robi'ul Awwal 1431 H
12 P e b r u a r i 2010 M



Catatan Muktamar Makassar

P
asca Muktamar Makassar, dengan terpilihnya KH. Sahal Mahfudl sebagai Rois Aam PBNU dan Said Aqil Siradj sebagai Ketua Umumnya, juga melihat kenyataan yang ada, bahwa terpilihnya Sahal Mahfudl-Said Aqil telah melanggar undang-undang dan tata tertib pemilihan, yaitu kandidat bakal calon Ketua Umum PBNU tidak terlibat dengan Jaringan Islam Liberal (JIL), Syi'ah dan paham-paham sesat lainnya, adanya praktek money politik besar-besaran intervensi dari penguasa pusat dan Barat dalam merusak NU khususnya menghancurkan NU Jawa Timur yang notabene daerah asal kelahiran NU, dan juga dalam rangka mengadudomba para kyai/Ulama. Inilah watak Yahudi-Zionis dalam menghilangkan sejarah, kebangsaan seperti yang mereka lakukan di Negara Palestina.
Beredarnya isu money politic ini dibenarkan oleh Lily Wahid, anggota DPR RI dari PKB yang juga hadir dalam Muktamar tersebut, Lily mengatakan bahwa ada uang dari Bank Century yang beredar di Muktamar.
Keberadaan Muktamar Makassar sudah seperti perebutan kekuasaan sebagaimana yang terjadi dalam pemilihan Kepala Desa, Pilkada, Pilgub dan Pilpres. Misalnya pemasangan spanduk, dukungan secara terbuka dari beberapa tokoh, ulama dan penggunaan nama besar seseorang untuk kepentingan pribadi. Para kandidat juga melakukan ‘sowan’ kepada penguasa untuk mendapatkan dukungan, padahal berdasarkan tradisi NU para kandidat seharusnya minta doa restu kepada kyai, ulama sepuh, dengan begitu supremasi dan kharisma seorang kyai, ulama yang menjadi bagian terpenting dalam NU tetap terjaga dan menjadi ciri khas.
Sebelumnya, Gerakan Penyelamat Nahdlatul Ulama (GPNU) berhasil menagih komitmen anti money politic terhadap semua kandidat calon ketua PBNU. "Komitmen tersebut kami wujudkan dalam bentuk tanda tangan surat pernyataan anti money politik pada semua kandidat," kata ketua GPNU, M. Khoirul Rijal.
Dalam surat pernyataan tersebut menyebutkan, NU didirikan dengan tujuan untuk melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Ahlussunnah wal Jama'ah. Untuk menjaga nilai-nilai tersebut yang menjadi arah perjuangan NU dalam Muktamar Makassar, para kandidat bakal calon ketua umum PBNU harus berjanji menghindari money politic dalam pemilihan tersebut. Money politic selain melanggar nilai-nilai ajaran Islam juga akan akan menghancurkan arah perjuangan NU sebagai organisasi Islam. "Tidak melakukan money poltik dalam Muktamar NU merupakan upaya menyelamatkan NU dari ketidakadilan dan menjaga nilai-nilai demokrasi", ujarnya.
Para kandidat yang bersedia mendatangani surat pernyataan tersebut adalah KH. Sholahuddin Wahid, KH. Sa'id Aqil Siradj, KH. Masdar Farid Mas'udi dan KH. Ahmad Bagja. Surat pernyataan tersebut juga ditanda tangani oleh sejumlah kyai sepuh, di antaranya KH. Abdullah Faqih, KH. Idris Marzuqi.
Begitu juga memandang kelancangan Said Aqil yang tanpa malu dan canggung menghina dan merendahkan Nabi Muhammad SAW dan para Shahabatnya lewat makalahnya yang dipresentasikan dalam Seminar Nasional Pergerakan Pelajar Mahasiswa Indonesia (PPMI) di Jakarta pada tanggal 8 Agustus 1995, dan juga di Kantor PBNU 19 Oktober 1996.
Dalam Makalahnya, dengan lancang Said Aqil secara terang-terangan mengkritisi dan menghina Nabi Muhammad SAW dan para Shahabatnya dengan pola pemikirannya yang ala Syi'ah-Yahudi, di antaranya:
1. Dalam tulisan Said Aqil hal: 3 alinea ketiga disebutkan bahwasanya Abu Bakar terpilih bukan semata karena integritas pribadinya.
2. Kata Sa’id Aqil: “Karenanya, tidak mengherankan jika mengomentari pengakuan Abu Bakar sebagai Khalifah, Umar menyatakan bahwa terpilihnya Abu Bakar merupakan "faltatun min falaatatina ra'aaha Allah li-‘izzil Islam wa al-Muslimin" (Terpilihnya Abu Bakar merupakan suatu kesalahan).
3. Dengan sangat lancang sekali, Sa’id Aqil juga menyatakan, bahwa "Kemampuan Rasulullah SAW meredam fanatisme kabilah belum tuntas".
4. Dalam hal. 3 alinea terakhir disebutkan bahwa tidak murtadnya penduduk Makkah adalah karena slogan yang digunakan oleh Abu Bakar di Saqifah Bani Sa’idah “al-Aimmat min Quraisy”.
5. Dalam makalah Sa’id Aqil hal. 4 alinea ketiga, disebutkan bahwa terbunuhnya sayyidina Umar adalah provokasi munafiqin Bani Umayyah terhadap seorang budak yang bernama Abu Lu’lu’ah. Dan di situ juga tergambarkan bahwa Abu Lu’lu’ah sudah menjadi pegawai resmi Sayyidina Umar. Karena Khalifah Umar tidak mau meringankan jizyahnya, maka Abu Lu’lu’ah nekat menikamkan pisaunya di perut Sayyidina Umar.
6. Masih seputar Sayyidina Umar, bahwa menurut Sa’id Aqil, konon Sayyidina Umar adalah sebagai putra mahkota. Sehingga begitu khalifah Abu Bakar menjelang wafat, kekhalifahan diwasiatkan kepada Sayyidina Umar.
7. Dalam hal. 5 alinea terakhir dari makalah Sa’id Aqil, disebutkan bahwa, “Sejak terpilihnya Utsman yang tidak mempunyai bobot seperti yang dimiliki Ali, perselisihan mulai menjadi pertikaian terbuka.”
8. Dalam hal. 5, Sa’id Aqil juga menyatakan, “Dua orang inilah yang kuat, yang memiliki peluang besar menjadi khalifah. Tapi karena Abdurrahman bin Auf adalah keluarga Bani Umayyah, jatuhlah pilihannya kepada Utsman.”
9. Bukti lagi ke-Syi'ahan dan kesesatan Sa’id Aqil adalah pernyataannya bahwa karena suatu kesalahan, Marwan diusir Rasulullah SAW dari Makkah (Madinah…?)
10. Sa’id Aqil juga mengatakan bahwa Abdullah bin Saba’ adalah tokoh fiktif, bahkan ada kemungkinan dia adalah Amar bin Yasir.
11. Ditengah kericuhan karena kembalinya para demonstran dari tiga kota itu, anak Abu Bakar, Muhammad bin Abu Bakar menerjang Utsman yang sedang membaca al-Qur’an. Langsung dia menghunus pedang, memenggal kepala Utsman.
12. Satu bukti lagi yang paling mengerikan dan menyesatkan bahwa gaya pemikiran Sa’id Aqil duplikat dari pemikiran Syi'ah yang memurtadkannya karena mendustakan Allah dalam al-Quran surat An-Nuur Ayat 11 yang menyatakan bahwa Aisyah bersih dari keserongan dan berita al-ifki (isu terbohong), adalah pernyataannya, “…di samping karena perempuan, juga antara Aisyah dan Ali memang terdapat hubungan kurang harmonis karena sikap ‘minor’ dalam peristiwa Haditsul Ifki. Ketika tersebar isu Aisyah berzina dengan Sofwan, Ali bersikap, “Sudahlah Rasulullah, perempuan banyak, kalau yang satu serong, buang saja, kenapa, sih?”.
13. Terhadap Sayyidina Utsman pun, Sa’id Aqil memandang dengan kacamata buram, sehingga lidahnya tak kuasa untuk memilih kata terhormat yang agak sopan daripada kata “pikun” yang konotasinya adalah orang yang hilang ingatan.
14. Dalam kasus terjadinya surat yang menjadikan marah para demonstran Mesir, Sa’id Aqil juga kurang percaya bahwa Sayyidina Utsman benar-benar tidak membuatnya. Padahal Sayyidina Ali membenarkan pengakuan khalifah Utsman.
Sai’d Aqil Siradj yang didukung oleh Gus Dur juga pernah mempunyai gagasan untuk memoder-nisasikan pemikiran pengurus dan warga NU dengan mengkaji ulang asas NU “Madzhaba al-Imamaini al-Asy’ary wal-Maturidiy” dan “Madzahibul Fuqoha’ al-Arba’ah”, dalam makalahnya yang disampaikan di gedung PBNU 19 Oktober 1996 M:
1. Pada hal. 2 alinea II disebutkan, “melihat urgensinya aqidah tersebut, tidaklah mubazir jika Nahdlatul Ulama’ (NU) meninjau kembali konsep akidah yang menjadi pijakan dalam berorganisasi dan bermasyarakat.”
2. Oleh Sa’id Aqil, kata “al-Nahdlah” diartikan “adanya kesadaran dan pengertian fakta historis secara khusus, membutuhkan kapasitas kemampuan untuk merenovasi kondisi yang kurang relevan berdasarkan fakta sejarah baik secara kultural maupun pemikiran”.
3. Pada hal. 3 Sa’id Aqil mengungkapkan maqolah: المحافظة على القديم الصالح والأخذ بالجديد الأصلح . Menurut dia kaedah tersebut sangat masyhur di kalangan NU di setiap saat bahkan menjadikan motto perjuangan NU. Yang kami takutkan adalah kata "Al-Jadidul Ashlah" dibelokkan ke pemikiran Liberal-Plural dan lain sebagainya, na'udzu billah min dzalik…!
4. Dalam Bab I bag. A, tepatnya hal. 5 pada makalahnya Sa’id Aqil menyebutkan suatu statement yang sangat membahayakan bagi akidah Ahlussunnah wal Jama’ah al-Muttafaq ‘Alaih. Sa’id Aqil menyatakan bahwa “Da’wah Rasulullah SAW itu sejak pertama kali muncul sudah bertendensi politis, yakni obsesi untuk menaklukkan imperius Persia dan Romawi (Byzantium) sebagai adikuasa dunia saat itu”. Menurut akidah kami, bahwa penaklukan tersebut adalah agar Hukum Syari'at Allah SWT berjalan di seluruh negeri, bukan sekedar meraih kekuasaan tanpa Syari'at Allah.
5. Dalam mendefinisikan Ahlussunnah wal Jama’ah, Sa’id Aqiel mengatakan:
مَنهجُ الفِكر الدّيني المشتملُ على شُؤُون الحياة ومُقتضاياتها القائم على أسس التوسُّط والتوازُن والتعادُل والتسامُح
Yang kami takutkan dan sudah terjadi adalah kalimat-kalimat tersebut diarahkan ke pemikiran-pemikiran Liberal-Plural-Sekuler.
6. Dalam bagian B, Sa’id Aqil menuturkan Ba’dl al-fIrak al-Islamiyah wa-Ash-hab Dhuhurihi. Dan dalam penuturannya dia mengatakan bahwa madzhab Syi’ah menjadi madzhab resmi setelah Imam Ja’far al-Shadiq. Seolah-olah Imam Ja’far al-Shadiq adalah Muassis al-Madzhab al-Syi’iy, toh beliau pernah berkata “Waladani Abu Bakr Marratain”. Dan pula riwayat mutawatirah Imam Ali:
خير هذه الأمة بعد نبيها أبو بكر ثم عمر
7. Di akhir makalahnya Sa’id Aqil malah membuat suatu pernyataan yang sangat membahayakan dan tidak mencerminkan pemikiran dari Ahlussunnah wal Jama'ah (Madzahib Arba'ah). Katanya, “Salah satu persoalan, misalnya dalam bernegara (baca; demokrasi) haruslah menerima seorang pemimpin (presiden) yang non muslim ataupun wanita.”
Melihat kenyataan yang ada, orang semacam Sa'id Aqil Siradj yang secara terang-terangan mengkritik dan menghina serta merendahkan Nabi Muhammad SAW dan para Shahabatnya, menghina dan merendahkan konsep Ahlussunnah wal Jama’ah KH. Hasyim Asy’ari. Sa’id Aqil terlalu over dengan mengatakan bahwa penjelasan konsep Ahlussunnah KH. Hasyim Asy’ari sangat memalukan. Sungguh pernyataan yang tidak berakhlaqul karimah! Masih pantaskah memimpin organisasi NU yang merupakan organisasi terbesar umat Islam, yang kelahirannya untuk amar ma’ruf nahi munkar dengan menjaga dan menyebarkan paham Ahlussunnah wal Jama'ah?
Tidak merasa terhinakah kita kaum Nahdliyyin punya pemimpin yang menjadi Penasehat Pemuda Kristen Republik Indonesia, Said Aqil juga pernah melakukan kufur Qouli, karena dia mengatakan bahwa Tauhid orang Islam dan Kristen sama saja, berarti Sa'id Aqil tidak mengindahkan Firman Allah SWT pada Surat Al-Maidah ayat 72, 73 dan 75 dan juga Surat At Taubah ayat 29. dia juga pernah mengkafirkan Imam Ghozali, berpidato di acara Arba'innya orang Syi'ah di Surabaya, Malang, dan peringatan Karbala di Jakarta. Berkhutbah di gereja dalam acara Misa Kristiani di sebuah gereja di Surabaya dengan background belakangnya berupa salib patung Yesus dalam ukuran yang cukup besar. Beritanya pun dimuat Majalah Aula milik warga NU. Dia juga pernah melontarkan gagasan pluralnya, yaitu merencanakan pembangunan gedung bertingkat, dengan komposisi lantai dasar akan diperuntukkan sebagai masjid bagi umat Islam, sedangkan lantai tingkat satu diperuntukkan sebagai gereja bagi umat Kristiani, lantai tingkat dua diperuntukkan sebagai pura bagi penganut Hindu, demikian dan seterusnya.
Menurut keyakinan kami, Sa’id Aqil sudah terlibat dengan kegiatan Zionis Internasional. Sebagai bukti, pernyataan Sa’id yang menyatakan bahwa penggerak pemberontakan terhadap Khali-fah Utsman bin Affan bukan Abdullah bin Saba’, orang Yahudi tapi Ammar bin Yasir. Kita tahu bahwa Abdullah bin Saba’ adalah orang Yahudi yang pura-pura masuk Islam yang menggoncang Islam dan memberontak Khalifah Utsman. Untuk membersihkan Yahudi, maka nama Abdullah bin Saba’ harus dihilangkan dari sejarah. Sa’id Aqil juga menyatakan bahwa Abdullah bin Saba’ tidak ada dalam sejarah, dan sengaja mengkambinghitamkan Ammar bin Yasir sebagai ‘biang kerok’. Itu adalah pola pikir Zionis-Yahudi. Sebagaimana yang terekam dalam kitab-kitab sejarah orang-orang Syi'ah-Orientalis yang menjadi rujukan Sa'id Aqil. Padahal, Ammar bin Yasir adalah tergolong Shahabat pertama yang masuk Islam dan dijamin mendapat ridlo Allah SWT.
Kalau masalah ini diteruskan, NU bukan amar ma’ruf nahi munkar lagi namun NU akan menjadi sumber kemunkaran dalam aqidah. Kalau sudah begini, kemungkaran aqidah yang didepan mata akan kami lawan. Karena ini masalah aqidah yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Kalau furu’ (cabang), itu masih bisa ditawar, dan paham Ahlussunnah wal Jama’ah bukan golongan ekstrim.
Perbuatan Sa’id Aqil dalam pandangan para ulama adalah sangat fatal akibatnya. Sebab, dalam pandangan mufti-mufti Maliky, menghina Shahabat saja hukumnya adalah hukuman mati. Padahal di sini, yang direndahkan martabatnya justru Rasulul-lah SAW, sehingga menurut penjelasan dan penegasan Qadli ‘Iyadl dalam al-Syifa’-nya, ulama sepakat untuk mengeksekusi manusia terkutuk tersebut. Dan Imam (penguasa) berhak untuk membunuhnya atau menyalibnya.
Memang dalam masalah ini, ulama sangat tegas dan disiplin. Sebab, dalam Surat an-Nur ayat 63, Allah SWT telah menegaskan pada hambanya supaya mengagungkan Rasulullah SAW.
        
"Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain)." (QS. An-Nuur: 63)
Sehingga dalam memanggil Rasulullah SAW saja harus dengan kesopanan dan tidak menyebut nama beliau, tetapi dengan menyebut “Ya Rasulullah SAW". Maka dari itu, perbuatan melecehkan kebesaran Nabi dengan mengatakan bahwa Rasulullah SAW belum sempurna dalam menjalankan tugasnya. Itu berarti sama saja dengan tidak mengindahkan firman Allah SWT dalam Surat Ali Imron:
              
"Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara." (QS. Ali 'Imran: 103)
Begitu juga Rois Aam terpilih, KH. Sahal Mahfudl terlalu akrab dan lunak terhadap orang-orang Sekuler, Plural, Syi'ah serta melindungi dan membela JIL dan golongan sesat lainnya serta membantu kristenisasi lewat program KB, mendirikan bank konvensional "Artha Huda Abadi", padahal keputusan Muktamar NU ke-2 di Surabaya, 12 Rabiuts Tsani 1346 H/ 9 Oktober 1927 M, Muktamar NU ke-12 di Malang, 12 Rabiul Tsani 1356 H/ 25 Maret 1937 dan Muktamar NU ke-25 di Surabaya, 20-27 Desember 1971 M, telah memutuskan tentang keharaman bunga Bank.
Sebagai Rois Aam, kyai Sahal bersama Ketua Umumnya, KH. Hasyim Muzadi pernah merintis kegiatan doa bersama lintas agama "Indonesia Berdo'a" di Istora Senayan Jakarta 6 Agustus 2000, padahal keputusan Muktamar NU ke-30 di Kediri, 21-27 Nopember 1999 M telah melarang kegiatan tersebut, juga peringatan Allah SWT pada surat Arra'd ayat 14.
Sebagai warga NU, sepatutnya bertanya, mengapa PBNU menerima kunjungan presiden Iran pada tanggal 22 Mei 2006 di Kantor PBNU? Padahal tidak rahasia lagi, pemerintah Iran menyediakan beasiswa bagi pelajar Indonesia yang ingin belajar di Qum Iran, yang misinya untuk belajar memperdalam akidah Syi'ah yang salah satu ajarannya mendiskreditkan hingga mencaci-maki bahkan sampai berani mengkafirkan Shahabat Nabi SAW, yang nantinya bisa disebarkan di Indonesia. Ataukah KH. Sahal Mahfudl dan KH. Hasyim Muzadi sebagai pengurus besar NU pada masa itu telah melakukan kontrak dengan mereka?
Melihat kenyataan di atas, kami menyatakan "Mufaroqoh" dengan tidak mengakui duet kepemimpinan Sahal Mahfudl-Said Aqil, karena menurut kami keberadaannya adalah cacat hukum, baik secara organisatoris bahkan secara Syara', bukan mufaroqoh dengan NU-nya, karena NU masih banyak orang-orang Ahlussunnah-nya, tapi sayang kebanyakan mereka terbius dengan uang.
Apakah pantas, kita yang berpredikat Kyai, pengasuh Pondok Pesantren, lembaga pencetak generasi Islam yang menggaungkan amar ma'ruf nahi munkar hanya bisa diam atau sekedar menggerutu, ingkar bil qolbi melihat kemungkaran di depan mata, menyaksikan "Sang Penasehat Pemuda Kristen Republik Indonesia" memimpin NU, organisasi sekaligus wadah perjuangan dan pelestarian paham Ahlussunnah wal Jama'ah. Apalagi mendukung kepemimpinannya sekaligus bangga dengan merebaknya Pluralisme-Liberalisme-Sekularisme di kalangan pengurus NU dan warganya? Apa jadinya NU di masa mendatang, kalau pemimpinnya saja tidak Ahlussunnah wal-Jama'ah?? Akidah jutaan warga pesantren dan Nahdliyyin terancam diberangus!
Naudzubillah min Dzalik……….
Ke mana ghiroh Islamiyyah kita? Di mana loyalitas kita pada Islam? pembelaan kita pada Al-Quran dan Syari'atnya, juga pada Nabi Muhammad SAW dan para Shahabatnya? Lebih-lebih pada Allah SWT sebagai Sang Khaliq. Bagaimana pertanggungjawaban kita sebagai pemimpin umat di hadapan Allah SWT kelak? Atau memang loyalitas dan ghiroh Islamiyyah kita sudah tergadaikan? Atau hilang tanpa bekas dari hati seorang pemimpin umat, sebagai kiblat para santri, panutan masyarakat.
Relakah kita melihat ribuan santri, jutaan masyarakat kita larut dalam kebodohan dan ketidaktahuan, taklid buta terhadap NU yang sudah mulai bergeser dari tujuan pendiriannya? Bergeser dari pakem Ahlussunnah wal Jama'ah dan ternodai namanya dengan maraknya money politic dalam Muktamar dan pemilihan-pemilihan pengurus wilayahnya? Ataukah sengaja kita korbankan mereka demi mempertahankan ketenaran dan pangkat/jabatan baik formal atau non formal? Bagaimana perasaan KH. Hasyim Asy'ari dan KH. Abdul Wahhab Hasbullah rohimahumallah jika menyaksikan "NU masa kini"? Betapa terkhianatinya beliau.
Bagi para kyai, ulama yang sudah masuk ataupun yang baru akan diberi amanah untuk masuk dalam struktural NU menurut kami harus diteruskan demi untuk memantau NU dari dalam, mengerem dan mempersempit gerak langkah orang-orang Liberal-Sekuler juga untuk memberikan informasi warga nahdliyin khususnya di Jawa Timur, wajib menjaga akidah Ahlussunnah wal Jama'ah dan Syariat Islam karena itulah makna dari khitthah NU 1926 yang sebenarnya, dengan menjegal dan melawan orang-orang serta program-program Salibis-Zionis-Syi'ah-Pluralis-Liberalis-Sekularis.
Apa yang kami lakukan ini semata-mata bentuk dari tanggungjawab kami kepada Allah SWT, demi tegaknya yang haq. Kami tidak terima Hukum-hukum Allah diselewengkan, direndahkan dan dimanipulasi dengan pemikiran-pemikiran sesat yang berasal dari Orientalis demi untuk memuaskan nafsu dan menuruti pesanan dari Yahudi-Zionis International. Semoga Allah SWT menghancurkan paham-paham sesat ahlil bida' wa al-dlolal.
Mari bersatu, selamatkan akidah Ahlussunnah wal Jamaah demi menyelamatkan anak cucu kita para santri penerus perjuangan Islam. Agar kita terhindar dari adzab Allah SWT yang berkepanjangan.
Allahu Akbar, Sholallahu 'Ala Muhammad.

Sarang, 30 Rabiuts Tsani 1431 H



Daftar Pustaka

• Al-Qur'anul Karim.
• Tafsir ath-Thobari.
• Tafsir Ruhul Ma'ani.
• Shohih al-Bukhori.
• Sunan at-Tirmidzi.
• Shohih Muslim.
• Baro’atul Asy’ariyin min Aqo’idil Mukholifin
• Tarikh ath-Thobari.
• Mausu'ah al-Qodloya al-Fiqihiyyah al-Mu'ashiroh.
• Ats-Tsauroh al-Iraniyah.
• Al-Hukumah al-Islamiyah.
• Al-'Awasim Minal Qowashim.
• Ath-thobaqot Ibnu Sa'ad.
• Dirosah 'Anil Firoq.
• Minhajus Sunnah an-Nabawiyah.
• Al-'Ishobah.
• Al-Bidayah wan-Nihayah.
• Tarikhul Khulafa'.
• Shofwatus Shofwah.
• Al-Kamil Ibnu 'Atsir.
• Sunan Abu Dawud.
• Raudlatut Tholibin wa 'Umdatul Muttaqin.
• Kifayatul Akhyar.
• Raudlatut Tholibin.
• Hasyiyah Qulyubi.
• Irsyadul Ibad.
• KH. Abdul Muchith Muzadi, NU dalam Perspektif Sejarah dan Ajaran.
• As'ad Sa'id Ali, Pergolakan di Jantung Tradisi NU.
• Tantangan Dakwah Kontemporer, Liberalisasi di Indonesia.
• Surat Pernyataan Pembelaan Terhadap Ulil Absar Abdalla dari Masdar Farid Mas'udy atas nama kekatiban PBNU.
• Arsyil A'la al-Maududi, Rakyat Indonesia Menggugat Gus Dur.
• 9 Alasan Mengapa Kyai-Kyai Tidak (Lagi) Bersama Gus Dur.
• Budi Handrianto, 50 Tokoh Islam Liberal Indonesia.
• Hartono Ahmad Jaiz, Menangkal Bahaya JIL dan FLA.
• Hartono Ahmad Jaiz, Kyai (kok) Bergelimang Kemusyrikan.
• Dr H. Pidyarto O. Carm, Mempertanggungjawabkan Imam Katolik.
• Adian Husaini, Nuim Hidayat, Islam Liberal Sejarah, Konsepsi, Penyimpangan dan Jawabannya.
• Adian Husaini, MA., Islam Liberal; Sejarah Konsepsi Penyimpangan dan Jawabannya.
• Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Paham Sesat di Indonesia.
• Ahmad Zein Alkaf, Dialog Apa dan Siapa Syi’ah?.
• Dr. Muhammad Ra’fat Sa’id, Al-Islam fi Muwajahatit Tahaddiyat.
• Ridlwan Saidi, Rizki Ridyasmara, Fakta & Data Yahudi di Indonesia.
• Media Al-Wa'ie, Edisi 1-30 September 2010.
• Alkitab, terbitan Lembaga Alkitab Indonesia tahun 2000.
• Selebaran Forum Cinta Bangsa.
• Surat Edaran dari Tim Sinar Garuda Timur Wilayah Jawa, Madura, dan Bali.
• Surat PCNU Kodya Surabaya kepada PBNU.
• Majalah Gatra.
• Majalah Sabili.
• Majalah Asa.
• www.mediaIndonesia.com.
• www.menkokesra.co.id.
• wildanhasan.blogspot.com.
• wordpress.com.
• http://www.syiahindonesia.com/.
• http://tumpah.blogsome.com/.
• www.nu.or.id.









DAFTAR ISI

Pengantar Penerbit .................................................................. 1
Muqaddimah ............................................................................ 4
Abdurrahman Wahid ................................................................ 41
Said Aqil Siradj .......................................................................... 90
Shalahuddin Wahid .................................................................. 134
Ahmad Bagja ............................................................................. 136
Masdar Farid Mas’udi ............................................................... 138
Ulil Abshar Abdalla ................................................................... 143
Musthafa Bisyri ........................................................................ 154
Abdul Muqsith Ghozali ............................................................. 158
Husein Muhammad .................................................................. 162
Nasaruddin Umar ..................................................................... 167
Alwi Abdurrahman Syihab ....................................................... 172
Abdul A’la .................................................................................. 179
Ahmad Sahal ............................................................................. 182
M. Luthfi As-Syaukani .............................................................. 184
M. Jadul Maula ......................................................................... 188
Fathimah Utsman ..................................................................... 192
Hamid Basyaib .......................................................................... 194
Sumantho Al-Qurthuby ............................................................ 200
Zuhairi Misrawi ......................................................................... 206
Mun’im A. Siry .......................................................................... 214
Nong Darol Mahmada .............................................................. 217
Zainun Kamal ............................................................................ 220
Taufiq Adnan Amal.................................................................... 230
Saiful Muzani ............................................................................ 232
Ihsan Ali Fauzi ........................................................................... 234
Kesalahan NU Melindungi Tokoh-Tokoh Liberal …………… 238
Mengaburkan Konsep Tauhid Islam ………………………… 240
- Teologi Pluralis yang Berbahaya......................................... 256

- Jebakan Misionaris Kristen ................................................. 259
- Kegiatan Misionaris Kristen di Indonesia .......................... 262
Mencermati Jerat-Jerat Zionisme ........................................... 271
Gerakan Syi’ah di Indonesia .................................................... 276
- Kesesatan dan Penyimpangan Syi’ah ................................ 280
- Syi’ah Memporak-porandakan Umat Islam ....................... 281
- Tak Mengaku Syi’ah Sambil Mengkafirkan Shahabat ....... 284
- Kepalsuan Doktrin Imamah Syi’ah ..................................... 289
- Berbagai Kontradiksi .......................................................... 291
- Masalah Kapan Ali Membaiat Abu Bakar .......................... 294
- Batalnya Hujjah Syi’ah ........................................................ 296
- Khilafah Syi’ah ..................................................................... 297
- Keyakinan Syi’ah Mustahil................................................... 301
- Bathilnya Keyakinan Syi’ah ................................................. 303
- Syi’ah Agama tersendiri ...................................................... 304
- Perbedaan antara Ahli Sunnah dan Syiah .......................... 306
Masa Pemerintahan Gus Dur Masa Berkembangnya Aliran-Aliran Sesat ............................................................................... 316
Bahaiyyah Aliran Sesat Sempalan Syiah ................................. 319
- Berpusat di Chicago ............................................................ 321
- Persoalan di Indonesia ....................................................... 322
-Baha’i dan Israel ................................................................... 323
Bathiniyah ................................................................................. 328
Bahaya Pluralisme Agama ........................................................ 335
- Hakekat Pluralisme ............................................................. 336
- Di Balik Gagasan Pluralisme ............................................... 337
- Konflik Sebagai Alasan? ...................................................... 338
- Pluralisme Menurut Islam .................................................. 339
- Bahaya di Balik Gagasan Pluralisme ................................... 340
Awas...!!! Yayasan Agama di Sekitar Anda ………………….. 343
Kronologis Tuntutan Umat Islam Membubarkan Silatnas Syiah........................................................................................... 372
Refleksi dan Evaluasi Kembali ke Khitthah.............................. 392
Dampak Negatif Studi Islam di Negeri Barat.......................... 404
Ikhtitam ..................................................................................... 411
Catatan Muktamar Makassar ................................................... 430

Daftar Pustaka .......................................................................... 444








JUDUL BUKU
Membuka Kedok Tokoh-Tokoh Liberal
dalam Tubuh NU

PENULIS
H. Muh. Najih Maimoen

CETAKAN PERTAMA
12 Pebruari 2010 M/ 25 Rabi'ul Awwal 1431H

CETAKAN KEDUA
20 Mei 2010 M./ 6 Jumadhil Akhir 1431 H.

CETAKAN KETIGA
15 Januari 2011 M./ 9 Shofar 1432 H.

PENERBIT
Toko Kitab Al-Anwar 1
Komplek Pondok Pesantren Al-Anwar Karangmangu Sarang Rembang Jawa Tengah 59274



H. Muhammad Najih Maimoen





Membuka Kedok Tokoh-Tokoh Liberal dalam Tubuh NU
Informasi, Penyimpangan dan Jawabannya

Related Posts by Categories



4 komentar:

  1. sepertinya bukunya kurang berhasil (dlm pemilihan ketum NU) tp berhasil mbubarkan ahmadiyah..... hehehe. Selamatttt..... siapa lg yg bakal dbantai nih.... ?

    BalasHapus
  2. sebelumnya jazakumullahu khair afwan ana copy paste y.

    BalasHapus
  3. Mohon izin copy ya...boleh juga jika ingin lihat2 atau copy (atau mungkin ingin tahu cara memiliki buku KEMUKJIZATAN ALQURAN DAN HADIS) klik di www.mukjizatalquranhadist.blogspot.com

    BalasHapus
  4. Ketika Rasulullah Saw. menantang berbagai keyakinan bathil dan pemikiran rusak kaum musyrikin Mekkah dengan Islam, Beliau dan para Sahabat ra. menghadapi kesukaran dari tangan-tangan kuffar. Tapi Beliau menjalani berbagai kesulitan itu dengan keteguhan dan meneruskan pekerjaannya.

    BalasHapus